Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMODIALISA
(HD)

Yuniar Riskyani Darusman


BT2001061
3B

CI LAHAN CI INSTITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA

WATAMPONE

2023
I. KONSEP MEDIS
A. HEMODIALISIS
1. Definisi
Hemodialisis adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh yang
biasa kita sebut cuci darah atau pembersihan darah dengan
menggunakan mesin atau ginjal buatan, dari zat-zat yang
konsentrasinya berlebihan di dalam tubuh.Zat- zat tersebut dapat
berupa zat yang terlarut dalam darah, seperti toksin ureum dan kalium
atau zat pelarutnya yaitu air atau serum darah (Suwitra, 2006).
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada klien
dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka
pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau klien dengan
penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) yang memerlukan terapi jangka
panjang atau permanen (Suharyanto, 2009).
2. Tujuan
Tujuan dilakukan terapi hemodialisis yaitu untuk menurunkan
kreatinin dan zat toksik yang lainnya dalam darah, Hemodialisis juga
bertujuan untuk menghilangkan gejala yaitu mengendalikan uremia,
kelebihan cairan dan ketidak seimbangan elektrolit yang terjadi pada
pasien penyakit ginjal tahap akhir (Markum, 2013).
3. Indikasi
Hemodialisis diindikasikan pada pasien dalam keadaan akut
yang memerlukan terapi dialisis jangka pendek atau pasien dengan
gagal ginjal tahap akhir yang memerlukan terapi jangka panjang /
permanen (Smeltzer et al. 2008).
Indikasi dilakukan hemodialisis pada penderita gagal ginjal
adalah:
a. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 15ml/menit
b. Hiperkalemia
c. Kegagalan terapi konservatif

2
d. Kadar ureum lebih dari 200mg/dl
e. Kelebihan cairan
f. Anuria berkepanjangan lebih dari 5kali
4. PeralatanHemodialisis
Peralatan Hemodialisis meliputi mesin hemodialisis, dialiser dan
dialisat:
a. Mesin Hemodialisis
Mesin hemodialisis merupakan perpaduan dari komputer dan
pompa, yang mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor.
Pompa dalam mesin hemodialisis berfungsi untuk mengalirkan
darah dari tubuh ke dialiser dan mengembalikan kembali ke tubuh ,
Mesin hemodialisis dilengkapi dengan monitor dan parameter
kritis, diantaranya memonitor kecepatan dialisat dan darah,
konduktivitas cairan dialisat, temperatur dan pH, aliran darah,
tekanan darah, dan memberikan informasi vital lainnya. Mesin
Hemodialisis juga mengatur ultrafiltrasi, mengatur cairan dialisat,
dan memonitor analisis dialisat terhadap kebocoran serta
dilengkapi detektor udara ultrasonic untuk mendeteksi udara atau
busa dalam vena (Thomas, 2003).
5. Dialiser atau ginjal buatan
Dialiser adalah tempat dimana proses hemodialisis berlangsung,
tempat terjadinya pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan
dialisat. Dialiser merupakan kunci utama proses hemodalisis, karena
yang dialakukan oleh dialiser sebagian besar dikerjakan oleh ginjal
yang normal. Dialiser terdiri dari 2 kompartemen masing-masing
untuk cairan dialisat dan darah.Kedua kompartemen dipisahkan
membran semipermeabel yang mencegah cairan dialisat dan darah
bercampur jadi satu (Markum, 2013).

