Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

DISUSUN OLEH :

YUNIAR RISKYANI D.

BT2001061

CI LAHAN CI INSTITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN BATARITOJA

WATAMPONE

2022
1. KONSEP MEDIK
A. DEFINISI
Respiratory Distress Syndrome (RDS) atau biasa juga disebut Respiratory
Distress of Newborn (RDN) biasa juga disebut Hyaline Membrane Disease (HMD)
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-
tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap
atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar
60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS
(Herdman,T.Heather.2019)
RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang sering
terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada,
sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan
dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi,
berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA
(Yuliana, 2016). Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada
sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesac (Suryadi,2018).

B. ETIOLOGI
Menurut Yuliani (2018) etiologi dari RDS yaitu :
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong
alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana
surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang
dan bayi akan mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
6. Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH)
7. Bayi prematur atau kurang bulan Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan.
Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke 22, semakin muda usia
kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi RDS.

C. PATOFISIOLOGI
Faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurangsempurna
karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.
Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru
menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya
pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi
berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi
yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan
mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan
tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara
makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti
hati (Herdman, T.Heather.2019)

Penilaian tingkat kegawatan napas dengan downe skor

skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi nafas 60x/menit 60-80x/menit >80x/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis menetap
Sianosis hilang
Sianosis Tidak ada sianosis walaupun
dengan O2
diberikan O2

Penurunan ringan Tidak ada udara


Air entry Udara masuk
udara masuk masuk

Dapat didengar Dapat didengar


merintih Tidak merintih
dengan stetoskop tanpa bantuan

Evaluasi :

1-3 sesak napas ringan O2 nasal/headbox

4-6 sesak napas sedang perlu nasal CPAP

>7 sesak napas berat diperlukan analisis gas darah/perlu intubasi

D. MANIFESTASI KLINIK
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin
berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya
atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan
kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.
Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera
setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung,
grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam
pertama setelah lahir (Dinkes,2018).
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara
2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung dengan penurunan aerasi paru
3. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih
opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih
luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak
dapat dilihat

Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah :


1. Pernapasan cepat
2. Pernapasan terlihat parodaks
3. Cuping hidung
4. Apnea
5. Murmur
6. Sianosis pusat

E. KOMPLIKASI
1. Komplikasi dalam waktu singkat
a. Ateletaktis atau paru-paru tidak terisi oleh udara
b. Adanya infeksi dikarenakan oleh keadaan klien yang menurun yang dapat
menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan jumlah leukosit dan dapat
mengakibatkan trombositopeni
c. Leukomalacia periventikuler dan perdarah intrakranial, bayi RDS yang lahir
kurang bulan dapat terjadi perdarahan intrakranial sebesar 20%-40%
2. Komplikasi dalam waktu lama
Komplikasi dalam waktu yang lama disebabkan oleh rusaknya suatu zat, tekanan
yang menetap didalam paru, berkurangnya oksigen yang mengarah keseluruh
organ dan otak. Komplikasi dalam waktu lama yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dsyplasia (BPD) adalah keadaan dimana gangguan pada
paru-paru kronik yang disebabkan oleh pemberian oksigen pada neonatus
dengan masa kehamilan 36 minggu. BPD berkaitan dengan meningkatnya
volume dan tekanan yang dimanfaatkan pada saat memakai ventilasi
mekanik,terdapat infeksi, perdangan, dan kekurangan vitamin A. BPD dapat
terjadi lebih sering dengan menurunnya masa kehamilan
b. Retinopathy prematur, ketidaksempurnaan pada fungsi neurologi.
(Respiratory, Acute Syndrome, Distress, 2018)

F. TEST DIAGNOSTIK
1. Seri rontgen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar.
2. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas
3. Data laboratorium
4. Profil paru
a. Untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin
yang mempunyai predisposisi RDS) lecitin/sphingomielin (L/S) ratio 2: 1 atau
lebih mengindikasikan maturitas paru phospatidyglicerol: meningkat saat usia
gestasi 35 minggu tingkat phosphatydylinosito
b. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60
mmHg, saturasi oksigen 92%-94%, pH 7,31-7,45
c. Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel
alveolar yang rusak (Respiratory, Acute Syndrome, Distress, 2018)

G. PENATALAKSAAN MEDIK
Menurut Padila (2018) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan
meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat
5. Mencegah hipotermia
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat
7. Penatalaksanaan secara umum :
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering
dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5%
1) Pantau selalu tanda vital
2) Jaga kepatenan jalan nafas
3) Berikan oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apneu :
1) Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
2) Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang
d. Segera periksa kadar gula darah
Gangguan nafas ringan :
Pemberian nutrisi adekuat Setelah menajemen umum, segera dilakukan
menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat
gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut :
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada
waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut "Transient Tacypnea of the Newborn"
(TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan
membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada
beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi
sistemik
Gangguan nafas sedang :
1. Lakukan pemberian 02 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan 02 4-5 liter/menit dengan sungkup
2. Bayi jangan diberi minum
3. Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk
terapi kemungkinan besar sepsis
4. Suhu aksila 39°C
5. Air ketuban bercampur meconium
6. Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah
dini (18 jam)
7. Bila suhu aksiler 34- 36,5 °C atau 37,5-39°C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam
8. Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
9. Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi
tahapan tersebut diatas
10. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
11. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah
2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
12. Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi O2 secara
bertahap. Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak
dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian
minum
13. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian 02 selama 3 hari, minum baik
dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan

Gangguan nafas berat :


1. Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2. Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas
sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan
3. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman
4. Kurangi pemberian 02 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian 02 jika frekuensi napas antara 40-60 kali/menit

Penatalaksanaan Medis :
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah :
1. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan cairan
paru
3. Fenobarbital
4. Vitamin E menurunkan produksi radikal bebas oksigen
5. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik
6. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber
alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa
juga berbentuk surfaktan buatan

2. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik,
mental, sosial dan lingkungan. (Effendy, 2018)
1. Anamnese
a. Data Demografi
1) Nama
2) Usia
3) Jenis kelamin
4) Suku/Bangsa
5) Alamat

b. Keluhan Utama
Pasien dengan RDS didapatkan keluhan seperti sesak, mengorok ekspiratori,
pernapasan cuping hidung, lemah, lesu, apneu, tidak responsive, penurunan
bunyi napas
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien RDS, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih,
dispnea, sianosis, bradikardi, hipotensi, hipotermi, tonus otot menurun, edema
terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, retraksi supersternal/ epigastrik/
intercosta, grunting expirasi. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan keluhan tersebut
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami prematuritas dengan paru-paru
yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu), gangguan surfaktan, lahir
premature dengan operasi caesar serta penurunan suplay oksigen saat janin
saat kelahiran pada bayi matur atau premature, atelektasis, diabetes mellitus,
hipoksia, asidosis
e. Riwayat Maternal
Meliputi riwayat menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti
perdarahan placenta, placenta previa, tipe dan lama persalinan, stress fetal
atau intrapartus, dan makrosomnia (bayi dengan ukuran besar akibat ibu yang
memiliki riwayat sebagai perokok, dan pengkonsumsi minuman keras serta
tidak memperhatikan gizi yang baik bagi janin)
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang terkena penyakit -
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab kelahiran premature/ Caesar
sehinnga menimbulakan membrane hyialin disease
g. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan keluarga pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku keluarga pasien terhadap tindakan
yang dilakukan terhadap bayinya
h. Status Infant saat Lahir
1) Prematur, umur kehamilan
2) Apgar score, apakah terjadi asfiksia
3) Apgar score adalah suatu ukuran yang dipakai untuk mengevaluasi
keadaan umum bayi baru lahir
4) Bayi premature yang lahir melalui operasi caesar
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit),
pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung,
sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan
sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan
menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat
dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler.
Penilaian fungsi respirasi meliputi :

a. Frekuensi nafas
Takipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi.
Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan
usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada
syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat,
dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan
ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang
merupakan tanda memburuknya keadaan klinik
b. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung.
retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas
dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan
ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha
pernafasan
c. Warna kulit/membrane mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba
dingin
d. Kardiovaskuler
1) Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress,
ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi
jantung
2) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui
volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan
tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran darah
atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit
kulit yang memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat
dan sianosis
e. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara :
1) Nail Bed Pressure (tekan pada kuku)
2) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit
ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan
atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan,
selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik
3) Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi
agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi
penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan
dilatasi pupil
3. ADL (Activity Daily Life)
a. Nutrisi
Bayi dapat kekeurangan cairan sebagai akibat bayi belum minum atau
menghisap
b. Istirahat tidur
Kebutuhan istirahat terganggu karena adanya sesak nafas ataupun kebutulan
nyaman tergangu akibat tindakan medis
c. Eliminasi
Penurunan pengeluaran urin (Effendy, 2018)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya, baik yang berlangsung actual maupun potensial (PPNI,
2018). Adapun diagnosis keperawatan pada pasien RDS adalah :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas
3. Hipertermia berhubungan dengan pemakaian inkubator
4. Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Segala pengobatan yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan
dan 25 penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI,
2018)

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan


- Definisi
Inspirasi/ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
- Penyebab :
a. Depresi pusat pernapasan
b. Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan)
c. Deformitas dinding dada
d. Deformitas tulang dada
e. Gangguan neuro muskular
f. Gangguan neurologis (mis. Elektroensefalogram (EEG) positif, cedera
kepala, gangguan kejang)
g. Imaturitas neurologis
h. Penurunan energi
i. Obesitas
j. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k. Sindrom hipoventilasi
l. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
m. Cedera pada medulla spinalis
n. Efek agen farmakologis
o. Kecemasan

- Luaran
a. Pola nafas membaik

- Intervensi keperawatan
1. Pemantauan respirasi
a. Observasi
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Auskultasi bunyi napas
8) Monitor saturasi oksigen
9) Monitor nilai AGD
10) Monitor hasil x-ray toraks

b. Terapeutik
1) Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan

c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

2. Manajemen jalan nafas


a. Observasi
1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2) Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing,
ronkhi kering)
3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

b. Terapeutik
1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma cervical)
2) Posisikan semi-Fowler atau Fowler
3) Berikan minum hangat
4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum
7) Penghisapan endotrakeal
8) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
9) Berikan oksigen, jika perlu

c. Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
2) Ajarkan teknik batuk efektif

d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas
- Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten
- Penyebab
a. Spasme jalan napas
b. Hipersekresi jalan napas
c. Disfungsi neuromuskuler
d. Benda asing dalam jalan napas
e. Adanya jalan napas buatan
f. Sekresi yang tertahan
g. Hiperplasia dinding jalan napas
h. Proses infeksi
i. Respon alergi
j. Efek agen farmakologia (mis. anastesi)

- Luaran
Bersihan jalan nafas meningkat
- Intervensi
1. Latihan batuk efektif
a. Observasi
1) Identifikasi kemampuan batuk
2) Monitor adanya retensi sputum
3) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
4) Monitor input dan output cairan ( mis. jumlah dan karakteristik)

b. Terapeutik
1) Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
2) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
3) Buang sekret pada tempat sputum

c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
2) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan
bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
3) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
4) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam
yang ke-3

d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

c. Hipertermia berhubungan dengan penggunaan inkubator


- Definisi
Suhu tubuh diatas rentang normal
- Penyebab
a. Dehidrasi
b. Terpapar lingkungan panas
c. Proses penyakit (misalnya kanker)
d. Ketidaksesuaian pakaian dengan tubuh
e. Peningkatan laju metabolism
f. Respon trauma
g. Aktivitas berlebihan
h. Penggunaan incubator

- Luaran
Termoregulasi membaik

- Intervensi
a. Observasi
1) Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapar
lingkungan panas penggunaan incubator)
2) Monitor suhu tubuh
3) Monitor kadar elektrolit
4) Monitor haluaran urine

b. Terapeutik
1) Sediakan lingkungan yang dingin
2) Longgarkan atau lepaskan pakaian
3) Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4) Berikan cairan oral
5) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
6) Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,aksila)
7) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
8) Batasi oksigen, jika perlu

c. Edukasi
1) Anjurkan tirah baring

d. Kolaborasi
1) Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

d. Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan


- Definisi
Berisiko mengalami masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi
orofaring, benda cair atau padat ke dalam saluran trakeobronkhial
akibat disfungsi mekanisme protektif saluran napas

- Faktor Resiko
a. Penurunan tingkat kesadaran
b. Penurunan refleks muntah dan/atau batuk
c. Gangguan menelan
e. Disfagia
f. Kerusakan mobilitas fisik
g. Peningkatan residu lambung
h. Peningkatan tekanan intragastrik
i. Penurunan motilitas gastrointestinal
j. Sfingter esophagus bawah inkompeten
k. Perlambatan pengosongan lambung
l. Terpasang selang nasogastrik
m. Terpasang trakeostomi atau endotracheal tube
n. Trauma/pembedahan leher, mulut, dan/atau wajah
o. Efek agen farmakologis
p. Ketidakmatangan koordinasi menghisap, menelan dan bernapas

- Luaran
Tingkat aspirasi menurun

- Intervensi
a. Observasi
1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2) Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

b. Terapeutik
1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-
lift (jaw-thrust jika curiga trauma cervical)
2) Posisikan semi-Fowler atau Fowler
3) Berikan minum hangat
4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum
7) Penghisapan endotrakeal
8) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
9) Berikan oksigen, jika perlu
c. Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
2) Ajarkan teknik batuk efektif

d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan,  dimana
perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997, dalam Haryanto, 2007).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011).
Implementasi keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan aktivitas pasien,
keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk mengawasi dan mencatat respon
pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Nettina, 2002).

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya
Evaluasi keperawatan mungukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien
DAFTAR PUSTAKA

1. Dinkes (2018) Kota Palembang Profil Kesehatan Palembang


2. Deswani (2018) Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Dalam. Yogyakarta
3. Herdman. T. Heather (2019) Nanda International Inc. diagnosis keperawatan definisi &
klasifikasi 2015 ed 10, jakarta: EGC
4. Kozier Erb (2018) Nursing outcomes classification,5 edition, Elsevier Singapore Pte Ltd
5. Padila (2018) Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Dalam Yogyakarta:
Nuha Medika
6. Suryadi (2018). Buku Saku Diagnosis Keperawata. Jakarta: EGC
7. Wartonah (2018) Asuhan keperawatan penyakit dalam. Yogyakarta
8. Yuliani (2018) Terapi Juz Untuk Cegah dan Atasi Asma. Jakarta: Salemba Medika:ECG
9. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
10. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
11. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
12. Haryanto, 2019. Konsep Dasar Keperawatan dengan Pemetaaan Konsep  (Concept
Mapping). Salemba Medika : Jakarta
13. Potter, Perry, 2019. Fundamental Keperawatan,  Edisi . EGC : Jakarta
14. Nettina, Sandra M, 2020. Pedoman Praktik Keperawatan. EGC : Jakarta
15. Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2, Cetakan 9, 2020

Anda mungkin juga menyukai