Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN PADA Ny.

A dengan dyspepsia di RUANG


AMARYLLIS 6 SMC TELOGOREJO SEMARANG

Disusun Oleh :

Nindi Nila Ardiana(120076)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2023
A. DEFINISI

Dyspepsia atau dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari
rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan (Arif,
2018). Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati,
mual,kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, sendawa (Dharmika, 2021).

Sedangkan menurut Aziz (2018), sindrom dyspepsia merupakan kumpulan gejala yang
sudah dikenal sejak lama, terdiri dari rasa nyeri epigastrium, kembung, rasa penuh, serta mual-
mual.

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks
gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini
tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2020).

Dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan saluran
makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual, yang kadang-kadang
disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang, anoreksia, kembung, regurgitasi, banyak
mengeluarkan gas asam dari mulut (Hadi, 2019).

Sedangkan menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani dan Setiowulan, (2018).


Dispepsia merupakan kumpulan keluhan gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak atau sakit
di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.

B. ETIOLOGI
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika anda
memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluran
muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan
nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan
dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara
rinci adalah:

 Menelan udara (aerofagi)


 Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
 Iritasi lambung (gastritis)
 Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
 Kanker lambung
 Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
 Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
 Kelainan gerakan usus
 Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
 Infeksi Helicobacter pylory

Penyebab dispepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya
(misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis dan lainnya).
b. Dispepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus (DNU), bila tidak
jelas penyebabnya.

C. MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi
dispepsia menjadi tiga tipe :

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :


a. Nyeri epigastrum terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodic
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti :
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal boating
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas) (Mansjoer, et al, 2020).
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau
kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas
jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan
sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat
memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain
meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).
Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon
terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa,
maka penderita harus menjalani pemeriksaan.

D. PATOFISIOLOGI

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti
nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang
sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung
akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan
peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung,
sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak
adekuat baik makanan maupun cairan.
E. PATHWAY

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya
seperti antara lain pankreasitis kronis, DM. Pada dispepsia biasanya hasil laboratorium dalam
batas normal.
2. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter pylori.
3. Endoskopi
a. CLO (Rapid urea test)
b. Patologi anatomi
c. Kultur mikroorganisme jaringan
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)

G. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 2019, ditetapkan
skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli
(gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan
dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:

1. Antasida 20-150 ml/hari

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasida akan generalisir sekresi asam
lambung. Antasida biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH) 3, Mg(OH)2, dan Mg
triksilat. Pemberian antasid jangan terus menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk
mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat
sebagai absorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan
diare karena terbentuk senyawa MgCl2.

2. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu
pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asama
lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau
esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H 2 antara lain
simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses
sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol,
lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain


bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat
berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki
mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat
mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan
protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid.
Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis
dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance)
(Mansjoer et al, 2020).

7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti - depresi dan cemas)

Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul
berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi (Sawaludin, 2019).
Sedangkan penatalaksanaan Non Farmakologinya adalah sebagai berikut:

 Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung.


 Menghindari faktor resiko sepeti alcohol, makanan yang pedas, obat-obatan yang
belebihan, nikotin rokok, dan stress.
 Atur pola makan.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses di mana kegiatan yang dilakukan yaitu:
mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus yang
berhubungan dengan dipepsia meliputi adanya rasa nyeri perut, Pedih di ulu hati, mual
kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas
di dada dan perut. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba tiba ). (Mansjoer A,
2020)
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan / gejala klinis sindrom yang terdiri dari rasa
tidak enak / sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain,
perasaan panas di dada daerah jantung , regurgitasi, kembung , oerut terasa penuh ,cepat
kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya ( warpadji,
sarwono, et all, 2019)

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b.d pencedera fisiologis
Ditandai dengan pasien mengeluh nyeri
2. Ketidakseimbangan cairan b.d obstruksi intestinal
Ditandai dengan pasien mengeluh belum bisa BAB, dan mual mual