3
b. Dialisat
Dialisat adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama
dari serum norml yang dipompakan melewati dialiser ke darah
pasien. Komposisi cairan dialisat diatur sedemikian rupa sehingga
mendekati komposisi ion darah normal dan sedikit dimodifikasi
agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit pasien
ESRD. Dialisat dibuat dengan mencampurkan konsentrat elektrolit
dengan buffer (bikarbonat) dan air murni. Dialisis terdiri dari
dialisat astat dan dialisat bikarbonat.Dialisat asetat terdiri dari
jumlah sodium, kalsium, magnesium, kalim, klorida dan sejumlah
kecil asam asetat.Dialiasat asetat dipakai untuk mengoreksi
asidosis dan mengimbangi kehilangan bikarbonat secara difusi
selama hemodialisis. Sementara itu dialisat bikarbonat terdiri dari
larutan asam dan larutan bikarbonat.Dialisat bikarbonat bersifat
lebih fisiologis walaupun relatif tidak
c. Proses Hemodialisis
Ginjal buatan (Dialyzer), mempunyai 2 kompartemen, yaitu
kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Kedua
kompartemen tersebut, selain dibatasi oleh membran semi-
permeabel, juga mempunyai perbedaan tekanan yang disebut
sebagai trans-membranpressure (TMP) . Selanjutnya, darah dari
dalam tubuh dialirkan kedalam kompartemen darah, sedangkan
cairan pembersih (dialisat), dialirkan ke dalam kompartemen
dialisat. Pada proses hemodialisis, terjadi 2 mekanisme yaitu,
mekanisme difusi dan mekanisme ultrafiltrasi.
Mekanisme difusi bertujuan untuk membuang zat-zat terlarut
dalam darah (blood purification), sedangkan mekanisme
ultrafiltrasi bertujuan untuk mengurangi kelebihan cairan dalam
tubuh (volume control) (Roesli, 2006).
Kedua mekanisme dapat digabungkan atau dipisah, sesuai

4
dengan tujuan awal hemodialisisnya.Mekanisme difusi terjadi
karena adanya perbedaan konsentrasi antara kompartemen darah
dan kompartemen dialisat.Zat-zat terlarut dengan konsentrasi
tinggi dalam darah, berpindah dari kompartemen darah ke
kompartemen dialisat, sebaliknya zat-zat terlarut dalam cairan
dialisat dengan konsentrasi rendah, berpindah dari kompartemen
dialisat ke kompartemendialisat.
Proses difusi ini akan terus berlangsung hingga konsentrasi
pada kedua kompartemen telah sama. Kemudian, untuk
menghasilkan mekanisme difusi yang baik, maka aliran darah dan
aliran dialisat dibuat saling berlawanan.
Kemudian pada mekanisme ultrafiltrasi, terjadi pembuangan
cairan karena adanya perbedaan tekanan antara kompartemen
darah dan kompartemen dialisat. Tekanan hidrostatik akan
mendorong cairan untuk keluar, sementara tekanan onkotik akan
menahannya. Bila tekanan di antara kedua kompartemen sudah
seimbang, makamekanisme ultrafiltrasi akan berhenti (Suwitra,
2006).
d. Dosis hemodialysis
Dosis Hemodialisis yang diberikan pada umumnya sebanyak 2
kali seminggu dengan setiap Hemodialisis selama 5 jam atau 14
sebanyak 3 kali seminggu dengan setiap hemodialisis selama 4 jam
(Suwitra, 2006). Lamanya hemodialisis berkaitan erat dengan
efisiensi dan adekuasi hemodialisis, sehingga lama hemodialisis
juga dipengaruhi oleh tingkat uremia akibat progresivitas
perburukan fungsi ginjalnya dan faktor-faktor komorbiditasnya,
serta kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran dialisat. Namun
demikian, semakin lama proses hemodialisis, maka semakin lama
darah berada diluar tubuh, sehingga makin banyak antikoagulan
yang dibutuhkan, dengan konsekuensi sering timbulnya efek

