Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DYSPEPSIA


SINDROM

OLEH:

ALFIAN TALU POPO


NIM : 213111094

PROGRAM STUDI PROFESINERS


UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2022

BAB I

KONSEP PENYAKIT DISPEPSIA


A. DEFINISI
Dispepsia meliputi kumpulan gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak nyaman
atau sakit menetap atau mengalami kekambuhan pada perut bagian atas (Mansjoer,
dkk.,2001). Keluhan akan gejala-gejala klinis tersebut kadang-kadang disertai dengan
rasa panas di dada dan di perut,rasa lekas kenyang, anoreksia,kembung, regurgitasi,
dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (Ida Mardalena 2018:69)

Dispepsia juga merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering di


temui dalam kehidupan sehari-hari keluhan kesehatan yang berhubungan
dengan makan atau keluhan yang berhubungan dengan gangguan saluran
cerna (Pardiansyah dan Yusran,2016:61) Dispepsia merupakan rasa nyeri atau tidak
nyaman di bagian ulu hati. Kondisi ini dianggap gangguan di dalam tubuh yang
diakibatkan reaksi tubuh terhadap lingkungan sekeliling. Reaksi ini menimbulkan
gangguan ketidakseimbangan metabolisme (Ida, 2016).

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa


tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan
keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan
regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III,
2017).

B. ETIOLOGI
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat organik
(struktual) dan fungsional. Penyakityang bersifat organik antara lain karena terjadinya
gangguan disaluran cerna atau disekitar saluran cerna, seperti pankreas, kandung
empedu dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang bersifat fungsionaldapatdipicukarena
faktor psikologis dan factor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu
(Purnamasari, 2017).

1. Bakteri Helicobacter pylori.


Bakteri tersebut hidup di bawah lapisan selaput lendir sendiri adalah untuk
melindungi kerusakan dinding lambung akibat produksi asam lambung.
Infeksi yang diakibatkan bakteri helicobacter menyebakan peradangan
pada dinding lambung.
2. Merokok
Rokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena itu orang
yang merokok lebih sensitive terhadap dispepsia maupun ulser.
3. Stres
Stres bisa menyebabkan terjadi perubahan hormonal di dalam tubuh.
Perubahan itu akan merangsang sel-sel dalam lambung yang kemudian
memproduksi asam secara berlebihan. Asam yang berlebihan ini membuat
lambung terasa nyeri, perih dan kembung.
4. Efek samping obat-obatan tertentu
Konsumsi obat penghilang rasa nyeri seperti obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS) misalnya aspirin, ibuproven yang terlalu sering dapat
menyebabkan penyakit gastritis, baik itu gastritis akut maupun kronis.
5. Mengkonsumsi obat-obatan tertentu
Minum-minuman yang mengandung alkohol dan kafein seperti kopi dapat
meningkatkan produksi asam lambung berlebihan hingga akhirnya terjadi
iritasi dan menurunkan kemampuan fungsi dinding lambung.
6. Alkohol
Mengkonsumsi alkohol dapat mengiritasi dan mengikis permukaan
lambung.
7. Mengkonsumsi makanan terlalu pedas dan asam.
Minum-minuman yang mengandung alkohol dan cafein seperti kopi dan
mengkonsumsi makanan pedas dapat meningkatkan produksi asam
lambung berlebihan hingga akhirnya terjadi iritasi dan menurunkan
kemampuan fungsi dinding lambung.
C. TANDA GEJALA
Adanya gas diperut, rasa penuh setelah makan, perut menonjol, cepat kenyang,
mual, tidak ada nafsu makan dan perut terasa panas. Rasa penuh, cepat keyang,
kembung setalah makan, mual muntah, sering bersendawa, tidak nafsu makan, nyeri
uluh hati dan dada atau regurgitas asam lambung ke mulut. Gejala dispepsia akut dan
kronis berdasarkan jangka waktu tiga bulan meliput: rasa sakit dan tidak enak di ulu
hati, perih, mual, berlangsung lama dan sering kambuh dan disertai dengan ansietas
dan depresi (Purnamasari, 2017).
Dispepsia Perubahan pada kesehatan ansietas dispepsia fungsional, dispepsia
organic, respon mukosa lambung, perangsangan saraf simpatis, kopi, alcohol, stress,
nyeri, kontak dengan mukosa gaster, vasodilatasi mukosa gaster, mual, peningkatan
produksi Hcl dilambung, muntah, kekurangan volume cairan, pengelupasan, nyeri
epigastrik berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung, defisit pengetahuan.
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi
dispepsia menjadi tiga tipe :
1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :
a. Nyeri epigastrum terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodic
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti :
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal boating
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas) (Mansjoer, et al,
2017).
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat
akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan
kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai
dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa
penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan
bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual,
sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).
Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak
memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau
gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.
D. PATOFISIOLOGI

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin, alkohol serta adanya kondisi yang stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding lambung, kondisi
demikian akan mengakibatkan peningkatan produksi HCl yang akan merangsang
terjadinya kondisi asam pada lambung sehingga rangsangan di medulla oblongata
membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun
cairan (Rudi Haryono, 2019)

a. Sekresi asam lambung dan keasaman duodenum


Pada dispepsia fungsional hanya sedikit yang terkena hipersekresi asam lambung
dari ringan sampai sedang, beberapa hanya menujukkan gangguan bersihan asam
dari duodenum dan meningkatnya sensitivitas terhadap asam.

b. Infeksi Helicobacter pylori.


c. Perlambatan pengosongan lambung.

0-40% pada dispepsia fungsional mempunyai perlambatan pengosongan lambung


yang signifikan karena pengosongan lambung dengan perasaan perut penuh
setelah makan, mual, dan muntah.
d. Gangguan akomodasi lambung

Menimbulkan rasa cepat kenyang dan mengalami penurunan berat badan, karena
pada keadaan normal makanan yang masuk lambung akan terjadi relaksasi
fundus dan korpus gaster tanpa meningkatkan tekanan dalam lambung.
e. Hipersensitivitas lambung

Dapat menimbulkan rasa nyeri abdomen, bersendawa, penurunan berat badan,


rasa cepat kenyang.

f. Intoleransi lipid intra duodenal


Mengeluh intoleransi terhadap makanan yang berlemak dan dapat
meningkatnyahipersensitivitasnya terhadap lambung yang menimbulkan gejala
mual dan kembung.
g. Psikologi

Adanya stres akut dapat mempengaruhi gastrointestinal kemudian munculnya


rasa mual setelah stimulus stress.

Untuk memperjelas gambaran tentang penyakit dispepsia dan diagnosa


keperawatan apa saja yang muncul pada kasus dispepsia, maka penulis
memberikan gambaran tentang bagaimana diagnosa keperawatan yang muncul
pada dispepsia. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus dispepsia ini
adalah: nyeri akut, nausea, risiko defisit nutrisi Untuk gambaran lebih lanjut
bagaimana diagnosa keperawatan nyeri akut, nausea, risiko defisit nutrisi ini
dapat terjadi penulis memberikan gambaran atau pathway dispepsia agar dapat
lebih mudah.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan adanya
kelainan organik, pemeriksaan untuk dispepsia terbagi pada beberapa
bagian yaitu: Pemeriksaan laboratorium, biasanya meliputi hitung jenis sel
darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urin. Jika
ditemukan leukosit dosis berarti tanda-tanda infeksi. Jika tampak cair
berlendir atau banyak mengandung lemak pada pemeriksaan tinja
kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita
dyspepsia ulkus sebaiknya diperiksa derajat keasaman lambung. Jika
diduga suatu keganasan, dapat diperiksa tumormarker (dugaan karsinoma
kolon), dan (dugaan karsinoma pankreas).
Barium enema untuk memeriksa saluran cerna pada orang yang
mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau
mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan.
Endoskopi biasa digunakan untuk mendapatkan contoh jaringan dari
lapisan lambung melalui tindakan biopsi. Pemeriksaan nantinya di bahwa
mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi Helicobacter
pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan bakuemas, selain sebagai
diagnostik sekaligus terapeutik.
Pemeriksaan penunjang lainnya seperti foto polos abdomen,
serologi H. pylori, urea breath test, dan lain-lain dilakukan atas dasar
indikasi (Ida, 2016).

