Anda di halaman 1dari 20

Laporan Pendahuluan

Respiratory Distress Of The Newborn

1. Konsep Dasar Medis


A. Definisi
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut Respiratory
Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline Membrane Disease (HMD)
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-
tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap
atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar
60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.
RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang sering
terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada,
sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan
dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi,
berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2016)
B. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2016) etiologi dari RDS yaitu :
1) Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2) Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong
alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana
surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang
dan bayi akan mengalami sesak nafas.
3) Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.
4) Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5) Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
6) Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
7) Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai
sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin
besar pula kemungkinan terjadi RDS.

C. Patofisiologi
Faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurangsempurna
karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.
Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru
menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya
pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi
berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi
yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan
mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan
tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara
makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti
hati.
Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian
distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli,
tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya
atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen,
menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal
sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran
hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.
Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah
lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan
mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
Penilaian tingkat kegawatan napas dengan downe skor
Skor
Pemeriksaan
0 1 2

Frekuensi
60x/menit 60-80x/menit >80x/menit
napas

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis menetap
Sianosis hilang
Sianosis Tidak ada sianosis walaupun
dengan O2
diberikan O2

Penurunan
Tidak ada udara
Air entry Udara masuk ringan udara
masuk
masuk

Dapat didengar
Dapat didengar
Merintih Tidak merintih dengan
tanpa bantuan
stetoskop
Evaluasi :
1-3 Sesak napas ringan O² Nasal / Head Box
4-6 Sesak napas sedang Perlu Nasal CPAP
≥7 Sesak napas berat Diperlukan analisis gas darah/Perlu Intubasi

D. Manifestasi Klinik
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin
berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya
atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran
serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala
klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah
lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung,
grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam
pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
1) Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
2) Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran udara
terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung
dengan penurunan aerasi paru.
3) Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque
dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat,
seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah :
1) Pernapasan cepat
2) Pernapasan terlihat parodaks
3) Cuping hidung
4) Apnea
5) Murmur
6) Sianosis pusat
E. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik
1) Seri rontgen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar.
2) Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3) Data laboratorium
4) Profil paru
a. Untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin
yang mempunyai predisposisi RDS) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau
lebih mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat saat usia
gestasi 35 minggu Tingkat phosphatydylinosito
b. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg,
saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
c. Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel
alveolar yang rusak

F. Penatalaksananaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2016) dan Surasmi,dkk (2017) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
1) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
a. Pantau selalu tanda vital
b. Jaga kepatenan jalan nafas
c. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
2) Jika bayi mengalami apneu
a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b. Lakukan penilaian lanjut
3) Bila terjadi kejang potong kejang
4) Segera periksa kadar gula darah

Gangguan nafas ringan :


Pemberian nutrisi adekuat Setelah menajemen umum, segera dilakukan
menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat
gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut :
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu
lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN).
Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan
sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus.
Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.

Gangguan nafas sedang :


1) Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2) Bayi jangan diberi minum
3) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis.
4) Suhu aksiler <> 39˚C
5) Air ketuban bercampur mekonium
6) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini
(> 18 jam) .
7) Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
8) Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
9) Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi
tahapan tersebut diatas.
10) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
11) Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2
jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
12) Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2 secara
bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat
menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum
13) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan
tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan .

Gangguan nafas berat :


1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas
sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 40-60 kali/menit.

Penatalaksanaan medis :
1) Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
2) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
3) Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
4) Fenobarbital
5) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
6) Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
7) Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan
RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya
manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk
surfaktan buatan.

G. Komplikasi
1) Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
a. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat
respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
2) Komplikasi jangka panjang
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru,
memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ
lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.
BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada
waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi.
b. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

2. Konsep Dasar Keperawatan


A. Pengkajian
1) Anamnesa :
a. Data Demografi
a) Nama
b) Usia : bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu.
c) Jenis Kelamin
d) Suku / Bangsa
e) Alamat
b. Keluhan Utama :
Pasien dengan RDS didapatkan keluhan seperti sesak, mengorok ekspiratori,
pernapasan cuping hidung, lemah, lesu, apneu, tidak responsive, penurunan
bunyi napas.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada pasien RDS, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih,
dispnea, sianosis, bradikardi, hipotensi, hipotermi, tonus otot menurun, edema
terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, retraksi supersternal/ epigastrik/
intercosta, grunting expirasi. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami prematuritas dengan paru-paru yang
imatur (gestasi dibawah 32 minggu), gangguan surfactan, lahir premature
dengan operasi Caesar serta penurunan suplay oksigen saat janin saat kelahiran
pada bayi matur atau premature, atelektasis, diabetes mellitus, hipoksia, asidosis
e. Riwayat Maternal
Meliputi riwayat menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti
perdarahan placenta, placenta previa, tipe dan lama persalinan, stress fetal atau
intrapartus, dan makrosomnia (bayi dengan ukuran besar akibat ibu yang
memiliki riwayat sebagai perokok, dan pengkonsumsi minuman keras serta
tidak memperhatikan gizi yang baik bagi janin).
f. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang terkena penyakit -penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab kelahiran premature / Caesar sehinnga
menimbulakan membrane hyialin disease.

g. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan keluarga pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku keluarga pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap bayinya.
h. Status Infant saat Lahir
a) Prematur, umur kehamilan.
b) Apgar score, apakah terjadi aspiksia.
c) Apgar score adalah : Suatu ukuran yang dipakai untuk mengevaluasi keadaan
umum bayi baru lahir.
d) Bayi premature yang lahir melalui operasi Caesar
2) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan
pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu.
Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya
pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat
dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi
respirasi meliputi :
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu
tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi
terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi,
ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi,
kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit
alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang
menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
c. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
d. Kardiovaskuler
a) Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas,
nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
b) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan
aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi
menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada
daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat dengan
adanya bercak, pucat dan sianosis.
e. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara :
a) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
b) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas
dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut
selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan
pucat akan menghilang 2-3 detik.
c) Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan
letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga
terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.
3) ADL (Activity daily life)
a. Nutrisi :
Bayi dapat kekeurangan cairan sebagai akibat bayi belum minum atau
menghisap
b. Istirahat tidur
Kebutuhan istirahat terganggu karena adanya sesak nafas ataupun kebutulan
nyaman tergangu akibat tindakan medis
c. Eliminasi
Penurunan pengeluaran urine

B. Diagnosa Keperawatan
1) Gg. Pertukaran Gas b.d perubahan membran kapiler - alveolar
2) Pola Napas tidak Efektif b.d imaturitas neurologis (defisiensi surfaktan dan
ketidakstabilan alveolar)
3) Hipotermia b.d lingkungan yang dingin
4) Defisit Nutrisi b.d intake yang tidak adekuat.
5) Resiko infeksi
C. Intervensi Keperawatan
Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi Keperawatan
No
Keperawatan Hasil (SDKI)
(SIKI)
1. Gg. Pertukaran Pertukaran Gas Terapi Oksigen
Gas (L.01003) (I.01026)
(D.0003)
Rencana Tindakan :
Setelah dilakukan Tindakan
tindakan keperawatan - Monitor kecepatan
selama 1 × 24 jam, aliran oksigen
- Monitor posisi alat
diharapkan :
terapi oksigen
- Dyspnea menurun - Monitor aliran oksigen
dengan nilai 5 secara periodik dan
pastikan traksi yang
- Bunyi napas tambahan
diberikan cukup
menurun dengan nilai 5 - Monitor efektifitas
- PCO2 membaik terapi oksigen (mis,
dengan nilai 5 oksimetri, analice gas
darah), jika perlu
- PO2 membaik dengan
- Monitor kemampuan
nilai 5 melepaskan oksigen
- Takikardia membaik saat makan
- Monitor tanda-tanda
dengan nilai 5
hipoventilasi
- PH arteri membaik - Monitor tanda dan
dengan nilai 5 gejala toksikasi oksigen
dan atelektasis
- Monitor tingkat
kecemasan akibat
terapi oksigen
- Monitor integritas
mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen

Terapeutik
- Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
- Pertahankan
kepatenan jalan napas
- Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
- Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
- Tetap berikan oksigen
saat pasien
ditransportasi
- Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas
pasien

Edukasi
- Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen
di rumah

Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan/atau
tidur
2. Pola Napas tidak Pola Napas Manajemen Pola Napas
Efektif (L.01004) (I.01001)
(D.0005)
Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan :
Hasil : Observasi
Setelah dilakukan - Monitor pola napas (frekuensi,
tindakan selama 1 × 24 kedalaman, usaha napas)
jam, diharapkan : - Monitor bunyi napas tambahan
- Dyspnea menurun (mis, gurgling, mangi, wheezing,
dengan nilai 5 ronkhi kering) Monitor sputum
- Penggunaan otot bantu (jumlah, warna, aroma)
napas menurun dengan
nilai 5
- Pemanjangan fase Terapeutik
ekspirasi menurun - Pertahankan kepatenan jalan
dengan nilai 5 napas dengan head-tilt dan chin-
- Frekuensi napas lift (Jaw-thrust jika curiga trauma
membaik dengan nilai 5 servikal)
- Kedalaman napas - Posisikan semi-Fowler atau
membaik dengan nilai 5 Fowler Berikan minum hangat.
- Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan endotrakeal
- Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
- Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000
mW/hari, jika tidak kontraindikas!
Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
3. Hipotermia Thermoregulasi Perawatan Kangguru
(D.0131) Neonatus (I.
(L.14135)
Rencana Tindakan :
Tujuan dan Kriteria Observasi
Hasil : - Monitor faktor orang tua yang
Setelah dilakukan mempengaruhi keterlibatannya
tindakan selama 1 × 24 dalam perawalan
jam, diharapkan :
- Suhu tubuh meningkat Terapeutik
dengan nilai 5 - Pastikan status fisiologi bayi
- Suhu kulit meningkat terpenuhi dalam perawatan
dengan nilai 5 - Sediakan lingkungan yang
- Frekuensi nadi tenang, nyaman, dan hangat
membaik dengan nilai 5 - Berikan kursi pada orang tua,
jika perlu
- Posisikan bayi telungkup tegak
lurus di dada orang tua
- Miringkan kepala bayi ke salah
satu sisi kanan atau kiri dengan
kepala sedikit tengadah (ekstensi)
- Hindari mendorong kepala bayi
fleksi dan hiperekstensi
- Biarkan bayi telanjang hanya
mengenakan popok, kaus kaki dan
topi
Posisikan panggul dan lengan
bayi dalam posisi fleksi
- Posisikan bayi diamankan
dengan kain panjang atau
pengikat lainnya
- Buat ujung pengikat tepat berada
di bawah kuping bayi