5
samping (Roesli, 2006).
e. Kecukupan DosisHemodialisis
Kecukupan dosis hemodialisa yang diberikan disebut dengan
adekuasi hemodialisis.Adekuasi hemodialisis diukur dengan
menghitung urea reduction ratio (URR) dan urea kinetic modeling
(Kt/V). Nilai URR dihitung dengan mencari nilai rasio antara kadar
ureum pradialisis yang dikurangi kadar ureum pasca dialisis
dengan kadar ureum pasca dialisis. Kemudian, perhitumgan nila
Kt/V juga memerlukan kadar ureum pradialisis dan pasca dialisis,
berat badan pradialisis dan pascadialisis dalam satuan kilogram,
dan lama proses hemodialisis dalam satuan jam. Pada hemodialisis
dengan dosis 2 kali seminggu, dialisis dianggap cukup bila nilai
URR 65-70% dan nilai Kt/V 1,2-1,4 (Swartzendruber et al,2008).
B. KOMPLIKASI INTRADIALISIS
1. Definisi
Komplikasi hemodialisis dapat disebabkan oleh karena penyakit
yang mendasari terjadinya penyakit ginjal kronik tersebut atau oleh
karena proses selama menjalani hemodialisis itu sendiri. Sedangkan
komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama
proses hemodialisis berlangsung (Rahardjo et al, 2006).
Komplikasi intradialisis lainnya yang mungkin terjadi adalah
hipertensi intradialisis dan disequlibrium syndrome yaitu kumpulan
gejala disfungsi serebral terdiri dari sakit kepala, pusing, mual,
muntah, kejang, disorientasi sampai koma, Daugirdas et al
(2007),menyebutkan juga bahwa komplikasi intradialisis lain yang
biasa dialami pasien hemodialisis kronik adalah aritmia, hemolisis,
dan emboli udara. Berikut ini akan menguraikan meliputi: hipotensi,
kram, mualdan muntah, pusing, nyeri dada, nyeri punggung, gatal,
demam, menggigil, hipertensi, disequlibrium syndrome, aritmia,
hemolisis, dan emboliudara.

6
a. Hipotensi Intradialisis
Hipotensi Intradialisis adalah penurunan tekanan darah sistolik
> 30% atau penurunan tekanan diastolik sampai di bawah 60
mmHg yang terjadi saat pasien menjalani hemodialisis,
disebabkan oleh karena penurunan volume plasma, disfungosi
otonom, vasodilatasi karena energi panas, obat antihipertensi.
Penyebab dari Hipotensi intradialisis (IDH) adalah
multifaktorial. Pada satu sisi, kondisi pasien dapat mencetuskan
penurunan tekanan darah selama hemodialisis; Umum, komorbid
seperti diabetes dan kardiomiopati, anemia, large interdialytic
weight gain (IDWG), penggunaan obat-obat antihipertensi. Pada
sisi lain, faktor-faktor yang berhubungan dengan dialisis itu
sendiri dapat berkontribusi terhadap instabilitas hemodinamik:
sesi hemodialisis yang pendek, laju ultafirasi yang tinggi,
temperatur dialisat yang tinggi, konsentrasi sodium dialisat yang
rendah, inflamasi yang di sebabkan aktivasi dari membran dan
lain-lain. Faktor yang kelihatannya dominan dari kejadian IDH ini
adalah berkurangnya volume sirkulasi darah yang agresif,
dikarenakan ultrafiltrasi, penurunan osmolitas ekstraseluler
dengan cepat yang berhubungan dengan perpindahan sodium, dan
ketidakseimbangan antara ultrafiltrasi dan plasmarefilling.
b. Kramotot
Kram otot terjadi pada 20% pasien hemodialisa, penyebabnya
idiopatik namun diduga karena kontraksi akut yang dipicu oleh
peningkatan volume ekstraseluler. IntIradialytic musclecraping,
biasa terjadi pada ekstrimitas bawah. Kram otot adalah kontraksi
yang terus menerus yang dialami oleh otot atau sekelompok otot
dan mengakibatkan rasa nyeri.penyebab kram adalah otot yang
terlalu lelah, kurangnya pemanasan serta peregangan, adanya
gangguan sirkulasi darah yang menuju ke otot sehingga