F. PENATALAKSANAAN
Non farmakologi, tindakan keperawatan dalam perawatan pasien dengan
nyeri abdomen yaitu mengatur posisi pasien, hipnoterapi, terapi relaksasi,
manajemen nyeri dan terapi perilaku.

Farmakologis pengobatan dyspepsia mengenal beberapa obat, yaitu :


antasida, pemberian antasida tidak dapat dilakukan terus menerus, karena
hanta bersifat simtomatis untuk mengurangi nyeri. Obat yang termasuk
golongan ini adalah simetidin, ranitidine dan famotidine. Pemasangan cairan
pariental, pemasangan Naso Gastrik Tube (NGT) jika diperlukan (Amelia,
2018).

G. KOMPLIKASI

Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya


komplikasi yang tidak ringan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain,
pendarahan, kanker lambung, muntah darah dan terjadinya ulkus peptikus
(Purnamasari, 2017).
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DISPEPSIA


A. PENGKAJIAN

Pengkajian pada pasien dispepsia menurut (Ida Mardalena, 2018:74):


a. Identitas

Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin suku/bangsa, agama,


pekerjaan ,pendidikan, alamat.

b. Identitas penanggung jawab


Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, hubungan
dengan pasien, alamat.
c. Alasan utama datang ke rumah sakit.

d. Keluhan utama : nyeri ulu hati, bersendawa terus-menerus, kembung,


perut terasa penuh walaupun belum makan, merasa cepat kenyang

e. Riwayat kesehatan sekarang


f. Riwayat kesehatan dahulu

g. Riwayat kesehatan keluarga


h. Riwayat pengobatan dan alergi : konsumsi obat-obatan yang
mengandung kortikosteroid
i. Pengkajian fisik

Keadaan umun: sakit/nyeri, status gizi,sikap, personal hygiene dan lain-


lain.

1) Data sistemik
2) Sistem persepsi sensori pendengaran, penglihatan, pengecap atau
penghidup, peraba, dan lain-lain.
3) Sistem penglihatan : nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan mata,
alis, kelopak mata, kongjungtiva, skelera, kornea, reflek, pupil, respon
cahaya,dan lain-lain.
4) Sistem pernapasan : frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan
napas dan lain-lain.
5) Sistem kardiovaskuler : tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung,
kekuatan, pengisian kapiler, edema dan lain-lain.
6) Sistem saraf pusat : kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu, orientasi
tempat, orientasi orang lain, dan lain-lain.
7) Sistem gastrointestinal: nafsu makan, diet,porsi makan, keluhan, bibir,
mual dan tenggorakan, kemampuan mengunyah, kemampuan menelan,
perut, kolon, dan rektum, rectal toucher, dan lain-lain

8) Sistem musculoskeletal : rentang gerak, keseimbangan dan cara jalan,


kemampuan memenuhi aktivitas sehari-hari,genggaman tangan, otot,
kaki,akral,fraktur dan lain-lain.
9) Sistem integumen:warna kulit, turgor, luka memar, kemerahan, dan
lain-lain
10) Sistem reproduksi: infertil, masalah menstruasi, skrotum, testis,
prostat, payudara, dan lain-lain.
11) Sistem perkemihan: urin(warna, jumlah, dan pancaran,BAK,vesika
urinaria)
12) Data penunjang : Periksa darah lengkap, urine, endoskopi

