Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

GAWAT NAPAS

Oleh :
EKA PAHRIANTI
1614901110054

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN, 2016
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Gawat Napas


I.1 Definisi
Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas
(Respiratory Distress Syndrome/RDS) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini
merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru (Whalley dan Wong, 1995). Gangguan
ini biasanya juga dikenal dengan nama Hyaline membrane
disease (HMD) atau penyakit membran hialin, karena pada penyakit
ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli.

Sindrom gangguan pernapasan adalah kumpulan gejala yang terdiri


dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari
60 kali/menit, sianosis, rintihan pada ekspirasi dan kelainan otot-otot
pernapasan pada inspirasi.

RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding


terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin
muda usia kehamilan ibu, semakin tinggi kejadian RDS pada bayi
tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah pula
kejadian RDS atau sindrome gangguan napas.

Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi


pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu,
15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan
pada bayi cukup bulan (matur). Selain itu, kenaikan frekuensi juga
ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita gangguan
perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu penderita
diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio serta perdarahan antepartum.
I.2 Etiologi
Sindrom gangguan pernapasan dapat disebabkan karena:
 Obstruksi saluran pernapasan bagian atas (atresia esofagus, atresia
koana bilateral)
 Kelainan parenkim paru (penyakit membran hialin, perdarahan
paru-paru)
 Kelainan di luar paru (pneumotoraks, hernia diafragmatika)
 Prematuritas dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32
minggu) dan tidak adanya, gangguan atau defisiensi surfactant
 Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar
 Penurunan suplay oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi
matur atau  premature
 Kurang/tidak adanya surfaktan dalam paru-paru

I.3 Tanda gejala


Tanda dan gejala sindrom gangguan pernapasan sering disertai
riwayat asfeksia pada waktu lahir atau gawat janin pada akhir
kehamilan. Adapun tanda dan gejalanya adalah:
 Timbul setelah 6-8 jam setelah lahir
 Pernapasan cepat/hiperapnea atau dispnea dengan frekuensi
pernapasan lebih dari 60 kali/menit
 Retraksi interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi
 Sianosis
 Grunting (terdengar seperti suara rintihan) pada saat ekspirasi
 Takikardia yaitu nadi 170 kali/menit

I.4 Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini
merupakan faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru
menjalankan fungsinya tersebut disebabkan oleh kekurangan atau
tidak adanya surfaktan. Surfaktan adalah substansi yang merendahkan
tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir
ekspirasi dan mampu menahan sisa udara fungsional/kapasitas residu
funsional (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga menyebabkan
ekspansi yang merata dan menjaga ekspansi paru pada tekanan intra
alveolar yang rendah.
Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan
ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat
ekspirasi. Bila surfaktan tidak ada, janin tidak dapat menjaga parunya
tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk
mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi)
sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negative
intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih
kuat. Akibatnya, setiap kali bernapas menjadi sukar seperti saat
pertama kali bernapas (saat kelahiran). Sebagai akibat, janin lebih
banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini
daripada yang ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan
meningkatnya kelelahan, bayi akan semakin sedikit membuka
alveolinya. Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru
ini dapat menyebabkan atelaktasis.

Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan


pulmomary vascular resistance (PVR) yang nilainya menurun
pada ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan
paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping
itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi
darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus
arteriosus dan foramen ovale. Kolaps baru (atelektasis) akan
menyebabkan gangguan ventilasi pulmonal yang menimbulkan
hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah konstriksin vaskularisasi
pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme anareobik.

RDS atau sindrom gangguan pernapasan adalah penyakit yang dapat


sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriorasi (kurang lebih 48 jam)
dan jika tidak ada komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam.
Proses perbaikan ini, terutama dikaitkan dengan meningkatkan
produksi dan ketersediaan materi surfaktan.

I.5 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60
kali/menit),pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal,
pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu,
gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada
awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan
menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan
pernapasan dalam. Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan
kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi
dan penilaian fungsi kardiovaskuler.
 Penilaian fungsi respirasi meliputi:
1. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada
bayi. Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan
merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis
metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,
diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi
pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan
tanda memburuknya keadaan klinik.
2. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping
hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada
obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala
ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang
menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
3. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh
terlihat berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu,
pucat dan teraba dingin.

 Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:


1. Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya
stress, ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan
fungsi jantung.
2. Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui
volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat
dan tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya
aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah
tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat
dengan adanya bercak, pucat dan sianosis. Pemeriksaan pada
pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:
 Nail Bed Pressure (tekan pada kuku)
 Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan
sedikit ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan
telapak tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya
tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat
akan menghilang 2-3 detik.
b. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan darah, urine, dan
glukosa darah ( untuk mengetahui hipoglikemia ). Kalsim serum
(untuk menentukan hipokalsemia), analisis gas darah arteri dengan
PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 diatas 60 mmHg,
peningkatan kadar kalium darah, pemeriksaan sinar-X
menunjukkan adanya atelektasis, lesitin/spingomielin rasio 2 :1
mengindikasikan bahwa paru sudah matur, pemeriksaan
dekstrostik dan fosfatidigliserol meningkat pada usia kehamilan
33 minggu.

I.6 Kompilkasi
Komplikasi jangka pendek dapat menyebabkan terjadinya:
a. Kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara
(pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium,
emfisema intersisiel), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba
memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi
atau adanya asidosis yang menetap.
b. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi
dapat timbul kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular,
perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur
dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi
mekanik.

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen,


tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan
kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi
jangka panjang yang sering terjadi, yaitu:

a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)


Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian
oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya
infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD
meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
b. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar
10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya
hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

I.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan RDS atau Sindrom gangguan napas adalah sebagai
berikut:
 Bersihkan jalan nafas dengan menggunakan penghisap lendir dan
kasa steril
 Pertahankan suhu tubuh bayi dengan membungkus bayi dengan
kaki hangat
 Atur posisi bayi dengan kepala ekstensi agar bayi dapat bernafas
dengan leluasa
 Apabila terjadi apnue lakukan nafas buatan dari mulut ke mulut
 Longgarkan pakaian bayi
 Beri penjelasan pada keluarga bahwa bayi harus dirujuk ke rumah
sakit
 Bayi rujuk segera ke rumah sakit

Penatalaksanaan medik maka tindakan yang perlu dilakukan adalah


sebagai berikut :
 Memberikan lingkungan yang optimal
 Pemberian oksigen, tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis
menghilang
 Pemberian cairan dan elektrolit (glukosa 5% atau 10%)
disesuaikan dengan berat badan (60-125 ml/kgBB/hari) sangat
diperlukan untuk mempertahankan homeostatis dan
menghindarkan dehidrasi
 Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder Pemberian
surfaktan oksigen

Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi, dkk (2003) tindakan
untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
 Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
 Mempertahankan keseimbangan asam basa.
 Mempertahankan suhu lingkungan netral.
 Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
 Mencegah hipotermia.
 Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum:
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang
paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan
infus dektrosa 5 %
b. Pantau selalu tanda vital
c. Jaga patensi jalan nafas
d. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)

Jika bayi mengalami apneu


a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b. Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang
d. Segera periksa kadar gula darah
e. Pemberian nutrisi adekuat

Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai


dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas.
Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
1. Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas
ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient
Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah
sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh
sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa
kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi
sistemik.
2. Gangguan nafas sedang
Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila
masih sesak dapat diberikan O2 4-5 liter/menit dengan sungkup
Bayi jangan diberi minum
Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan
gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
3. Gangguan nafas ringan
Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya. Bila
dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala
sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan
tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah
sakit rujukan.

Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI
peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian
minuman. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada
perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi
napas antara 30-60 kali/menit.

Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS
adalah:
o Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
o Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan
menurunkan caiaran paru
o Fenobarbital
o Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
o Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan
untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
(cusson,1992).

Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam


pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari
sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru
sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan).

I.8 Pathway

Prematuritas

Inadekuat surfaktan Lapisan lemak belum


terbentuk pada kulit

alveolus kolaps
Resiko gangguan
termoregulasi:
ventilasi berkurang Hipoksia hipotermi

peningkatan usaha
Cidera paru Pembentukan
napas
membran hialin

Edema
Takipnea Mengendap di alveoli

Pola napas tidak efektif Pertukaran gas


terganggu
Refleks mengisap menurun

Penguapan meningkat
Intake tidak adekuat

Resiko kekurangan
Kekurangan nutrisi volume cairan
II. Rencana asuhan klien dengan gangguan syndrome gawat napas
II.1Pengkajian
1. Lakukan pengkajian fisik BBL dan pengkajian gestasi
2. Lakukan pengkajian sistemik dengan penekanan khusus pada
pengkajian pernafasan
3. Observasi adanya; takipneu, retraksi substernal, krekel inspirasi,
pernapasan mengorok, pernapasan cuping hidung eksternal, 
sianosis, sulit bernapas.
4. Bila penyakit berlanjut; lemah dan lesu, tidak responsif, sering
mengalami episode apnea, penurunan fungsi nafas, gangguan
termoregulasi
5. Penyakit yang berat berhubungan  dengan hal berikut; keadaan
seperti syok, penurunan curah jantung, rendahnya tekanan darah
sistemik
II.1.1Riwayat keperawatan
II.1.2Pemeriksaan fisik: data focus
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu, pernafasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping
hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh
berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara
nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya
pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.

Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan


pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan
penilaian fungsi kardiovaskuler.
 Penilaian fungsi respirasi meliputi:
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada
bayi. Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan
merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis
metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,
diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal
kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler
sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP
yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping
hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada
obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala
ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang
menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
c. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh
terlihat berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu,
pucat dan teraba dingin.

 Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:


a. Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya
stress, ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau
kelainan fungsi jantung
b. Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui
volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat
dan tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya
aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah
tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat
dengan adanya bercak, pucat dan sianosis. Pemeriksaan pada
pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:
- Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
- Blancing Skin Test
caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas
dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau
kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan.
Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-
3 detik.
II.1.3Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:
a. pemeriksaan darah
b. pemeriksaan urine
c. pemeriksaan glukosa darah (untuk mengetahui
hipoglikemia).
d. pemeriksaan kalsim serum (untuk menentukan
hipokalsemia)
e. analisis gas darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg
dan PCO2 diatas 60 mmHg, peningkatan kadar kalium darah,
f. pemeriksaan sinar-X
g. pemeriksaan dekstrostik
h. pemeriksaan fosfatidigliserol

II.2Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Gangguan pertukaran gas b.d penurunan fungsi paru
II.2.1 Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eliminasi karbon
dioksida di membrane kapiler-alveolar.
II.2.2 Batasan karakteristik
Subjektif:
Dispnea
Sakit kepala pada saat bangun tidur
gangguan penglihatan
Objektif:
Gas darah arteri tidak normal
pH arteri tidak normal
Ketidaknormalan frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan
warna kulit tidak normal
Konfusi
Sianosis
Karbondioksida menurun
Diaforesis
Hiperkapnia
Hiperkarbia
Hipoksia
Hipoksemmia
iritabilitas
Napas cuping hidung
Gelisah
Somnolen
Takikardi
II.2.3 faktor yang berhubungan
Perubahan membrane kapiler-alveolar
Ketidakseimbangan perfusi-ventilasi

Diagnosa 2: Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan energi dan


keletihan
II.2.4 Definisi
Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak member ventilasi yang
adekuat
II.2.5 Batasan karakteristik
Subjektif:
Dispnea
Napas pendek
Objektif:
Perubahan ekskursi dada
Mengambil posisi tiga titik tumpu
Bradipnea
Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi
Penurunan ventilasi semenit
Penurunan kapasitas vital
Napas dalam
Peningkatan diameter anterior-posterior
Napas cuping hidung
Ortopnea
Fase ekspirasi memanjang
Pernapasan bibir mencucu
Kecepatan respirasi (bayi: <25 atau >60)
Takipnea
Rasio waktu
Penggunaan otot bantu asesoris untuk bernapas
II.2.6 Faktor yang berhubungan
Ansietas
Posisi tubuh
Deformitas tulang
Deformitas dinding dada
Penurunan energy dan kelelahan
Hiperventilasi
Sindrome hipoventilasi
Kerusakan musculoskeletal
Imaturitas neurologis
Disfungsi neuromuscular
Obesitas
Nyeri
Kerusakan persepsi atau kognitif
Kelelahan otot-otot pernapsan
Cidera medulla spinalis

