Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA TN. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS DISPEPSIA DI RSUD


KANJURUHAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Penugasan Individu Departemen Keperawatan Medikal

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH :

Nama : wahyu mega


ika deni NIM :
202210461011024

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI


NERS FAKULTAS ILMU
KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG 2023
BAB I

KONSEP PENYAKIT DISPEPSIA

A. DEFINISI

Dyspepsia atau dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang


terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan (Arif, 2017). Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang
terdiri dari nyeri ulu hati, mual,kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang,
sendawa (Dharmika, 2016).

Sedangkan menurut Aziz (2015), sindrom dyspepsia merupakan kumpulan


gejala yang sudah dikenal sejak lama, terdiri dari rasa nyeri epigastrium, kembung,
rasa penuh, serta mual-mual.

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa


tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan
keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan
regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III,
2016).

Dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan


saluran makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual, yang
kadang-kadang disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang, anoreksia,
kembung, regurgitasi, banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (Hadi, 2014).

Sedangkan menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani dan Setiowulan,


(2015). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan gejala klinis yang terdiri dari rasa
tidak enak atau sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.

B. ETIOLOGI
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid
reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas
menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke
dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti
obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab
dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah:

 Menelan udara (aerofagi)


 Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
 Iritasi lambung (gastritis)
 Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
 Kanker lambung
 Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
 Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
 Kelainan gerakan usus
 Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
 Infeksi Helicobacter pylory

Penyebab dispepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai


penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis dan
lainnya).
b. Dispepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya.

C. MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,
membagi dispepsia menjadi tiga tipe :

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :


a. Nyeri epigastrum terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodic
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti :
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal boating
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas) (Mansjoer, et
al, 2013).
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat
akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan
kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai
dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa
penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa
mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual,
sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).
Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak
memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau
gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.

D. PATOFISIOLOGI

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik
lainnya seperti antara lain pankreasitis kronis, DM. Pada dispepsia biasanya hasil
laboratorium dalam batas normal.
2. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter
pylori.
3. Endoskopi
a. CLO (Rapid urea test)
b. Patologi anatomi
c. Kultur mikroorganisme jaringan
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)

G. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan
dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi
dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal
beberapa golongan obat, yaitu:

1. Antasida 20-150 ml/hari

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasida akan generalisir
sekresi asam lambung. Antasida biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3,
Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus menerus, sifatnya
hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam
waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai absorben sehingga bersifat nontoksik,
namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa
MgCl2.

2. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek
sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik


atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis
respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir
dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

5. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).


Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel
parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang
selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan
meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif
(site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran
cerna bagian atas (SCBA).

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan


metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional
dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam
lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2018).

7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti - depresi dan cemas)

Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang
muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi
(Sawaludin, 2015). edangkan penatalaksanaan Non Farmakologinya adalah
sebagai berikut:

 Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung.


 Menghindari faktor resiko sepeti alcohol, makanan yang pedas, obat-obatan
yang belebihan, nikotin rokok, dan stress.
 Atur pola makan.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DISPEPSIA

A. PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan

yaitu: Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus

yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu

hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut

kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar

tiba-tiba). (Mansjoer A, 2000, Hal. 488).

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri

dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan

lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut

terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan

lainnya (Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal. 26)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nausea b.d. iritasi lambung
2) Nyeri Akut b.d. agen pencedera fisiologis
3) Gangguan rasa nyaman b/d gejala penyakit d/d pasien mengeluh mual.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Hari / tgl / waktu Diagnosa Keperawatan slki siki

Nausea b.d. iritasi lambung Setelah dilakukan tindakan keperawtan


1x24 jam diharapkan masalah keperawatan
- Nausea management
bisa diatasi
a. Tanyakan pada pasien penyebab
Tingkat nausea (L.08065) mual
b. Observasi asupan makanan dan
1.nafsu makan sekala 5
cairan
2. keluhan mual sekala 5 c. Anjurkan pasien untuk makan
makanan yang kering, lunak
3. diaphoresis sekala 5
d. Berikan obat anti mual sesuai yang
4. pucat sekala 5 diresepkan
e. Ajarkan tehnik relaksasi dan bantu
5. perasaan ingin muntah sekala 5
pasien untuk menggunakan tehnik
Sensasi panas dingin sekala 5 tersebut selama waktu makan
f. Pada saat mual mereda anjurkan
untuk makan makanan yang berlebih
- Fluid/ Electrolit Management
a. Berikan terapi IV sesuai dengan
anjuran
b. Berikan obat antimetic sesuai anjuran
c. Pantau tanda-tanda vital, bila
diperlukan
d. Pantau makanan dan cairan yang
dikonsumsi dan hitung asupan kalori
setiap hari, jika diperlukan
e. Pantau status hidrasi (misalnya
membrane mukosa lembab,
keadekuatan nadi, tekanan darah
ortostatik) jika diperlukan
- Medication Management
a. Memantau efektivitas modalitas
administrasi pengobatan
b. Memantau pasien untuk efek terapi
obat
c. Pantau tanda – tanda dan gejala dari
keracunan obat
d. Memonitor efek samping obat
e. Memonitor interaksi obat
nontherapeutic

Nyeri Akut b.d. agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri 1.08238
pencedera fisiologis keperawatan 1x 24 jam diharapkan Observasi
masalah nyeri pada pasien bisadiatasi 1. Identifikasi lokasi nyeri,
Tingkat nyeri( L.08066) karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri sekala 5 frekuensi, kualitas nyeri
2. Meringis sekala 5 2. Identifikasi sekala
3. Gelisah sekala 5 nyeriidentifikasi faktor
4. Kesulitan tidur sekala 5 memperberat dan
5. Tekana darah sekala 5 memperingan nyeri.
Terapiutik
1. Berikan tehnik
nonfarmakologi
2. Control lingkungan
yang memperberat
nyeri
3. Pertimbangkan jenis
dan sumbernyeri dalam
pemilihan strategi.
4. 4. Fasilitasi istiahat
tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan
menggunakan
analgesic
4. Anjurkan terapi
nonfarmakilogi.
Ganggun rasa nyaman b/d Setelah dilakukan tinfakan Pengaturan posisi 1.01019
gejala penyakit d/d px keperawatan sela 1x24 jam Observasi
mengeluh mual. diharapkan ganggun rasa nyaman 1. Monitor status oksigen sebelum
bisa teratasi. dan sesudah mengubh posisi
Status kenyamanan L. 08064 2. Monitor alat traksi agar selalau
1. Keluhan tidak nyaman sekala 5 tepat
2. Keluhan sulit tdur sekala 5 Terapiutik
3. Mual sekala 5 1. Tempatkan pada matras tempat
tidur trapiutik yang tepat
2. Tempatkan pada pasien terapiutik
3. Tempatkan objek yang kokoh/
padat
4. Sediakan matras yang kokoh/
padat
5. Atur posisi tidur yang sesuai
6. Posisikan pada kesejajaran tubuh
yang tepat
7. Tinggikan tempat tidur bagian
kepala
8. Berikan bantal yang tempat pada
leher
9. Minimalkan gesekan dan tarikan
saat mengubah posisi
10. Ubah posisi setiap 2 jam.
Edukasi
1. Informasikan pada saat akan
dilakukan perubahan posisi
Kolaborasi
1. Kilaborasi pemberian premedikasi
sebelum mengubah posisi.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana/intervensi keperawatan oleh
perawat terhadap pasien.

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart.2015. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC

Doengoes. E. M, et al.2018. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC

Hadi, S.1995. Gastroenterologi Edisi 4. Bandung: Alumni

Herdman, T.H dan Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 –

2017 Edisi 10. EGC : Jakarta

Manjoer, A, et al.2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta: Medika aeusculapeus

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan, W.1999. Kapita

Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Media Aesculapius

Price & Wilson.2016. Patofisiologi, Edisi 4, Jakarta: EGC

Suryono Slamet, et al.2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta: FKUI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan

Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Warpadji Sarwono, et al.2017. Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai