Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

FEBRIS

OLEH :

YULIANA
BT 2001059

CI LAHAN CI INSTITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA


WATAMPONE 2022
I. KONSEP MEDIS
A. Definisi
Demam merupakan proses alami tubuh untuk melawan infeksi
yang masuk ke dalam tubuh. Demam terjadi pada suhu >37,5°C,
biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur atau parasit),
penyakit autoimun, keganasan, ataupun obat-obatan (Sodikin, 2017).
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh di atas normal
sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus, sebagian
besar demam pada anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat
panas atau termoregulasi di hipotalamus. Penyakit-penyakit yang
ditandai dengan adanya demam dapat menyerang sistem tubuh. Selain itu
demam mungkin berperan dalam meningkatkan perkembangan imunitas
spesifik dan nonspesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan
terhadap infeksi (Wardiah, 2018).
Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa demam
merupakan keadaan dimana suhu tubuh klien diatas normal >37,5°C,
yang biasanya diakibatkan oleh infeksi dan penyakit tertentu dan demam
juga mungkin berperan dalam meningkatkan perkembangan imunitas
spesifik dan non spesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan
terhadap infeksi.
Klasifikasi berdasarkan lama demam pada anak menurut
Ismoedijanto (2016) dibagi menjadi:
1. Demam kurang dari 7 hari (demam pendek) dengan tanda lokal yang
jelas, diagnosis etiologi dapat ditegakkan secara anamnesi,
pemeriksaan fisis, dengan atau tanpa bantuan laboratorium, misalnya
tonsilitis akut.
2. Demam lebih dari 7 hari, tanpa tanda lokal, diagnosis etiologi tidak
dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisis, namun dapat
ditelusuri dengan tes laboratorium, misalnya demam tifoid.
3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya, sebagian terbesar adalah
sindrom virus.
B. Etiologi
Menurut Febry & Mahendra (2019). Penyebab demam dibagi atas
3 yaitu :
1. Demam infeksi, antara lain infeksi virus (cacar, campak dan
demam berdarah) dan infeksi bakteri (demam tifoid dan paraingitis)
2. Demam non infeksi, antara lain karena kanker, tumor atau adanya
penyakit autoimun (penyakit yang disebabkan sistem imun tubuh
itu sendiri)
3. Demam fisiologis, bisa karena kekurangan cairan (dehidrasi), suhu
tubuh terlalu panas dan kelelahan setelah bermain di siang hari.
Dari ketiga penyebab tersebut yang paling sering menyerang anak adalah
demam akibat infeksi virus maupun bakteri.
C. Patofisiologi
Secara teoretis kenaikan suhu pada infeksi dinilai menguntungkan,
oleh karena aliran darah makin cepat sehingga makanan dan oksigenasi
makin lancar. Namun kalau suhu terlalu tinggi di atas 38, 5°C pasien
mulai merasa tidak nyaman, aliran darah cepat, jumlah darah untuk
mengaliri organ vital (otak, jantung, paru) bertambah, sehingga volume
darah ke ekstremitas dikurangi, akibatnya ujung kaki/ tangan teraba
dingin.
Demam yang tinggi mengacu metabolisme yang sangat cepat,
jantung dipompa lebih kuat dan cepat, frekuensi nafas lebih cepat.
Dehidrasi terjadi akibat penguapan kulit dan paru dan disertai dengan
ketidakseimbangan elektrolit, yang mendorong suhu makin tinggi.
Kerusakan jaringan akan terjadi bila suhu tubuh lebih tinggi dari 41°C,
terutama pada jaringan otak dan otot yang bersifat permanen. Kerusakan
tersebut dapat menyebabkan kerusakan batang otak, terjadinya kejang,
sampai kelumpuhan. Kerusakan otot yang terjadi berupa rabdomiolisis
dengan akibat terjadinya mioglobinemia (Ismoedijnto, 2016).
D. Manifetasi Klinik
Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah :
1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5°C -39°C)
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Peningkatan frekuensi pernapasan
5. Menggigil
6. Dehidrasi
7. Kehilangan nafsu makan
E. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan gastroenteritis menurut
Sodikin (2017):
1. Dehidrasi : demam meningkatkan penguapan cairan tubuh
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5% dari BB dengan gambaran klinik
turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh
pada keadaan syok.
b. Dehidrasi sedang
Kehilangan 5 – 8% dari BB dengan gambaran klinik turgor
kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan
dalam.
c. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8 – 10% dari BB dengan gambaran
klinik seperti tanda dihidrasi sedang ditambah dengan kesadaran
menurun, apatis sampai koma, otot kaku sampai sianosis.
2. Kejang demam : jarang sekali terjadi ( 1 dari 30 anak demam).
Sering terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan
dalam 24 jam pertama demam dan umumnya sebentar, tidak
berulang.
F. Tes Diagnostik
Pemeriksaan demam pada anak menurut Widagdo (2016) :
1. Pemeriksaan radiologi
Thorax, USG upper dan lower abdomen, bila dibutuhkan juga
harus diperiksa CT scan abdomen, pemeriksaan darah lengkap,
termasuk kimia darah, dan pemeriksaan imunologi.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah dan urine rutin merupakan pemeriksaan dasar untuk
penjajakan demam. Kalau dari darah dan urine rutin sudah dapat
menemukan penyebab demam, maka pemeriksaan lainnya hanya
untuk konfirmasi diagnostik atau untuk melihat kemungkinan
komplikasi.
b. Urinalisis harus dilakukan pada urine yang baru ditampung.
Proteinuria ringan bisa dijumpai pada pasien demam dengan
berbagai sebab.
c. Pemeriksaan feses, merupakan pemeriksaan sederhana secara
mikroskopik, dapat menemukan berbagai mikroorganisme
penyebab demam, seperti amuba, shigella, berbagai cacing usus
dan berbagai jenis jamur.
d. Malaria smear dengan sediaan darah tebal dan tipis harus
dilakukan pada pasien demam yang dicurigai malaria.
Pemeriksaan darah malaria harus diambil dari ujung jari atau
darah tepi bukan darah vena.
e. Kimia darah, seperti elektrolit, gula darah, ureum, kreatinin, LFT,
dan lain-lain tergantung kondisi klinis pasien. Pemeriksaan kimia
darah ditunjukkan untuk melihat fungsi organ dan gangguan
metabolik lain akibat penyakit yang mendasari atau akibat
komplikasinya.
G. Penatalaksaan Medik
Menurut Wardiyah (2018), penanganan terhadap demam dapat
dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan non farmakologis
maupun kombinasi keduanya. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan
untuk menangani demam pada anak :
1. Tindakan farmakologis
Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan
antipiretik berupa :
a. Paracetamol
Parasetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan
pertama untuk menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan
antara 10 - 15 mg/Kg BB akan menurunkan demam dalam waktu
30 menit dengan puncak pada 2 jam setelah pemberian. Demam
dapat muncul kembali dalam waktu 3 sampai 4 jam. Paracetamol
dapat diberikan kembali dengan cara 6 sampai 8 jam dari dosis
sebelumnya.
Efek samping parasetamol antara lain : muntah, nyari perut,
alergi berupa urtikaria, bintik kemerahan di kulit karena
perdarahan bawah kulit dan penyempitan saluran napas.
b. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga
memiliki efek anti peradangan. Ibuprofen merupakan pilihan
kedua pada demam bila alergi terhadap paracetamol. Ibuprofen
dapat diberikan ulang dengan jarak antara 6-8 jam dari dosis
sebelumnya. Untuk penurunan panas dapat dicapai dengan dosis 5
mg/Kg BB. Ibuprofen bekerja maksimal dalam waktu 1 jam dan
berlangsung 3-4 jam.
Ibuprofen memiliki efek samping yaitu mual, muntah, nyeri
perut, diare, perdarahan saluran cerna, dan sakit kepala.
2. Tindakan non farmakologis
Tindakan non farmakologis menurut Nurarif (2015) terhadap
penurunan panas yang dapat dilakukan seperti :
a. Memberikan minuman yang banyak
b. Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal
c. Menggunakan pakaian yang tidak tebal
d. Memberikan kompres
Ada dua jenis kompres yaitu kompres hangat dan kompres dingin.
Pada penelitian ini peneliti menerapkan penggunaan kompres
hangat. Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain
atau handuk yang telah dicelupkan pada air hangat yang ditempelkan
pada bagian tubuh tertentu sehingga dapat memberikan rasa nyaman
dan menurunkan suhu tubuh ( Wardiah, 2018).
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien meliputi: nama, tempat/tanggal lahir, umur, jenis
kelamin, nama orang tua, pekerjaan orang tua, alamat, suku bangsa,
dan agama.
2. Keluhan utama klien yang biasanya menderita febris mengeluh suhu
tubuh panas >37,5°C, berkeringat, mual dan muntah.
3. Riwayat kesehatan sekarang pada umumnya didapatkan peningkatan
suhu tubuh di atas 37,5°C, gejala febris yang biasanya yang akan
timbul menggigil, mual dan muntah, berkeringat, nafsu makan
berkurang, gelisah, nyeri otot dan sendi.
4. Riwayat kesehatan dahulu pengkajian yang ditanyakan apabila klien
pernah mengalami penyakit sebelumnya.
5. Riwayat kesehatan keluarga yang ditanyakan adalah penyakit yang
pernah diderita oleh keluarga baik itu penyakit keturunan ataupun
penyakit menular, ataupun penyakit yang sama.
6. Genogram petunjuk anggota keluarga klien.
7. Riwayat kehamilan dan kelahiran meliputi : prenatal, natal, pos
natal, serta data pemberian imunisasi pada anak.
8. Riwayat sosial pengkajian terhadap perkembangan dan keadaan
sosial klien.
9. Kebutuhan dasar
a. Makan dan minum, biasanya klien dengan febris mengalami
nafsu makan, dan susah untuk makan sehingga kekurangan
asupan nutrisi.
b. Pola tidur, biasanya klien dengan febris mengalami susah untuk
tidur karena kelaya merasa gelisah dan berkeringat.
c. Mandi
d. Eliminasi, eliminasi klien febris biasanya susah untuk buang air
besar dan juga bisa mengakibatkan terjadi konsistensi bab
menjadi encer.
10. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran, biasanya kesadaran klien dengan febris 15-13, berat
badan serta tinggi badan.
b. Tanda-tanda vital, biasanya kain dengan febris suhunya >37,5°C,
nadi >80 ×/ menit
11. Head to toe
a. Kepala dan leher
Bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak
b. Kulit dan rambut
Kuku, tergokil kulit (baik atau tidak), tidak ada gangguan atau
kelainan
c. Mata
Umumnya mulai terlihat cekung atau tidak
d. Telinga, hidung, tenggorokan dan mulut
Bentuk, kebersihan, fungsi indranya, adanya gangguan atau
tidak, biasanya pada klien dengan febris mukosa bibir klien akan
kering dan pucat.
e. Thorax dan abdomen
Biasanya pernafasan cepat dan dalam, abdomen biasanya nyeri
dan ada peningkatan bising usus.
f. Sistem respirasi
Umumnya fungsi pernapasan lebih cepat dan dalam
g. Sistem muskuloskeletal
Terjadi gangguan atau tidak
h. Sistem pernafasan
Pada kasus ini tidak terdapat nafas yang tertinggal atau gerakan
nafas dan biasanya kesadarannya composmentis, gelisah, apatis
atau koma.
12. Pemeriksaan tingkat perkembangan
a. Kemandirian dan bergaul
Aktivitas sosial klien
b. Motorik halus
Gerakan yang menggunakan otot halus atau sebagai
anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk
belajar dan berlatih. Misalnya: memindahkan benda dari tangan
satu ke yang lain, mencoret-coret dan menggunting
c. Motorik kasar
Gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau
sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh
kematangan fisik anak. Misalnya: kemampuan duduk,
menendang, berlari, dan naik turun tangga.
d. Kognitif dan bahasa
Kemampuan klien untuk berbicara dan berhitung.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai
respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baikyang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan merupakan langkah kedua dalam proses keperawatan yaitu
mengklasifikasi masalah kesehatan dalam lingkup keperawatan.
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis tentang respon
seorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibatdari masalah kesehatan
atau proses kehidupan yang aktual atau potensial.
Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon
klien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan
dengan kesehatan.Tujuan pencacatan diagnosa keperawatan yaitu sebagai
alat komunikasi tentang masalah pasien yang sedang dialami pasien saat
ini dan merupakan tanggung jawab seorang perawat terhadap masalah
yang diidentifikasi berdasarkan data serta mengidentifikasi
pengembangan rencana intervensi keperawatan (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017).
