Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

“HALUSINASI”

HAMZAH

BT2001041

CI LAHAN CI INSITITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA

WATAMPONE

2022
I. KONSEP MEDIK
A. DEFINISI
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa
stimulus yang nyata. (Keliat, 2011).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek
atau gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan ( Dalami, dkk,
2014).
Halusinasi hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata (Kusumawati, 2012).
B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi klien halusinasi menurut (Oktiviani, 2020) :
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri.
b. Faktor Sosiokutural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungan.
c. Biologis
Faktor biologis Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang
maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogen neurokimia.Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak
d. Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adikitif. Hal ini berpengaruh
pada ketidak-mampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya, klien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Sosial Budaya
Meliputi klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dakam dunia nyata.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra
untuk menghadapinya. Seperti adanya rangsangan dari lingkungan,
misalnya partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak
komunikasi, objek yang ada di lingkungan dan juga suasana sepi atau
terisolasi, sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut
dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik. Penyebab Halusinasi dapat dilihat dari
lima dimensi (Oktiviani, 2020) yaitu :
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.
b. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup
lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting,
klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dakam dunia nyata.
e. Dimensi Spiritual
Secara sepiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang
berupaya secara sepiritual untuk menyucikan diri. Saat bangun tidur
klien merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Individu sering
memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya
memburuk.

Adaptif Mal Adaptif

Pikiran logis persepsi Distorsi pikiran Gangguan pikir/delusi


akurat emosi (pikiran kotor) ilusi halusinasi perilaku
konsisten dengan reaksi emosi disorganisasi isolasi
pengalaman perilaku berlebih atau kurang sosial
hubungan sosial perilaku aneh dan
tidak bisa menarik
diri

1. Respon Adaptif
Respon adaptif respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut, respon adaptif :
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
b. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman
c. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
d. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
2. Respon Mal-Adaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan,
adapun respon maladaptif meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakianan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertetangan dengan
kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam.
C. PATOFISIOLOGI
1) Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik : klien
mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian
yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Kien mulai melamun
dan memikirkan hal hal yang menyenangkan, cara ini hanya
menolong sementara. Perilaku klien : tersenyum dan tertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat,
respons verbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya,
dan suka menyendiri.
2) Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik:pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan,
kecemasan meningkat,melamun dan berfikir sendiri jadi dominan.
Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien :
meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya
dan tidak bisa membedakan realitas.
3) Fase ketiga
Disebut juga dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu
pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan
psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin
menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa
dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan
dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau
detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak
mampu mematuhi perintah.
4) Fase keempat
Disebut juga fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik :
halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah dan
memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol,
dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain
dilingkungannya. Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi
bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik,
tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks.
D. KLASIFIKASI HALUNASI
Menurut (Yusuf, 2015) klasifikasi halusinasi dibagi menjadi 5 yaitu :

No. Jenis Halunasi Data Objektif Data Subjektif


1. Halusinasi 1. Bicara atau 1. Mendengar suara
Pendengaran tertawa sendiri atau kegaduhan
tanpa lawan 2. Mendengar suara
bicara yang mengajak
2. Marah-marah bercakap-cakap
tanpa sebab 3. Mendengar suara
mencondongkan yang menyuruh
telinga ke arah melakukan
tertentu sesuatu yang
3. Menutup telinga berbahaya
2. Halusinasi 1. Menunjuk- 1. Melihat
Penglihatan nunjuk ke arah bayangan,
tertentu sinar,bentuk
2. Ketakutan pada geometris,
objek yang tidak bentuk kartun,
jelas melihat hantu
atau monster
3. Halusinasi Penghidu 1. Menghindu 1. Membauibau-
seperti sedang bauan seperti
membaui bau- bau darah,
bauan tertentu urine, feses,
2. Menutup hidung 2. kadang-kadang
bau itu
menyenangkan
4. Halusinasi 1. Sering meludah 1. Merasakan rasa
Pengecapan 2. Muntah seperti darah,
urine, feses
5. Halusinasi Perabaan 1. Menggaruk-garuk 1. Mengatakan ada
permukaan kulit serangga di
permukaan kulit
2. Merasa seperti
tersengat listrik

E. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala gangguan persepsi sensori halusinasi yang dapat
teramati sebagai berikut (Dalami, dkk 2014) :
1. Halusinasi penglihatan
a) Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau
apa
saja yang sedang dibicarakan.
b) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang
sedang tidak berbicara atau pada benda seperti mebel.
c) Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang
yang tidak tampak.
d) Menggerakan-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang
menjawab suara.
2. Halusinasi pendengaran
Adapun perilaku yang dapat teramati :
a) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakutkan oleh
orang lain, benda mati atau stimulus yang tidak tampak.
b) Tiba-tiba berlari keruangan lain
3. Halusinasi penciuman
Perilaku yang dapat teramati pada klien gangguan halusinasi
penciuman adalah :
a) Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.
b) Mencium bau tubuh
c) Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain.
d) Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api
atau darah.
e) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan
sedang memadamkan api.
4. Halusinasi pengecapan
Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami gangguan
halusinasi pengecapan adalah :
a) Meludahkan makanan atau minuman.
b) Menolak untuk makan, minum dan minum obat.
c) Tiba-tiba meninggalkan meja makan.
5. Halusinasi perabaan
Perilaku yang tampak pada klien yang mengalami halusinasi perabaan
adalah Tampak menggaruk-garuk permukaan kulit.
Menurut Pusdiklatnakes, 2012 tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil
observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala klien
halusinasi adalah sebagai berikut ;
1. Data Subjektif
Klien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu dan monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-
kadang bau itu menyenangkan
6) Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses
7) Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya
2. Data Objektif
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga kearah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk kearah tertentu
6) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
8) Menutup hidung
9) Sering meludah
10) Menggaruk garuk permukaan kulit
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien halusinasi yaitu : risiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar isolasi, HDR.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Yang di kaji adalah tanda- tanda vital (suhu, nadi, pernafasan, dan
tekanan darah), berat badan,tinggi badan, serta keluhan fisik yang
dirasakan klien. Serta pemeriksaan laboratorium berupa cek darah dan
urin dan juga pemeriksaan narkoba bila di perlukan.
H. PENATALAKSANAAN MEDIK
Menurut Rahayu (2016), penatalaksanaan medis pada pasien halusinasi
pendengaran dibagi menjadi dua :
1. Terapi Farmakologi
a) Haloperidol
1) Klasifikasi : antipskotik, neuroleptic, butirofenon
2) Indikasi penatalaksanaan, psikosis kronik dan akut,
pengendalian hiperaktivitas dan masalah perilaku berat pada
anak-anak.
3) Mekanisme kerja, mekanisme kerja anti psikotik yang tepat
belum dipenuhi sepenuhnnya, tampak menekan susunan saraf
pusat pada tingkat subkortikal formasi retricular otak,
mesenfalon dan batang otak.
4) Kontraindikasi, hipersensivitas terhadap obat ini pasien depresi
SSP dan sumsum tulang belakang, kerusakan otak subkortikal,
penyakit Parkinson dan anak dibawah usia 3 tahun.
5) Efek samping, sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing,
mulut kering dan anoreksia.
b) Clorpromazin
1) Klasifikasi : sebagai anti psikotik, antiemetic.
2) Indikasi, penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase
mania pada gangguan bipolar, gangguan skizofrenia, ansietas
dan agitasi, anak hiperaktif yang menunjukkan aktivitas motorik
berlebih.
3) Mekanisme Kerja, mekanisme kerja antipsikotik yang tepat
belum dipahami sepenuhnya, namun berhubungan dengan efek
antidopaminergik. Antipsikotik dapat menyekat reseptor
dipamine postsinaps pada ganglia basa, hipotalamus, system
limbic, batang otak dan medulla.
4) Kontraindikasi, hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma
atau depresi sumsum tulang, penyakit parkinson, insufiensi hati,
ginjal dan jantung, anak usia dibawah 6 tahun dan wanita
selama masa kehamilan dan laktasi.
5) Efek Samping, sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing,
hipertensi, ortostatik, hipotensi, mulut kering, mual dan muntah.
c) Trihexypenidil ( THP )
1) Klasifikasi antiparkinson
2) Indikasi segala penyakit parkinson, gejala ekstra pyramidal
berkaitan dengan obat antiparkinson.
3) Mekanisme kerja, mengorks ketidakseimbangan defisiensi
dopamine dan kelebihan asetilkolin dalam korpus striatum,
asetilkolin disekat oleh sinaps untuk menguragi efek kolinergik
berlebihan.
4) Kontraindikasi, hipersensitivitas terhadap obat ini, glaucoma
sudut tertutup, hipertropi prostat pada anak dibawah usia 3
tahun.
5) Efek samping, mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi, mulut
kering, mual dan muntah.
2. Terapi Non Farmakologi
a) Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori
Persepsi : Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi.
b) Elektro Convulsif Therapy (ECT), merupakan pengobatan secara
fisik meggunakan arus listrik dengan kekuatan 75-100 volt, cara
kerja belum diketahui secara jelas namun dapat dikatakan bahwa
terapi ini dapat memperpendek lamanya serangan Skizofrenia dan
dapat permudah kontak dengan orang lain.
Pengekangan atau pengikatan, pengembangan fisik menggunakan
pengekangannya mekanik seperti manset untuk pergelangan tangan dan
pergelangan kaki dimana klien pengekangan dimana klien dapat
dimobilisasi dengan membalutnya, cara ini dilakukan padda klien
halusinasi yang mulai menunjukkan perilaku kekerasan diantaranya :
marah-marah atau mengamuk.
II. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proes
keperawatan terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis,
sosial dan spiritual. Pengelompokkan data pengkajian kesehatan jiwa, dapat
berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan
kemampuan yang dimiliki (Afnuhazi 2015) :
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal dirawat,
nomor rekam medis.
2. Alasan masuk
Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering berbicara sendiri,
mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan, membanting
peralatan dirumah, menarik diri.
3. Faktor predisposisi
a) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang
berhasil dalam pengobatan
b) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam
keluarga
c) Klien dengan gangguan orientasi bersifat herediter
d) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu
4. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelainan stuktur otak,
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam
hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dalam keluarga atau
masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien serta konflik antar
masyarakat.
5. Fisik
Tidak mengalami keluhan fisik.
6. Psikososial
a) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu
begitupun dengan pengambilan keputusan dan pola asuh.
b) Konsep diri
Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan
tubuhnya, ada bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai,
identifikasi diri : klien biasanya mampu menilai identitasnya,
peran diri klien menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat
peran klien terganggu, ideal diri tidak menilai diri, harga diri
klien memilki harga diri yang rendah sehubungan dengan
sakitnya.
c) Hubungan sosial : klien kurang dihargai di lingkungan dan
keluarga.
d) Spiritual
Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang
tidak sesuai dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah klien
biasanya menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit
ibadah terganggu atau sangat berlebihan.
7. Mental
a) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau cocok dan
berubah dari biasanya
b) Pembicaraan
Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti kehilangan,
tidak logis, dan berbelit-belit
c) Aktifitas motorik
Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa gerakan
yang abnormal.
d) Alam perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor presipitasi
misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.
e) Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen.
f) Interaksi selama wawancara
Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak komat-
kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan.
g) Persepsi
Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait tentang
halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa sendiri,
menarik diri dan menghindar dari orang lain, tidak dapat
membedakan nyata atau tidak nyata, tidak dapat memusatkan
perhatian, curiga, bermusuhan, merusak, takut, ekspresi muka
tegang, dan mudah tersinggung.
h) Proses pikir
Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun
pembicaraan logis dan koheren, tidak berhubungan, berbelit.
Ketidakmampuan klien ini sering membuat lingkungan takut dan
merasa aneh terhadap klien.
i) Isi pikir
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien. Ketidakmampuan memproses stimulus
internal dan eksternal melalui proses informasi dapat menimbulkan
waham.
j) Tingkat kesadaran
Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang, tempat
dan waktu.
k) Memori
Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka pendek,
mudah lupa, klien kurang mampu menjalankan peraturan yang telah
disepakati, tidak mudah tertarik. Klien berulang kali menanyakan
waktu, menanyakan apakah tugasnya sudah dikerjakan dengan baik,
permisi untuk satu hal.
l) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Kemampuan mengorganisir dan konsentrasi terhadap realitas
eksternal, sukar menyelesaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada
kegiatan atau pekerjaan dan mudah mengalihkan perhatian,
mengalami masalah dalam memberikan perhatian.
m) Kemampuan penilaian
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan,
menilai, dan mengevaluasi diri sendiri dan juga tidak mampu
melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Sering tidak merasa
yang dipikirkan dan diucapkan adalah salah.
n) Daya tilik diri
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan.
Menilai dan mengevaluasi diri sendiri, penilaian terhadap
lingkungan dan stimulus, membuat rencana termasuk memutuskan,
melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Klien yang sama
seklai tidak dapat mengambil keputusan merasa kehidupan sangat
sulit, situasi ini sering mempengaruhi motivasi dan insiatif klien
8. Kebutuhan persiapan klien pulang
a) Makan
Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung tidak
memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan karena tidak
memiliki minat dan kepedulian.
b) BAB atau BAK
Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK serta
kemampuan klien untuk membersihkan diri.
c) Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi
sama sekali.
d) Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.
e) Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam :
biasanya istirahat klien terganggu bila halusinasinya datang.
f) Pemeliharaan kesehatan
Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga dan
sistem pendukung sangat menentukan.
g) Aktivitas dalam rumah klien tidak mampu melakukan aktivitas di
dalam rumah seperti menyapu.
9. Aspek medis
a) Diagnosa medis : Skizofrenia
b) Terapi yang diberikan
Obat yang diberikan pada klien dengan halusinasi biasanya
diberikan antipsikotik seperti haloperidol (HLP), chlorpromazine
(CPZ), Triflnu perazin (TFZ), dan anti parkinson trihenski
phenidol (THP), triplofrazine arkine.
III. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan persepsi
sensori halusinasi adalah sebagai berikut: (Dalami 2014)
a) Perilaku Kekerasan
b) Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
c) Isolasi Social
IV. POHON MASALAH
Menurut Dalami, 2014 dalam pengumpulan data diperlukan perumusan
masalah keperawatan
yang pada dasarnya saling berhubungan dan digambarkan pada pohon
masalah.

Effect Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Core Problem Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Causa Isolasi sosial : Menarik Diri


V. INTERVENSI KEPERAWATAN
TUM:
Klien tidak mengalami halusinasi
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Hasil : ekspresi wajah bersahabat, menunjuk rasa senang, ada
kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab
salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan
masalah yang dihadapi.
Intervensi :
Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi
terapeutik:
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien.
TUK 2:
Klien dapat mengenal halusinasinya
Kriteria hasil : klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya
halusinasi.
Intervensi :
1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya : bicara dan
tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri/ke kanan/ke depan seolah-olah
ada teman bicara.
3. Bantu klien mengenal halusinasinya :
a. Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada
suara yang didengar.
b. Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan.
c. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun
perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa
menuduh atau menghakimi).
d. Katakan bahwa klien lain juga ada seperti klien.
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
4. Diskusikan dengan klien :
a.Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore
dan malam atau jika sendiri, jengkel/sedih).
TUK 3:
Klien dapat mengontrol halusinasinya
Kriteria hasil :
1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya.
2. Klien dapat menyebutkan cara baru.
3. Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah
didiskusikan dengan klien.
4. Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasinya.
5. Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi :
1. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dan lain-lain)
2. Diskusikan cara baru untuk memutuskan/mengontrol timbulnya
halusinasi :

a. Katakan : “saya tidak mau dengan kamu” (pada saat halusinasi


terjadi).
b. Menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk
bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat
muncul.
d. Meminta keluarga/teman/perawat, menyapa jika tampak bicara
sendiri.
3. Bantu klien memilih dan melatih cara memutuskan halusinasi secara
bertahap.
4. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih evalusi
hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
5. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita,
stimulasi persepsi.
TUK 4:
Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Kriteria hasil :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2. Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk
mengendalikan halusinasi.
Intervensi
1. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
a. Gejala halusinasi yang dialami klien
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : beri
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
d. Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai orang lain.
TUK 5 :
Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Kriteria hasil :
1. Klien dan keluarga dapat menyebukan manfaat, dosis dan efek samping
obat.
2. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
3. Klien dapat informasi tentang manfaat dan efek samping obat.
4. Klien memahami akibat berhentinya obat tanpa konsultasi.
5. Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat obat
2. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya.
3. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
obat yang dirasakan
4. Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi.
5. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 (lima) benar.
TUK 6:
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang
lain.
Kriteria hasil :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang
lain untuk:
1. Diri sendiri
2. Orang lain.
Intevensi :
1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain.
2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan
orang lain.
3. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
TUK 7 :
Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu
mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Kriteria hasil :
Keluarga dapat :
1. Menjelaskan perasaannya
2. Menjelaskan cara merawat klien menarik diri
3. Mendemonstrasikan cara perawatan klien menarik diri.
4. Berpartisipasi dalam perawatan klien menarik diri.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga:
a. Salam perkenalan diri

b. Sampaikan tujuan

c. Buat kontrak

d. Ekslorasi perasaan keluarga.

2. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :


a. Perilaku menarik diri
b. Penyebab perilaku menarik diri
c. Akibat yang akan terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
d. Cara keluarga menghadapi klien menarik diri.
e. Dorong anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjeguk
klien minimal satu kali seminggu.
f. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu.
g. Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga.
ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI

N PASIEN KELUARGA

O SP1P SP1K

1. Identifikasi Halusinasi ini, frekuensi, waktu Diskusikan masalah yang dirasakan dalam
terjadi, situasi pencetus, perayaan, respon. merawat pasien.

2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi: hardik, Jelaskan pengertian, tanda, dan gejala dan
obat, bercakap-cakap, melakukan kegiatan. proses terjadinya halusinasi

3. Latih cara mengontrol halusinasi dengan Jelaskan cara merawat halusinasi


menghardik.

4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk Latih cara merawat halusinasi : hardik
latihan menghardik

Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal


dan memberikan pujian.

SP II P SP II K

1. Evaluasi kegiataan menghardik, berikan Evaluasi kegiatan keluarga dalam, merawat/


pujian melatih pasien menghardik, beri pujian

2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
obat ( jelaskan 6 benar : jenis, guna, dosis,
frekuensi, cara, kontinuitas minum obat )

3. Masukkan pada jadwal krgiatan untuk Latihan cara memberikan / membimbing


latihan menghardik dan minum obat minum obat

Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal


dan memberikan pujian
SP III P SP III K

1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik dan Evaluasi kegiatan keluarga dalam


obat, berikan pujian merawat/melatih pasien menghardik dan
memberikan obat. Berikan pujian

2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan Jelaskan cara bercakap-cakap dan


bercakap-cakap saat terjadi halusinasi melakukan kegiatan untuk mengontrol
halusinasi

3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap
melatih menghardik, minum obat dan dengan pasien terutama saat halusinasi
bercakap-cakap

Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal


dan memberikan pujian.

SP 1V P SP IVK

1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, obat Evaluasi kegiatan keluarga dalam


dan bercakap, beri pujian merawat/melatih pasien menghardik,
memberikan obat dan bercakap-cakap.
Berikan pujian.

2. Latihan cara mengontrol halusinasi dengan Jelaskan follow up ke rsj/ puskesmas, tanda
melakukan kegiatan harian (mulai 2 kambuh, rujukan
kegiatan)

3. Masukan pada jadwal kegiata untuk melatih Anjurkan membantu pasien jadwal dan
menghardik, minum obat, bercakp-cakap memberikan pujian
dan kegiatan harian

SP V P SP V K

1. Evaluasi kegiatan latihan , menghardik , Evaluasi kegiatan keluarga dalam


obat dan kegiatan harian. Berikan pujian merawat/melatih pasien menghardik,
memberikan obat dan bercakap-cakap,
berikan pujian

2. Latihan kegiatan harian Nilai kemampuan keluarga merawat pasien

3. Nilai kemampuan yang telah mandiri Nilai kemampuan keluarga melakukan


control ke rsj/puskesmas.

4. Nilai apakah halusinasi terkontrol


DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Dalami E, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.


Jakarta: CV. Trans Info Media.

Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka
Kerja asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Keliat, Budi Anna. (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa: CMHN


(INTERMEDIATE COURSE). Jakarta: EGC.

Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta:Salemba Medika.

Pusdiklatnakes. 2012. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat.


Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan.

Yosep, I & Titin, S. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama.

Anda mungkin juga menyukai