Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


MASALAH SISTEM PERNAFASAN (TUBERCULOSIS PARU)
DIRUANG PENYAKIT DALAM RSUD SAMBAS

DISUSUN OLEH

RIZKI AROFI
NIM. 201133058

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di Tingkat Regional
Tahun 2020"

MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis 
Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
MASALAH SISTEM PERNAFASAN (TUBERCULOSIS PARU)
DIRUANG PENYAKIT DALAM RSUD SAMBAS

Mata Kuliah : Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah


Semester : II (Genap)
Institusi : Poltekkes Kemenkes Pontianak
Prodi : Profesi Ners

Sambas, 22 Maret 2021


Mahasiswa

Rizki Arofi
NIM. 201133058

Mengetahui,

Clinical Teacher Clinical Instructure

Ns. Sabila, S.Kep


NIP. 198704192011012013

ii
DAFTAR ISI

VISI DAN MISI.......................................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I KONSEP DASAR.......................................................................................1


A. Definisi..........................................................................................................1
B. Etiologi..........................................................................................................1
C. Patofisiologi..................................................................................................2
D. Klasifikasi.....................................................................................................3
E. Tanda dan Gejala..........................................................................................5
F. Komplikasi....................................................................................................7
G. Pemeriksaan Diagnotik / Penunjang.............................................................8
H. Penatalaksanaan Medis.................................................................................9

BAB II WEB OF CAUSATION.........................................................................10

BAB III PROSES KEPERAWATAN................................................................11


A. Pengkajian...................................................................................................11
B. Diagnosa Keperawatan...............................................................................14
C. Perencanaan / Intervensi.............................................................................15
D. Implementasi...............................................................................................19
E. Evaluasi.......................................................................................................19
F. Aplikasi Pemikiran Kritis............................................................................20

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21

iii
BAB I
KONSEP DASAR

A. Definisi
Menurut Tabrani (2010) Tuberkulosis Paru adalah penyakit yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat
hidup terutama di paru atau diberbagai organ tubuh yang lainnya yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai
kandungan lemak yang tinggi pada membran selnya sehingga menyebabkan
bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan dari kumannya
berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet,
karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari. Tuberkulosis Paru
atau TB adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman
Mycobacterium Tuberculosis. Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberculosis masuk ke
dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami
proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon. (Andra S.F & Yessie
M.P, 2013). Penularan tuberkulosis yaitu pasien TB BTA (bakteri tahan
asam) positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkan nya. TB dengan
BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB
meskipun dengan tingkat penularan yang kecil (Kemenkes RI, 2015).

B. Etiologi
Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman berbentuk batang yang
berukuran dengan panjang 1-4 mm dan dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian
besar komponen M. tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga
kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan dengan zat kimia dan
factor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yaitu menyukai daerah
yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis senang tinggal di
daerah apeks paru-paru yang dimana terdapat kandungan oksigen yang tinggi.
Daerah tersebut menjadi daerah yang kondusif untuk penyakit Tuberkulosis
(Soemantri, 2008).

1
Kuman ini tahan pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman pada saat
itu berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit
dari tidurnya dan menjadikan tuberculosis aktif kembali. Tuberculosis paru
merupakan penyakit infeksi pada saluran pernapasan. Basil mikrobakterium
tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran nafas (droplet
infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya
menyerang kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks
(ranke), keduanya ini dinamakan tuberculosis primer, yang dalam
perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberculosis
paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan
spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberculosis yang kebanyakan
didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberculosis post
primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi
penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik
terhadap basil tersebut (Abdul, 2013).
Penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberculosis. Basil ini
tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari,
dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberculosis yaitu tipe
human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang
menderita mastitis tuberculosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak
ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang
yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC
setelah infeksi melalui udara (Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015).

C. Patofisiologi
Penyakit tuberculosis paru ditularkan melalui udara secara langsung dari
penderita penyakit tuberculosis kepada orang lain. Dengan demikian,
penularan penyakit tuberculosis terjadi melalui hubungan dekat antara
penderita dan orang yang tertular (terinfeksi), misalnya berada di dalam
ruangan tidur atau ruang kerja yang sama. Penyebaran penyakit tuberculosis
sering tidak mengetahui bahwa ia menderita sakit tuberculosis. Droplet yang

2
mengandung basil tuberculosis yang dihasilkan dari batuk dapat melayang di
udara sehingga kurang lebih 1 - 2 jam tergantung ada atau tidaknya sinar
matahari serta kualitas ventilasi ruangan dan kelembaban. Dalam suasana
yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari-hari bahkan
berbulan-bulan. Jika droplet terhirup oleh orang lain yang sehat, maka droplet
akan masuk ke system pernapasan dan terdampar pada dinding system
pernapasan. Droplet besar akan terdampar pada saluran pernapasan bagian
atas, sedangkan droplet kecil akan masuk ke dalam alveoli di lobus manapun,
tidak ada predileksi lokasi terdamparnya droplet kecil. Pada tempat
terdamparnya, basil tuberculosis akan membentuk suatu focus infeksi primer
berupa tempat pembiakan basil tuberculosis tersebut dan tubuh penderita akan
memberikan reaksi inflamasi. Setelah itu infeksi tersebut akan menyebar
melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase yaitu akan
dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, sehingga berkurang atau
tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrophage. Karena fungsi
dari macrofage adalah membunuh kuman atau basil apabila prosesini berhasil
dan macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan
tubuhnya akan meningkat. Apabila kekebalan tubuhnya menurun pada saat
itu maka kuman tersebut akan bersarang di dalam jaringan paru-paru dengan
membentuk tuberkel (biji-biji kecil sebesar kepala jarum). Tuberkel lama-
kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama
akan timbul perkejuan di tempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis
tersebut dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah
pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe). (Djojodibroto, 2014).

D. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan
untuk menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan
dilakukan sebelum pengobatan dimulai. Klasifikasi penyakit Tuberkulosis
dibagi kedalam beberapa bagian berikut :

3
1. Tuberkulosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
Kriteria hasil dari tuberkulosis paru BTA positif adalah Sekurang-
kurangnya 2 pemeriksaan dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
(+) atau 1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada
menunjukan gambaran tuberculosis aktif.
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto
rontgen dada menunjukan gambaran Tuberculosis aktif. TBC Paru
BTA (-), rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto rontgan dada memperlihatkan gambaran kerusakan
paru yang luas.
2. Tuberculosis Ekstra Paru
TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu :
a. TBC ekstra-paru ringan
Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b. TBC ekstra-paru berat
Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran
kencing dan alat kelamin.
3. Tipe Penderita
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada beberapa tipe
penderita yaitu :
a. Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudahpernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

4
b. Kambuh (Relaps)
Adalah penderita Tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan Tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian
kembali lagi berobat denganhasil pemeriksaan dahak BTA (+).
c. Pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di
suatukabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini.
Penderita pindahantersebut harus membawa surat rujukan/pindah
(Form TB. 09).
d. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan,
danberhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembalidengan hasil
pemeriksaan dahak BTA (+).

E. Tanda dan Gejala


Tuberculosis sering dijuluki “the great imitator” yang artinya suatu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga
memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita
gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang
asimtomatik (Muttaqin, 2012). Gejala klinik Tuberkulosis paru dapat dibagi
menjadi 2 golongan yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik :
1. Gejala Respiratorik
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan gejala ini banyak ditemukan.
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat
batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah
timbul peradangan kemudian menjadi produktif (menghasilkan
sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu. Keadaan yang selanjutnya
adalah batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang
pecah.

5
b. Batuk darah
Pada saat baruk darah yang dikeluarkan yaitu dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah
terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk
darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
Gejala klinis Haemoptoe : Kita harus memastikan bahwa perdarahan
tersebut dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai
berikut :
1) Batuk darah
Darah dibatukkan dengan rasa panas ditenggorokkan, Darah
berbuih bercampur udara, Darah segar berwarna merah muda,
Darah bersifat alkalis, Anemia kadang-kadang terjadi dan
Benzidin test negative.
2) Muntah darah
Darah dimuntahkan dengan rasa mual, Darah bercampur sisa
makanan, Darah berwarna hitam karena bercampur asam
lambung, Darah bersifat asam, Anemia sering terjadi dan
Benzidin test positif.
3) Epistaksis
Darah menetes dari hidung, Batuk pelan kadang keluar, Darah
berwarna merah segar, Darah bersifat alkalis, Anemia jarang
terjadi.
c. Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
dimana infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini
ditemukan apabila terjadi kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothoraks, anemia dan lain-lain.

6
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada Tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritic yang
ringan. Gejala nyeri dada ini timbul apabila system persarafan di
pleura terkena.
2. Gejala Sistemik
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Namun kadang-
kadang panas bahkan dapat mencapai 40-41ºC. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya
infeksi kuman tuberculosis yang masuk. Demam merupakan gejala
yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore hari dan malam hari
mirip dengan deman influenza, hilang timbul dan semakin lama
semakin panjang serangannya sedangkan masa bebas serangan
semakin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lainnya adalah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise (gejala malaise sering
ditemukan berupa : tidak nafsu makan, sakit kepala, meriang, nyeri
otot, dll). Timbulnya gejala ini biasanya berangsur-angsur dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi penampilan akut
dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul
menyerupai gejala pneumonia (Naga, S , 2012).

F. Komplikasi
Komplikasi TB bisa mencapai selaput otak, dengan akibat radang selaput
otak (meningitis). Melalui aliran darah dan kelenjar getah bening, bakteri bisa
menyebar ke organ tubuh lain seperti, kerusakan tulang dan sendi karena
infeksi bakteri TB menyebar dari paru-paru ke jaringan tulang, kerusakan hati
dan ginjal, kerusakan jantung, gangguan mata yang ditandai dengan mata
yang berwarna kemerahan karena iritasi dan pembengkakan retina atau
bagian lain, dan resistensi bakteri terjadi karena pasien TB tidak disiplin

7
dalam menjalani masa pengobatan sehingga terputus dan mengalami
resistensi atau sering disebut TB MDR (Handrawan, 2010).
Komplikasi yang terjadi pada stadium lanjut adalah hemoptisis berat
(pendarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok, terseumbatnya jalan napas, kolaps spontan karena kerusakan
jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang,
persendian, ginjal dan sebagainya (Zulkoni, 2011).

G. Pemeriksaan Diagnotik / Penunjang


Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya
kuman BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan
dahak dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan
dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif
maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua kali
negatif makapemeriksaan perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang
akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA
negatif.
2. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum).
Positif jika diketemukan bakteri taham asam.
3. Skin test (PPD, Mantoux) Hasil tes mantaoux dibagi menjadi :
a. Indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil
negative
b. Indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan
c. Indurasi 10-15 mm yang artinya hasil mantoux positif
d. Indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat
e. Reaksi timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intrakutan berupa
indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni
persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin

8
4. Rontgen dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan
kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang
menunjukkan perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan
area fibrosa.
5. Pemeriksaan histology / kultur jaringan
Positif bila terdapat Mikobakterium Tuberkulosis.
6. Biopsi jaringan paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan
terjadinya nekrosis.
7. Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
8. Analisa gas darah (AGD)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan
jaringan paru.
9. Pemeriksaan fungsi paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya
rasio residu udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi
oksigen sebagai akibat infiltrasi parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan
paru, dan kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis kronis)

H. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan Tuberculosis ialah memusnahkan basil tuberkulosis
dengan cepat dan mencegah kambuh. Obat yang digunakan untuk
Tuberculosis digolongkan atas dua kelompok yaitu :
1. Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas
yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan
dengan obat-obat ini.
2. Obat sekunder : Exionamid, Paraminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin (Depkes RI, 2011).

9
BAB II
WEB OF CAUSATION

(Werdhani, 2011)

10
BAB III
PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap dasar dari seluruh proses
keperawatan dengan tujuan mengumpulkan informasi dan data-data pasien.
Supaya dapat mengidentifikasi masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. Pengkajian
menurut Amalia Nurin, dkk, 2014 adalah sebagai berikut :
1. Identitas Diri Pasien
Yang terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin, agama dan lain-lain
2. Keluhan Utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB Paru meminta
pertolongan pada tenaga medis dibagi menjadi 4 keluhan, yaitu :
a. Batuk, Keluhan batuk timbul paling awal dan paling sering
dikeluhkan, apakah betuk bersifat produktif/nonproduktif, sputum
bercampur darah
b. Batuk Berdahak, Seberapa banyak darah yang keluar atau hanya
blood streak, berupa garis atau bercak-bercak darah
c. Sesak Nafas, Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru
sudah luas atau karena ada hal-hal menyertai seperti efusi pleura,
pneumotoraks, anemia, dll.
d. Nyeri Dada, Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleural
terkena TB
3. Keluhan Sistematis
a. Demam
Keluhan ini sering dijumpai yang biasanya timbul pada sore hari
atau pada malam hari mirip dengan influenza
b. Keluhan Sistematis Lain
keluhan yang timbul antara lain : keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan dan malaise

11
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keadaan pernapasan (napas pendek)
2) Nyeri dada
3) Batuk, dan
4) Sputum
b. Kesehatan Dahulu
Jenis gangguan kesehatan yang baru saja dialami, cedera dan
pembedahan
c. Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asma, alergi
dan TBC.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan tanda – tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital klien biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas
meningkat disertai sesak napas, denyut nadi meningkat seirama
dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan dan
tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit
seperti hipertensi.
b. Breathing
1) Inspeksi :
Bentuk dada dan gerakan pernapasan klien dengan TB Paru
biasanya terlihat kurus sehingga pada bentuk dada terlihat
adanya penurunan proporsi anterior-posterior bading proporsi
diameter lateral, Batuk produktif disertai adanya peningkatan
produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen
2) Palpasi :
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB Paru
tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada
biasanya normal dan seimbang bagian kiri dan kanan. Adanya

12
penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan
pada klien TB Paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
3) Perkusi :
Pada klien TB Paru tanpa komplikasi biasanya ditemukan
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. pada klien dengan
komplikasi efusi pleura didapatkan bunyi redup sampai pekak
pada sisi yang sakit sesuai dengan akumulasi cairan
4) Aukultasi :
Pada klien TB Paru bunyi napas tambahan ronki pada sisi yang
sakit
c. Pemeriksaan B4
1) Brain
Kesadaran biasanya komposmentis, ditemukan adanya sianosis
perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian
objektif, klien tampak wajah meringis, menangis, merintih. Pada
saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan
konjungtiva anemis pada TB Paru yang hemaptu, dan ikterik
pada pasien TB Paru dengan gangguan fungsi hati.
2) Bledder
Pengukuran volume output urin berhubungan dengan intake
cairan. Memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal syok.
3) Bowel
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan
4) Bone
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien TB Paru.
gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia,
pola hidup menetap.
d. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
1) Kepala

13
Kaji keadaan Kulit kepala bersih/tidak, ada benjolan/tidak,
simetris/tidak

14
2) Rambut
Kaji pertumbuhan rata/tidak, rontok, warna rambut
3) Wajah
Kaji warna kulit, struktur wajah simetris/tidak
4) Sistem Penglihatan
Kaji kesimetrisan mata, conjungtiva anemia/tidak, sclera
ikterik/tidak )
5) Wicara dan THT
a) Wicara
Kaji fungsi wicara, perubahan suara,afasia, dysfonia
b) THT
Inspeksi hidung : kaji adanya obtruksi/tidak, simetris/tidak,
ada secret/tidak
Telinga : Kaji Telinga Luar bersih/tidak, membran tympani,
ada secret/tidak
Palpasi : Kaji THT ada/tidak nyeri tekan lokasi dan
penjalaran

I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah bagian dari proses keperawatan dan
merupakan penilaian klinis tentang pengalaman/tanggapan individu, keluarga,
atau masyarakat terhadap masalah kesehatan aktual / potensial / proses
kehidupan. Diagnosa keperawatan mendorong praktik independen perawat
(misalnya, kenyamanan atau kelegaan pasien) dibandingkan dengan
intervensi dependen yang didorong oleh perintah dokter (misalnya, pemberian
obat) (Nursing Student, 2015).
1. Bersihan Jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Deficit Nutrisi
4. Intoleransi aktivitas

15
J. Perencanaan / Intervensi
Intervensi keperawatan dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis
keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan , dengan merumuskan
tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan sumber, serta
menentukan prioritas, intervensi tidak bersifat rutin, acak, atau standar, tetapi
dirancang bagi pasien tertentu dengan siapa perawat sedang bekerja
(Friedman, 2010).
No SDKI SLKI SIKI
1. Bersihan jalan (L.01001) Manajemen jalan
nafas tidak efektif Setelah dilakukan napas ( I.01011 )
berhubungan tindakan keperawatan
dengan obstruksi selama 3 x 24 jam Observasi
mekanis, inflamasi, pasien menunjukkan
peningkatan keefektifan jalan 1. Monitor pola
sekresi, nyeri nafas dibuktikan napas (frekuensi,
(D.0001) dengan kriteria hasil : kedalaman, usaha
1. Batuk Efektif napas
meningkat
2. Monitor bunyi
2. Produksi Sputum
menurun napas tambahan
3. Mengi menurun (mis. Gurgling,
4. Wheezing mengi, wheezing,
mekonium ronkhi kering)
menurun
5. Dispnea menurun 3. Monitor sputum
6. Frekuensi nafas Terapeutik
membaik
7. Pola napas 1. Posisikan semi-
membaik fowloer atau
fowler
2. Berikan minuman
hangat
3. Lakukan
fisioterapi dada,
jika perlu
4. Berikan Oksigen
jika perlu
Edukasi
Ajarkan teknik batuk