7
menimbulkan kejang
Beberapa hal yang dapat menimbulkan kram antara lain
adalah:
1) Kelelahan otot saat berolahraga sehingga terjadi akumulasi sisa
metabolik yang menumpuk berupa asam laktat kemudian
merangsang otot/ saraf hingga terjadikram.
c. Kurang memadainya pemanasan serta pendinginan sehingga tubuh
kurang memiliki kesempatan untuk melakukan adaptasi terhadap
latihan
d. Pusing(headache)
frekuensi sakit kepala saat dialisis adalah 5% dari keseluruhan
prosedur hemodialisis.Penelitian menunjukan bahwa migren
akibat gangguan vaskuler dan tension headache adalah dua tipe
sakit kepala yang dialami oleh paisen saat hemodialisis.Sebagian
besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri.
Perangsangan terhadap bangunan-bangunan itu dapat berupa:
1) Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti
pada infeksi umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi
alergik), gangguan metabolik (seperti hipoksemia,
hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi,
keadaan paska contusio serebri, insufisiensi
serebrovasculerakut).
2) Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya
vasodilatasi (migren dan cluster headache) dan radang
(arteritistemporalis).
3) Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan
dengan kepala, seperti pada spondiloartrosis
deformansservikalis.
4) Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang
intrakranial, penyumbatan jalan lintasan liquor, trombosis

8
venos spinosus, edema serebri atau tekanan intrakranial yang
menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
e. Nyeri dada
Menurut Rahardjo et al, (2006) menyebutkan bahwa nyeri
dada hebat saat hemodialisis frekuensinya adalah 1-4%. Nyeri
dada saat hemodialisis terjadi akibat penurunan hemotokrit dan
perubahan volume darah karena penarikancairan.
f. Demam
FMNCA mengidentifikasikan demam selama hemodialisis
sebagai peningkatan suhu tubuh selama hemodialisis lebih dari
0.5° C atau suhu rectal atau aksila selama dialisis lebih dari 38° C.
Mayoritas (70%) reaksi febris berhubungan dengan infeksi akses
vaskuler, perkemihan dan pernafasan. Demam selama
hemodialysis juga berhubungan dengan jenis dialisat yang
digunakan dan reaksi hipertensifitas.
g. Hipertensi Intradialisis
Terjadinya hipertensi saat hemodialisis lebih sering terjadi
akibat peningkatan tahanan perifer.Penelitian oleh Landry, et al
(2006) menunjukan bahwa pada pasien yang mengalami
hipertensi tejadi peningkatan tahanan perifer vaskuler resitence
(PVR) yang signifikan. Peningkatan resistensi vaskuler dapat
dipicu oleh kelebihan cairan pradialisis juga akan meningkatkan
resistensi vaskuler dapat vaskuler. Akibatnya curah jantung
meningkat, menyebabkan peningkatan tekanan darah selama
dialisis.
Pembuluh darah di tubuh manusia terdiri dari 3 jenis yaitu
pembuluh darah arteri, vena dan kapiler.Pembuluh darah arteri
dan vena dibagi menjadi 3 jenis yaitu pembuluh darah dengan
diameter besar, sedang dan kecil.Pembuluh darah arteri yang juga
disebut sebagai pembuluh nadi terdiri atas aorta, arteri dan

9
arterioli berdasarkan ukurannya.Sedangkan pembuluh darah vena
(pembuluh balik) terdiri atas vena cava, vena dan venula
berdasarkan ukurannya. Pembuluh darah arteri mengalirkan darah
secara aktif sebab dinding pembuluh darahnya lebih tebal, elastis,
memiliki sel otot polos dan jika pembuluh terluka maka darah
akan memancar. Sedangkan aliran darah pada vena berkebalikan
denganarteri.
C. SATURASI OKSIGEN (SaO2)
1. Definisi
Saturasi Oksigen adalah persentasi hemoglobin yang berikatan
dengan oksigen dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah antara
95-100 %.Dalam kedokteran, oksigen saturasi (SO2), sering disebut
sebagai "SATS", untuk mengukur persentase oksigen yang diikat oleh
hemoglobin di dalam aliran darah. Pada tekanan parsial oksigen yang
rendah, sebagian besar hemoglobin terdeoksigenasi, maksudnya
adalah proses pendistribusian darah beroksigen dari arteri ke jaringan
tubuh (Hidayat, 2007).
Menurut Potter & Perry, (2006) Faktor-faktor yang
mempengaruhi saturasi oksigen adalah jumlah oksigen yang masuk ke
paru-paru (ventilasi), kecepatan difusi, dan kapasitas hemoglobin
dalam membawaoksigen.
Pada sekitar 90% (nilai bervariasi sesuai dengan konteks klinis)
saturasi oksigen meningkat menurut kurva disosiasi hemoglobin –
oksigen dan pendekatan 100% pada tekanan parsial oksigen > 10
kPa.Saturasi oksigen atau oksigen terlarut (DO) adalah ukuran relatif
dari jumlah oksigen yang terlarut atau dibawa dalam media tertentu.
Hal ini dapat diukur dengan probe oksigen terlarut seperti sensor
oksigen atau optode dalam mediacair.
2. Pengukuran SaturasiOksigen
Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa

10
tehnik. Penggunaan Pulse Oksimetri merupakan tehnik yang efektif
untuk memantau pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yang
kecil atau mendadak.
Adapun cara pengukuran saturasi oksigen antara lain :
a. Saturasi oksigen arteri(SaO2)
Nilai di bawah 90% menunjukan keadaan hipoksemia (yang
juga dapat disebabkan oleh anemia). Hipoksemia karena SaO2
rendah ditandai dengan sianosis. Pulse Oksimetri adalah metode
pemantauan non invasif secara kontinu terhadap saturasi oksigen
hemoglobin (SaO2). Meski oksimetri oksigen tidak bisa
menggantikan gas-gas darah arteri, oksimetri oksigen merupakan
salah satu cara efektif untuk memantau pasien terhadap
perubahan saturasi oksigen yang kecil dan mendadak. Oksimetri
nadi digunakan dalam banyak lingkungan, termasuk unit
perawatan kritis, unit keperawatan umum, dan pada area
diagnostik dan pengobatan ketika diperlukan pemantauan saturasi
oksigen selamaprosedur.
b. Saturasi oksigen vena (SvO2)
Untuk melihat berapa banyak mengkonsumsi oksigen
tubuh.Dalam perawatan klinis, Sv O2 dibawah 60%,
menunjukkan bahwa tubuh adalah dalam kekurangan oksigen,
dan iskemik penyakit terjadi.Pengukuran ini sering digunakan
pengobatan dengan mesin jantung-paru (Extracorporeal
Sirkulasi), dan dapat memberikan gambaran tentang berapa
banyak aliran darah pasien yang diperlukan agar tetapsehat.
c. Tissue oksigen saturasi (StO2)
Dapat diukur dengan spektroskopi inframerah dekat.Tissue
oksigen saturasi memberikan gambaran tentang oksigenasi
jaringan dalam berbagai kondisi.
d. Saturasi oksigen perifer (SpO2)

11
Estimasi dari tingkat kejenuhan oksigen yang biasanya
diukur dengan puls oksimetri.Pemantauan saturasi O2 yang
sering adalah dengan menggunakan oksimetri nadi yang secara
luas dinilai sebagai salah satu kemajuan terbesar dalam
pemantauan klinis. Untuk pemantauan saturasi O2 yang
dilakukan diperinatalogi (perawatan risiko tinggi) Rumah Sakit
Islam Kendal juga dengan menggunakan oksimetri nadi.Alat ini
merupakan metode langsung yang dapat dilakukan di sisi tempat
tidur, bersifat sederhana dan non invasive untuk mengukur
saturasi O2 arterial.
3. Alat yang digunakan dan tempat pengukuran
Alat yang digunakan adalah Pulse Oksimetri yang terdiri dari
dua diode pengemisi cahaya (satu cahaya merah dan satu cahaya
inframerah) pada satu sisi probe, kedua diode ini mentransmisikan
cahaya merah dan inframerah melewati pembuluh darah, biasanya
pada ujung jari atau daun telinga, menuju foto detektor pada sisi lain
dari probe. ketidakakuratan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya adalah:
a. Suhu tubuh
Suhu tubuh yang menibgkat akan menyebabkan metabolisme
dalam tubuh juga meningkat. Peningkatan metabolisme
membutuhkan jumlah kadar oksigen yang juga akan meningkat,
karenanya suhu tubuh khususnya bila mengalami demam akan
menurunkan saturasi oksigennya. Menggigil atau gerakan yang
berlebihan pada sisi sensor dapat mengganggu pembacaan hasil
yang akurat.
b. Anemia
Anemia adalah nilai sel darah merah dan zat besi yang
menurun.Indikator terjadinya anemia dapat diperlihatkan dari hasil
haemoglobin (Hb). Anemia berpengaruh terhadap kadar saturasi

