Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN S.

DENGAN UROLITHIASIS DI
RUANG KUTILANG RSPAU Dr. S HARDJOLUKITO
YOGYAKARTA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Medical Bedah

DISUSUN OLEH :

UNI PRIHARTINA
NIM: 24.19.1324

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2019
S
SU
R YA
G
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXIII
LO
S TI KE

BAL
O
A
STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
Y

GY T
AKAR

HALAMAN PENGESAHAN
Telah disahkan “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn S.
Dengan Urolithiasis Di Ruang Kutilang Rspau Dr. S Hardjolukito Yogyakarta” Stase
Keperawatan Medical Bedah Program Pendidikan Profesi Ners STIKes Surya Global
Yogyakarta Tahun 2019

Yogyakarta, Desember 2019

Mahasiswa,

Uni Prihartina

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Febri Cholifah,S.Kep, Ns
Batu Saluran Kemih

(UROLITIASIS)

A. Definisi
Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang menghantarkan urin
dari ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20-30 cm dengan
diameter maksimum sekitar 1,7 cm di dekat kandung kemih dan berjalan dari hilus
ginjal menuju kandung kemih (Fillingham dan Douglass, 2000). Ureter dibagi menjadi
pars abdominalis, pelvis,dan intravesikalis (Brunner dan Suddarth, 2003). Batu saluran
kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang
saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih
atau infeksi (Sja’bani, 2006). Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal)
maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini
disebut urolitiasis. Batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman
Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi
(Muslim, 2007).
Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari
sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan ureter. Batu ini mungkin terbentuk di
di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di
saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli
karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra. Batu
ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal
dan merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjadi (Brunner dan Suddarth,
2003).

Teori proses pembentukan batu

Secara teoritis batu dapat berbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tempat-
tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin(statis urin) yaitu pada system
kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises(stenosis uretero
pelvis ), divertikel, obstruksiinfravesika kronis seperti pada hyperplasia benigna prostat,
striktura dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan
terjadinya pembentukan batu. Batu tersebut terdiri atas kristal-kristal yang tersusun
bahan-bahan organic dan anorganik yang terlarut dalam urin. (Purnomo, 2011)

Penghambat Pembentukan Batu Saluran Kemih

Terbentuk atau tidaknya batu saluran kemih ditentukan juga oleh adanya keseimbangan
antara zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat yang mampu mencegah timbulnya
batu. Dikenal beberapa zat yang dapat menghambat terbentuknya batu saluran kemih
yang bekerja mulai dari proses reabsorbsi kalsium dalam usus, proses pembentukan inti
batu atau Kristal, proses agregasi kristal hingga retensi kristal. (Purnomo 2011)

B. Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan
garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan
penghambat pembentuka batu yang normal (Sja’bani, 2006). Sekitar 80% batu terdiri
dari kalsium, sisanya mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan
mineral struvit (Sja’bani, 2006). Batu struvit (campuran dari magnesium, amonium dan
fosfat) juga disebut batu infeksi karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih
yang terinfeksi (Muslim, 2007). Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batuyang
besar disebut kalkulus staghorn. Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan pelvis renalis
dan kalises renalis a. Faktor Endogen . Brunner dan Sudarth (2003) dan Nurlina (2008)
menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih,
yaitu: Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan hiperoksalouria.
b. Faktor Eksogen Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan
mineral dalam air minum. Muslim (2007) menyebutkan beberapa hal yang
mempengaruhi pembentukan saluran kemih antara lain:
a) Infeksi Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan
ginjal dan akan menjadi inti pembentuk batu saluran kemih. Infeksi bakteri
akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH
Urine menjadi alkali.
b) Stasis dan Obstruksi Urine
Adanya obstruksi dan stasis urine pada sistem perkemihan akan mempermudah
Infeksi Saluran Kencing (ISK).
c) Jenis Kelamin Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan
perbandingan 3:1
d) Ras Batu saluran kemih lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.
e) Keturunan
Orang dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit batu saluran kemih
memiliki resiko untuk menderita batu saluran kemih dibanding dengan yang
tidak memiliki anggota keluarga dengan batu saluran kemih.
f) Air Minum
Faktor utama pemenuhan urine adalah hidrasi adekuat yang didapat dari minum
air. Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan
kadar semua substansi dalam urine meningkat.
g) Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya
batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.
h) Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan panas
sehingga pengeluaran cairan menjadi meningkat, apabila tidak didukung oleh
hidrasi yang adekuat akan meningkatkan resiko batu saluran kemih.
i) Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani, kalsium, natrium
klorida, vitamin C, makanan tinggi garam akan meningkatkan resiko
pembentukan batu karena mempengaruhi saturasi urine.

