Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Oleh :
1. Mega Manunggal P
17420213104 2. Mudriah P
17420213105
3. Naylus Khoirinnisa P 17420213106
4. Nida Fauziyah Noor P 17420213107
5. Nurul Chafifah P
17420213108 Tingkat II C
2014
A. TINJAUAN TEORI
1. DEFINISI
2. Anatomi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring,
trakhea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung; Nares anterior adalah saluran-saluran
didalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara kedalam bagian yang dikenal
sebagai vestibulum (rongga hidung). Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang
sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan
selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung. Faring
(tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang
laring (laring-faringeal). Laring (tenggorok) terletak di depan bagian terendah faring
yang memisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari faring sampai ketinggian
vertebrata servikalis dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan
membran. Trakhea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan
dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini
bercabang menjadi dua bronkus (bronchi). Trakhea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak
tetap yang berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan
yang melengkapi lingkaran di sebelah belakang trakhea, selain itu juga membuat
beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kirakira vertebra
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel
yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk
paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi
dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri,
disebut bronkus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang
kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa
cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan
kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus.
Yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronchiolus terminalis, yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkiolus
terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. bronkiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat
berubah. Saluran-saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut
saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke
tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya.
Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus alveolaris terminalis
merupakan akhir paru-paru, assinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki tangan
kira-kira 0,5-1,0 cm. terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai
sakus alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh
pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan
surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus
superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior
dan inferior.
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe,
arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga
mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Contoh hasil foto toraks yang menggambarkan dugaan TB, tampak flek di kedua lapang paru dan
kavitas/lubang di lapang paru kanan atas (lingkaran merah). (AJR. 2008;191:834-844)
3. Etiologi
Tuberkulosis anak merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini menyebar dari satu orang ke orang lain melalui
percikan dahak (droplet nuclei) yang dibatukkan. Jadi kalau Cuma bersin atau tukar-
menukar piring atau gelas minum tidak akan terjadi penularan
1. Merokok pasif
Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan anak, sehingga
meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah fungsi sel, misalnya
dengan menurunkan tingkat kejernihan zat yang dihirup dan kerusakan kemampuan
penyerapan sel dan pembuluh darah.
2. Faktor Risiko TBC anak
a. Resiko infeksi TBC
Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif, daerah
endemis, penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang
tidak sehat. Pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya
transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa
tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus
atas atau kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat
serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara
yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau
orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini
disebabkan karena kuman TBC sangat jarang ditemukan pada sekret
endotracheal, dan jarang terdapat batuk5. Walaupun terdapat batuk tetapi jarang
menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab
hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret endobrokial anak.
b. Resiko Penyakit TBC
Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi
menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang
sempurna (imatur). Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap
seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya
akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi
sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5
tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka
kesakitan dan kematian yang tinggi . Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun
terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal
kronik dan silikosis. Status sosial ekonomi yang rendah, penghasilan yang
kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.
4. Tanda dan Gejala
Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta muncul. Pada
saat-saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya demam sedikit. Beberapa
bulan kemudian, gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap
berikutnya (3-9 bulan setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat
badan turun tanpa sebab. Juga ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru
muncul gambaran vlek. Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul
gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali tidak muncul. Ini tergantung kekebalan
anak. Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan
berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di paru-paru lagi,
melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang berbahaya dan butuh waktu
lama untuk penyembuhannya.
1. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi BCG sangat
cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi BCG. Ini juga harus
dicurigai TBC, meskipun jarang.
2. Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan setiap bulan
berkurang.
3. Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi. Kalaupun ada, setelah
diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.
4. Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi. Kalau tidak
ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh curiga kemungkinan anak
terkena TBC.
5. Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai sebagai
kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah adanya pembesaran
kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan, ketiak, dan sebagainya.
6. Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan yang khas.
7. Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin (Mantoux Test,
MT) dan foto. Pada anak normal, Mantoux Test positif jika hasilnya lebih dari 10 mm.
Tetapi, pada anak yang gizinya kurang, meskipun ada TBC, hasilnya biasanya negatif,
karena tidak memberikan reaksi terhadap MT.
5. Patofisologi
Pasien dapat mengalami TB Millier karena penularan dari kontak penderita TB BTA
positif (batuk berdahak). Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat
bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Anak dapat terinfeksi kalau
droplet tersebut pertama kali terhirup ke dalam saluran pernafasan (infeksi primer).
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana
yang dapat menyebabkan anak batuk berdahak lebih dari 30 hari. Infeksi di mulai saat
kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks
primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6
minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari
negative menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang
masuk dan besarnya resspon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi
daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant
(tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan
kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TB.
Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,
diperkirakan sekita 6 bulan.
6. Pathway
7. Klasifikasi
A. Tuberculosis Millier Akut
1) Tuberkel-tuberkel yang terjadi akibat penyebaran umum ini biasanya mempunyai
ukuran sama, meskipun tidak selalu sebesar miliares (kurang dari 2 mm) sehingga
disebut tuberkulosi millier.
2) Komplikasi ini biasanya terjadi pada masabayi dan anak kecil, terjadi dalam waktu
6 bulan, terutama dalam 3 bulan setelah terbentuknya kompleks primer. Dapat
terjadi pembesaran hepar, limpa dan kelenjar getah bening superfisialis.
3) Uji tuberkulin biasanya positif menurut Lincolln hanya 10% kasus tuberculosis ,
millier uji tuberkulinif. Pada foto rontgen paru, tampak gambaran millier. Biakan
basil tuberculosis dari darah dan sumsum tulang memastikan diagnosis tuberculosis
milier secara cepat. Pemeriksaan likuor serebrospinalis perlu dilakukan meskipun
belum ada gejala, agar dapat ditemukan meningitis secara dini.
4) Perlu diingat bahwa penyakit millier terjadi ke seluruh tubuh dengan kemungkinan
basil tuberculosis menetap di alat-alat tubuh tersebut, dan suatu ketika focus-fokus
tadi dapat aktif lagi. Oleh karenanya setelah selesai pengobatan masih harus
dilakukan pengawasan sampai bertahun-tahun.
B. Tuberkulosis Millier Kronis
1) Jarang terjadi pada anak, biasanya didahului oleh tuberculosis miller akut.
Tuberkulosis millier kronik adalah jenis penyebaran hematogen berulang-ulang.
Penyebaran ini dapat menyebabkan gejala akut/ dapat juga memperpanjang masa
penyakitnya, karena penyebaran hematogen secara terus menerus.
2) Gejala pertama penyebaran ialah demam tinggi yang berlangsung lama atau dapat
menjadi demam remifen, berat badan turun dengan cepat, hepar dan limpa
membesar dan kadang mengganggu aliran limfe. Dapat terjadi pembengkakan
persendian yang dapat menghilang sendiri tanpa pengobatan. Gejala ini dapat
disebabkan toksil basil tuberculosis yang beredar dalam darah.
3) Prognosis biasanya buruk terutama bila tidak segera mendapat pengobatan.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Uji Tuberkulin merupakan uji paling penting untuk menentukan apakah anak sudah
terinfeksi tuberkel basilus atau tidak. Prosedur yang dianjurkan adalah Uji Mantoux,
yang menggunakan derifat protein murni (PPD, Purified protein derifatif). Dosis
standar adalah 5 unit tuberkulin dalam 0,1 ml larutan, di injeksi secara intradermal.
Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan di ukur
diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Hasil dianggap positif bila terdapat
indurasi dengan 5 mm keatas, bila 4 mm negatif, 5-9 mm masih dianggap
meragukan, tetapi jika 10 mm keatas jelas positif.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis.
Secara rutin dilakukan foto rontgen paru, dan untuk diagnosis tidak cukup hanya
pemeriksaan radiologis tetapi diperlukan juga data klinis.
c. Pemeriksaan bakteriologis
Ditemukannya basil tuberkulosis akan memastikan diagnosis tuberkulosis. Bahan-
bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis ialah :
a. Bilasan lambung
b. Sekret bronkus
d. Cairan pleura
d. Uji bcg
Di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji tuberkulin. Bila
ada anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam
waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan berarti perlu dicurigai adanya
tuberkulosis. Pada anak dengan tuberkulosis BCG akan menimbulkan reaksi lokal
yang lebih cepat dan besar oleh karena itu, reaksi BCG dapat dijadikan alat
diagnostik.
1. Untuk infant atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan satu dosis vaksin BCG
sebanyak 0,05 mg.
2. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan satu dosis vaksin BCG
sebanyak 0,1 mg
9. Penatalaksanaan
a. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip dasar pengobatan TBC pada anak tidak berbeda dengan pada orang dewasa tetapi
ada beberapa hal yang memerlukan perhatian:
1. Pemberian obat baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan diberikan setiap hari
dengan strategi DOTS (directly observed treatment, shortcourse chemotherapy) yang
direkomendasi oleh WHO. Strategi ini diartikan sebagai “Pengawasan langsung
menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan”setiap hari. DOTS
menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TBC agar menelan obatnya
secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh. Strategi DOTS
memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bila sampai 95%. Strategi DOTS terdiri
dari 5 komponen, yaitu :
a. Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh
menanggulangi TBC.
b. Diagnosis penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik.
c. Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-TBC jangka pendek, diawasi secara
langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat).
d. Tersedianya panduan obat anti-TBC jangka pendek secara konsisten.
e. Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TBC sesuai standard.
Persyaratan PMO :
a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun penderita, dan dihormati/disegani penderita.
b. Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita.
c. Bersedia membantu penderita dengan sukarela
d. Bersedia dilatih atau mendapat penyuluhan bersama-sama penderita
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan (perawat, bidan, sanitarian, pekarya, juru
imunisasi, dll). Bila tidak ada, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota
PPTI,PKK, atau tokoh masyarakat atau anggota keluarga.
Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
b. PENATALAKSANAAN PERAWATAN
Menurut Hidayat (2008) perawatan anak dengan tuberculosis dapat dilakukan dengan
melakukan :
1) Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
2) Pemberian oksigen yang adekuat
3) Latihan batuk efektif
4) Fisioterapi dada
5) Pemberian nutrisi yang adekuat
6) Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid, streptomisin,
etambutol, rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
7) Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan perkembangan
anak yang tenderita tuberculosis dengan membantu memenuhi kebutuhan aktivitas
sesuai dengan usia dan tugas perkembangan, yaitu (Suriadi dan Yuliani, 2001) :
a. Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak (permainan, ketrampilan
tangan, vidio game, televisi)
b. Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus yang bervariasi
bagi anak
c. Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan memilih aktivitas yang
diinginkan
d. Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah sakit,
menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman melalui telepon jika
memungkinkan
10. Komplikasi
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian dan sebagainya.
Pada TB Miller dipengaruhi oleh banyak factor seperti umur anak, berapa lama telah
menderita infeksi, luasnya lesi, keadaan gizi keadaan social ekonomi keluarga,
11. Pencegahan
Vaksin BCG akan sangat efektif bila diberikan segera setelah lahir atau paling
lambat 2 bulan setelah lahir (dengan catatan selama itu bayi tidak kontak dengan
pengidap TB aktif). Meskipun BCG tidak dapat 100% mencegah TBC paru-paru, tetapi
pemberian vaksin ini akan melindungi anak dari bentuk-bentuk TBC yang lebih ganas
(meningeal TB dan miliary TB). Anak yang sudah diimunisasi BCG, lalu terinfeksi
kuman TB, umumnya tidak berkembang menjadi sakit. Kalaupun sampai berkembang
menjadi TB aktif, biasanya perkembangbiakan kuman akan terlokalisir di paru-paru saja
(pulmonary TB). Selain imunisasi, orangtua juga harus memperhatikan asupan gizi
anak. Asupan gizi yang baik ditambah imunisasi BCG, diharapkan cukup ampuh
menangkal serangan bakteri TB. Kalaupun anak sampai terinfeksi, dampaknya akan
lebih ringan.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant
sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah
banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang
inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah
memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel
berlebih dan positif terinfeksi TBC.
B. Asuhan Keperawatan
1 PENGKAJIAN
1 AKTIFITAS/ISTIRAHAT
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan
Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari,menggigil atau
berkeringat
Tanda : Takikardi,takipnea/dispnea pada
aktivitas Kelelahan otot,nyeri,dan sesak ( tahap lanjut
)
2 INTEGRITAS EGO
Gejala : Adanya faktor stess lama
Perasaan tak berdaya atau tak ada harapan
Tanda : Menyangkal ( khususnya selama pihak dini )
Ansietas,ketakutan,gelisah,rewel
3 MAKANAN/CAIRAN
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tidak dapat mencerna
Penurunan berat badan
Tanda : Turgor kulit buruk,kering / kulit bersisik
Kehilangan otot / hilang lemak subkutan
4 NYERI / KENYAMANAN
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk yang berulang
Tanda : Berhati – hati pada area yang sakit
Perilaku distraksi,gelisah
5 PERNAFASAN
Gejala : Batuk, produktif atau non produktif
Nafas pendek
Riwayat tuberculosis / terpajan pada individu terinfeksi
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan ( Penyakit luas atau fibrosa parenkim
paru dan pleura )
Pengembangan pernafasan tak simetris ( effusi pleura )
Perkusi pekak dan penurunan fremitus ( cairan pleural atau penebalan
pleural )
Bunyi nafas : menurun / tak ada secara bilateral atau unilateral ( effusi
pleural / pneumotorak )
Bunyi nafas tubuler dan atau bisikan pektoral di atas lesi luas.
Krekels tercatat diatas apek paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pendek ( krekels posttussic )
Karekteristik sputum : Hijau / purulen, mukoid kuning, atau bercak darah
Deviasi trakeal ( penyebaran bronkogenik )
Tidak perhatian,mudah terangsang yang nyata, perubahan mental ( tahap
lanjut )
6 KEAMANAN
Gejala : Adanya kondisi penekanan
imun Tanda : Demam rendah atau panas
akut
7 INTERAKSI SOSIAL
Gejala : Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular
8 PENYULUHAN /
PEMBELAJARAN Gejala :
Riwayat keluarga TB
Ketidakmampuan umum / status kesehatn buruk
Tidak berpartisipasi dalam terapi
2. Diagnosa Keperawatan
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental
atau sekret darah
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-
kapiler
c) Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
d) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang inadekuat.
e) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
3. Rencana Keperawatan
TUJUAN DAN KRITERIA
N DIAGNOSA INTERVENSI
HASIL
O KEPERAWATAN (NIC)
(NOC)
1 Bersihan jalan nafas tidak NOC : NIC :
efektif berhubungan dengan 1. Respiratory status : Airway suction
Ventilation 1. Pastikan kebutuhan
akumulasi sekret kental atau 2. Respiratory status : oral / tracheal
sekret darah Airway patency suctioning
3. Aspiration Control 2. Auskultasi suara
nafas sebelum dan
Kriteria Hasil : sesudah suctioning.
1. Mendemonstrasikan 3. Informasikan pada
batuk efektif dan suara klien dan keluarga
nafas yang bersih, tidak tentang suctioning
ada sianosis dan 4. Minta klien nafas
dyspneu(mampu dalam sebelum
mengeluarkan sputum, suction dilakukan.
mampu bernafas dengan 5. Berikan O2 dengan
mudah, tidak ada pursed menggunakan nasal
lips) untuk memfasilitasi
2. Menunjukkan jalan suksion nasotrakeal
nafas yang paten (klien 6. Gunakan alat yang
tidak merasa tercekik, steril sitiap
irama nafas, frekuensi melakukan tindakan
pernafasan dalam 7. Anjurkan pasien
rentang normal, tidak untuk istirahat dan
ada suara nafas napas dalam setelah
abnormal) kateter dikeluarkan
3. Mampu dari nasotrakeal
mengidentifikasikan dan 8. Monitor status
mencegah factor yang oksigen pasien
dapat menghambat jalan 9. Ajarkan keluarga
nafas bagaimana cara
melakukan suksion
10. Hentikan suksion dan
berikan oksigen
apabila pasien
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan saturasi
O2, dll.
Respiratory Monitoring
1. Monitor rata –
rata, kedalaman,
irama dan usaha
respirasi
2. Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi
otot supraclavicular
dan intercostal
3. Monitor suara
nafas, seperti
dengkur
4. Monitor pola
nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan
otot diagfragma
(gerakan paradoksis)
7. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
8. Tentukan
kebutuhan suction
dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan napas
utama
9. auskultasi suara
paru setelah tindakan
untuk mengetahui
hasilnya
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau orangtua
selama makan
5. Monitor
lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor
kulit
9. Monitor
kekeringan, rambut
kusam, dan mudah
patah
10. Monitor mual dan
muntah
11. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
12. Monitor makanan
kesukaan
13. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori
dan intake nuntrisi
16. Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
17. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet
DAFTAR PUSTAKA
1. Alimul. A. Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Surabaya : salemba
medika
2. Boediman I dan Wirjodiardjo. 2008. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respiratori. Dalam :
Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi pertama, Boediman I. ed. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta
3. Maryunani anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media
4. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC
5. NANDA. 2005/ 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Alih Bahasa Budi
Santosa, Prima Medika. NANDA.