Disusun oleh :
Nama : Nurul Faizah
Nim : 18230100034
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi " dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Keperawatan Jiwa II.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang asuhan keperawatan jiwa
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data departemen
Kesehatan ( Depkes ) ada 1.74 juta orang mengalami gangguan mental
emosional.sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak
tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi
dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa didunia,
dan diindonesia khususnya kian meningkat.Diperkirakan sekitar 50 juta atau 25 %
dari penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008 )
B. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini terdapat rumusan masalah, yaitu
1. Bagaimana konsep halusinasi?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan jiwa pada halusinasi ?
C. TUJUAN
Tujuan penulisan dalam pembuatan makalah ini terdiri atas tujuan umum dan
tujuan khusus.
1. Tujuan Umum :
Agar mahasiswa ampu mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada klien
dengan gangguan halusinasi.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui konsep teori gangguan persepsi sensori halusinasi
b. Mengetahui konsep teori asuhan keperawatan pada halusinasi
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan,pengecepan,perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti,2012)
B. Etiologi Halusinasi
1. Faktor Predisposisi
Factor predisposisi merupakan factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber daya yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Factor predsiposisi dapat meliputi :
a. Factor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan intrapersonal
terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan
b. Faktor Biologis
1) Abnormalitas otak seperti : lesi pada areo frontal, temporal dan limbic dapat
menyebabkan respon neurobiologist.
2) Beberapa bahan kimia juga dikaitkan dapat menyebabkan respon neurbiologis
misalnya: dopamine neurotransmiter yang berlebihan, ketidakseimbangan
antara dopamine neurotransmiter lain dan masalah-masalah pada sistem
receptor dopamine.
c. Faktor sosial budaya
Stres yang menumpuk, kemiskinan, peperangan, dan kerusuhan, dapat
menunjang terjadinya respon neurobiologis yang maladaptif.
d. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta aanya peran ganda
bertentangan yang seiring diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stres
dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas
e. Faktor Biokimia
Mempunyai pengatuh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami stres yang ber;ebihan maka didalam tubuhnya akan dihasilkan zat
yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimethytranferase (DMP).
f. Faktor GenetikGen
Penelitinan menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oelh orang tua
skizofrenia cendrung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukan bahwa
faktor kelarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit
ini
2. Faktor Pencetus
a. Kesehatan
Gizi yang buruk, kurang tidur, kurang tidur, keletihan, ansietas sedang
sampai berat, dan gangguan proses informasi.
b. Lingkungan
Tekanan dalam penampilan (kehilangan kemandiri dalam melakukan aktivitas
sehari-hari), rasa bermusuhan dan lingkungan yang selalu mengkritik, masalah
perumahan, gangguan dalam hubungan interpersonal, kesepian (kurang
dukungan sosial), tekanan pekerjaan, keterampilan sosial, yang kurang, dan
kemiskinan.
c. Sikap/ perilaku
Konsep diri yang rendah, keputusasaan (kurang percaya diri), kehilangan
motivasi untuk melakukan aktivitas, perilaku amuk dan agresif.
G. Pohon Masalah
1. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
H. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang muncul dari pohon masalah diatas adalah :
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Gangguan sensori persepsi : halusinasi
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah.
SP III p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatyan [kegiatan yang biasa
dilakukan pasien]
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IV p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 1 PASIEN HALUSINASI
Strategi Pelaksanaan 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat, membantu
klien mengenal halusinasinya, mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik
halusinasi
1. Fase Orientasi :
“Selamat pagi, assalamualaikum.. Boleh Saya kenalan dengan anda? Nama saya Rika Melia
senang dipanggil suster Rika. Kalau boleh Saya tahu nama anda siapa dan senang dipanggil
dengan sebutan apa? Baik..”. “Bagaimana perasaan Tn.R hari ini? Bagaimana tidurnya tadi
malam? Ada keluhan tidak?” “Apakah Tn.R tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya?
Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara dan sesuatu yang selama ini dengar dan lihat tetapi
tidak tampak wujudnya?” “Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? maunya berapa menit?
Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?” “Di mana kita akan bincang-bincang ?” “Bagaimana kalau
di ruang tamu saya ?”
2. Fase Kerja:
“Apakah Tn.R mendengar suara tanpa ada wujudnya?”. “Apa yang dikatakan suara itu?”.
“Apakah Tn.R melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”. “Seperti apa yang
kelihatan?”. “Apakah terusmenerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja?”.
“Kapan paling sering Tn.R melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”. “Berapa kali
sehari Tn.R mengalaminya?”. “Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”. “Apa yang
Tn.R rasakan pada saat melihat sesuatu?”. “Apa yang Tn.R lakukan saat melihat sesuatu?”.
“Apa yang Tn.R lakukan saat mendengar suara tersebut?”. “Apakah dengan cara itu suara dan
bayangan tersebut hilang?”. “Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara
atau bayangan agar tidak muncul?”. “Tn.R ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu
muncul.”. “Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”. “Kedua, dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain.”. “Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”.“Keempat, minum
obat dengan teratur.”. “Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”.
“
Caranya seperti ini:
1) Saat suara-suara itu muncul, langsung Tn.R bilang dalam hati, “Pergi Saya tidak mau
dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu
tidak terdengar lagi. Coba Tn.R peragakan! Nah begitu, bagus! Coba lagi! Ya bagus Tn.R
sudah bisa.”
2) Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Tn.R bilang, pergi Saya tidak mau lihat… Saya
tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-ulang sampai bayangan itu tak terlihat lagi.
Coba Tn.R peragakan! Nah begitu… bagus! Coba lagi! Ya bagus Tn.R sudah bisa.”
3. Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan Tn.R dengan obrolan kita tadi? Tn.R merasa senang tidak dengan latihan
tadi?”. “Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Tn.R simpulkan pembicaraan
kita tadi.” “Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar tidak muncul
lagi.”. “Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Tn.R coba cara tersebut!
Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?” (Masukkan
kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian klien). “Tn.R, bagaimana
kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara dengan orang lain saat bayangan dan
suara-suara itu muncul?”. “Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30
WIB, bisa?” . “Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya? Sampai jumpa
besok”.
SP 2 PASIEN HALUSINASI
Strategi Pelaksanaan 2 :
Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain:
1. Fase Orientasi:
” Selamat pagi Tn.R? Bagaimana kabarnya hari ini? mas masih ingat dong dengan saya? Tn.R
sudah mandi belum? Apakah massudah makan? ”bagaimana perasaan Tn.R hari ini? Kemarin
kita sudah berdiskusi tentang halusinasi, apakah Tn.R bisa menjelaskan kepada saya tentang isi
suara-suara yang Tn.R dengar dan apakah bisa mempraktekkan cara mengontrol halusinasi yang
pertama yaitu dengan menghardik?”. ”sesuai dengan kontrak kita kemarin, kita akan berbincang-
bincang di ruamg tamu mengenai cara-cara mengontrol suara yang sering mas dengar dulu agar
suara itu tidak muncul lagi dengan cara yang kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain”.
”berapa lama kita akan bincang-bincang, bagaimana kalau 10 menit saja, bagaimana Tn.R
setuju?”. ”dimana tempat yang menurut Tn.R cocok untuk kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau dilorong? setuju?”
2. Fase Kerja :
”Kalau Tn.R mendengar suara yang kata mas kemarin mengganggu dan membuat mas jengkel.
Apa yang Tn.R lakukan pada saat itu? Apa yang telah saya ajarkan kemarin apakah sudah
dilakukan?” ”cara yang kedua adalah mas langsung pergi ke perawat. Katakan pada perawat
bahwa mas mendengar suara. Nanti perawat akan mengajak Tn.R mengobrol sehingga suara itu
hilang dengan sendirinya.