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
Gejala dan tanda mayor:
DS:
( tidak tersedia)
DO:
a. Suhu tubuh diatas nilai normal
Gejala dan tanda minor
a. Kulit merah
b. Kejang
c. Takikardi
d. Takipnea
e. Kulit terasa hangat
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen pencedera fisiologis
Gejala dan tanda Mayor
DS:
a. Klien Mengeluh nyeri
DO:
a. Tampak meringis
b. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghibdari nyeri)
c. Gelisah
d. Frekuensi nadi meningkat
e. Sulit tidur
Gejala dan tanda Minor
DS:
(tidak tersedia)
DO:
a. Tekanan darah meningkat
b. Pola nafas berubah
c. Nafsu makan berubah
(Tim pokja SDKI DPP PPNI 2017)
3. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan.
Gejala dan tanda mayor
DS:
(tidak tersedia)
DO :
a. Frekuensi nadi meningkat
b. Nadi teraba lemah
c. Tekanan darah menurun
d. Tekanan nadi menyempit
e. Turgor kulit menurun
f. Membran mukosa kering
g. Volume urin menurun
h. Hematokrit meningkat
Gejala dan tanda minor
DS:
a. Merasa lemah
b. Mengeluh haus
DO :
a. Pengisian vena menurun
b. Status mental berubah
c. Suhu tubuh meningkat
d. Konsentrasi urin meningkat
e. Berat badan turun tiba – tiba
4. Risiko defisit nutrisi
Faktor risiko
a. Ketidakmampuan menelan makanan
b. Ketidakmampuan mencerna makanan
c. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi
d. Peningkatan kebutuhan metabolisme
e. Faktor ekonomin(mis. Finansial tidak mencukupi)
f. Faktor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Gejala dan tanda Mayor
DS:
a. Mengeluh lelah
DO:
a. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan tanda Minor
DS:
a. Dispensia saat/setelah aktivitas beraktivitas
b. Merasa tidak nyaman setelah beraktifitan
c. Merasa lemah
DO:
a. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
b. Gambaran ekg menunjukkan aritmia saat/akivitas
c. Gambaran ekg menunjukkan iskema
d. Sianosis
D. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik
yang di harapkan dari klien, dan atau/ tindakan yang harus dilakukan
oleh perawat. Intervensi di lakukan untuk membantu klien mencapai
hasil yang di harapkan.Dalam buku SIKI (standar luaran keperawatan
Indonesia) akan menjadi acuan bagi perawat dalam menetapkan kondisi
atau status kesehatan seoptimal mungkin yang diharapkan dapat dicapai
oleh klien setalah pemberian intervensi keperawatan.
1. Hipertermi berhubungan dengan proses pemyakit
Tujuan: suhu tubuh membaik
Kriteria hasil:
a. Suu tubuh membaik
b. Menggigil menurun
c. Kejan menurun
MANAJEMEN HIPERTERMIA
Observasi
a. Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapar
lingkungan panas penggunaan incubator)
b. Monitor suhu tubuh
c. Monitor kadar elektrolit
d. Monitor haluaran urine
Terapeutik
a. Sediakan lingkungan yang dingin
b. Longgarkan atau lepaskan pakaian
c. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
d. Berikan cairan oral
e. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
f. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,aksila)
g. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
h. Batasi oksigen, jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
a. Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
(Tim pokja SIKI DPP PPNI 2018)
2. Nyeri akut berhubugan dengan agen pencedera fisiologis
Tujuan : nyeri menurun
Kriteria hasil :
a. Keluhan nyeri menurun
b. Meringi menurun
c. Frekuensi nadi membaik (Tim pokja SLKI DPP PPNI 2018)
MANAJEMEN NYERI
Observasi
a. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
b. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
(Tim pokja SIKI DPP PPNI 2018)
3. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan
Tujuan: gangguan hipovoleia menurun
Kriteria hasil:
a. Asupan cairan meningkat
b. Deidrasi menurun
c. Tekanan darah membaik
d. Edema menurun
MANAJEMEN HIPOVOLEMIA
Observasi
a. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan
nadi menyempit,turgor kulit menurun, membrane mukosa
kering, volume urine menurun, hematokrit meningkat, haus dan
lemah).
b. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
a. Hitung kebutuhan cairan
b. Berikan posisi modified trendelenburg
c. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
a. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
b. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl,
RL)
b. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
c. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)
Kolaborasi pemberian produk darah. (Tim pokja SIKI DPP
PPNI 2018).
4. Risiko defisit nutrisi
Tujuan : status nutrisi meingkat
Kriteria hasil :
a. Berat badan meningkat
b. Nafsu makan membaik
c. Pola makah dihabiskan meningkat (Tim pokja SLKI DPP PPNI
2018)
MANAJEMEN NUTRISI
Observasi
a. Identifikasi status nutrisi
b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c. Identifikasi makanan yang disukai
d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
e. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
f. Monitor asupan makanan
g. Monitor berat badan
h. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
a. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
b. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
c. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
d. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
f. Berikan suplemen makanan, jika perlu
g. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
a. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
b. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu.
(Tim pokja SIKI DPP PPNI 2018)
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : gangguan intoleransi aktifitas berkurang
Dengan kriteria hasil :
a. Dapat melakukan aktifitas secara bertahap
b. Intoleransi aktiitas menurun
(Tim pokja SLKI DPP PPNI 2018)
MANAJEMEN ENERGI
Observasi
a. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
c. Monitor pola dan jam tidur
d. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Terapeutik
a. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan)
b. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
c. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
d. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
d. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
(Tim pokja SIKI DPP PPNI 2018)
E. Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan
keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu
klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus
dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan
komunikasi yang efektif,kemampuan untuk menciptakan hubungan
saling percaya dan saling bantu, kemampuan melakukan teknik
psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis,kemampuan
memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi,dan
kemampuan evaluasi (Asmadi, 2008).
F. Evaluasi
Menurut sumber Asmadi, (2008 ) Evaluasi adalah tahap akhir dari
proseskeperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan
terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan kriteria
hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya,
klien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari
pengkajian ulang (reassessment).
Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan
evaluasi formatifini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni subjektif(data berupa keluhan klien), objektif (data hasil
pemeriksaan), analisis data (pembandingan data dengan teori), dan
perencanaan (Asmadi, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep dasar keperawatan. Jakarta: EGC.

Ismoedijanto, I. (2016). Demam Pada Anak, Sari Pediatri, 2(2), hal. 103. Doi:
10.14238/sp2.2.2000.103-8.

Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan Anak. Edisi
Revisi Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction.

Sodikin. (2017). Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia.

Tim pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.

Tim pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.

Wardiah, Ariyanti. (2018). Perbandingan Efektifitas Pemberian Kompres Hangat


dan Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak yang
Mengalami Demam RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Jurnal Ilmu Keperawatan - Vulome 4, No. 1,45.

Widagdo. (2016). Masalah dan Tata Anak dengan Demam. Jakarta: Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai