Di Ruang Melati
Oleh:
Ahdal Casanoval
P17212195005
JURUSAN KEPERAWATAN
OLEH :
AHDAL CASANOVAL
P17212195005
Ahdal Casanoval
P17212195005
A. Definisi
Dyspepsia berasal dari bahasa Yunani, Dys berarti sulit dan Pepse berarti
pencernaan (Arsyad dkk,2018). Dyspepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis
yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau
mengalami kekambuhan.
Dyspepsia adalah suatu penyakit saluran cerna yang disertai dengan nyeri ulu
hati (epigastrium), mual, muntah, kembung, rasa penuh atau rasa cepat kenyang dan
sendawa. Dyspepsia sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, keluhan ini
sangat bervariasi, baik dalam jenis gejala yang ada maupun intensitas gejala tersebut
dari waktu-kewaktu (Kapita Selekta Kedokteran,2010).
Menurut PGI (Perkumpulan Gastroentrologi Indonesia) dan KSHPI
(Kelompok Studi Helicobacter Pylori Indonesia) (2014), dyspepsia merupakan rasa
tidak nyaman yang berasal dari daerah abdomen bagian atas. Rasa tidak nyaman
tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala berikut yaitu: nyeri epigastrium,
rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna bagian
atas, mual, muntah dan sendawa.
B. Klasifikasi
Dyspepsia terbagi 2 yaitu:
1. Dyspepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya. kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (ulkus
peptikum), gastritis, stomach cancer, Gastro-Esophageal reflux disease,
hiperacidity.
2. Dyspepsia non organik, atau dyspepsia fungsional, atau dyspepsia non ulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya. tanpa disertai kelainan atau gangguan
struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan
endoskopi (teropong saluran pencernaan) (Mansjoer,2010).
C. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan dyspepsia adalah :
1. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal dari saluran pencernaan bagian
atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas).
2. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan salah
erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian
dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya
impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
E. Manifestasi Klinis
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau
kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan
atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan
sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan
dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya.
Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi
(perut kembung).
Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi
respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang
tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.
F. Pemeriksaan Penunjang
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya
pada sindrom dyspepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala
dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikanpenyakitnya,mak
pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG,
dan lain-lain.
1) Laboratorium
Pemeriksaanlaboratoriumperludilakukanlebihbanyakditekankanuntuk menyingkirkan penyebab organik lainnya
G. Penatalaksanaan
Menurut PGI dan KSHPI (2014), tata laksana dyspepsia dimulai dengan usaha untuk
identifikasi patofiologi dan factor penyebab sebanyak mungkin. Terapi dyspepsia
sudah dapat dimulai berdasarkan sindroma klinis yang dominan (belum diinvestigasi)
dan dilanjutkan sesuai hasil investigasi.
1. Dyspepsia belum diinventigasi
Strategi tata laksana optimal pada fase ini adalah memberikan terapi empirik
selama 1-4 minggu sebelum hasil investigasi awal, yaitu pemeriksaan adanya Hp.
Untuk daerah dan etnis tertentu serta pasien dengan faktor risiko tinggi,
pemeriksaan Hp harus dilakukan lebih awal.
Obat yang dipergunakan dapat berupa antasida, antisekresi asam lambung (PPI
misalnya omeprazole, rabeprazole dan lansoprazole dan/atau H2-Receptor
Antagonist [H2RA]), prokinetik, dan sitoprotektor (misalnya rebamipide), di mana
pilihan ditentukan berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat pengobatan pasien
sebelumnya. Masih ditunggu pengembangan obat baru yang bekerja melalui down-
regulation proton pump yang diharapkan memiliki mekanisme kerja yang lebih
baik dari PPI, yaitu DLBS 2411.
Terkait dengan prevalensi infeksi Hp yang tinggi, strategi test and treat
diterapkan pada pasien dengan keluhan dispepsia tanpa tanda bahaya.
peptikum (ulkus gaster dan/ atau ulkus duodenum), obat yang diberikan antara
lain kombinasi PPI, misal rabeprazole 2x20 mg/ lanzoprazole 2x30 mg dengan
mukoprotektor, misalnya rebamipide 3x100 mg.
2) Dypsepsia fungsional
Apabila setelah investigasi dilakukan tidak ditemukan kerusakan mukosa, terapi
dapat diberikan sesuai dengan gangguan fungsional yang ada. Penggunaan
prokinetik seperti metoklopramid, domperidon, cisaprid, itoprid dan lain
sebagainya dapat memberikan perbaikan gejala pada beberapa pasien dengan
dispepsia fungsional. Hal ini terkait dengan perlambatan pengosongan lambung
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan
yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus
yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu
hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut
kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar
tiba-tiba) (Mansjoer,2010).
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri
dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan
lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut
terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa
keluhan lainnya.
B. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa lambung ditandai dengan wajah
tampak kesakitan
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan masukan nutrisi yang tidak adekuat ditandai
dengan berat badan menurun
3. Hipovolemia berhubungan dengan masukan cairan tidak adekuat ditandai dengan
mual dan muntah
4. Nausea berhubungan dengan peningkatan produksi HCL dilambung ditandai
dengan factor psikologis
5. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi ditandai
dengan menunjukan perilaku tidak sesuai anjuran
C. Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa lambung ditandai dengan wajah
tampak kesakitan
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x24 jam diharapkan tingkat nyeri
menurun
Kriteria Hasil :
1) Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat
2) Keluhan nyeri menurun
3) Meringis menurun
4) Sikap protektif menurun
5) Gelisah menurun
6) Kesulitan tidur menurun
7) Menarik diri menurun
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan masukan nutrisi yang tidak adekuat ditandai
dengan berat badan menurun
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x24 jam, status nutrisi membaik
Kriteria Hasil :
1) Porsi makan yang dihabiskan meningkat
2) Kekuatan otot pengunyah meningkat
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan, jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
3. Hipovolemia berhubungan dengan masukan cairan tidak adekuat ditandai dengan
mual dan muntah
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x24 jam, status cairan membaik
Kriteria Hasil :
1) Kekuatan nadi meningkat
2) Turgor kulit meningkat
3) Output urine meningkat
4) Pengisian vena meningkat
5) Ortopnea menurun
6) Dyspnea menurun
7) PND menurun
Observasi
1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia
2) Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
1) Hitung kebutuhan cairan
2) Berikan posisi modified trendelenburg
3) Berikan asupan cairan oral
Edukasi
1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Tujuan :
8) Diaphoresis menurun
9) Jumlah saliva menurun
10) Pucat membaik
11) Takikardia membaik
12) Dilatasi pupil membaik
Tindakan :
Observasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
5. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi ditandai
dengan menunjukan perilaku tidak sesuai anjuran
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x24 jam, tingkat pengetahuan
meningkat
Kriteria Hasil :
1) Perilaku sesuai anjuran meningkat
Mansjoer, A, et al. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Jakarta: Medika aeusculapeus
PGI dan KSHPI. 2014. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi
Helicobacter Pylori. Jakarta: PGI dan KSHPI
PPNI . 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1, Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1, Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.