3. Fase Terminasi :
”Tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama. Saya senag sekali Tn.R mau berbincang-
bincang dengan saya. Bagaimana perasaan Tn.R setelah kita berbincang-bincang?” ”nanti kalau
suara itu terdengar lagi, Tn.R terus praktekkan cara yang telah saya ajarkan agar suara tersebut
tidak menguasai pikiran.” ”bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu menyibukkan diri dengan kegiatan yang
bermanfaat.” ”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau besok jam .....? setuju?” ”besok kita
berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Termakasih mas sudah berbincang-bincang dengan
saya. Sampai ketemu besok pagi.”
SP 3 PASIEN HALUSINASI
Strategi Pelaksanaan 3 pasien halusinasi :
Mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktifitas / kegiatan harian.
1. Fase Orientasi :
” Selamat pagi, Tn.R? Masih ingat saya ?. ”Tn.R tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya
hari ini ? sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan kesepakatan kita tadi, apa
itu ? apakah Tn.R masih mendengar suara- suara yang kita bicarakan kemarin. ”Seperti janji
kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang tentang suara- suara yang sering Tn.R
dengar agar bisa dikendalikan engan cara melakukan aktifitas / kegiatan harian.”. ”dimana
tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu? setuju?”. ”kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana setuju?”
2. Fase Kerja :
”Cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara, kita sudah berdiskusi tentang cara pertama dan
kedua, cara lain dalam mengontrol halusinasi yaitu caar ketiga adalah mas menyibukkan diri
dengan berbagi kegiatan yang bermanfaat. Jangan biarkan waktu luang untuk melamun saja.”
”jika mas mulai mendengar suara-suara, segera menyibukkan diri dengan kegiatan seperti
menyapa, mengepel, atau menyibukkan dengan kegiatan lain.”
3. Fase Terminasi:
”Tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya senang sekali Tn.R mau berbincang-
bincang dengan saya. Bagaimana perasaan setelah berbincang-bincang?”. ”coba Tn.R jelaskan
lagi cara mengontrol halusinasi yang ketiga?. ”tolong nanti Tn.R praktekkan cara mengontrol
halusinasi seperti yang sudah diajarkan tadi?. ”bagaimana Tn.R kalau kita berbincang-bincang
lagi tentang cara mengontrol halusinasi dengan cara yang keempat yaitu dengan patuh obat”.
”jam berapa Tn.R bisa? Bagaimana kalau jam 08.00? Tn.R setuju?”. ”Besok kita berbincang-
bincang di sini atau tempat lain? Terimakasih Tn.R sudah mau berbincang-bincang dengan saya.
Sampai ketemu besok pagi.”
SP 4 PASIEN HALUSINASI
Strategi Pelaksanaan 4 pasien halusinasi :
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh obat yaitu penggunaan obat secara
teratur (jenis, dosis, waktu, manfaat, dan efek samping)
1. Fase Orientasi :
” Selamat pagi, Tn.R ? Masih ingat saya ?. ”Tn.R tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya
hari ini ? sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan kesepakatan kita tadi, apa
itu ? apakah Tn.R masih mendengar suara- suara yang kita bicarakan kemarin?”.. ”Seperti janji
kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang tentang obat-obatan yang Tn.R
minum”. ”dimana tempat yang menurut Tn.R cocok untuk kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalu di lorong? setuju?”. ”kita nanti akan berbincang kurang lebih 20 menit, bagaimana setuju?”
2. Fase Kerja ”ini obat yang harus diminum setiap hari. Obat ini namanya ... dosisnya... mg dan
yang warna.....dosisnya.....mg. kedua obat ini diminum....sehari siang dan malam, kalau yang
warna...minumnya....kali sehari. Obat yang warnanya....ini berfungsi untuk mengendalikan suara
yang sering Tn.R dengar sedangkan yang warnanya putih agar mas tidak merasa gelisah. Kedua
obat ini mempunyai efek samping diantaranya mulut kering, mual, mengantuk, ingin meludah
terus, kencing tidak lancar. Sudah jelas mas? Tolong nanati mas sampaikan ke dokter apa yang
Tn.R rasakan setelah minum obat ini. Obat ini harus diminum terus, mungkin berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun. Kemudian Tn.R jangan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan
dokter, gejala seperti yang Tn.R alami sekarang akan muncul lagi, jadi ada lima hal yang harus
diperhatikan oleh Tn.R pada saat mionum obat yaitu benar obat, benar dosis, benar cara, benar
waktu dan benar frekuensi. Ingat ya ..”
3. Fase Terminasi : ”Tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya senag sekali Tn.R mau
berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaannya setelah berbincang-bincang?”. ”coba
Tn.R jelaskan lagi obat apa yang diminum tadi? Kemudian berapa dosisnya?. ” Terimakasih mas
sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu lagi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA HALUSINASI
A. Pengkajian
Menurut Stuart dan Laria pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utana dari
proses keerawatan. Tehap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data
biologis,psikologis, social dan spiritual. Data pengkajian Kesehatan jiwa dapat
dikelompokan menjadi factor preisposisi, factor presipitasi, penialain terhadap
stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Keliat,2006).
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umumnya, dikembangkan formular
pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar mudah dalam pengkajian. Isi
pengkajian meliputi :
1. Identitas Klien
2. Keluhan utama atau alas an masuk
3. Factor predisposisi
4. Aspek pemeriksaan fisik atau bioligis
5. Aspek psikososial ( genogram, konsep diri, hubungan social dan spiritual)
6. Status mental
Penampilan, pembicaraan, aktivitas motoric, alam perasaan, afek (ekspresi
wajah), interaksi saat wawancara, persepsi, proses berfikir, isi piker, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian
dan daya tilik diri.
7. Kebutuhan persiapan pulang
Makan, BAK/BAB, mandi, berpakaian, berhias, istirahat dan tidur, penggunaan
obat, pemeliharaan Kesehatan, aktifitas didalam rumah, aktivitas diluar rumah
8. Mekanisme koping
9. Masalah psikososial dan lingkungan
10. Aspek medik
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul dengan masalah utama perubahan persepsi
sensori : halusinasu menrut yosep (2009) adalah sebagai berikut :
1. Perilaku kekerasan mencederai diri sendiri, orang lain, dan ligkungan
2. Perubahan persepsi sensori
3. Isolasi social
4. Gangguan konsep diri
5. Koping individu tidak efektif
C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Perilaku kekerasan Tujuan Umum : 1.1 Ekspresi wajah bersahabat, 1. Bina hunungan saling percaya dengan
mencederai diri Klien dapat mengenali menunjukan rasa senang, ada menggunakan prinsip komunikasi
sendiri, orang lain halusinasinya sehingga kontak mata, mau berjabat terapeutik
dan ingkungan tidak menciderai diri tangan, mau menyebutkan nama, 2. Sapa klien dengan ramah baik verbal
sendiri, orang lain dan mau menjawab salam, klien maupun non verbal
lingkungan duduk berdampingan dengan 3. Tanyakan nama lengkap pasien dan nama
Tujuan Khusus : perawat, mau mengutarakan panggilan yang disukai pasien
TUK 1 : masalah yang dihadapinya. 4. Tunjukan sikap empati dan menerima
Klien dapat membina klien aapa adanya
hubungan saling 5. Beri perhatian kepada klien dan
percaya perhatikan kebutuhan dasar klien
2.1 Klien dapat menyebutkan
waktu, isi, frekuensi
timbulnya halusinasi.
TUK 2: 1. Adaka kontak sering dan singkat
Klien dapat mengenal secara bertahap
halusinasinya 2. Observasi tingkah laku klien terakit
dengan halusinasinya
3. Bantu klien mengenal halusinasinya
4. Jika menemukan klien yang sedang
halusinasinya tanyakan apakah ada
suara yang didengar, jika klien
menjawab ada lanjutkan apa yang
dikatakan
5. Katakanbahwa perawat percaya klien
2.2 Kliendapat
mengungkapkan perasaan mendengar suara itu, namun perawat
terhadap halusinasinya
sendiri tidak mendengarnya
(dengannada bersahabat tanpa
menuduh atau menghakimi.
1. Diskusikan dengan klien apa yang
drasakan jika terjadinya halusinasi
(marah/takut,sedih,senang) , beri
3.1 Klie dapat menyebutkan
Tindakan yang biasanya kesempatan mengungkapkan perasaan
dilakukan untuk
mengendalikan
halusinasinya
TUK 3:
Klien dapat mengontrol
halusinasinya
1. Identifikasi Bersama klien cara
3.2 Klien dapat memilih cara
Tindakan yang dilakukan jika terjadi
mengatasi halusinasi
seperti yang telah halusinasinya (tidur,marah,
didiskusikan dengan
menyibukan diri dll)
klien
2. Diskusikan manfaat dan cara yang
3.3 Klien dapat
digunakan klien, jika bermanfaat beri
melaksanakan cara yang
telah dipilih untuk pujian
mengendalikan
halusinasinya
Tuk 5:
Klien dapat memanfaat
kan obat dengan baik.
Tuk 4:
Klien dapat 4.1 Keluarga dapat menjelaskan 1. Bina hubungan saling percaya dengan
memberdayakan system
: keluarga :
pendukung atau
keluarga mampu - Menjelaskan perasaanya Salam,perkenalan diri
mengembangkan
- Menjelaskan cara Sampaikan tujuan
kemampuan klien untuk
berhubungan dengan merawat klien menarik Buat kontrak
orang lain
diri 2. Eksplorasi perasaan keluarga
- Mendemonstrasikan cara 3. Diskusi dengan anggota keluarga
perawatan klien tentang :
menarik diri Perilaku menarik diri
- Berpartisipasi dalam Penyebab perilaku menarik diri
perawatan klien Akibat yang akan terjadi jika perilaku
menarik diri menarik diri tidak ditanggapi
4. Dorong anggita keluarga untuk
memberi dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang
lain
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).Jenis tindakan pada
implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling ketergantungan/kolaborasi, dan
tindakan rujukan/ketergantungan. Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan.
E. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan
rencana kegiatan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Penilaian keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan perawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi dapat
berupa : masalah teratasi dan masalah teratasi sebagian.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas menenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan keperawatan
terhadap pasien halusinasi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi ditemukan
adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendeketaan secara terus
menerus, membina hubungan saling percaya yang dapat menciptakan suasana
terapeutik dalam pelaksnaan asuhan keperawatan yang diberikan
2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klienkhususnya dengan
halusinasi,pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai system
pendukung yang mengerti keadaan dan permasalahan dirinya. Disamping itu
perawat / petugas Kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga dalam
memberikan data yang diperlukan dalam membina Kerjasama dalam memberi
perawatan pada pasien. Dalam hal in penulis dapat menyimpulkan bahwan peran
serta keluara merupakan factor penting dalam proses penyembuhan klien.
B. Saran
Sebagai seorang perawat kita harus benar – benar kritis dalam mengahadapi kasus
halusinasi yang terjadi dan kita harus mampu membedakan resiko halusinasi tersebut
dan bagaimana cara penanganannya.
Daftar Pustaka
Anna Budi Keliat, SKp. (2000). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik
Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia..
Stuart and Sundeen, ”Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa”, alih bahasa Hapid
AYS, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
———–, (1998). Buku Standar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Penerapan Asuhan
Keperawatan pada Kasus di Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Direktorat Kesehatan
Jiwa Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Dep-Kes RI, Jakarta.
https://www.academia.edu, diakses tanggal 6 april 2022