Dosen Pembimbing
Penyusun:
Nama : Nurwahyudin
NIM : 20310190
TA 2020/2021
KONSEP TEORI
A. Definisi
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut
Respiratory Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline Membrane
Disease (HMD) Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi
premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada
udara kamar yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-
ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu
mengalami RDS.
RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang sering
terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi
dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam
kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan
besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah
melalui PDA
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2016)
B. Klasifikasi penyakit
Berdasarkan pemeriksaan radiologi, menurut kriteria Bomsel terdapat 4 stadium
RDS yaitu:21
1) Stadium I : terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronkogram
udara
2) Stadium II : bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran air bronkogram udara lebih jelas dan meluas sampai ke perifer
menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru
3) Stadium III : kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan
paru terlihat lebih opak dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronkogram
udara lebih luas ; batas jantung kabur
4) Stadium IV : kolaps seluruh lapangan paru (white lung)
C. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2016) etiologi dari RDS yaitu :
1) Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2) Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
3) Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.
4) Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5) Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
6) Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
7) Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai
sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin
besar pula kemungkinan terjadi RDS.
D. Manifestasi klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin
berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya
atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan
kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.
Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera
setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping
hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-
96 jam pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
1) Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
2) Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung dengan penurunan aerasi paru.
3) Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih
opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
4) seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah :
1) Pernapasan cepat
2) Pernapasan terlihat parodaks
3) Cuping hidung
4) Apnea
5) Murmur
6) Sianosis pusat
E. Patofisiologi
Faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurangsempurna
karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.
Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru
menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya
pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi
berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi
yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan
mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan
seperti hati.
Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara
bagian distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli,
tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan
adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan
napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal
dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah
jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada
36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang
immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
Penilaian tingkat kegawatan napas dengan downe skor
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas 60x/menit 60-80x/menit >80x/menit
Sianosis menetap
Sianosis hilang
Sianosis Tidak ada sianosis walaupun diberikan
dengan O2
O2
Evaluasi :
1-3 Sesak napas ringan O² Nasal / Head Box
4-6 Sesak napas sedang Perlu Nasal CPAP
≥7 Sesak napas berat Diperlukan analisis gas darah/ Perlu Intubasi
RDS
Kolaps
Alveolar Paru Takikardi
Produksi
Penurunan surfaktan ↓
compliance paru Usaha
bernapas↑
MK
Stabilitas :Asidosis
Hiperventilasi Hiperkapnea Pengeluaran
alveolar ↓ Respiratori energy ↑
Hipoksia Berat
MK : Ketidakefektifan
pola napas Kelelahan Sianosis
Cedera Paru
Sesak napas
Edema Mengendap
Mengendap
Interstitial Paru
MK :
MK : Gangguan MK : Ketidakefektifan
Kelebihan volumcairan
Pertukaran gas perfusi jaringan
I. Penatalaksanaan medis
Menurut Suriadi dan Yuliani (2016) dan Surasmi,dkk (2017) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
1) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering
dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
a. Pantau selalu tanda vital
b. Jaga kepatenan jalan nafas
c. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
2) Jika bayi mengalami apneu
a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b. Lakukan penilaian lanjut
3) Bila terjadi kejang potong kejang
4) Segera periksa kadar gula darah
Gangguan nafas berat :
1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas
sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 40-60 kali/menit.
Penatalaksanaan medis :
1) Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
2) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
3) Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
4) Fenobarbital
5) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
6) Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
7) Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber
alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa
juga berbentuk surfaktan buatan.
J. Fokus pengkajian keperawatan
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai
informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien. Pengkajian dilakukan
dengan berbagai cara yaitu anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik yang dilakukan dilaboratorium. (Surasmi dkk,2017).
Data yang dicari dalam riwayat keperawatan adalah
1) Kaji riwayat kehamilan sekarang (apakah selama hamil ibu menderita hipotensi
atau perdarahan )
2) Kaji riwayat neonatus (lahir afiksia akibat hipoksia akut, terpajan pada keadaan
hipotermia)
3) Kaji riwayat keluarga (koping keluarga positif
4) Kaji nilai apgar rendah (bila rendah di lakukkan tindakan resustasi pada bayi).
5) Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan gejala RDS. Seperti: takipnea
(>60x/menit), pernapasan mendengkur, retraksi dinding dada, pernapasan
cuping hidung, pucat, sianosis, apnea.
K. Kemungkinan diagnose keperawatan
Diagnosa keperawatan dari RDS yang sering muncul (Nanda, 2015).
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-
kapiler
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret
pada paru-paru
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, terpajan kuman
patogen
5) Hipotermia berhubungan dengan adaptasi lingkungan luar Rahim
L. Focus perencanaan dan Rasionalisasi
No Diagnosa Luaran Intervensi
1 Pola napas tidak Pola napas : Membaik Manajemen jalan napas
efektif Indikator Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat Observasi
menurun meningkat
Ventilasi 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
semenit
napas)
Kapasitas
vital 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
Diameter
thorax mengi, wheezing, ronchi kering)
anterior- 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
posterior
Tekanan Terapeutik
ekspirasi
Tekanan 4. Prtahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt
inspirasi dan chin-lift
5. Posisikan semifowler atau fowler
Indikator Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat menurun 6. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dispnea
7. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
Penggunaan
otot bantu 8. Berikan oksigen
napas
Pemanjangan Kolaborasi
fase ekspirasi 9. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
ortopnea
Pernapasan mukolitik jika perlu
cuping hidung