II.3Perencanaan
(Berdasarkan dua diagnosa pada 2.2)
Diagnosa 1: Gangguan pertukaran gas b.d penurunan fungsi paru
II.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan
NOC (lihat daftar rujukan)
Tujuan dan Kriteria hasil berdasarkan NOC:
 Gangguan pertukaran gas berkurang, dibuktikan oleh
tidak adanya gangguan respon alergik, keseimbangan
elektrolit dan asam basa, respon ventilasi mekanis, status
pernapsan, ventilasi, perfusi jaringan paru, dan TTV
 status pernapasan pertukaran gas tidak terganggu
 status pernapasan ventilasi tidak terganggu

II.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC


(lihat daftar rujukan)
N
Intervensi Rasional
O
1 Pemantauan TTV Mengumpulkan dan
menganalisis data
kardiovaskuler,
pernapsan, suhu tubuh,
untuk menentukan dan
mencegah komplikasi

2 Pemantauan Mengumpulkan dan


pernapsan menganalisis data
pasien untuk
memastikan kepatenan
jalan napas dan
adekuatnya pertukaran
gas
3 Terapi oksigen Memenuhi kebutuhan
oksigen
4 Manajemen Meningkatkan
elektrolit keseimbangan elektrolit
dan mencegah
komplikasi
5 Manajemen asam- Meningkatkan
basa keseimbangan asam-
basa dan mencegah
komplikasi
6 Manajemen jalan Memfasilitasi
napas kepatenan jalan napas
7 Manajemen Meningkatkan
anafilaksis keadekuatan ventilasi
dan perfusi jaringan
untuk individu yang
mengalami reaksi alergi

Diagnosa 2: Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan energi dan


keletihan
II.3.3 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan
NOC (lihat daftar rujukan)
Tujuan dan Kriteria hasil berdasarkan NOC:
 Menunjukan pola pola pernapasan yang efektif
 Menunjukkan status pernapasan: ventilasi tidak
terganggu
 Menunjukkan tidak ada gangguan status pernapasan
II.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
(lihat daftar rujukan)
N
Intervensi Rasional
O
1 Pemantauan TTV Mengumpulkan dan
menganalisis data
kardiovaskuler,
pernapsan, suhu tubuh,
untuk menentukan dan
mencegah komplikasi
2 Pemantauan Mengumpulkan dan
pernapsan menganalisis data
pasien untuk
memastikan kepatenan
jalan napas dan
adekuatnya pertukaran
gas
3 Pengisapan jalan Mengeluarkan secret
napas jalan napas
4 Manajemen jalan Memelihara slang
napas buatan endotrakea dan slang
trakeostomi serta
mencegah komplikasi
5 Ventilasi mekanis Menggunakan alat
buatan untuk
membantunpasien
bernapas

6 Manajemen jalan Memfasilitasi


napas kepatenan jalan napas
7 Manajemen Meningkatkan
anafilaksis keadekuatan ventilasi
dan perfusi jaringan
untuk individu yang
mengalami reaksi alergi

III. Daftar Pustaka

Deslidel, dkk. 2011. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta:


Buku Kedokteran EGC.
Kosim Soleh, dkk. 2005. Panduan Manejemen Bayi Baru Lahir
Untuk Dokter, Perawat, Bidan di Rumah Sakit dan
Rujukan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Nelson Waldoe. 1996. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume I. Jakarta:
EGC.
Surasmi Astrining, dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Wahyuni Sari. 2011. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.:
EGC.
Ngatisyah.2005.Perawatan Anak Sakit Edisi 2.Jakarta: EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. (2005). Buku kuliah 3: Ilmu 
kesehatan anak. Jakarta: FK UI.
 Surasmi, Asrining, dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta:
EGC.
Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta:
EGC.
Banjarmasin, Desember 2016

Ners Muda

(Eka Pahrianti, S.Kep)

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

(................................................................. (......................................................)
)

Anda mungkin juga menyukai