DEPARTEMEN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
OLEH :
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid
reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas
menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke
dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti
obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab
dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah:
C. MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,
membagi dispepsia menjadi tiga tipe :
D. PATOFISIOLOGI
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik
lainnya seperti antara lain pankreasitis kronis, DM. Pada dispepsia biasanya hasil
laboratorium dalam batas normal.
2. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter
pylori.
3. Endoskopi
a. CLO (Rapid urea test)
b. Patologi anatomi
c. Kultur mikroorganisme jaringan
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)
G. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan
dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi
dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal
beberapa golongan obat, yaitu:
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasida akan generalisir
sekresi asam lambung. Antasida biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3,
Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus menerus, sifatnya
hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam
waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai absorben sehingga bersifat nontoksik,
namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa
MgCl2.
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek
sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir
dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
6. Golongan prokinetik
Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang
muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi
(Sawaludin, 2015). edangkan penatalaksanaan Non Farmakologinya adalah
sebagai berikut:
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan
yaitu: Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus
yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu
hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut
kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar
dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan
lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut
terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nausea b.d. iritasi lambung
2) Nyeri Akut b.d. agen pencedera fisiologis
3) Gangguan rasa nyaman b/d gejala penyakit d/d pasien mengeluh mual.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nyeri Akut b.d. agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri 1.08238
pencedera fisiologis keperawatan 1x 24 jam diharapkan Observasi
masalah nyeri pada pasien bisadiatasi 1. Identifikasi lokasi nyeri,
Tingkat nyeri( L.08066) karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri sekala 5 frekuensi, kualitas nyeri
2. Meringis sekala 5 2. Identifikasi sekala
3. Gelisah sekala 5 nyeriidentifikasi faktor
4. Kesulitan tidur sekala 5 memperberat dan
5. Tekana darah sekala 5 memperingan nyeri.
Terapiutik
1. Berikan tehnik
nonfarmakologi
2. Control lingkungan
yang memperberat
nyeri
3. Pertimbangkan jenis
dan sumbernyeri dalam
pemilihan strategi.
4. 4. Fasilitasi istiahat
tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan
menggunakan
analgesic
4. Anjurkan terapi
nonfarmakilogi.
Ganggun rasa nyaman b/d Setelah dilakukan tinfakan Pengaturan posisi 1.01019
gejala penyakit d/d px keperawatan sela 1x24 jam Observasi
mengeluh mual. diharapkan ganggun rasa nyaman 1. Monitor status oksigen sebelum
bisa teratasi. dan sesudah mengubh posisi
Status kenyamanan L. 08064 2. Monitor alat traksi agar selalau
1. Keluhan tidak nyaman sekala 5 tepat
2. Keluhan sulit tdur sekala 5 Terapiutik
3. Mual sekala 5 1. Tempatkan pada matras tempat
tidur trapiutik yang tepat
2. Tempatkan pada pasien terapiutik
3. Tempatkan objek yang kokoh/
padat
4. Sediakan matras yang kokoh/
padat
5. Atur posisi tidur yang sesuai
6. Posisikan pada kesejajaran tubuh
yang tepat
7. Tinggikan tempat tidur bagian
kepala
8. Berikan bantal yang tempat pada
leher
9. Minimalkan gesekan dan tarikan
saat mengubah posisi
10. Ubah posisi setiap 2 jam.
Edukasi
1. Informasikan pada saat akan
dilakukan perubahan posisi
Kolaborasi
1. Kilaborasi pemberian premedikasi
sebelum mengubah posisi.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana/intervensi keperawatan oleh
perawat terhadap pasien.
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart.2015. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC
Herdman, T.H dan Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 –
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan, W.1999. Kapita
Suryono Slamet, et al.2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta: FKUI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan