Anda di halaman 1dari 28

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hemodialisa

2.1.1 Pengertian Hemodialisa

Hemodialisa berasal dari kata hemo (darah) dan dialisis (pemisahan

atau filtrasi). Hemodialisa berarti proses pembersihan darah dari zat-zat

sampah melalui proses penyaringan diluar tubuh. Hemodialisa

menggunakan ginjal buatan mesin dialisis. Hemodialisa dikenal secara

awam denngan istilah cuci darah (Yasmara D, dkk. 2016).

Dialyzer atau filter, memiliki dua bagian, satu untuk darah dan satu

untuk cairan cuci yang disebut dialisat. Sebuah membran tipis

memisahkan dua bagian ini. Sel darah, protein dan hal-hal penting lainnya

tetap dalam darah karena ukuran molekulnya terlalu besar untuk melewati

membran, sedangkan produk limbah yang berukuran lebih kecil di dalam

darah (seperti urea, kreatinin, kalium dan cairan yang berlebih) dapat

melewati membrn dan dikeluarkan (Yasmara D, dkk. 2016).

Hemodialisa merupakan suatu metode untuk mengeluarkan cairan

yang berlebihan dan toksin saat darah pasien bersikulasi melalui ginjal

buatan (alat dialisis/dialyzer). Proses difusi memindahkan zat terlarut

(misalnya kelebihan kalium) dari darah melintasi membrane


semipermeabel (filter alat dialisi) ke dalam dialisat untuk ekskresi dari

tubuh (Hurst M, 2015).

Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti

untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari

peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, uream,

kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel

sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana

terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Smeltzer & Bare, 2018).

2.1.2 Tujuan Hemodialisa

Menurut (Hurst M, 2015) tujuan dari di lakukannya hemodialisa

adalah sebagai berikut :

1. Memperbaiki ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Mengeluarkan toksin dan produk sisa metabolisme.

3. Mengontrol tekanan darah

4. Untuk membuang produk metabolisme protein yaitu urea, kreatinin

dan asam urat.

5. Membuang air yang berlebihan dalam tubuh.

6. Memperbaiki dan mempertahankan sistem buffer dan kadar elektrolit

tubuh.

7. Memperbaiki status kesehatan penderita.


2.1.3 Indikasi Hemodialisa

Menurut Yasmara D, dkk (2016) hemodialisa perlu dilakukan jika

ginjal tidak mampu lagi membuang cukup limbah dan cairan dari darah

untuk menjaga tubuh tetap sehat. Hal ini biasanya terjadi ketika fungsi

ginjal hanya tinggal 10-15%. Klien mungkin mengalami beberapa gejala,

seperti mual, muntah, bengkak dan kelelahan. Namun, jika gejala tersebut

tidak dialami klien, tingkat limbah dalam daah masih tinggi dan mungkin

menjadi racun bagi tubuh, dokter akan memberi tahu kapan dialisis harus

dimulai.

Ada sejumlah indikasi yang membuat dialisis harus dilakukan pada

pasien yang mengalami gagal ginjal akut atau penyakit ginjal stadium

akhir. Indikasi tersebut mencakup perikarditis atau pleuritis (indikasi

mendesak), ensefalopati uremik atau neuropati progresif (dengan tanda-

tanda seperti kebingungan, asteriksis, tremor, mioklonus multifokal,

pergelangan tangan atau kaki layuh atau dalam kasus yang parah timbul

kejang (indikasi mendesak), seorang yang mengalami perdarahhan diatesis

kurang responsif terhadap obat antihipertensi dan gangguan metabolik

persisten yang sukar disembuhkan dengan terapi medis (seperti

hiperkalemia, asidosis metabolik, hiperkalsemia, hipokalsemia,

hiperfosfatemia, mual dan muntah persisten, BUN >40 mmol/liter,

kreatinin >900). Biasanya dialisis dimulai pada pasien dewasa yang

mengalami penyakit ginjal kronis ketika laju filtrasi menurun menjadi

sekitar 10 mL/menit/ 1,73 m2.


Indikasi hemodialisa yag efektif pada pasien adalah laju filtrasi

glomerulus (glomerulus filtration rate, GFR) abtar 5 dan 8 mL/menit/1,73

m2, mual anoreksia muntah dan/atau astenia, serta asupan protein menurun

spontan <0,7 g/kg/hari.

2.1.4 Kontra Indikasi Hemodialisa

Menurut Yasmara D, dkk (2016) menyebutkan kontra indikasi

pasien yang hemodialisa adalah sebagai berikut:

1. Pasien yang mengalami perdarahan sangat serius disertai anemia.

2. Pasien yang mengalami hipotensi berat atau syok.

3. Pasien yang mengalami penyakit jantung koroner, serius atau

insufisiensi miokard, aritmia serius, hipertensi berat atau penyakit

pembuluh darah otak.

4. Pasien pasca operasi besar, 3 hari pasca operasi.

5. Pasien yang mengalami kondisi perdarahan serius atau anemia.

6. Pasien yang mengalami gangguan mental atau tumor ganas.

7. Perdarahan serebral akibat hipertensi dan anti-pembekuan.

8. Hematoma subdural.

9. Tahap akhir uremia dengan komplikasi ireversibel serius.


2.1.5 Proses Hemodialisa

Menurut (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010) dalam

kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama, yaitu sebagai berikut :

1. Proses Difusi

Dalam proses difusi, bahan terlarut akan berpindah ke dialisat karena

perbedaan kadar di dalam darah dan di dalam dialisat. Semakian

tinggi perbedaan kadar dalam darah maka semakin banyak bahan yang

dipindahkan ke dalam dialisat.

2. Proses Ultrafiltrasi

Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya air dan bahan terlarut

karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.

3. Proses Osmosis

Proses osmosis merupakan proses berpindahnya air karena tenaga

kimia, yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisis.

2.1.6 Frekuensi Hemodialisa

Menurut Hurst M, (2015) hemodialisa untuk gagal ginjal kronis,

basanya diprogramkan dua hingga tiga kali seminggu..

Frekuensi tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa,

tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisis sebanyak 3 kali/minggu.

Program dialysis dikatakan berhasil jika penderita kembali menjalani

hidup normal, penderita kembali menjalani diet yang normal, jumlah sel

darah merah dapat ditoleransi, tekanan darah normal dan tidak terdapat

kerusakan saraf yang progresif (Smeltzer & Bare, 2018).


Dialisis bisa digunakan sebagai terapi jangka panjang untuk gagal

ginjal kronis atau sebagai terapi sementara sebelum penderita menjalani

transplantasi ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisis dilakukan hanya

selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali

normal (Smeltzer & Bare, 2018).

2.1.7 Komplikasi Hemodialisa

Menurut Yasmara D, dkk (2016) koplikasi yang paling umum

selama perawatan hemodialisa adalah hipotensi (20-30%), kram otot (5-

20%), mual-muntah (5-15%), sakit kepala (5%), febris sampai meninggal

(<1%).

1. Hipotensi

Hipotensi intradialisis merupakan efek samping yang paling

umum terjadi pada saat hemodialisa. Ada dua mekanisme patogensis

hipotensi intradialisis, pertama adalah kegagalan untuk menjaga

volume plasma pada tingkat optimal dan yang kedua adalah kelainan

kardiovaskular. Hipotensi intradialisis bisa disertai dengan gejala

seperti kram, mual, muntah, kelelahan yang berlebihan dan kelemahan

atau mungkin tidak menunjukkan gejala sama sekali.

2. Sakit kepala

Keluhan sakit kepala sering ditemukan selama hemodialisa dan

penyebabnya belum diketahui secara pasti. Faktor pemicu sakit kepala

mungkin hipertensi, hipotensi, tingkat rendah natrium, penurunan


osmolaritas serum, tingkat rendah renin plasma, sebelum dan sesudah

dialisis nilai BUN dan rendahnya tingkat magnesium.

3. Sakit dada

Sakit dada selama prosedur hemodialisa harus dicurigai

sebagai kegawatdaruratan yang berhubungan dengan angina, infark

miokard atau perikarditis, hemodialisis akut atau reaksi anafilaktid.

4. Hipoksemia

Selama hemodialisa, PaO2 turun menjadi sekitar 10-20 mmHg.

Penurunan tersebut tidak menyebabkan masalah klinis yang signifikan

pada pasien yang mengalami oksigenasi normal, tetapi dapat

menghasilkan bencana pada mereka yang memiliki kadar oksigen

yang rendah.

5. Gatal-gatal

Pasien yang menjalani hemodialisa mengalami gatal-gatal pada

kulit yang semakin memburuk selama taua segera setelah hemodialisa.

Walaupun penyebab pastinya tidak diketahui, diduga faktor yang

menyebabkannya adalah kulit kering (xerosis), deposit kristal

kalsium-fosfor (hiperparatiroidisme), alergi terhadap obat (ETO dan

heparin) dan pelepasan histamin dari sel induk.

6. Kram otot

Kram otot selama hemodialisa umum terjadi. Meskipun kram

sebagaian besar terlihat di eksteremitas bawah, tetapi dapat terjadi

juga di perut, lengan dan tangan. Metabolisme otot dibawah normal


dianggap sebagai faktor yang paling penting yang menyebabkan

terjadinya kram. Oleh sebab iu, hipotensi, hiponatremia, hipoksia

jaringan diduga menyebabkan terjadinya kram otot.

7. Anemia

Tidak memiliki cukup sel darah merah adalam darah adalah

komplikasi umum dari gagal ginjal dan hemodialisa. Gagal ginjal

mengurangi produksi hormon yang disebut eritropoietin, yang

merangsang pembentukan sel darah merah. Pembatasan diet,

penyerapan zat besi yang buruk, tes darah secara sering atau

kehilangan zat besi dan vitamin akibat hemodialisa dapat

berkontribusi juga terhadap terjadinya anemia.

8. Amiloidosis

Amiloidosis terkait dialisis terjadi ketika protein dalam darah

disimpan pada sendi dan tendon sehingga menyebabkan nyeri,

kekakuan dan penumpukkan cairan pada sendi. Kondisi ini lebih

umum terjadi pada orang yang telah menjalani hemodialisa selama

lebih dari lima tahun.

9. Depresi

Perubahan suasana hati umum terjadi pada orang yang

mengalami gagal ginjal. Pasien cenderung mengalami depresi dengan

perilaku menolak pengobatan termasuk terapi hemodialisa. Jika pasien

mengalami depresi atau kecemasan setelah memulai homodialisis.


2.2 Konsep Spiritualitas

2.2.1 Pengertian Spiritualitas

Kata spiritualitas berasal dari bahasa Ibrani ruah (angin) dan Latin

spiritus, yang berarti "untuk meniup" atau "untuk bernapas," dan telah

datang untuk berarti sesuatu yang memberikan kehidupan atau esensi

untuk menjadi manusia (Kozier et al., 2018).

Menurut Villagomeza (2006) Spiritualitas adalah sifat manusia

yang melekat dalam diri semua orang, terlepas dari keyakinan agama

mereka. Ini memberikan individu energi yang dibutuhkan untuk

menemukan diri mereka sendiri, menghadapi situasi yang sulit, dan

menjaga kesehatan. Kesehatan seseorang tergantung pada keseimbangan

antara faktor fisik, psikologis, sosiologis, budaya, perkembangan, dan

spiritual (Potter, Perry, Stockert, & Hall, 2013).

Menurut Miligan (2011) dalam Azizah LM, dkk (2016),

mendefinisikan spiritualitas sebagai dimensi dinamik dari kehidupan

manusia yang berhubungan dengan cara seseorang mengalami,

mengekspresikan atau mencari arti hidup, trasendensi dan cara

menghubungkan antara waktu, diri sendiri, orang lain, dan alam semesta

dengan sesuatu yang dianggap penting atau sakral. Kebutuhan spiritual

adalah kebutuhan mempertahankan keyakinan dan kewajiban agama,

pengampunan dan rasa percaya pada tuhan.


2.2.2 Aspek Spiritualitas

Menurut Azizah LM, dkk (2016) spiritualitas dapat mencakup

beberapa aspek berikut :

1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian

dalam kehidupan.

2. Menemukan arti dan tujuan hidup.

3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan

dalam diri sendiri.

4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan Yang Maha

Tinggi.

5. Kebutuhan Spiritual adalah kebutuhan mempertahankan keyakinan dan

kewajiban agama, pengampunan dan rasa percaya pada tuhan.

Spiritual merupakan sebuah konsep yang terdiri dari dua dimensi,

yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal melibatkan

hubungan dengan Yang Maha Tinggi, sedangkan dimensi horizontal

melibatkan hubungan dengan diri sendiri, dengan orang lain serta

hubungan dengan alam yang diciptakan oleh Tuhan (Burbhart, 1993 dalam

Azizah LM, dkk, 2016).

2.2.3 Karakteristik Spiritualitas

Menurut Azizah LM, dkk (2016) Spiritualitas mencakup seluruh

aspek pribadi manusia dan merupakan sarana menjalani hidup. Dalam

perpektif perawatan kesehatan yang holistik, jiwa, tubuh dan roh atau

spirit saling berhubungan dan berinteraksi dengan cara dinamis dalam


pribadi seseorang. Untuk memudahkan perawatan dalam memberikan

asuhan keperawatan, maka perawat mutlak perlu memiliki kemampuan

mengidentifikasi atau mengenal karakteristik spiritual sebagai berikut :

1. Hubungan dengan Ketuhanan/ Yang Maha Tinggi

Secara singkat dapat dinyatakan bahwa seorang terpenuhi

kebutuhan spiritualnya apabila mampu :

a. Merumuskan arti personal yang positif, tentang tujuan

keberadaannya di dunia.

b. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari

suatu kejadian atau penderitaan.

c. Dengan mengembangkan hubungan antar manusia yang positif

dll.

2. Hubungan dengan diri sendiri

a. Kekuatan dalam dan self-reliance

b. Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang bisa dilakukannya)

c. Sikap (percaya pada diri sendiri, ketenangan fikiran, keselarasan

dengan diri sendiri)

3. Hubungan dengan orang lain

a. Berbagai waktu, pengetahuan secara timbal balik

b. Mengasuh anak, orang tua dan orang sakit

c. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari

suatu kejadian dari suatu kejadian atau penderitaan


4. Hubungan dengan alam

a. Mengetahui tentang tanaman, margasatwa, iklim

b. Berkomunikasi dengan alam (mengabdikan, melindungi alam)

2.2.4 Perkembangan Spiritualitas

Menurut Azizah LM, dkk (2016) spiritual sangat berkaitan dengan

bagian moral dan etis dalam suatu konsep diri, spiritual memengaruhi

seluruh bagian dari dalam diri seseorang yaitu pikiran, tubuh dan jiwa.

Adapun perkembangan spiritual dari tahap ke tahap adalah sebagai

berikut:

1. Bayi

Awal perkembangan spiritual adalah rasa percaya pada

pengasuh yang akan memberikan rasa aman dalam hubungan

interpersonal. Belum memiliki rasa salah dan benar, dan hanya meniru

kegiatan ritual tanpa tahu arti kegiatan

2. Toddler dan Prasekolah

Masa toddler merupakan waktu utama untuk meniru perilaku

roang lain. Anak-anak menirukan gerakan dan perilaku keagamaan

orang lain tanpa memahami makna atau pentingnya aktifitas tersebut.

Selama usia prasekolah anak-anak menyerap beberapa nilai

dan keyakinan beragama menyampaikan kepada anak tentang apa

yang mereka anggap baik dan buruk. Pada usia ini anak-anak masih

meniru perilaku dan mengikuti keyakinan orang tua sebagai bagian


dari kehidupan mereka sehari-hari bukan atas dasar pemahaman

mengenai konsep dasarnya.

3. Usia sekolah

Selama usia sekolah, perkembangan spiritual terjadi bersamaan

dengan perkembangan kognitif dan berkaitan erat dengan pengalaman

dan interaksi sosial anak. Pada usia ini sebagian besar anak-anak

sangat tertarik pada agama. Mereka menerima ketuhanan dan do’a

kepada Yang Maha Kuasa merupakan hal yang penting dan perlu

dijawab. Perilaku yang baik perlu diberi penghargaan dan perilaku

yang buruk perlu mendapat hukuman. Anak mengharapkan Tuhan

menjawab doanya, konsep yang salah dihukum dan yang baik diberi

hadiah sangat mendominasi pemikiran anak.

4. Remaja

Pada saat anak-anak mendekati masa remaja, mereka semakin

menyadari adanya kekecewaan spiritual. Mereka mulai mengetahui

bahwa do’a tidak selalu dikabulkan dan dapat mulai mengabaikan atau

memodifikasi beberapa praktik keagamaan.

Remaja menjadi lebih spesifik dan mulai membandingkan

berbagai standar keagamaan orang tua mereka dengan orang lain.

Mereka mencoba menentukan mana yang akan diadopsi dan maukkan

ke dalam nilai-nilai mereka sendiri. Mereka mulai membandigkan

standar keagamaan dengan sudut pandang ilmiah. Remaja merasa ragu


tentang nilai-nilai keagamaan tapi tidak mendapatkan wawasan yang

jelas sampai remaja akhir.

5. Dewasa muda

Kelompok usia dewasa muda mulai menyadari hal-hal yang di

ajarkan terkait tentang spiritual saat ia berada pada masa anak-anak

dahulu, dikarenakan pertanyaan tenang keagamaan yang dilontarkan

oleh anak-anaknya kepada dirinya, sehingga pengalaman yang ia terim

dari orang tuanya dapat menjadi catatan untuk mendidik anaknya.

6. Dewasa menengah sampai lansia

Usia dewasa menegah samai lansia lebih aktif dan mempunyai

banyak waktu terkait dengan kegiatan spirutal. Perasaan kehilangan

akibat kematian membuat mereka merasa kesepian. Perkembangan

tentang filosofi agama yang matang membuat kelompok usia dewasa

menengah sampai lansia lebih menghargai kehidupan dan serta lebih

dapat menerima kenyataan bahwa kematian tidak dapat dihindarkan.

2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

Menurut Taylor, dkk (1997) dan Craven dan Hirnk (1996) dalam

Azizah LM, dkk (2016), faktor penting yang mempengaruhi spiritualitas

adalah :

1. Pertimbangan tahap perkembangan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat

agama yang berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi


tentang Tuhan dan bentuk sembahyang yang berbeda menurut usia,

eks, agama dan kepribadian anak.

2. Keluarga

Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan

spiritualitas anak. Yang penting bukan apa yang diajarkan oleh orang

tua tapi apa yang dipelajari anak mengenai Tuhan.

3. Latar belakang etnik dan budaya

Sikap keyakinan dan dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan

sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi

agama dan spiritual keluarga.

4. Pengalaman hidup sebelumnya

Pengalaman hidup baik yang positif maupun negative dapat

mempengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya juga dipengaruhi

oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual kejadian atau

pengalaman tersebut.

5. Krisis dan perubahan

Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual

seseorang. Krisis dialami ketika seseorang menghadapi penyakit,

penderitaan proses penuaan, kehilangan bahkan kematian.

6. Terpisah dari ikatan spiritual

Menderita sakit terutama yang bersifat akut seringkali

membuat individu merasa terisolasi dan kehilangn kebebasan pribadi

dan system dukungan social.


7. Isu moral terkait dengan terapi

Pada kebayakan agama, proses penyembuhan dianggap

sebagai cara tuhan untuk menunjukkan kebesarannya walaupun ada

juga agama yang menolak intervensi pengobatan.

8. Asuhan keperawatan yang kurang sesuai

Ketika memberikan asuhan keperawatan pada klien, perawat

diharapkan untuk peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi

dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat justru menghindar

untuk memberikan asuhan spiritual.

2.2.6 Manifestasi Perubahan Fungsi Spiritualitas

Menurut Azizah LM, dkk (2016) Berbagai perilaku dan ekspresi

yang dimanifestasikan klien seharusnya diwaspadai oleh perawat karena

mungkin saja klien mengalami masalah spiritualitas.

1. Verbalisasi distres

Individu yang mengalami gangguan spiritual biasanya

menverbalisasikan distres yang dialaminya atau megeksporesikan

kebutuhan untuk mendapatkan bantuan. Biasanya klien meminta

perawat untuk berdoa bagi kesembuhannya atau memberitahukan

kepada pemuka agama untuk mengunjunginya.

2. Perubahan perilaku

Perubahan prilaku juga dapat merupakan manifestasi gangguan

fungsi spiritual, klien yang merasa cemas dengan hasil pemeriksaan


atau menunjukkan kemarahan setelah mendengar hasil pemeriksaan

mungkin saja sedang menderita distres spiritual.

2.2.7 Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas

Spiritualitas merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat

dielakkan pemenuhannya. Meningkatkan aspek spiritual dari lingkungan

dalam proses penyembuhan ditujukan untuk memaksimalkan manfaat dari

pengalaman, pengobatan, dan perasaan damai bagi pasien. Cara

pemenuhan yang paling mudah adalah dengan penyediaan sarana ibadah

seperti tempat ibadah, kitab suci, dan ahli agama. Pemberian penguatan

terhadap perilaku positif yang telah dilakukan pasien dalam hal spritualitas

akan memotivasi pasien melakukannya lebih baik sebagai dampak dari

peningkatan harga diri pasien (Yusuf, PK, & Nihayati, 2015)

Semua pasien memiliki kebutuhan yang mencerminkan spiritualitas

mereka. Kebutuhan ini muncul karena suatu penyakit atau krisis kesehatan

yang sedang mereka alami. Upaya memudahkan pemberian asuhan

keperawatan dengan memperhatikan kebutuhan spiritual penerima

pelayanan keperawatan, perawat harus memiliki keterampilan dan

kemampuan untuk dapat mengidentifikasi dan mengenal karakteristik

spiritual. Pemenuhan kebutuhan spiritual dapat meningkatkan perilaku

koping sehingga pasien beradaptasi dengan baik terhadap situasi.


Ada beberapa komponen hubungan dengan ketuhanan, yaitu :

(Kozier et al., 2018)

1. Hubungan dengan Tuhan

a. Sembayang atau berdo’a

Tindakan berdo’a adalah bentuk dedikasi diri yang

memungkinkan individu untuk bersatu dengan Tuhan Yang Maha

Kuasa. Berdo’a merupakan salah satu cara individu untuk

memperbarui kepercayaan dan keyakinannya kepada yang Maha

Kuasa secara lebih formal. Bagi banyak orang, berdo’a adalah

salah suatu kesempatan untuk meninjau kembali kelemahan yang

mereka rasa dan untuk membuat komitmen hidup lebih baik.

Berdo’a juga sebagai sumber yang efektif bagi seseorang untuk

mengatasi nyeri, stres dan distres. Menurut (Muzaenah & Makiyah,

2018) pemenuhan aspek spiritualitas dan kebutuhan spiritual pasien

gagal ginjal kronik penting sebagai salah satu cara untuk

meningkatkan makna dan harapan hidup, memperbaiki kualitas

hidup, dan meningkatkan kepercayaan diri pasien meskipun dalam

kondisi kesehatan yang tidak mendukung serta mengurangi

kecemasan dan rasa takut akan kematian dengan aktivitas spiritual

seperti sholat dan doa.

b. Perlengkapan keagamaan

Setiap agama memiliki tulisan sakral dan kitab yang

menjadi pedoman keyakinan dan perilaku penganutnya. Individu


sering kali mendapatkan kekuatan dan harapan setelah membaca

buu-buku keagamaan atau kita suci saat mereka sakit atau

mengalami krisis. Perlengkapan umat islam adalah kitab suci Al-

Qur’an dan tasbih yang digunakan untuk berzikir, menunjukkan

keyakinan seseorang, mengingatkan pemakainya terhadap

keyakinannya, memberikan perlindungan spiritual atau menjadi

sumber kenyamanan atau kekuatan.

2. Hubungan dengan dri sendiri

Hubungan dengan diri sendiri bertujuan membentuk manusia

yang berakhlak mulia terhadap dirinya sendiri, seperti sikap taubat,

sabar dalam menghadapi cobaan dan penyakit yag diderita, rasa

syukur serta percaya diri (Kozier et al., 2018). Ada beberapa

komponen yang mencakup dalam hubungan dengan diri sendiri, yaitu:

a. Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya)

Kesadaran diri digunakan untuk mengenali perasaan

keyakinan dan sikap seseorang. Setiap individu memiliki ide, nilai

dan keyakinan yang merupakan bagian unik mereka dan berbeda

dari orang lain. Kesadaran diri dapat melalui refeksi, meluangkan

waktu secara sadar dengan berfokus pada perasaan dan nilai atau

keyakinan diri.

b. Sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/ masa

depan, ketenangan pikiran, harmoni/ keselarasan dengan diri

sendiri)
Sikap adalah posisi mental atau perasaan terhadap diri

sendiri, orang lain, objek atau ide (penerimaan, rasa kasih,

keterbukaan). Sikap sering dinilai seperti baik atau buruk, postif

arau negatif. Percaya diri merupakan suatu sikap yang harus

dimiliki oleh setiap orang. Dimana rasa percaya diri akan

menciptakan sikap yang optimis yang akan memberikan motivasi

serta kekuatan pada jiwa (Kozier et al., 2018).

3. Hubungan dengan orang lain

Menurut (Potter et al., 2013) hubungan dengan orang lain

adalah salah satu bentuk interaksi sosial, dimana seseorang melakukan

hubungan dan saling berbalas respon satu sama lainnya melalui suatu

komunikasi. Hubungan perawat dan pasien merupakan suatu proses

yang dinamis dimana terdapatnya kolaborasi antara perawat dan

pasien untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien.

Ada beberapa komponen hubungan dengan orang lain, yaitu :

a. Berbagai waktu dan pengetahuan dengan keluarga, teman dan

orang disekitarnya serta dengan membalas perbuatan baik orang

lain.

b. Mengasuh dan merawat anak, orang tua dan orang sakit

menunjukkan bahwa individu peduli terhadap orang disekitarnya.

c. Menguatkan kembali makna kehidupan dan kematian, misalnya

mengunjungi teman, berfoto bersama dan mengikuti acara

pemakaman.
4. Hubungan dengan alam dan lingkungan

Rasa kagum terhadap keindahan alam membuat individu

merasakan kedamaian batin meskipun pengalaman hidup kacau,

penuh ketakutan dan tidak pasti. Ada beberapa komponen hubungan

dengan alam yang harmonis, yaitu :

a. Mengetahui tentang tanaman, poho, margasatwa dan iklim.

b. Berkomunikasi dengan alam (bertanam dan berjalan kaki),

mengabadikan dan melindung alam.

2.2.8 Dampak Hemodialisa Terhadap Spiritualitas

Menurut Yasmara D., dkk (2016), Azizah LM., dkk (2016) dan

beberapa penelitian, pasien yang mengalami penyakit kronik dan

menjalani terapi hemodialisa akan mengalami perubahan atau berdampak

pada kesehatan yang meliputi perubahan biologis, psikologis, psikososial

dan spiritualitas.

1. Dampak biologi

Menurut Yasmara D., dkk (2016) dampak biologi yang terjadi

akibat hemodialisa adalah hipotensi, sakit kepala, hipoksemia, gatal-

gatal, kram otot dan anemia.

2. Dampak psikologi

Faktor kehilangan sesuatu yang sebelumnya ada seperti

kebebasan, pekerjaan dan kemandirian adalah hal-hal yang sangat

dirasakan oleh pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa, hal ini

bisa menimbulkan gejala depresi yang nyata sampai dengan tindakan


bunuh diri, dan pasien juga akan mengalami delirium yang mana

pasien akan mengalami kelesuan dan kebingungan yang nyata (Andri,

2012)

3. Dampak psikososial

Aspek psikososial menjadi penting diperhatikan karena

perjalanan penyakit yang kronis dan sering membuat pasien tidak ada

harapan. Pasien sering mengalami perubahan emosi (ketakutan,

frustasi, perasaan marah dalam dirinya), kehilangan harga diri karena

perubahan peran yang tidak bisa dihindari, gaya hidup pasien akan

berubah dan akan mengalami perubahan pada fungsi seksual pasien

(Andri, 2012).

4. Dampak spiritaulitas

Menurut Azizah LM., dkk (2016) salah satu faktor yang

memengaruhi spiritual adalah krisis atau perubahan kesehatan yang

mana akan memengaruhi segala aspek kehidupan baik yang secara

hubungan vertikal maupun horizontal. Dalam berbagai penelitian yang

dilakukan oleh Lestari & Safuni, (2016) dan Muzaenah & Makiyah,

(2018), terapi hemodialisa akan memengaruhi aspek spiritual yang

mana akan menyebabkan gangguan dalam metode koping pasien,

gangguan psikologi berat seperti bunuh diri, dan sangat memengaruhi

kualitas hidup pasien.


2.2.9 Pengukuran Tingkat Spiritualitas

Tingkat spiritualitas seseorang berhubungan dengan terpenuhinya

aspek kebutuhan spiritual mereka. Kebututuhan spiritualitas adalah

kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan

memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf

atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya

dengan Tuhan. Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari

arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa

ketertarikan, dan kebutuhan untuk memberi dan mendapatkan maaf

(Kusdiyani, 2017).

Pengukuran tingkat spiritualitas sangat diperlukan dalam

mengetahui seberapa tinggi, sedang maupun rendah tingkat spiritual

pasien. Salah satu pengukuran tingkat spiritual pasien dengan penyakit

kronik adalah Spiritual Needs Questionnaire (SpNQ) dari Prof. Dr. Arndt

Büssing, Witten/Herdecke University tahun 2018 dengan 27 item

pertanyaan (Büssing, Recchia, Koenig, Baumann, & Frick, 2018).

Instrumen SpNQ dipilih karena telah diuji validasikan pada pasien

dengan penyakit kronis jumlah sampel 627 orang, pada pasien penyakit

kronis dengan usia lanjut jumlah sampel 904, diujikan juga pada orang

sehat yaitu orang dewasa dan orang tua dengan jumlah sampel 1468, dan

diujikan pada pada orang dengan sakit kronis, lanjut usia dan orang sehat

dengan jumlah sampel 2095 dan memiliki nilai realibilitas yang baik

(alpha cronbach bervariasi dari 0,71 sampai 0,91). Adanya perbedaan


budaya dapat diatasi dengan tersedianya instrumen SpNQ dalam berbagai

bahasa, termasuk versi bahasa Indonesia (Arndt, Recchia, Koenig,

Baumann, & Frick, 2018) dalam (Himawan, Anggorowati, & Chasani,

2019).

2.2.10 Penelitian Yang Relevan

Tabel 2.1 : Penelitian Yang Relevan

No Judul Penelitian Nama Peneliti Metode Hasil Penelitian


Penelitian
1 Kebutuhan Khayati (2017) Penelitian Menunjukkan bahwa
Spiritual Pada deskriptif pasien GGK yang
Pasien Gagal dengan menjalani
Ginjal Kronik pendekatan hemodialisa terapi,
Yang Menjalani cross sectional mayoritas kebutuhan
Terapi spiritualnya tinggi
Hemodialisa Di (72.8%), sedang
Rsu Pku (17.3%) dan rendah
Muhammadiyah (9.9%)
Gombong
2 Pemenuhan Lestari & Penelitian Pemenuhan
Kebutuhan Safuni, 2016) deskriptif kebutuhan spiritual
Spiritual Pada eksploratif, berada pada kategori
Pasien Gagal pendekatan kurang baik dengan
Ginjal Kronik yang digunakan jumlah 18 responden
Di Rumah Sakit adalah cross (51,4%), hubungan
Umum Aceh sectional dengan Tuhan baik
dengan jumlah 18
responden (51,4%),
hubungan dengan diri
sendiri kurang baik
dengan jumlah 20
responden (57,1%),
hubungan dengan
orang lain kurang
baik dengan jumlah
20 responden
(57,1%), hubungan
dengan alam kurang
baik dengan jumlah
23 responden
(65,7%).
3 Pengalaman Mailani, Jenis penelitian Hasil wawancara
Spiritualitas Setiawan, & yang dilakukan mendalam dengan
pada Pasien Cholina (2015) adalah partisipan didapatkan
Penyakit Ginjal fenomenologi empat tema dalam
Kronik yang deskriptif. mendeskripsikan
Menjalani spiritualitas yaitu:
Hemodialisa mendekatkan diri
kepada Tuhan,
dukungan dari orang
terdekat, mempunyai
harapan besar untuk
sembuh, menerima
dengan ikhlas
penyakit yang diderita
4 Pentingnya Muzaenah & Menggunakan Pemenuhan aspek
Aspek Spiritual Makiyah database spiritualitas dan
Pada Pasien (2018) dengan kebutuhan spiritual
Gagal Ginjal penelusuran pasien gagal ginjal
Kronik Dengan elektronik kronik penting
Hemodialisa: A pada EBSCO, sebagai salah satu
Literature Google, Google cara untuk
Review Scholar, meningkatkan makna
ProQuest dan dan harapan hidup,
PubMed yang memperbaiki kualitas
dipublikasikan hidup, dan
pada tahun meningkatkan
2013-2017 kepercayaan diri
pasien meskipun
dalam kondisi
kesehatan yang tidak
mendukung serta
mengurangi
kecemasan dan rasa
takut akan kematian
dengan aktivitas
spiritual seperti sholat
dan doa.
5 Asesmen Himawan et al. Penelitian Pengkajian kebutuhan
Kebutuhan (2019) deskriptif spiritual baik dengan
Spiritual Pasien analitik dengan APSN dan SpNQ
Penyakit Ginjal pendekatan tidak memiliki
Kronik Yang cross sectional perbedaan yang
Menjalani signifikan dengan
Hemodialisa nilai chi square 0,170
Dengan lebih dari 0.05.
Instrumen Kebutuhan spiritual
APSN dan tertinggi didapatkan
SPNQ pada kebutuhan
berdoa baik pada
instrumen APSN
maupun SpNQ.
Responden memiliki
kebutuhan spiritual
pada semua domain di
kedua instrumen
tersebut
6 Hubungan Purwaningrum Jenis penelitian hasil penelitian
Aktivitas (2013) studi korelasi, menunjukkan
Spiritual desain surveyy sebagian besar
dengan Tingkat analitik dengan aktivitas spiritual
Stress Pada pendekatan kurang sebanyak 14
Pasien Gagal waktu cross orang (46,7%), dan
Ginjal Kronik sectional tingkat stress dalam
Yang Menjalani klasifikasi ringan
Hemodialisa Di sebanyak 17 orang
RS PKU (56,7%). Hasil uji
Muhammadiyah didapatkan p sebesar
Yogyakarta 0,000 (<0,05), nilai
phi sebesar -0,796
sehingga dikatakan
ada hubungan
bermakna dan
keeratan kuat.
2.3 Kerangka Teori
Hemodialisa

Aspek Biologi Aspek Psikolgi Aspek Psikososial Aspek Spiritual


1. Hipotensi 1. Depresi 1. Emosi (ketakutan, Perubahan
2. Sakit kepala dengan frustasi, perasaan hubungan baik
3. Hipoksemia tindakan marah) secara vertikal
4. Gatal-gatal bunuh diri 2. Kehilangan harga maupun
5. Kram otot 2. Delirium diri horizontal
6. Anemia dengan 3. Gaya hidup
kelesuan dan berubah
kebingungan 4. Fungsi seksual
berubah

Faktor yang Spiritualitas Pemenuhan


mempengaruhi kebutuhan
spiritualitas : spiritualitas :
1. Pertimbangan 1. Beribadah,
tahap berdoa,
perkembangan Karakteristik Manifestasi membaca Al-
2. Peran orang tua spiritualitas : perubahan Qur’an dan
3. Latar belakang 1. Hubungan spiritualitas : berzikir
etnik dan budaya dengan Tuhan 1. Verbalisasi 2. Sikap percaya
4. Pengalaman hidup 2. Hubungan distres diri, kesadaran
sebelumnya dengan diri 2. Perubahan diri dan
5. Krisis dan sendiri perilaku bersabar
perubahan 3. Hubungan 3. mengunjungi
6. Asuhan dengan orang dan berbincang
keperawatan yang lain dengan teman
sesuai 4. Hubungan 4. Berjalan,
dengan alam/ mengetahui
lingkungan tanaman dan
mengabadikan

Sumber : Yasmara D, dkk. (2016); Hurst M (2015); Azizah L M (2016)

Gambar 2.1 : Kerangka Teori


2.4. Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang di dalamnya ada beberapa variabel yang ingin diamati/

diukur maupun yang tidak diamati/ diukur dalam penelitian yang akan

dilakukan (Heriyanto, 2017).

Faktor yang Hemodialisa


mempengaruhi
spiritualitas :
1. Pertimbangan tahap Perubahan
perkembangan Spiritualitas
2. Peran orang tua
3. Latar belakang etnik
dan budaya Kebutuhan Tinggi
4. Pengalaman hidup Spiritualias
sebelumnya 1. Hubungan dengan
5. Krisis dan Tuhan
perubahan 2. Hubungan dengan
6. Asuhan Rendah
diri sendiri
keperawatan yang 3. Hubungan dengan
sesuai orang lain
4. Hubungan dengan
alam/ lingkungan Sedang

Di teliti

Tidak di teliti

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep Kebutuhan Spiritualitas Pada Pasien


Hemodialisa di Ruang Hemodialisa Rumah sakit Umum
Anwar Medika Sidoarjo

Anda mungkin juga menyukai