C. Intervensi keperawatan

No. Diagnosa Luaran Intervensi

1. Nyeri akut b.d pencedera Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri


fisiologis
keperawatan selama 3x24 jam
OBSERVASI
diharapkan nyeri pasien teratasi
dengan kriteria hasil: Identifikasi
karakteristik nyeri
Keluhan nyeri menurun
Identifikasi skala nyeri
Meringis menurun
Identifikasi respon
Sikap protektif menurun
nyeri non verbal
Kesulitan tidur teratasi
Identifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri

Identifikasi
pengetauhan dan
keyakinan tentang
nyeri

Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan

Monitor efektifitas
analgesik

TERAPEUTIK

Berikan teknik
nonfarmakomologi
untuk mengurangi
nyeri

Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri

Fasilitasi istirahat dan


tidur

Dokumentasikan
respon terhadap efek
analgesik dan efek
yang tidak di inginkan

EDUKASI

Jelaskan periode dan


pemicu nyeri

Jelaskan strategi
meredakan nyeri

Jelaskan efek terapi


dan efek samping obat

Ajarkan teknik
nonfarkamalogis
untuk meredakan nyeri

KALABORASI

Kalaborasi pemberian
analgesik sesuai indikasi
2. Ketidakseimbangan cairan Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN CAIRAN
b.d obstruksi intestinal keperawatan selama 3x24 jam
OBSERVASI
diharapkan ketidak seimbangan
cairan membaik dengan kriteria
Monitor status hidrasi
hasil :
Monitor berat badan
Edema dari derajat 2
harian
menjadi derajat 1

Mual dari yang awalnya Monitor berat badan

mual menjadi tidak mual sebelum dan sesudah


dialisis
Kadar natrium menurun
dari 148 menjadi 143 Monitor hasil
pemeriksaan
Intake cairan membaik
laboratorium

Monitor status
dinamik

TERAPEUTIK

Catat intake output


dan hitung balance
cairan

Berikan asupan cairan


sesuai kebutuhan

Berikan cairan
intravena jika perlu
EDUKASI

Jelaskan manfaat
minum air putih yang
banyak

KALABORASI

Kalaborasi pemberian diuretik


jika perlu

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

TGL. DK JAM IMPLEMENTASI RESPON PASIEN TTD

15 1,2 16.00 Menerima pasien baru dari ugd DS: Nindi


Januari Pasien mengatakan perut
2023 melilit sejak kemarin, diare ,
perut terasa nyeri
DO:
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis

1,2 22.00 Memonitor ku pasien DS :


Pasien mengatakan nyeri bila
Bab, bab 2x lembek
DO :
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis

1,2 22.42 Pemberian ESOFERR INJ, DS :


parenteral, 1 , dilarutkan NACL
0,9% , IV Pasien mengatakan nyeri bila
Bab, bab 2x lembek
DO :
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis

1,2 23.41 Pemberian RINGER LACTAT, DS :


INFUS 500ML, parenteral, tidak
di larutkan , IV Pasien mengatakan nyeri bila
Bab, bab 2x lembek
DO :
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis

16 1,2 14:30 Memonitor pasien DS :


Januari Pasien tidur

2023 DO :
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis

1,2 15:00 Menganjurkan pasien puasa 2 DS : psien mengatakan nyeri


jam lagi setelah pengambilan bagian perut hilang timbul
darah
DO :
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis

1,2 16:30 Memonitor KU pasien DS :


Pasien mengatakan nyeri bila
Bab, saat ini nyeri berkurang
DO :
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis

1,2 18:00 Memonitor KU dan TTV DS :


Pasien mengatakan nyeri perut
berkurang skala 1-2, belum
bab lagi
DO :
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis

1,2 19:30 Pemberian setrovel INJ, DS :


parenteral 1
Pasien mengatakan nyeri perut
berkurang skala 1-2, belum
bab lagi
DO :
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis

1,2 20:40 Memonitor KU pasien DS :


Pemberian terapi Pasien mengatakan nyeri perut
berkurang skala 1-2, belum
bab lagi
DO :
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis

1,2 21:00 Pemberian OZID INJ 10ML DS :


Prenteral 40mg Pasien mengatakan nyeri perut
berkurang skala 1-2, belum
IV bab lagi
Suveaco 1 tab, dari rumah DO :
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis

17 1,2 14.00 Monitor ku pasien DS :


Januari DO :
2023 Pasien nampak istirahat

1,2 14.30 Monitor ku + TTV DS :


Pasien mengatakan nyeri perut
berkurang skala 1-2, belum
bab lagi
TTV
TD :130/80
N :80 x?menit
SPO : 99%
S : 36.6
DO :
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis, ADL
dibantu sebagian

1,2 15:00 Pemberian DS :


XEPAYM CAPL peroral 1 Pasien mengatakan nyeri perut
tablet berkurang skala 1-2, belum
bab lagi
Ozid inj 10ml
DO :
Prenteral
Pasien sadar, akral hangat,
Nacl 0,9% hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis, ADL
IV
dibantu sebagian
Bolus 1 menit
Elpicef inj 1GR

1,2 17.00 Pemberian xepaym capl, peroral DS :


1 tablet
Pasien mengatakan nyeri
perut berkurang skala 1-2,
belum bab lagi
DO :
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis, ADL
dibantu sebagian

1,2 17.50 Pemberian setrovel inj DS :


Parenterl 1 tidak dilarutkan Pasien mengatakan nyeri perut
berkurang skala 1-2, belum
IV bab lagi
DO :
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis, ADL
dibantu sebagian

1,2 19:00 Mengambil sampel darah dan DS :


TTV
Pasien mengatakan nyeri perut
berkurang skala 1-2, pasien
sudah bab
TTV :120:73
TD:128/73
N : 83x/menit
SPO: 98%
DO :
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis, ADL
dibantu sebagian

1,2 18.00 Pemberian xepaxim, peroral 1 DS : obat masuk


tablet, ozid inj 10ml, parenteral
1fls dilarurkan incl 0,9% DO :
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis, ADL
dibantu sebagian

18 1,2 07.00 Pemberian tutosol inf DS : obat masuk , pasien


mengeluh sedikit nyeri
Januari Injeksi 500ml
DO :
2023 Iv
Pasien sadar, akral hangat,
Setrovel inj mg hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis, ADL
Parenteral IV
dibantu sebagian

1,2 11.00 Memonitor pasien DS :


Pasien mengatakan nyeri perut
berkurang
DO :
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis, ADL
dibantu sebagian

1,2 12.30 Memonitor pasien DS : paseien mengataan sudah


lebih baik dari sebelummya
DO :
Pasien sadar, akral hangat,
hemodinamik stabil, infus
lancar tidak plebitis, ADL
dibantu sebagian

E. EVALUASI KEPERAWATAN

Tanggal Dx SOAP DATANG TTD

17 januari 1,2 S : pasien mengatakan perut masih mules hilang timbul Nindi
2023
O : pasien sadar, akral sehat, terpasang infus lancar, tak plebetis
TTV
TD :130/80
N :80 x?menit
SPO : 99%
S : 36.6
A:-
P : lanjutkan intervensi monitor TTV, anjurkan banyak minum dan
terapi medis

SOAP PULANG

18 januari 1,2 S : pasien mengatakan sudah bisa bab tapi nyeri masih hilang timbul
2023
O : pasien sadar, akral sehat, terpasang infus lancar, tak plebetis
TTV :120:73
TD:128/73
N : 83x/menit
SPO:98%
A : nyeri akut
P : lanjutkan intervensi monitor TTV, anjurkan banyak minum dan
terapi medis
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart.2022. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC

Hadi, S.1995. Gastroenterologi Edisi 4. Bandung: Alumni

Herdman, T.H dan Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 –
2017 Edisi 10. EGC : Jakarta

Manjoer, A, et al.2020. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta: Medika aeusculapeus

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan, W.2018. Kapita

Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Media Aesculapius

Price & Wilson.2019. Patofisiologi, Edisi 4, Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan

Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Warpadji Sarwono, et al.2019. Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai