Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

TUBERCULOSIS PADA ANAK

Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dosen Pengampu : Walin SSiT, M.Kes

Oleh :

1. Mega Manunggal P
17420213104 2. Mudriah P
17420213105
3. Naylus Khoirinnisa P 17420213106
4. Nida Fauziyah Noor P 17420213107
5. Nurul Chafifah P

17420213108 Tingkat II C

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG

2014

A. TINJAUAN TEORI
1. DEFINISI

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium


tuberculusis dan micobacterium bovis ( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit.
Jakarta:EGC )

Penyakit TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikrobakterium


tuberkulosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme
patogen maupun saprofit. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainya ( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam
kebidanan. Jakarta : CV. trans info media )

Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman / bakteri Mycobacteriumtuberculosis.


Kuman ini pada umumnya menyerang paru – paru dan sebagianlagi dapat menyerang di
luar paru – paru, seperti kelenjar getah bening(kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan,
selaput otak, dan sebagianya ( Alimul. A. Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar ilmu
keperawatan anak. Surabaya : salemba medika )

2. Anatomi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring,
trakhea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung; Nares anterior adalah saluran-saluran
didalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara kedalam bagian yang dikenal
sebagai vestibulum (rongga hidung). Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang
sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan
selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung. Faring
(tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang
laring (laring-faringeal). Laring (tenggorok) terletak di depan bagian terendah faring
yang memisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari faring sampai ketinggian
vertebrata servikalis dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan
membran. Trakhea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan
dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini
bercabang menjadi dua bronkus (bronchi). Trakhea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak
tetap yang berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan
yang melengkapi lingkaran di sebelah belakang trakhea, selain itu juga membuat
beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kirakira vertebra
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel
yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk
paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi
dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri,
disebut bronkus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang
kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa
cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan
kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus.
Yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronchiolus terminalis, yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkiolus
terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. bronkiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat
berubah. Saluran-saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut
saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke
tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya.
Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus alveolaris terminalis
merupakan akhir paru-paru, assinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki tangan
kira-kira 0,5-1,0 cm. terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai
sakus alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh
pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan
surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus
superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior
dan inferior.
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe,
arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga
mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.

Foto thorax normal pada laki – laki


Contoh hasil foto thorax yang menggambarkan kelainan, tampak bercak-bercak putih di bagian
puncak kedua lapang paru ( Cases Journal 2009, 2:9333)

Contoh hasil foto toraks yang menggambarkan dugaan TB, tampak flek di kedua lapang paru dan
kavitas/lubang di lapang paru kanan atas (lingkaran merah). (AJR. 2008;191:834-844)

3. Etiologi
Tuberkulosis anak merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini menyebar dari satu orang ke orang lain melalui
percikan dahak (droplet nuclei) yang dibatukkan. Jadi kalau Cuma bersin atau tukar-
menukar piring atau gelas minum tidak akan terjadi penularan
1. Merokok pasif
Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan anak, sehingga
meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah fungsi sel, misalnya
dengan menurunkan tingkat kejernihan zat yang dihirup dan kerusakan kemampuan
penyerapan sel dan pembuluh darah.
2. Faktor Risiko TBC anak
a. Resiko infeksi TBC
Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif, daerah
endemis, penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang
tidak sehat. Pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya
transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa
tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus
atas atau kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat
serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara
yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau
orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini
disebabkan karena kuman TBC sangat jarang ditemukan pada sekret
endotracheal, dan jarang terdapat batuk5. Walaupun terdapat batuk tetapi jarang
menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab
hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret endobrokial anak.
b. Resiko Penyakit TBC
Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi
menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang
sempurna (imatur). Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap
seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya
akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi
sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5
tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka
kesakitan dan kematian yang tinggi . Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun
terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal
kronik dan silikosis. Status sosial ekonomi yang rendah, penghasilan yang
kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.
4. Tanda dan Gejala
Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta muncul. Pada
saat-saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya demam sedikit. Beberapa
bulan kemudian, gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap
berikutnya (3-9 bulan setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat
badan turun tanpa sebab. Juga ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru
muncul gambaran vlek. Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul
gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali tidak muncul. Ini tergantung kekebalan
anak. Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan
berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di paru-paru lagi,
melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang berbahaya dan butuh waktu
lama untuk penyembuhannya.

Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain (Wirjodiardjo, 2008):

1. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi BCG sangat
cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi BCG. Ini juga harus
dicurigai TBC, meskipun jarang.

2. Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan setiap bulan
berkurang.

3. Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi. Kalaupun ada, setelah
diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.

4. Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi. Kalau tidak
ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh curiga kemungkinan anak
terkena TBC.

5. Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai sebagai
kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah adanya pembesaran
kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan, ketiak, dan sebagainya.

6. Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan yang khas.
7. Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin (Mantoux Test,
MT) dan foto. Pada anak normal, Mantoux Test positif jika hasilnya lebih dari 10 mm.
Tetapi, pada anak yang gizinya kurang, meskipun ada TBC, hasilnya biasanya negatif,
karena tidak memberikan reaksi terhadap MT.

5. Patofisologi

Pasien dapat mengalami TB Millier karena penularan dari kontak penderita TB BTA
positif (batuk berdahak). Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat
bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Anak dapat terinfeksi kalau
droplet tersebut pertama kali terhirup ke dalam saluran pernafasan (infeksi primer).
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana
yang dapat menyebabkan anak batuk berdahak lebih dari 30 hari. Infeksi di mulai saat
kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks
primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6
minggu.

Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari
negative menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang
masuk dan besarnya resspon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi
daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant
(tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan
kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TB.
Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,
diperkirakan sekita 6 bulan.

Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB


tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, seperti sistem tulang dan
sendi, kulit, otak dan saraf sehingga menjadi meningitis tuberkulosa. Selain sistem di atas
dapat pula melalui saluran cerna sehingga anak mengalami anoreksia yang menyebabkan
berat badan tidak bertambah atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya
melalui sistem peredaran darah sehingga menjadi TB Millier hingga kematian

6. Pathway

7. Klasifikasi
A. Tuberculosis Millier Akut
1) Tuberkel-tuberkel yang terjadi akibat penyebaran umum ini biasanya mempunyai
ukuran sama, meskipun tidak selalu sebesar miliares (kurang dari 2 mm) sehingga
disebut tuberkulosi millier.
2) Komplikasi ini biasanya terjadi pada masabayi dan anak kecil, terjadi dalam waktu
6 bulan, terutama dalam 3 bulan setelah terbentuknya kompleks primer. Dapat
terjadi pembesaran hepar, limpa dan kelenjar getah bening superfisialis.
3) Uji tuberkulin biasanya positif menurut Lincolln hanya 10% kasus tuberculosis ,
millier uji tuberkulinif. Pada foto rontgen paru, tampak gambaran millier. Biakan
basil tuberculosis dari darah dan sumsum tulang memastikan diagnosis tuberculosis
milier secara cepat. Pemeriksaan likuor serebrospinalis perlu dilakukan meskipun
belum ada gejala, agar dapat ditemukan meningitis secara dini.
4) Perlu diingat bahwa penyakit millier terjadi ke seluruh tubuh dengan kemungkinan
basil tuberculosis menetap di alat-alat tubuh tersebut, dan suatu ketika focus-fokus
tadi dapat aktif lagi. Oleh karenanya setelah selesai pengobatan masih harus
dilakukan pengawasan sampai bertahun-tahun.
B. Tuberkulosis Millier Kronis
1) Jarang terjadi pada anak, biasanya didahului oleh tuberculosis miller akut.
Tuberkulosis millier kronik adalah jenis penyebaran hematogen berulang-ulang.
Penyebaran ini dapat menyebabkan gejala akut/ dapat juga memperpanjang masa
penyakitnya, karena penyebaran hematogen secara terus menerus.
2) Gejala pertama penyebaran ialah demam tinggi yang berlangsung lama atau dapat
menjadi demam remifen, berat badan turun dengan cepat, hepar dan limpa
membesar dan kadang mengganggu aliran limfe. Dapat terjadi pembengkakan
persendian yang dapat menghilang sendiri tanpa pengobatan. Gejala ini dapat
disebabkan toksil basil tuberculosis yang beredar dalam darah.
3) Prognosis biasanya buruk terutama bila tidak segera mendapat pengobatan.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Uji Tuberkulin merupakan uji paling penting untuk menentukan apakah anak sudah
terinfeksi tuberkel basilus atau tidak. Prosedur yang dianjurkan adalah Uji Mantoux,
yang menggunakan derifat protein murni (PPD, Purified protein derifatif). Dosis
standar adalah 5 unit tuberkulin dalam 0,1 ml larutan, di injeksi secara intradermal.
Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan di ukur
diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Hasil dianggap positif bila terdapat
indurasi dengan 5 mm keatas, bila 4 mm negatif, 5-9 mm masih dianggap
meragukan, tetapi jika 10 mm keatas jelas positif.

b. Pemeriksaan Radiologis
Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis.
Secara rutin dilakukan foto rontgen paru, dan untuk diagnosis tidak cukup hanya
pemeriksaan radiologis tetapi diperlukan juga data klinis.

c. Pemeriksaan bakteriologis
Ditemukannya basil tuberkulosis akan memastikan diagnosis tuberkulosis. Bahan-
bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis ialah :

a. Bilasan lambung

b. Sekret bronkus

c. Sputum (pada anak yang besar)

d. Cairan pleura

d. Uji bcg

Di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji tuberkulin. Bila
ada anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam
waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan berarti perlu dicurigai adanya
tuberkulosis. Pada anak dengan tuberkulosis BCG akan menimbulkan reaksi lokal
yang lebih cepat dan besar oleh karena itu, reaksi BCG dapat dijadikan alat
diagnostik.

Vaksin BCG diletakkan pada ruang/tempat bersuhu 200C-80C serta pelindung


dari cahaya. Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal
atau intrakutan pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bayi
usia muda yang mungkin sulit menerima injeksi terdermal. Dosis yang digunakan
sebagai berikut :

1. Untuk infant atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan satu dosis vaksin BCG
sebanyak 0,05 mg.
2. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan satu dosis vaksin BCG
sebanyak 0,1 mg
9. Penatalaksanaan
a. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip dasar pengobatan TBC pada anak tidak berbeda dengan pada orang dewasa tetapi
ada beberapa hal yang memerlukan perhatian:
1. Pemberian obat baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan diberikan setiap hari
dengan strategi DOTS (directly observed treatment, shortcourse chemotherapy) yang
direkomendasi oleh WHO. Strategi ini diartikan sebagai “Pengawasan langsung
menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan”setiap hari. DOTS
menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TBC agar menelan obatnya
secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh. Strategi DOTS
memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bila sampai 95%. Strategi DOTS terdiri
dari 5 komponen, yaitu :
a. Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh
menanggulangi TBC.
b. Diagnosis penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik.
c. Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-TBC jangka pendek, diawasi secara
langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat).
d. Tersedianya panduan obat anti-TBC jangka pendek secara konsisten.
e. Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TBC sesuai standard.

Pengawas Minum Obat (PMO) sangat diperlukan untuk menjamin keteraturan


pengobatan.

Persyaratan PMO :

a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun penderita, dan dihormati/disegani penderita.
b. Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita.
c. Bersedia membantu penderita dengan sukarela
d. Bersedia dilatih atau mendapat penyuluhan bersama-sama penderita

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan (perawat, bidan, sanitarian, pekarya, juru
imunisasi, dll). Bila tidak ada, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota
PPTI,PKK, atau tokoh masyarakat atau anggota keluarga.

Tugas seorang PMO:


a. Mengawasi penderita TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
b. Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur.
c. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu-waktu yang telah
ditentukan.
d. Memberi penyuluhan pada anggota penderita TB agar segera periksa ke petugas
kesehatan.
2. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
Adapun dosis untuk pengobatan TBC anak jangka pendek selama 6 atau 9 bulan,
yaitu:
a. 2HR/7H2R2 : INH + Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian
INH + Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INNH)
b. 2HRZ/4H2R2 : INH + Rifampisin + Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan
pertama, kemudian INH + Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4
bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
c. Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan,
dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.

TB berat (milier dan meningitis

TBC) INH : 10 mg/kgbb/hari

Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari

Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maksimal 60 mg)

b. PENATALAKSANAAN PERAWATAN
Menurut Hidayat (2008) perawatan anak dengan tuberculosis dapat dilakukan dengan
melakukan :
1) Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
2) Pemberian oksigen yang adekuat
3) Latihan batuk efektif
4) Fisioterapi dada
5) Pemberian nutrisi yang adekuat
6) Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid, streptomisin,
etambutol, rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
7) Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan perkembangan
anak yang tenderita tuberculosis dengan membantu memenuhi kebutuhan aktivitas
sesuai dengan usia dan tugas perkembangan, yaitu (Suriadi dan Yuliani, 2001) :
a. Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak (permainan, ketrampilan
tangan, vidio game, televisi)
b. Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus yang bervariasi
bagi anak
c. Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan memilih aktivitas yang
diinginkan
d. Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah sakit,
menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman melalui telepon jika
memungkinkan

10. Komplikasi
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian dan sebagainya.

1. Tuberkulosis kelenjar leher ( Servical Tuberculosis )


Perbesaran kelenjar di leher dapat terjadi karena infeksi kronis dari tenggorokan
2. Meningitis Tuberkulosa
Penyakit ini timbul sebagai komplikasi tuberculosis primer pada anak. TBC pada
anak dapat menyebar pada selaput otak. Bakteri TBC dari paru – paru yang menyebar
ke sirkulasi darah dan masuk ke dalam ruang diantara selaput otak. Hal ini
mempengaruhi keadaan cairan otak yang kemudian menimbulkan peradangan pada
otak. Bila otak terinfeksi dapat ditemukan gejala lemah, kenaikan suhu ringan,
anoreksia, mual, muntah, kejang bukan kelumpuhan. Diagnosis dibuat dengan
pemeriksaan cairan serebro spinal yang didapat dengan fungsi lumbal
3. Tuberkulosa tulang dan sendi
Infeksi tulang dan sendi sering terjadi pada anak yang menderita tuberculosis
paru, yang menyebar lewat peredaran darah ke tulang dan sendi, atau anak – anak yang
minum susu yang tidak dimasak yang mengandung basil tuberculosis dari sapi yang
sakit. Bakteri TBC akan berkembang pesat saat kondisi tubuh sedang lemah/ kekebalan
menurun.
Pada tulang belakang, penyakit dapat menghancurkan satu atau beberapa tulang
belakang dan menyebabkan pembengkokan ( penyakit pott ). Kadang – kadang dapat
timbul abses di dinding dada yang berasal dari tulang belakang. Penekanan pada
sumsum tulang belakang dapat mengakibatkan kesulitan berjalan bahkan lumpuh.
Sebagai mana pemberian obat, istirahat ditempat tidur dengan menggunakan
pembungkus plester dalam waktu yang lama juga amat diperlukan untuk bentuk
tuberculosis ini. Pinggul dapat terkena dengan gejala pertama yakni jalan yang pincang
atau nyeri pada sendi
4. Hemoptisis berat
Hal ini diakibatkan adanya perdarahan dari saluran nafas bawah yang terjadi
secara teru menerus karena adanya lesi daerah paru dimana dapat menyebabkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas
5. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
Kolaps terjadi akibat retraksi bronchial pada bronkus yang atelectasis ssehingga
bronkus tertekan dan tampak sebagai perselubungan segmen/ lobus. Penyebab lainnya
adalah karena kontriksi bronkus dan sekresi bronkus yang meningkat karena alergi
sehingga jaringan paru mengandung udara dan tidak dapat mengembang sepurna
6. Bronkietasis dan fibrosa pada paru
Bakteri TBC menyebar melaluui aliran darah ke bagian paru – paru terutama
bronkus secara progresif hingga terjadi ulserasi lapisan mukosa dinding bronkus dan
terbentuk jaringan granulasi sehingga bronkus tersumbat bahkan atelectasis menetap
dan dapat terjadi fibrosis paru, dengan adanya infeksi sekunder yang mudah terjadi
maka akhirnya terjadi bronkietasis
7. Pneumotoraks spontan : Kolpas spontan karena kerusakan jaringan paru
Pneumotoraks spontan terjadi tergantng pada luasnya kolpas paru dan berat
penyakit paru yang diderita. Tanda dan gejalanya diantaranya adalah nyeri dada,
dyspnea, dan sianosis

Pada TB Miller dipengaruhi oleh banyak factor seperti umur anak, berapa lama telah
menderita infeksi, luasnya lesi, keadaan gizi keadaan social ekonomi keluarga,

11. Pencegahan

Karena sumber penularan TB adalah orang-orang dewasa yang sehari-hari dekat


dengan anak, maka mereka lah yang harus ditangani dengan baik dan benar. Jika
orangtua mencurigai dirinya atau anggota keluarga (yang serumah) lain memiliki gejala-
gejala TBC, segera periksakan ke dokter untuk memastikan apakah menderita TBC aktif
atau tidak. Jika ternyata ada yang positif mengidap TBC aktif, tentunya anak harus
diberi profilaksis INH, dan orang-orang lain yang tinggal serumah juga harus segera
diperiksa kondisi kesehatannya. Sedangkan orang yang positif mengidap TBC aktif
harus dipastikan mengkonsumsi OAT-nya secara teratur sampai masa pengobatannya
selesai. Akan lebih baik apabila screening ini dilakukan sebelum bayi lahir atau bahkan
sebelum ibu hamil.

Imunisasi dengan vaksin BCG sangat penting untuk mengendalikan penyebaran


penyakit TBC. Vaksin ini akan memberi tubuh kekebalan aktif terhadap penyakit TBC.
Vaksin ini hanya perlu diberikan sekali seumur hidup, karena pemberian lebih dari
sekali pun tidak berpengaruh. Tetapi imunisasi BCG juga tidak sepenuhnya dapat
melindungi manusia dari serangan TBC. Tingkat efektivitas vaksin BCG memang
’hanya’ 70-80 %. Beberapa negara maju menetapkan kebijakan tidak perlu imunisasi
BCG, cukup mengawasi dengan ketat kelompok yang beresiko tinggi. Tetapi untuk
Indonesia, vaksin ini masih sangat dibutuhkan, mengingat posisi Indonesia yang no 3 di
dunia sebagai negara dengan jumlah penderita TBC terbanyak.

Vaksin BCG akan sangat efektif bila diberikan segera setelah lahir atau paling
lambat 2 bulan setelah lahir (dengan catatan selama itu bayi tidak kontak dengan
pengidap TB aktif). Meskipun BCG tidak dapat 100% mencegah TBC paru-paru, tetapi
pemberian vaksin ini akan melindungi anak dari bentuk-bentuk TBC yang lebih ganas
(meningeal TB dan miliary TB). Anak yang sudah diimunisasi BCG, lalu terinfeksi
kuman TB, umumnya tidak berkembang menjadi sakit. Kalaupun sampai berkembang
menjadi TB aktif, biasanya perkembangbiakan kuman akan terlokalisir di paru-paru saja
(pulmonary TB). Selain imunisasi, orangtua juga harus memperhatikan asupan gizi
anak. Asupan gizi yang baik ditambah imunisasi BCG, diharapkan cukup ampuh
menangkal serangan bakteri TB. Kalaupun anak sampai terinfeksi, dampaknya akan
lebih ringan.

12. Cara Penularan


Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada
anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila
sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak
(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar
melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC
dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ
tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan


segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui
serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui
pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme
pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan
bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant
sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah
banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang
inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah
memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel
berlebih dan positif terinfeksi TBC.

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak


dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial
ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya
jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari
infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah
kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi
TBC.

B. Asuhan Keperawatan
1 PENGKAJIAN

1 AKTIFITAS/ISTIRAHAT
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan
Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari,menggigil atau
berkeringat
Tanda : Takikardi,takipnea/dispnea pada
aktivitas Kelelahan otot,nyeri,dan sesak ( tahap lanjut
)
2 INTEGRITAS EGO
Gejala : Adanya faktor stess lama
Perasaan tak berdaya atau tak ada harapan
Tanda : Menyangkal ( khususnya selama pihak dini )
Ansietas,ketakutan,gelisah,rewel
3 MAKANAN/CAIRAN
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tidak dapat mencerna
Penurunan berat badan
Tanda : Turgor kulit buruk,kering / kulit bersisik
Kehilangan otot / hilang lemak subkutan
4 NYERI / KENYAMANAN
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk yang berulang
Tanda : Berhati – hati pada area yang sakit
Perilaku distraksi,gelisah
5 PERNAFASAN
Gejala : Batuk, produktif atau non produktif
Nafas pendek
Riwayat tuberculosis / terpajan pada individu terinfeksi
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan ( Penyakit luas atau fibrosa parenkim
paru dan pleura )
Pengembangan pernafasan tak simetris ( effusi pleura )
Perkusi pekak dan penurunan fremitus ( cairan pleural atau penebalan
pleural )
Bunyi nafas : menurun / tak ada secara bilateral atau unilateral ( effusi
pleural / pneumotorak )
Bunyi nafas tubuler dan atau bisikan pektoral di atas lesi luas.
Krekels tercatat diatas apek paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pendek ( krekels posttussic )
Karekteristik sputum : Hijau / purulen, mukoid kuning, atau bercak darah
Deviasi trakeal ( penyebaran bronkogenik )
Tidak perhatian,mudah terangsang yang nyata, perubahan mental ( tahap
lanjut )
6 KEAMANAN
Gejala : Adanya kondisi penekanan
imun Tanda : Demam rendah atau panas
akut
7 INTERAKSI SOSIAL
Gejala : Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular
8 PENYULUHAN /
PEMBELAJARAN Gejala :
Riwayat keluarga TB
Ketidakmampuan umum / status kesehatn buruk
Tidak berpartisipasi dalam terapi
2. Diagnosa Keperawatan
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental
atau sekret darah
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-
kapiler
c) Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
d) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang inadekuat.
e) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
3. Rencana Keperawatan
TUJUAN DAN KRITERIA
N DIAGNOSA INTERVENSI
HASIL
O KEPERAWATAN (NIC)
(NOC)
1 Bersihan jalan nafas tidak NOC : NIC :
efektif berhubungan dengan 1. Respiratory status : Airway suction
Ventilation 1. Pastikan kebutuhan
akumulasi sekret kental atau 2. Respiratory status : oral / tracheal
sekret darah Airway patency suctioning
3. Aspiration Control 2. Auskultasi suara
nafas sebelum dan
Kriteria Hasil : sesudah suctioning.
1. Mendemonstrasikan 3. Informasikan pada
batuk efektif dan suara klien dan keluarga
nafas yang bersih, tidak tentang suctioning
ada sianosis dan 4. Minta klien nafas
dyspneu(mampu dalam sebelum
mengeluarkan sputum, suction dilakukan.
mampu bernafas dengan 5. Berikan O2 dengan
mudah, tidak ada pursed menggunakan nasal
lips) untuk memfasilitasi
2. Menunjukkan jalan suksion nasotrakeal
nafas yang paten (klien 6. Gunakan alat yang
tidak merasa tercekik, steril sitiap
irama nafas, frekuensi melakukan tindakan
pernafasan dalam 7. Anjurkan pasien
rentang normal, tidak untuk istirahat dan
ada suara nafas napas dalam setelah
abnormal) kateter dikeluarkan
3. Mampu dari nasotrakeal
mengidentifikasikan dan 8. Monitor status
mencegah factor yang oksigen pasien
dapat menghambat jalan 9. Ajarkan keluarga
nafas bagaimana cara
melakukan suksion
10. Hentikan suksion dan
berikan oksigen
apabila pasien
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan saturasi
O2, dll.

11. Airway Management


12. Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin
lift atau jaw thrust
bila perlu
13. Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
14. Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan
15. Pasang mayo bila
perlu
16. Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
17. Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
18. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
19. Lakukan suction
pada mayo
20. Berikan
bronkodilator bila
perlu
21. Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab
22. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
23. Monitor respirasi dan
status O2

2. Gangguan pertukaran gas NOC : NIC :


berhubungan dengan 1. Respiratory Status : Gas Airway Management
exchange 1. Buka jalan nafas,
kerusakan membran 2. Respiratory Status : guanakan teknik chin
alveoler-kapiler ventilation lift atau jaw thrust
3. Vital Sign Status bila perlu
Kriteria Hasil : 2. Posisikan pasien
1. Mendemonstrasikan untuk
peningkatan ventilasi memaksimalkan
dan oksigenasi yang ventilasi
adekuat 3. Identifikasi pasien
2. Memelihara kebersihan perlunya
paru paru dan bebas dari pemasangan alat
tanda tanda distress jalan nafas buatan
pernafasan 4. Pasang mayo bila
3. Mendemonstrasikan perlu
batuk efektif dan suara 5. Lakukan
nafas yang bersih, tidak fisioterapi dada jika
ada sianosis dan perlu
dyspneu (mampu 6. Keluarkan sekret
mengeluarkan sputum, dengan batuk atau
mampu bernafas dengan suction
mudah, tidak ada pursed 7. Auskultasi suara
lips) nafas, catat adanya
4. Tanda tanda vital dalam suara tambahan
rentang normal 8. Lakukan suction
pada mayo
9. Berika
bronkodilator bial
perlu
10. Barikan pelembab
udara
11. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi
dan status O2

Respiratory Monitoring
1. Monitor rata –
rata, kedalaman,
irama dan usaha
respirasi
2. Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi
otot supraclavicular
dan intercostal
3. Monitor suara
nafas, seperti
dengkur
4. Monitor pola
nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan
otot diagfragma
(gerakan paradoksis)
7. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
8. Tentukan
kebutuhan suction
dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan napas
utama
9. auskultasi suara
paru setelah tindakan
untuk mengetahui
hasilnya

3 Pola Nafas Tidak Efektif NOC: NIC:


1. Respiratory status : 1. Posisikan pasien
berhubungan dengan
Ventilation untuk
penurunan ekspansi paru 2. Respiratory status : memaksimalkan
Airway patency ventilasi
3. Vital sign Status 2. Pasang mayo bila
Setelah dilakukan tindakan perlu
keperawatan selama 3. Lakukan fisioterapi
………..pasien menunjukkan dada jika perlu
keefektifan pola nafas, 4. Keluarkan sekret
dibuktikan dengan kriteria dengan batuk atau
hasil: suction
1. Mendemonstrasikan 5. Auskultasi suara
batuk efektif dan suara nafas, catat adanya
nafas yang bersih, tidak suara tambahan
ada sianosis dan 6. Berikan
dyspnea bronkodilator :
2. mampu mengeluarkan 7. Berikan pelembab
sputum, udara Kassa basah
3. mampu bernafas dg NaCl Lembab
mudah, tidakada pursed 8. Atur intake untuk
lips) cairan
4. Menunjukkan jalan mengoptimalkan
nafas yang paten (klien keseimbangan.
tidak merasa tercekik, 9. Monitor respirasi
irama nafas, frekuensi dan status O2
pernafasan dalam 10. Bersihkan mulut,
rentang normal, tidak hidung dan secret
ada suara nafas Trakea
abnormal) 11. Pertahankan jalan
5. Tanda Tanda vital dalam nafas yang paten
rentang normal (tekanan 12. Observasi adanya
darah, nadi, pernafasan) tanda tanda
hipoventilasi
13. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
14. Monitor vital sign
15. Informasikan pada
pasien dan keluarga
tentang tehnik
relaksasi untuk
memperbaiki pola
nafas.
16. Ajarkan bagaimana
batuk efektif
17. Monitor pola nafas

4. Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


kurang dari kebutuhan Nutritional Status : food and Nutrition Management
tubuh Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi
berhubungan dengan intake Kriteria Hasil : makanan
1. Adanya peningkatan 2. Kolaborasi dengan
yang inadekuat. ahli gizi untuk
berat badan sesuai
dengan tujuan menentukan jumlah
2. Berat badan ideal kalori dan nutrisi
sesuai dengan tinggi yang dibutuhkan
badan pasien.
3. Mampu 3. Anjurkan pasien
mengidentifikasi untuk meningkatkan
kebutuhan nutrisi intake Fe
4. Tidak ada tanda tanda 4. Anjurkan pasien
malnutrisi untuk meningkatkan
5. Tidak terjadi protein dan vitamin
penurunan berat badan C
yang berarti 5. Berikan substansi
gula
6. Yakinkan diet yang
dimakan
mengandung tinggi
serat untuk
mencegah konstipasi
7. Berikan makanan
yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan
harian.
9. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
11. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau orangtua
selama makan
5. Monitor
lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor
kulit
9. Monitor
kekeringan, rambut
kusam, dan mudah
patah
10. Monitor mual dan
muntah
11. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
12. Monitor makanan
kesukaan
13. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori
dan intake nuntrisi
16. Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
17. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet

5. Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


berhubungan dengan 1. Self Care : ADLs 1. Observasi adanya
ketidakseimbangan antara 2. Toleransi aktivitas pembatasan klien
3. Konservasi eneergi dalam melakukan
suplai dan kebutuhan
Setelah dilakukan tindakan aktivitas
oksigen. keperawatan selama …. 2. Kaji adanya faktor
Pasien bertoleransi terhadap yang menyebabkan
aktivitas dengan Kriteria kelelahan
Hasil : 3. Monitor nutrisi dan
1. Berpartisipasi dalam sumber energi yang
aktivitas fisik tanpa adekuat
disertai peningkatan 4. Monitor pasien
tekanan darah, nadi dan akan adanya
RR kelelahan fisik dan
2. Mampu melakukan emosi secara
aktivitas sehari hari berlebihan
(ADLs) secaramandiri 5. Monitor respon
3. Keseimbangan aktivitas kardivaskuler
dan istirahat terhadap aktivitas
(takikardi,
disritmia,
sesak nafas,
diaporesis, pucat,
perubahan
hemodinamik)
6. Monitor pola tidur
dan lamanya
tidur/istirahat
pasien
7. Kolaborasikan
dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalam
merencanakan
progran terapi yang
tepat.
8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
mampu dilakukan
9. Bantu untuk
memilih aktivitas
konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
10. Bantu untuk
mengidentifikasi
dan mendapatkan
sumber yang
diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
11. Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda,
krek
12. Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
disukai
13. Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu
luang
14. Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan
penguatan positif
bagi yang aktif
beraktivitas
16. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
17. Monitor respon
fisik, emosi, social
dan spiritual

DAFTAR PUSTAKA

1. Alimul. A. Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Surabaya : salemba
medika
2. Boediman I dan Wirjodiardjo. 2008. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respiratori. Dalam :
Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi pertama, Boediman I. ed. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta
3. Maryunani anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media
4. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC
5. NANDA. 2005/ 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Alih Bahasa Budi
Santosa, Prima Medika. NANDA.

Anda mungkin juga menyukai