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
perawatan kanguru
- Jelaskan keuntungan kontak
kulit ke kulit orang tua dan bayi
- Anjurkan orang tua
menggunakan pakaian yang
nyaman dengan bagian depan
terbuka
4. Defisit Nutrisi Berat Badan Pemantauan Nutrisi
(D.0019) (L.03018) (I.

Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan :


Hasil : Observasi
Setelah dilakukan - Identifikasi faktor yang
tindakan selama 1 × 24 mempengaruhi asupan gizi (mis,
jam, diharapkan : pengetahuan, ketersediaan
- Berat badan membaik makanan, agama/kepercayaan,
dengan nilai 5 budaya, mengunyah tidak
- IMT membaik dengan adekuat, gangguan menelan
nilai penggunaan obat-obatan atau
pascaoperasi)
- Identifikasi perubahan berat
badan
Identifikasi kelainan pada kulit
(mis. memar yang berlebihan,
luka yang sulit sembuh,
pendarahan)
- Identifikasi kelainan pada
rambut (mis. kering, tipis, kasar,
dan mudah patah)
Identifikasi pola makan (mis,
kesukaan/ketidaksukaan makanan,
konsumsi makanan cepat dan saji,
makan terburu-buru)
- Identifikasi kelainan pada kuku
(mis. berbentuk sendok, retak,
mudah patah, dan bergerigi)
- Identifikasi kemampuan
menelan (mis. fungsi motorik
wajah, refleks menelan, dan
refleks gag)
- Identifikasi kelainan rongga
mulut (mis, peradangan, gusi
berdarah, bible kering dan retak
luka)
- Identifikasi kelainan eliminasi
(mis. diare, darah, lendir, dan
eliminasi yang tidak teratur)
- Monitor mual dan muntah
- Monitor asupan oral
- Monitor warna konjungtiva
- Monitor hasil laboratorium (mis.
kadar kolesterol, albumin serum,
transferrin, kreatinin, hemoglobin,
hematokrit, dan elektrolit darah)

Terapeutik
- Timbang berat badan
- Ukur antropometri komposisi
tubuh (mis. Indeks massa tubuh,
pengukuran pinggang, dan ukuran
lipatan kulit)
- Hitung perubahan berat badan
- Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
- Dokumentaskan hasil
pemantauan

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
5. Risiko Infeksi Tingkat Infeksi Pemberian Obat
(D.0142) (L.14135) (I.14539)

Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan :


: Observasi

Setelah dilakukan - Monitor tanda dan gejala infeksi


tindakan selama 1 × 24 lokal dan sistamik
jam, diharapkan :
Terapeutik
- Elastisitas meningkat
- Batasi jumlah pengunjung
dengan nilai 5
- Berikan perawatan kulit pada
- Hidrasi meningkat
area edema
dengan nilai 5
- Cuci tangan sebelum dan
- Perfusi jaringan
sesudah kontak dengan pasien dan
meningkat dengan nilai
lingkungan pasien - Pertahankan
5 teknik aseptik pada pasien
Kerusakan jaringan berisiko tinggi
menurun dengan nilai 5
- Perdarahan Edukasi
menurundengan nilai 5 - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Kemerahan menurun - Ajarkan cara mencuci tangan
dengan nilai 5 dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan
cairan

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu
Daftar Pustaka

Dinkes, Kota Palembang. 2013. Profil Kesehatan Palembang

Hidayat. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika

Medical Record Rumah Sakit Muhammadiyah. 2014. Profil Kesehatan Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang 2011-2013

Nughoro. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Dalam. Yogyakarta :
Nuha Medika

Wilkinsom dkk. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawata. Jakarta : EGC

Wijayakusuma. 2009. Terapi Juz Untuk Cegah danAtasi Asma. Jakarta : INDOCAMP

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Herdman, T. Heather (2015) Nanda International Inc. diagnosis keperawatan : definisi &
klasifikasi 2015 ed 10, jakarta : EGC

Bulechek Gloria, Butcher Howard,dkk (2016) Nursing Interventions Classification (NIC),


6th edition, Elsevier Singapore Pte Ltd

Moorhead Sue, Marion Johnson, dkk (2016) Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th
edition, Elsevier Singapore Pte Ltd

Anda mungkin juga menyukai