C. Manifestasi Klinis
Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung
kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter,
pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik
renalis (nyeri kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-
timbul, biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke
perut, daerah kemaluan dan paha sebelah dalam (Brunner dan Suddarth, 2003). Gejala
lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan darah
di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu
melewati ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat
aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas
penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air
kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang
akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis Batu yang terjebak dikandung kemih
menyebabkan gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik yang menyebar kepala
obdomen dan genitalia. Klien sering merasa ingin kemih, namun hanya sedikit urin
yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu gejala ini
disebabkan kolik ureter. Pada laki-laki nyeri khas terasa menyebar di sekitar testis,
sedangkan pada wanita nyeri terasa menyebar di bawah kandung kemih (Ganong
(1992) dan Brunner dan Sudarth ) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.
Menurut Fillingham dan Douglass (2000), ketika batu menghambat dari saluran urin,
terjadi obstruksi, meningkatkan tekanan hidrostatik. Bila nyeri mendadak terjadi akut
disertai nyeri tekan disaluran osteovertebral dan muncul mual muntah maka klien
sedang mengalami episode kolik renal. Diare, demam dan perasaan tidak nyaman di
abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat refleks dan proxsimitas
anatomik ginjal kelambung, pangkereas dan usus besar. (2003)). Umumnya klien akan
mengeluarkan batu yang berdiameter 0,5 sampai dengan 1 cm secara spontan. Batu
yang berdiameter lebih dari 1 cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga
dapat dikeluarkan secara spontan dan saluran urin membaik dan lancar. ( Brunner and
Suddarth. 2001).

D. Klasifikasi

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsure kalsium oksalat atau
kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat(MAP), Xanhyn, dan sistin,
silikat, dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi zat yang terdapat
pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap timbulnya batu residif.
Jenis-jenis batu terdiri dari (Purnomo, 2011 ed. 3):

a. Batu kalsium

Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaotu kurang lebih 70-80% dari seluruh
batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat ,
kalsium fosfat, atau campuran kedua unsure tersebut. Factor terjadinya batu
kalsium adalah:

1. Hiperkalsiuria
2. Hiperoksaluri
3. Hiperurikosuria
4. Hipositraturia
5. Hipomagnesuria
b. Batu struvit

Disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu tersebut disebabkan
oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman golongan pemecah urea atau urea
splitter yang menghasilkan urease dan merubah urin menjadi basa melalui
proses hidrolisis urea menjadi amoniak merupakan penyebab terjadinya batu
struvit tersebut.

c. Batu Asam Urat

5-10% batu saluran kemih adalah batu asam urat. 75-80% dari batu asam urat
terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat.

d. Batu jenis lain

Batu sistin, batu Xanthin, batu triamteren dan batu silikat sangat jarang
dijumpai. Batu sisten terjadi karena kelainan metabolism sistin dalam absorbs
sistin di mukosa usus, batu xanthin terjadi akibat penyakit bawaan berupa
defisiensi enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis hipoxanthin menjadi
xanthin kemudian menjadi asam urat. Selain itu pemakaian silikat yang
berlebihan dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan timbulnya batu
silikat (Purnomo, 2011 ed.3).

Klasifikasi Batu Berdasarkan Lokasinya:

a. Batu Ginjal dan Batu Ureter


Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada dikaliks infudibulum,
pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu
yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran
menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi
pada system pelvikalis ginjal akan mempermudah timbulnya batu saluran
kemih. Selain itu, batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltic otot-
otot system pelvikalis dan turun ke ureter menjadi batu ureter (Purnomo, 2011
e).
b. Batu Kandung Kemih

Batu kandung kemih sering terjadi pada pasien yang mengalami gangguan miksi
atau terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi terjadi pada pasien
dengan hyperplasia prostat, striktura uretra, divertikal buli-buli atau buli-buli
neurogenik. Selain itu, batu kandung kemih juga bisa disebabkan oleh batu
ginjal atau batu ureter yang turun ke kandung kemih. Jika penyebabnya infeksi,
biasanya komposisi batu kandung kemih ini terdiri atas asam urat atau struvit.

c. Batu Uretra

Batu uretra primer sangat jarang terjadi. Pada batu uretra biasanya
terjadi karena batu ginjal, ureter dan kandung kemih yang turun ke uretra.
Keluhan yang biasa di sampaikan pasien adalah miksi tiba-tiba berhenti
sehingga terjadi retensi urin yang mungkin sebelumnya didahului nyeri
pinggang.
Klasifikasi batu lain berdasarkan X ray characteristic (Turk, C, T. Knoll, A
petrik, K. Sarika, C. Seitz, A. Skolarikos, M. Straub, 2013 Urolithiasis) :
1. Radioopaque: calcium oksalat dihidrat, kalsium oksalat monohidrat,
calcium fosfat
2. Poor radiopaque: magnesium ammonium fosfat, cystin
3. Radiolucent: asam urat, ammonium urate, Xanthin, 2.8
dihidroxiadenin, drug stone.

Berdasarkan Etiologi:

1. Batu non infeksi: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat

2. Batu infeksi: Magnesium ammonium fosfat, karbonat apatit, ammonium urat

3. Batu genetic : Cystine, Xanthin, 2.8-dihidroxy-adenin

4. Batu yang terbentuk karena obat-obatan (drug stone): contoh( indinavir


E. Patofisiologi
a. Teori Intimatriks Sja’bani (2006) meyebutkan terbentuknya batu saluran kencing
memerlukan adanya substansi organik sebagai inti. Substansi ini terdiri dari
mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi
substansi pembentukan batu.
b. Teori Supersaturasi Sja’bani (2006) menyebutkan erjadi kejenuhan substansi
pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan
mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristalisasi Sja’bani (2006) menyebutkan perubahan pH urine
akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam
akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam-
garam fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat (Muslim, 2007)Berkurangnya faktor
penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam
mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya batu saluran kemih.
F. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu saluran kemih adalah
(American Urological Association, 2005) :
1. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-kuningan,
abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine,
kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0),
asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan
magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam :
Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat),
kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20
mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa
yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular
Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam
saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil
normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl
tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa
yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder
terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.

2. Laboratorium
a. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia.
b. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi
serum dan kalsium urine.

3. Foto KUB (Kidney Ureter Bladder).


Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan bladder serta menunjukan adanya batu
di sekitar saluran kemih.
4. Endoskopi ginjal.
Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang kecil.
5. USG Ginjal.
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
6. EKG (Elektrokardiografi).
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
7. Foto Rontgen.
Menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang abnormal,
menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan
sepanjang ureter.
8. IVP (Intra Venous Pyelografi ).
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan derajat
obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal
otot kandung kemih dan memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti
penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada
struktur anatomik (distensi ureter).
9. Pielogram retrograd.
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih. Diagnosis
ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau
pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk
mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan
upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu
ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan untuk
mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih
pada klien

G. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis
batu, mencegah kerusakan nefron, mengidentifikasi infeksi, serta mengurangi obstruksi
akibat batu (Sja’bani, 2006). Cara yang biasanya digunakan untuk mengatasi batu
kandung kemih adalah terapi konservatif, medikamentosa, pemecahan batu, dan operasi
terbuka.
a. Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm. Batu ureter
yang besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan (Fillingham dan Douglass,
2000). Untuk mengeluarkan batu kecil tersebut terdapat pilihan terapi
konservatif berupa (American Urological Association, 2005):
1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
2. α – blocker
3. NSAID

