Anda di halaman 1dari 15

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

(RDS)

A. DEFINISI
Respiratory Distress Syndrome (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan

merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada

bayi yang baru lahir denganmasa gestasi kurang (Suriadi dan Yulianni, 2006).

Respiratory distress syndrome (RDS) adalah gangguan pernapasan yang

mempengaruhi bayi baru lahir. RDS jarang terjadi pada bayi cukup bulan. Gangguan

ini lebih sering terjadi pada bayi prematur yang lahir sekitar 6 minggu atau lebih

sebelum jadwal kelahiran normal. RDS lebih sering terjadi pada bayi prematur karena

paru-parunya tidak mampu membuat surfaktan yang cukup. Surfaktan adalah cairan

yang melapisi bagian dalam paru-paru. Surfaktan membantu menjaga mereka terbuka

sehingga bayi dapat menghirup udara begitu mereka lahir. Adapun sepsis adalah sebuah

komplikasi yang jarang terjadi namun sangat berbahaya dari suatu penyakit. Pada saat

terjadi infeksi, tubuh kita akan menghasilkan berbagai senyawa kimia untuk melawan

infeksi tersebut. Senyawa-senyawa kimia yang dihasilkan ini akan memberikan suatu

respon peradangan yang mengakibatkan serangkaian perubahan pada fungsi tubuh,

sehingga terjadilah kerusakan berbagai sistem organ. respiratory distress syndrome

(RDS) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan

frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali per menit; sianosis; merintih waktu ekspirasi (

expiratory grunting) dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal, intekostal pada

saat inspirasi. Bila di dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan masukan

udara dalam paru. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya kelainan di dalam atau di

luar paru. Beberapa kelainan paru yang menunjukkan sindrom ini adalah
pneumotoraks/pneumomediastinum, penyakit membranhialin (PMH), pneumonia

aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity (Ngastiyah,2005).

B. Etiologi

RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbandingterbalik dengan

usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usiakehamilan ibu. Semakin

tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan,

semakin rendah kejadian RDS (Asrining Surasmi, dkk, 2003).PMH ini 60-80% terjadi

pada bayi yang umur kehamilannya kurangdari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara

32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada

bayi cukup bulan. Kenaikanfrekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes,

persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin, persalinan

seksio sesaria, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi

sebelumnya terkena, insidens tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih

(Nelson, 1999).Faktor-faktornya antara lain :

1) Faktor ibu

Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida empat atau lebih, sosialekonomi

rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas

janin seperti hipertensi, penyakit diabetes mellitus, dan lain-lain.

2) Faktor plasenta

Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan plasenta, plasenta kecil,

plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya

3) Faktor janin

Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilitleher,

kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, kelainan kongenital pada neonaatus
dan lain-lain. Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal,

aspirasi mekonium, pneumotoraks akibat tindakan resusitasi, dan hipertensi

pulmonal dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar dari paru.

4) Faktor persalinan

Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain.Bayi

yang lahir dengan operasi sesar, berapa pun usia gestasinya dapatmengakibatkan

terlambatnya absorpsi cairan paru (Transient Tachypnea of Newborn).

C. Manifestasi Klinis

Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan berat

badan 100-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi

dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan riwayat asfiksia pada

waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan.Tanda gangguan pernapasan

mulai tampak dalam 6-8 jam pertama. Setelah lahir dan gejala yang karakteristik mulai

terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membaik, gejala akan menghilang pada

akhir minggu pertama.Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh

atelektasis dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan

gambaranklinis seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O2 yang

menurun dan karena pirau vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi

suprasternal,epigastrium, interkostal dan respiratory grunting. Selain tanda gangguan

pernapasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan pada

penderita penyakit membran hialin berat), hipotensi, kardiomegali, pitting oedema

terutama di daerah dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yangmenurun, gejala

sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi (Staf Pengajar IKA,FKUI, 1985).
D. Komplikasi

1. Pneumotoraks / pneumomediastinum

2. Pulmonary interstitial dysplasia

3. Patent ductus arteriosus (PDA)

4. Hipotensi

5. Asidosis

6. Hiponatermi / hipernatremi

7. Hipokalemi

8. Hipoglikemi

9. Intraventricular hemorrhage

10. Retinopathy pada prematur

11. Infeksi sekunder

(Suriadi dan Yuliani, 2006).

E. Klasifikasi

Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor Downes.

Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk

menilai progresivitasnya.

Skor

Pemeriksaan 0 1 2

frekuensi napas < 60 x/menit 60 – 80x/menit > 80 x/menit

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis

dengan O₂ menetap
walaupun

diberiO₂

Air entry Udara masuk Penurunan udara Tidakada udara

masuk masuk

Merintih Tidak merintih Dapat di dengan Dapat didengar

dengan stetoskop tanpa alat bantu

Evaluasi : < 3 = Gawat napas ringan

4– 5 = Gawat napas sedang

> 6 = Gawat napas berat


F. PATWAY

Bayi lahir prematur

Inadekuat surfkktan lapisan lemak belum


Terbentuk pada kulit
Alveolus kolaps

Ventilasi berkurang Hipoksia Resiko gangguan


Termoregukasi,
Cedera paru
hipotermia
Peningkatan usaha
Nafas Edema Pembentukan membrane
Hialin

Takipnea Mengendap di alveoli


Gangguan
pertukaran gas
Pola Nafas
tidak efektif

Refleks hisap Penguapan meningkat


menurun

Resiko Kekurangan
Intake tidak cairan
adekuat

Kekurangan Nutris
kurang dari
kebutuhan tubuh
G. Patofisiologi

Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk

berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis

dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama

disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.Surfaktan adalah substansi

yang merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada

akhir ekspirasi dan mampu memohon sisa udara fungsional (kapasitas residu fungsional

) (Ilmu KesehatanAnak, 1985). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan

jarang ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan

atauketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi

saatinspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapatmenjaga

parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang kerasuntuk

mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi),sehingga untuk

bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan

disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi sukar

seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran). Sebagai akibatnya, janin lebih

banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada ia terima dan

ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin

sedikit membuka alveolinya, ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru

ini dapat menyebabkan atelektasis. Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan

meningkatkan pulmonary vaskular resistem (PVR) yang nilainya menurun pada

ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya

menurunkan alirandarah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga

menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan arah aliran dari kanan

ke kirimelalui duktus arteriosus dan foramen ovale.Kolaps paru (atelektasis) akan


menyebabkan gangguan vektilisasi pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari

hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan

oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan metabolisme anaerobik.

Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis

metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ

vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang

menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin.Fibrin

bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang

disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli danmenghambat

pertukaran gas. Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan

karbondioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan

pH menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru

dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun tajam, serta

materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam

alveoli.Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusinormal,

asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan

hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesissurfaktan. Lapisan

epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh

penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut

(Asrining Surasmi, dkk, 2003).Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh

terjadi lingkaran setan yang terdiri dari : atelektasis → hipoksia →asidosis →transudasi

→ penurunan aliran darah paru →hambatan pembentukan substansi surfaktan

→atelektasis. Hal ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan ataukematian

bayi (Staf Pengajar IKA, FKUI, 1985).


H. Pemeriksaan Penunjang

1. Gambaran radiologis

Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan fotorontgen toraks.

Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit

lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin,

misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik yang

ditemukan pada foto rontgen paru ialahadanya bercak difus berupa infiltrate

retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat

bahwa pemeriksaan radiologi sini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini penyakit

membran hialin,walaupun manifestasi klinis belum jelas.

2. Gambaran laboratorium

Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya adalah :

a. Pemeriksaan darah Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya

lebih dari 45mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila

dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO2

menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan karena adanya

pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan

pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah menurun dan defisit

biasa meningkat akibat adanya asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.

b. Pemeriksaan fungsi paru

Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi

pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula

perubahan pada fungsi paru lainnya seperti ‘tidal volume’ menurun,

‘lungcompliance’ berkurang, functional residual capacity’ merendah


disertai‘vital capacity’ yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi

paru akan terganggu.

c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler

Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa perubahan

dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke

kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung padalanjutnya penyakit),

menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.

3. Gambaran patologi/histopatologi Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan

adanya atelektasis dan membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di

samping ituterdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin

yang ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal

dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik

I. Pencegahan

Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini ialah pertumbuhan paru yang belum

sempurna karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah

kelainan bayi yang maturitas parunya belum sempurna.Maturitas paru dapat dikatakan

sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik. Gluck (1971)

memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan menghitung

perbandingan antara lesitin dan sfingomielin dalam cairan amnion. Bila perbandingan

lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari 2, bayi yang akan lahir tidak akan menderita

penyakit membranhialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang dari 2 berarti paru

bayi belum matang dan akan mengalami penyakit membran hialin. Pemberian

kortikosteroidoleh beberapa sarjana dianggap dapat merangsang terbentuknya

surfaktan pada janin. Penelitian mengenai hal ini masih terus dilakukan saat ini. Cara
yang paling efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah prematuritas dan

hal ini tentu agar sulit dikerjakan pada beberapa komplikasi kehamilan tertentu.

J. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medik tindakan yang perlu dilakukan.

a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu

diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara

meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus adekuat

(70-80%).

b. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-

hatikarena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2

c. yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis paru,

kerusakan retina (fibroplasias retrolental), dll.

d. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk mempertahankan

homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan

glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat

badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. asidosis metabolik yang selalu dijumpai

harus segera dikoreksi dengan memberikan Na HCO3 secara intravena.

e. Pemberian antibiotik.

Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibioti kuntuk mencegah infeksi

sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis50.000-100.000 u/kg

BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-

5 mg/kg BB/hari.
f. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian

surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun

harganya amat mahal.

g. Penatalaksanaan keperawatan Bayi dengan PMH adalah bayi prematur

kecil, pada umumnya dengan berat badan lahir 1000-2000 gram dan masa

kehamilan kurang dari 36 minggu.Oleh karena itu, bayi ini tergolong bayi

berisiko tinggi. Apabila menerima bayi baru lahir yang demikian harus

selalu waspada bahaya yang dapat timbul. Masalah yang perlu diperhatikan

ialah bahaya kedinginan (dapat terjadi cold injury), risiko terjadi gangguan

pernapasan, kesuakran dalam pemberian makanan, risiko terjadi infeksi,

kebutuhan rasa aman dan nyaman (kebutuhan psikologik) (Ngastiyah,

2005).

K. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk

mengeluarkan sekresi jalan napas.

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan.

c. Resiko gangguan perkembangan berhubungan dengan defisiensi stimulus

L. Intervnsi keperawatan

 Pelaksanaan Tindakan Implementasi keperawatan dan Rasional

ketidakefektifan bersihan jalan napas yang dilakukan menurut (Wilkinson,

2011), adalah

a. Monitor vital sign (suhu, RR, Nadi) dengan rasional untuk mengetahui

keadaan umum klien.


b. Monitor respirasi dan oksigenasi dengan rasional penurunan bunyi napas

dapat menunjukkan atelektasis.

c. Auskultasi bunyi napas dengan rasional untuk mencatat adanya suara napas

tambahan.

d. Sajikan minum hangat atau air susu hangat dengan rasional dapat

melunakan secret

e. Kolaborasi dalam pemberian terapi nebulizer 2,5 mg dengan rasional

melancarkan jalan napas.

 Implementasi dan rasional Pola napas tidak efektif berhubungan dengan

kelemahan otot pernapasan yang dilakukan menurut (Wilkinson, 2011), adalah

a. Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan dengan rasional mengetahui

frekuensi kedalaman nafas

b. Monitor vital sign dengan rasional mengetahui keadaan umum klien

c. Auskultasi bunyi nafas dengan rasional mengetahui suara nafas tambahan

d. Kolaborasi dalam pemberian oksigen 2ltr/menit dengan nasal kanul dengan

rasional memenuhi kebutuhan oksigenasi

e. Kolaborasi dalam pemberian obat terapi ampicillin 250 mg dan gentamicin

35 mg tim medis dengan rasional pemberian terapi medis.

 Implementasi dan rasional Resiko gangguan perkembangan berhubungan

dengan defisiensi stimulus yang dilakukan menurut (Wilkinson, 2011),

adalah :

a. Lakukan pemijatan pada bayi dengan rasional meningkatkan daya tahan

tubuh
b. Kaji tumbuh kembang klien dengan rasional mengetahui tingkat

perkembangan klien

c. Kaji status gizi klien dengan rasional meningkatkan daya tumbuh klien d.

Latih klien alih baring,tengkurap, dan berbaring dengan rasional melatih

keseimbangan
DAFTAR PUSTAKA

Doenges dan Moorhouse. 2001.Rencana PerawatanMaternal/Bayi: Pedoman

untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien.Edisi 2. Jakarta EGC.

Nelson. 1999.Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15.Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 2005.Perawatan Anak Sakit. Edisi 2.Jakarta : EGC.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985.Buku Kuliah 3.Ilmu

Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

UI.

Surasmi, A, dkk. 2003.Perawatan Bayi Risiko Tinggi.Jakarta : EGC.

Suriadi&Yuliani.2006.Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan pa

da Anak Edisi 2.Jakarta : Sagung Seto.

Wong L. Donna. 2003.Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai