Disusun Oleh :
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan penyakit psikologis yang sudah lama
ada di dalam masyarakat. Tak melihat jenis kelamin, usia, asal kota, status
sosial dan lain sebagainya. Klien yang mengalami gangguan jiwa sering
tidak sadar kalau mereka sudah mengalami gangguan jiwa, baik ringan,
sedang bahkan yang haus memerlukan perawatan.
Salah satu bentuk dari bentuk dari gangguan jiwa tersebut merupakan
halusinasi. Halusinasi meruakan gangguan yang terjadi di bagian sensorik.
Sehingga klien merasakan stimulus yang tidak nyata.
Klien dengan gangguan jiwa halusinasi harus mendapatkan
perawatan agar mengalami kondisi yang membaik. Karna tak sedikit para
penderita halusinasi tak mendapatkan perawatan yang adekuat, baik yang
belum pernah mendapatkan perawatan ataupun klien-klien yang sudah
pernah mendapatkan perawatan akan tetapi mengalami kekambuhan.
Untuk itu pentingnya kita pengetahui perawatan klien dengan gangguan
jiwa persepsi sensori halusinasi.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran klien dengan gangguan jiwa : halusinasi
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang akan didapatkan adalah :
a. Dapat melakukan pengkajian, analisa data, merumuskan masalah
keperawatan, menetapkan pohon masalah, dan melakukan
intervensi
b. Dapat menilai hasil tindakan keperawatan yang telah dialakukan
c. Dapat melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan
d. Dapat menemukan ilmu terbaru dalam melakkan asuhan
keperawatan sesuai jurnal yang terkait
e. Dapat mengimplementasikan jurnal terkait dalam melakukan
asuhan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Halusinasi adalah keadaan dimana individu menginterpretasikan
stressor yang tidak ada stimulus dari lingkungan ( Depkes RI, 2000).
Halusinasi adalah pengalaman pancaindera tanpa adanya rangsangan
atau stimulus ( Hawari, 2001).
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada (Videbeck, 2000).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan persepsi sensori
yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi
berupa suara, penghilatan , pengecapan, perabaan atau penghiduan
tanpa stimulus yang nyata (Keliat, 2011).
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adamya
rangsangan dari luar, walaupun tampak sebagian sesuatu yang khayal,
halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental
penderita yang tersepsepsi (Yosep, 2010).
2. Jenis-jenis halusinasi
a. Halusinasi pendengaran
b. Halusinasi penglihatan
c. Halusinasi penciuman
d. Halusinasi pengecapan
e. Halusinasi perabaan
3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Faktor Predisposisi merupakan faktor resiko yang
mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat di bangkitkan
oleh individu untuk mengatasi stress. Meliputi :
1. Faktor Perkembangan
Ketika dalam tugas perkembangan mengalami hambatan dan
terganggu, maka individu dapat mengalami stress dan timbul
kecemasan.
2. Faktor Sosiokultural
Dalam lingkungan masyarakat bisa saja seseorang merasa di
singkirkan, Sehingga seseorang tersebut merasa kesepian
dimana di lingkungan ia di besarkan
3. Faktor Biokimia
Ketika seseorang mengalami masalah dan menimbulkan stress
yang berlebihan, tubuh akan menghasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimethytransferase.
4. Faktor Psikologis
Stress dan kecemasan yang tinggi juga dapat dapat
mengakibatkan pada gangguan orientasi realitas. Hal ini dapat
di sebabkan oleh hubungan interpersonal yang tidak harmonis
serta adanya peran ganda bertentengan yang sering di terima
oleh seseorang.
5. Faktor Genetik
Dari berbagai studi menunjukkan bahwa seseorang
dengan keluarga yang mempunyai penyakit skizofrenia sangat
berpengaruh pada penyakit ini, walaupun belum di ketahui
secara pasti.
b. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi merupakan stimulus yang di persepsikan
oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang
memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya
rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama tidak di ajak komunikasi, objek yang ada di
lingkungan dan juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi
pencetus terjadinya halusinasi.
Halusinasi Dapat dilihat dari beberapa faktor dimensi (Rawlins &
Heacock, 1993) :
1. Dimesi Fisik
Dari kondisi fisik, bisa menimbulkan menimbulkan halusinasi,
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan oabat-obatan,
demam hingga delirium, Kesulitan tidur dalam waktu yang
lama juga bisa menjadi faktor selain status alcholik.
2. Dimensi Emosional
Masalah dalam kehidupan juga dapat menimbulkan halusinasi,
ketika masalah hidup yang tidak dapat di atasi akan
menimbulkan cemas, dimana cemas tersebut akan mencetuskan
halusinasi, yang dari isi halusinasi itu dapat berupa perintah
memaksa dan menakutkan. Klien tak mampu menentang
perintah hingga dengan kondisi tersebut klien akan merespon
terhadap kecemasan tersebut.
3. Dimensi Inteklektual
Pada dasarnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri,
diman ego tersebut berusaha melawan impuls yang menekan,
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien
dan kemungkinan terburuknya mengontol perilaku klien
dikarenakan adanya penurunan dari fungsi ego itu sendiri.
4. Dimensi Sosial
Pada umumnya bersosialisasi dengan lingkungan sekitar sangat
diperlukan dan menimbulkan rasa nyaman bagi semua orang.
Akan tetapi ketika adanya gangguan dalam bersosial dalam
dunia nyata, diantaranya perasaan yang sangat membahayakan
jika berinteraksi sosial. Hal tersebut akan membuat klien
merasa lebih nyaman dan asyik dengan halusinasinya., seolah-
olah merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhannya dalam
interaraksi sosial.
5. Dimesi Spiritual
Spiritual merupakan aspek yang dapat memperkokoh rasa
dalam menghadapi kehidupan. Ketika klien sudah merasa
bahwa terdapat kehampaan hidup, rutinitas, tidak bermakna
sampai hilangnya aktivitas ibadah, sering tidur larut malam dan
bangun sangat siang. Merasa bahwa semua ini sudah menjadi
takdir namun lemah dalam berupaya dalam kehidupan,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan
takdir yang dialami nya buruk akibat dari orang lain dan
lingkungan disekitarnya.
5. Tahapan halusinasi
Terdapat 5 tahapan halusinasi (Yosep, 2010), yaitu :
a. Stage 1 : pada fase awal akan muncul sleep disorder, dimana klien
merasa memiliki banyak masalah, ingin menghindari dari
lingkungan, takut diketahui banyak orang lain bahwa dirinya
banyak masalah dan akan terus terakumulasi, misalnya : ada
masalah dalam keluarga, percintaan, masalah di tempat kerja atau
di kampus serta dalam masyarakat.
b. Stage 2 : Klien mulai merasa comforting dan hal itu merupakan
yang yang alami. Pada tahap ini klien mengalami emosi yang
berkelanjutan, seperti rasa cemas, ketakutan, kesepian, perasaan
berdosa. Pada tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman
dengan halusinasinya.
c. Stage 3 : Condemning dimana halusinasi sering datang. Klien
mulai merasa mengalami bias. Klien merasa tidak mampu lagi
mengontor serta menjaga jarak dengan objek yang di persepsikan.
Klien mulai menarik diri dari lingkungan dalam waktun yang lama.
d. Stage 4 : controlling severa level of anxiety merupakan hal diman
klien sudah mengalami gangguan sensori, dimana sensori klien
menjadi tidak relevan dengan kenyataan. Klien berusaha untuk
melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang. Klien
mulai mengalami gangguan psikotik.
e. Stage 5 : conquering panic level of anxiety dimana klien mulai
merasa tidak nyaman dan merasa terganggu dengan suara-suara
yang datang . Klien merasa terancam dengan suara-suara yang
datang jika tidak menuruti ancaman atau perintah yang datang dari
halusinasinya.
6. Pohon Masalah
7. Penatalaksanaan halusinasi
a. Penatalaksanaan medis
Ada 2 penatalaksanaan medis yang digunakan pada pasien
halusinasi (Stuart, laraia, 2005), yaitu :
1. Psikofarmakologi
Pada klien halusinasi biasanya menggunakan obat anti
psikotik, diantaranya : fenotiazin asetofenazin (tindal),
Klorpromazin (thorazine), flufenazin (prolixime, permitil),
mesoridazin (serentil), perfenazin (sparine), tioridazin
(mellaril), trifluoperazin (stelazine), trifluopromazin (vesprin),
60-120 mg, tioksanten klorprotiksen (taractan), tioksen
(navane) 75-600 mg, butirofenom haloperidol (Haldol) 1-100
mg, dibenzodiazepin klozapin (clorazil) 300-900 mg,
dibenzokasazepin loksapin (loxitane) 20-150 mg,
dihidroindolon molindone (moban) 15-225 mg.
2. Terapy kejang listrik/ Electrto Convulsif Therapy (ECT)
Salah satu terapi untuk klien skizopren dengan
menggunakan ECT, dimana alat tersebut akan mengalirkan
listrik melalui elektroda yang di pasangkan pada satu atau dua
temples sehingga akan menimbulkan kejang grandmall secara
artificial dengan harapan akan mngembalikan enzin-enzim di
otak serta neuron-neuron yang di otak bisa mngembalikan
secara normal lagi.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Mengajarkan Strategi Pelaksanaan (SP) pada klien halusinasi
Terdapat 4 SP untuk klien dengan halusinasi :
a. Mengenali halusinasi, menjelaskan cara mengontol
halusinasi : menghardik halusinasi
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi (mengajak bercakap-
cakap dengan orang lain ketika halusinasi datang)
c. Melatih pasien mengontrol halusinasi (Melaksanakan
aktifitas terjadwal
d. Melatih klien menngunakan obat secara teratur
2. Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)
Dalam pelaksanaan TAK, terdapat 2-5 sesi (Keliat & Akemat,
2005). Hal ini dilakukan untuk menstimulus dalam mengontrol
persepsi halusinasi.
2. Diagnosa
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai
berikut :
a. Gangguan sensori/persepsi : Halusinasi
b. Isolasi Sosial
c. Defisit Perawatan Diri
d. Koping individu tidak efektif
Tujuan Khusus :
1. Klien mampu membina hubungan saling percaya
2. Klien mampu mengenal perilaku menarik dirinya
3. Klien mampu mengadakan hubungan / sosialisasi dengan orang
lain
4. Klien dapat menggunakan keluar dalam mengembangkan
kemampuan berhubungan dengan orang lain
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat dan mau berjabat tangan. Dengan perawat mau
menyebut nama, mau memanggil nama perawat dan mau duduk
bersama
2. Klien dapat menyebutkan penyebab klien menarik diri
3. Setelah dilakukan kunjungan rumah, klien dapat berhubungan
secara bertahap dengan keluarga.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya
2. Buat kontrak dengan klien
3. Lakukan perkenalan
4. Panggil nama kesukaan
5. Ajak klien bercakap-cakap dengan ramah
6. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya serta beri kesempatan pada klien mengungkapkan
perasaan penyebab klien tidak mau bergaul/menarik diri.
BAB III
ANALISA JURNAL
A. Tujuan Penelitian
1. Responden
Jumlah : Jumlah sampel ada 54 responden dengan teknik purposive
sampling. Penelitian analisis univariate hasil terbanyak adalah pada
kategori umur dewasa sebesar 24 responden, hasil jenis kelamin
terbanyak adalah laki-laki sebanyak 30 responden, hasil pendidikan
responden paling banyak adalah SLTA dengan jumlah 18 responden,
hasil pekerjaan responden paling banyak adalah wiraswasta/pedagang
dengan jumlah 20 responden
Kriteria inklusi : pada penelitian ini kriteria inklusinya adalah pasien
skizofrenia yang mengalami halusinasi pendengaran, pasien
skizofrenia yang bersedia dilakukan penelitian,pasien skizofrenia yang
tidak mengalami gangguan komunikasi verbal dan penurunan
kesadaran.
2. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan
dalam prosedur penelitian (Hidayat, 2007, hlm 25). Jenis penelitian
yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan penelitian
eksperimen semu dengan pendekatan quasi exsperiment dalam one
group pretest-post test design. Kelompok subjek diukur dulu
menggunakan lembar kuesioner sebelum dilakukan
intervensi,kemudian diukur lagi menggunakan lembar kuesioner
setelah dilakukan intervensi (Nursalam, 2013, hlm 165). Populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Hidayat, 2007, hlm 68). Populasi pada penelitian ini adalah pasien
halusinasi yang di rawat di Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. Populasi yang mengalami
halusinasi pada bulan Januari sampai Desember adalah 3496 pasien,
sehingga rata-rata tiap bulan adalah 291 pasien.
2. Analisis bivariate
Berdasarkan tabel 5.7 diatas maka dapat diketahui hasil pre test dan post
test dalam penelitian ini dengan menggunakan uji Wilcoxon dengan
jumlah 54 responden, nilai mean rank kemampuan mengontrol halusinasi
27.00, nilai sum ranks 1431.00 dan nilai p value 0.000 (p value < 0.005).
Kemampuan mengontrol halusinasi responden sebelum dilakukan terapi
adalah kemampuan mengontrol halusinasi sedang yaitu 34 responden atau
63.0%. Kemampuan mengontrol halusinasi responden setelah dilakukan
terapi mengalami peningkatan yaitu kemampuan mengontrol halusinasi
tinggi yaitu 33 responden atau 61.1%. Terapi musik klasik Mozart
memiliki pengaruh yang signifikan dalam kemampuan mengontrol
halusinasi dengan p-value 0.000 (p<0.05)
BAB IV
PEMBAHASAN
a. Bagi rumah sakit Dilakukan tindakan terapi musik sebagai terapi tambahan
untuk kemampuan mengontrol halusinasi. Pasien halusinasi disuruh untuk
mendengarkan musik klasik pada saat terjadi halusinasi.
b. Bagi perawat
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa terapi musik klasik Mozart adalah
sebagai terapi tambahan dan ada pengaruh untuk kemampuan mengontrol
halusinasi sehingga perawat perlu mengajarkan dengan baik dan mengajak pasien
halusinasi supaya lebih fokus lagi dengan mendengarkan musik.
c. Bagi keluarga
Setelah pasien dirawat di RSJ, peran keluarga sangat penting jika pasien boleh
dibawa pulang. Disini peran keluarga sangat membantu sekali untuk
penyembuhan, seperti merawat pasien, menciptakan lingkungan yang damai dan
selalu diawasi untuk minum obat yang sudah dianjurkan tim kesehatan.
d. Bagi pasien
Mampu dan mau menggunakan terapi musik klasik Mozart jika mengalami
halusinasi sehingga diharapkan pasien tidak berhalusinasi lagi dan bisa lebih
fokus.
Peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih diteliti lagi secara detail tentang
pengaruh terapi musik klasik Mozart terhadap kemampuan mengontrol halusinasi
di RSJ Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. Dan bisa juga
ditambahkan kelompok kontrol karena untuk perbandingan antara kelompok
intervensi, serta menambahkan variabel lain supaya hasil penelitian bisa lebih
mengerucut lagi.
DAFTAR PUSTAKA
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/ilmukeperawatan/article/view/451