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat
lain untuk terapi konservatif adalah berat ringannya keluhan pasien, ada
tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan
konservatif bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi,
apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan
penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti
ini harus segera dilakukan intervensi (American Urological Association, 2005).

b. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL )


ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kemih. Badlani
(2002) menyebutkan prinsip dari ESWL adalah memecah batu saluran kemih
dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar
tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat
difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya di batu, gelombang
kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu kali gelombang
kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil, selanjutnya
keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit. Al-Ansari (2005)
menyebutkan komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada.
Keterbatasan ESWL antara lain sulit memecah batu keras (misalnya kalsium
oksalat monohidrat), perlu beberapa kali tindakan, dan sulit pada orang
bertubuh gemuk. Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita
dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius karena ada
kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium.
c. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara
dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu
ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter.
Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang
besar, sehingga diperlukan alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas.
Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada
pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
d. Percutaneous Nefro Litotripsy (PCNL)
PCNL yang berkembang sejak dekade 1980 secara teoritis dapat digunakan
sebagai terapi semua batu ureter. Namun, URS dan ESWL menjadi pilihan
pertama sebelum melakukan PCNL. Meskipun demikian untuk batu ureter
proksimal yang besar dan melekat memiliki peluang untuk dipecahkan dengan
PCNL (Al-Kohlany, 2005). Menurut Al-Kohlany (2005), prinsip dari PCNL
adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara perkutan. Kemudian melalui
akses tersebut dimasukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop,
untuk selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah. Keuntungan dari
PCNL adalah apabila letak batu jelas terlihat, batu pasti dapat diambil atau
dihancurkan dan fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan
jelas. Proses PCNL berlangsung cepat dan dapat diketahui keberhasilannya
dengan segera. Kelemahan PCNL adalah PCNL perlu keterampilan khusus bagi
ahli urologi.
e. Operasi Terbuka
Fillingham dan Douglass (2000) menyebutkan bahwa beberapa variasi operasi
terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Hal tersebut tergantung
pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada
flank, dorsal atau anterior. Saat ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih
tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan kelainan
anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.

H. Diagnosa Keperawatan
Menurut Brunner dan Sudarth (2003) dan NANDA (2012) pada pasien dengan batu
saluran kemih sebelum penatalaksanaan operasi dapat ditegakkan diagnosa
keperawatan seperti berikut ini:
 Diagnosa Pra Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi
ureteral, trauma jaringan, pembentukan edema, iskemia selular.
2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih
oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral, obstruksi mekanik, inflamasi.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual / muntah (iritasi
sarah abdominal dan pelvic umum dari ginjal atau kolik uretral), diuresis
pasca obstruksi.
4. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan
5. Defisiensi pengetahuan kebutuhan belajar tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/ mengingat;
salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

 Diagnosa Post Operasi


1. Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif : alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering. Trauma jaringan, insisi
bedah.

I. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi
ureteral, trauma jaringan, pembentukan edema, iskemia selular.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam nyeri dapat teratasi
Kriteria Hasil: Nyeri berkurang, Skala nyeri menurun, klien dapat
beristirahat dan tampak rileks

Intervensi Keperawatan:
a. Kaji intensitas, lokasi, frekuensi dan penyebaran nyeri Rasional: Peningkatan nyeri
adalah indikasi dari obstruksi, bila nyeri hilang kemungkinan batu sedang bergerak
b. Observasi abdominal pain Rasional: Kemungkinan ada komplikasi lain
c. Kaji tanda keringat dingin, tidak dapat beristirahat, dan ekspresi wajah Rasional:
Mengobservasi tanda-tanda shock
d. Tingkatkan pemasukan sampai 2500 ml/hari sesuai toleransi Rasional : menurunkan
iritasi dengan mempertahankan aliran cairan konstan ke mukosa kandung kemih.
e. Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan
punggung ) dan aktivitas terapeutik. Dorong penggunaan teknik relaksasi, termasuk
latihan napas dalam, visualisasi, pedoman imajinasi. Rasional: : menurunkan
tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan
kemampuan koping
f. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi Rasional: analgetik memblok
lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri

2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh


batu, iritasi ginjal atau ureteral, obstruksi mekanik, inflamasi.
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam gangguan eliminasi urine teratasi
Kriteria Hasil: Nyeri saat berkemih berkurang, berkemih tidak menetes, pola
berkemih kembali normal

Intervensi Keperawatan:
a. Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan dan karakteristik urine Rasional: hasil
pengawasan memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
b. Tingkatkan pemasukan sampai 2500 ml/hari sesuai toleransi Rasional: Hidrasi
yang cukup meningkatkan pengenceran kemih dan membantu mendorong lewatnya
batu.
c. Observasi perubahan status mental Rasional: akumulasi uremik dan
ketidakseimbangan elektrolit dapat mempengaruhi sistem saraf pusat
d. Periksa urine Rasional: membantu mengidentifikasi tipe batu dan pilihan terapi
e. Awasi pemeriksaan laboratorium untuk elektrolit, BUN, dan kreatinin Rasional:
indikasi disfungsi ginjal/komplikasi
f. Kolaborasi pemberian acstazolamid/alupurinol, dan antibiotik Rasional: alupurinol
untuk meningkatkan pH urine, antibiotil untuk mengatasi infeksi.

3. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 24 jam ansietas teratasi Kriteria
Hasil: ungkapan cemas berkurang, gelisah berkurang, klien beraktivitas
dengan normal, wajah tidak tegang
Intervensi Keperawatan:
a. Kaji tingkat kecemasan klien Rasional: Mengetahui tingkat kecemasan klien
menentukan terapi
b. Motivasi klien untuk mengungkapkan kecemasan yang dirasakan. Rasional:
Perawat mengetahui apa yang diraskan klien
c. Mengajarkan dan melatih teknik relaksasi napas dalam untuk mengurangi
kecemasan. Rasional: Teknik relaksasi napas dalam meningkatkan vasodilatasi dan
sirkulasi sehingga membuat tubuh rileks
d. Jawab setiap pertanyaan klien dengan penuh perhatian dan berikan informasi yang
benar Rasional: Informasi yang tepat mengurangi kecemasan klien.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ansari,A., Shamsodini,A., Younis,N., et al. (2005). Extracorporeal shock wave lithotripsy


monotherapy for treatment of patients with urethral and bladder stone presenting with acute
urinary retention. Journal Urology; 66(6):1169-1171.

Brunner & Sudarth. (2003). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC Borghi L,
Meschi T, Amato F, Briganti A, Novarini A & Giannini (1996): Urinary volume, water and
recurrences in idiopathic calcium nephrolithiasis: a 5-year randomized prospective study.
J. Urol. 155, 839– 843.

Fillingham and Douglas. 2000. Urological nursing. Tokyo: Bailliere Tindall


Flagg, Laura. 2007. Dietary and Holistic Treatment of Recurrent Calcium Oxalate Kidney
Stones: Review of Literature toGuide Patient Education. Vol 7.(2). Urologic Nursing
Journal.

Ganong, W. 1992. Review of Medical Physiology. Fisiologi Kedokteran. . Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran. EGC.

Hesse, Alrecht, Goran, Tiselius. 2002. Urinary Stone Diagnosis, Treatment and Prevention of
Recurrence: 2nd edition.

Muslim, Rifki. 2007. Batu Saluran Kemih Suatu Problem Gaya Hidup dan Pola Makan serta
Analisis Ekonomi pada Pengobatannya. Pidato Pengukuhan. Diucapkan pada Upacara
Penerimaan Jabatan Guru Besar Ilmu Bedah Fak. Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang, 3 Maret 2007.

Anda mungkin juga menyukai