12
oksigen disebabkan karena jumlah Hb yang menurun akan
memungkinkan kemampuan tubuh untuk mengikat oksigen juga
menurun, karenanya ikatan Hb oksigen juga menurun dan hal ini
akan membuat nilai saturasi oksigen menjadi menurun. Jadi klien
dapat menderita anemia berat dan memiliki oksigen yang tidak
adekuat untuk persediaan jaringan sementara oksimetri nadi akan
tetap pada nilai normal.
c. Hipoksemia
Hipoksemia merupakan kondisi turunnya konsentrasi oksigen
dalam darah arteri dengan nilai PaO2 kurang dari 50 mmHg.
Hipoksemia dapat terjadi karena penurunan oksigen di udara,
hipoventilasi karena daya regang paru menurun, hipoperfusi atau
penurunan aliran darah ke alveolus, dan destruksi alveolus kapiler.
Selain saturasi oksigen ada pemeriksaan yang dinamakan Analisa
Gas Darah (AGD) yang merupaka pemeriksaan untuk mengukur
keasaman (ph), jumlah oksigen, dan karbondioksida dalam
darah.Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi kerja paru-
paru dalam menghantarkan oksigen ke dalam sirkulasi darah dan
mengambil karbondioksida dalam darah.AGD meliputi PO2,
PCO3, pH, HCO3 dan SaO2. Indikasi analisis AGD meliputi:
gangguan pernafasan, pascahenti jantung paru, kondisi metabolik,
perburukan tiba-tiba yang tidak dapat dijelaskan, evaluasi
terhadapa intervensi, titrasi ventilasi non invasif, trauma mayor,
dan sebelum pembedahanmayor.

13
KERANGKA TEORI

Pengukuran SaO2 Gagal ginjal


Tindakan kronis
Hemodialisis Kejadian komplikasi
(Pulsa Oksimeri) intradialisis
(GGK)

Hipotensi
Nilai Saturasi Oksigen Kramotot
(SaO2)
Pusing
Normal > 95%
Nyeridada

Tidak Normal < 95% Demam


Hipertensi

Gambar 2.1 Krangka Teori

Sumber: (Suharyanto, 2009); (Rahardjo, 2006); (Suwitra, 2006); ( Hidayat, 2007)

14
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat (2007). Diit Pasien Gagal Ginjal Kronik. EGC: Jakarta


Markum N.W, Tasa H., Sukriyadi, 2013, “Pengaruh Hemodialisis Terhadap Kadar
Ureum Dan Kreatinin Darah Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Yang
Menjalani Hemodialisis Di Ruang Hemodialisis (Hd) Rsup Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar”, volume 2 Nomor 1 Tahun 2013; 1-7.
Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan
Praktik Edisi 4. Jakarta : EGC.
Rahardjo, Pudji. 2006. Hemodialisis dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jilid: 1. Edisi: IV.
Penerbit:FKUI. Jakarta: 579
Roesli, Rully M.A., 2006. Terapi Pengganti Ginjal Berkesinambungan (CCRT).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I , Edisi IV, Jakarta Pusat: Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G., 2008. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. EGC:
Jakarta
Suharyanto, T. Madjid A, 2009, Asuhan Keperewatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan , Penerbit Trans Info Media, Jakarta
Suwitra, K., 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
1. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal : 581-584
Swartzendrubber, D., Smith, L., Peacock, E. & McDillon, D., 2008. Hemodialysis
Procedures and Complications.
Thomas. (2003). Renal Nursing. London ; Braillere Tindall

15
16

Anda mungkin juga menyukai