13) Terapi yang diberikan : farmakologi & non farmakologi


14) Pengkajian masalah psiko-sosial-budaya-dan spiritual.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan dispepsia yaitu:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.
2. Risiko deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
3. Diare berhubungan dengan iritasi gastrointestinal
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
Nyeri Akut Selama masa perawatan dalam 1x24 SIKI 1.08238 Manajemen Nyeri
berhubungan jam diharapkan nyeri yang dirasakan
OBSERVASI
dengan agen berkurang
pencedera biologis  Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekunsi, kualitas, intensitas
SLKI L.068066
nyeri
Tingkat Nyeri  Identifikasi skala nyeri
 Keluhan nyeri menurun (5)  Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
 Meringis menurun (5)
nyeri
 Sikap protektif mrenurun (5)  Monitor efek samping penggunaan
 Gelisah menurun (5) analgetik
 Mual menurun (5) TERAPEUTIK
 Frekuensi nadi membaik (5)
 Berikan teknik non farmakologis
 Pola napas membaik (5)
untuk mengurangi rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

EDUKASI

 jelaskan strategi meredakan nyeri


 anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
 ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
KOLABORASI

 kolaborasi pemberian analgetik, jik


perlu

Diare berhubungan Selama masa perawatan dalam waktu SIKI I. 03101 Manajemen Diare
dengan iritasi 1x24 jam diharapkan pasien tidak
OBSERVASI :
gastrointestinal diare lagi  Identifikasi penyebab diare (mi
SLKI L.04033 Inflamasi / iritasi gastrointestional)
Eliminasi Fekal  Identifikasi riwayat pemberia
 control pengeluaran feses makanan
menurun (1)  Monitor warna, volume, frekuen
 distensi abdomen menurun (5) dan konsistensi tinja
 nyeri abdomen menurun (5)  Monitor tanda dan geja
 kram abdomen menurun (5) hypovolemia
 Monitor jumlah pengeluaran diare

TERAPEUTIK :
 , berikan asupan cairan oral
 Pasang jalur intravena
 Ambil sampel feses kultur, jika perl
EDUKASI :
 Anjurkan makanan porsi kecil da
sering secara bertahap
 Anjurkan menghindari makana
pembentuk gas, pedas da
mengandung laktosa

KOLABORASI :
 Kolaborasi pemberian ob
antimotilitas
 Kolaborasi pemberian obat pengera
feses

Risiko Deficit Selama masa perawatan dalam waktu SIKI I.03119 Manajemen Nutrisi
Nutrisi 1x24 jam diharapkan pasien
OBSERVASI :
berhubungan terhindar dari risiko deficit  Identifikasi status nutrisi
dengan nutrisi  Identifikasi alergi dan intoleran
ketidakmampuan SLKI L.03030 makanan
mencerna Status Nutrisi  Identifikasi makanan yang disukai
makanan  Porsi makanan yang  Monitor asupan makan
dihabiskan meningkat
 Monitor berat badan
 Frekuensi makan membaik
 Monitor hasil pemeriksaa
 Nafsu makan membaik laboratorium

TERAPEUTIK :
 Berikan makanan tinggi serat untu
mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori da
tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jik
perlu

EDUKASI :
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan

KOLABORASI :
 Kolaborasi pemberian medika
sebelum makan (mis, Pereda nyer
antimietik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untu
menentukan jumlah kalori dan jen
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah
kategori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan
mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian,
dibanyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara
langsung setelah pengkajian. (Potter & Perry, 2005)

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan
secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa
keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali
dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassesment) secara umum
evaluasi ditunjukan untuk :
1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
2. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
3. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.
(Asmadi, 2008).
Evaluasi formatif : dilakukan setiap kali selesai melakukan tindakan,
mengevaluasi proses keperawatan yang telah dilakukan, dan biasanya
berupa
catatan perkembangan. Evaluasi sumatif : menggunakan rekapan terakhir
secara paripurna, menggunakan catatan naratif, dan pada saat pasien
pulang atau pindah.
DAFTAR PUSTAKA

Haryono, R. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen


Publishing. J. Kedokt Meditek Volume 23, No.63 JuliSeptember 2017)

Potter & Perry. ( 2005 ). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4. Volume 2. Jakarta : EGC

Rendy, M. Clevo &TH, Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal


Bedah dan Penyakit Dalam.Yogjakarta : Nuha Medika.

(Sumber : Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2016, Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia)

Anda mungkin juga menyukai