16
efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekpektoran, mukolitik
2. Gangguan (L.01003) Terapi Oksigen
pertukaran gas Setelah dilakukan (I.01026)
(D.0003) tindakan keperawatan Observasi
Faktor yang selama 3 x 24 jam 1. Monitor
berhubungan diharapkan pertukaran kecepatan aliran
dengan : gas meningkat denga oksigen
Ketidakseimbangan kriteria hasil: 2. Monitor posisi
ventilasi-perfusi 1. Dispnea menurun alat terapi oksigen
Perubahan 2. Bunyi nafas 3. Monitor aliran
membran alveolus- tambahan oksigen secara
kapiler menurun periodik dan
3. Pernafasan pastikan fraksi
cuping hidung yang diberikan
menurun cukup
4. Kadar PCO2 4. Monitor
membaik efektifitas terapi
5. Kadar PO2 oksigen (misalnya
membaik oksimetri, analisa
6. Ph arteri gas darah) jika
membaik perlu
5. Monitor
kemampuan
melepas oksigen
saat makan
6. Monitor integritas
mukosa hidung
akibat
pemasangan
oksigen
Terapeutik
1. Bersihkan secret
pada mulut,
hidung dan
trakea, jika perlu
2. Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
3. Tetap berikan
oksigen saat
pasien

17
ditransportasi
Edukasi
1. Ajarkan pasien
dan keluarga cara
meggunakan
oksigen dirumah

Kolaborasi
1. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan
oksigen saat
aktivitas dan/atau
tidur
3. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
berhubungan tindakan keperawatan (I.03119)
dengan anoreksia selama 3 x 24 jam Observasi
(D.0019) diharapkan status 1. Identifikasi status
nutrisi membaik nutrisi
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi alergi
1. Frekuensi makan dan intoleransi
membaik makanan
2. Nafsu makan 3. Identifikasi
membaik makanan yang
3. Bising usus disukai
membaik 4. Monitor asupan
4. Membran makanan
Mukosa 5. Monitor berat
Membaik badan
5. Verbalisasi Terapeutik
keinginan untuk 1. Fasilitasi
meningkatkan menentukan
nutrisi meningkat pedoman diet
6. Pengetahuan 2. Sajikan makanan
tentang pemilihan secara menarik
makanan yang dan suhu yang
sehat meningkat sesuai
7. Perasaan cepat 3. Berikan
kenyang menurun suplemen
makanan, jika
perlu
4. Berikan makanan
tinggi kalori dan

18
tinggi protein
Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jumlah
nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
4. Intoleransi (L.05047) Manajemen Energi
Aktivitas Setelah dilakukan (I.05178)
(D.00056) tindakan keperawatan Observasi
Faktor yang selama 3 x 24 jam 1. Identifikasi
berhubungan diharapkan intoleransi gangguan fungsi
dengan: aktivitas teratasi tubuh yang
Ketidakseimbangan dengan kriteria hasil: mengakibatkan
antara suplai dan 1. Kemudahan kelelahan
kebutuhan oksigen, melakukan 2. Monitor
Tirah baring, aktivitas sehari- kelelahan fisik
Kelemahan, hari meningkat dan emosional
Imobilitas dan 2. Kecepatan 3. Monitor pola dan
Gaya hidup berjalan jam tidur
monoton meningkat 4. Monitor lokasi
3. Jarak berjalan dan
meningkat ketidaknyamanan
4. Kekuatan tubuh selama
bagian atas melakukan
meningkat aktivitas
5. Kekuatan tubuh Terapeutik
bagian bawah 1. Sediakan
meningkat lingkungan
6. Toleransi nyaman dan
menaiki tangga rendah stimulus
meningkat (misalnya
7. Keluhan lelah cahaya, suara,
menurun kunjungan)
2. Lakukan latihan
rentang gerak
pasif dan/ atau
aktif
3. Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan

19
yang dirasakan
ke lain hal
Edukasi
1. Anjurkan tirah
baring
2. Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan
menghubungi
perawat jika
tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
Kolaborasi
1. Kolaborasi
dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan
asupan makanan

K. Implementasi
Implementasi Keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan
oleh perawat dan pasien. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan
keperawatan yang berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dimana tindakan
dilakukan dan diselesaikan, sebagaimana di gambarkan dalam rencana yang
sudah dibuat di atas. Implementasi adalah suatu proses pelaksanaan terapi
keperawatan yang berbentuk intervensi mandiri atau kolaborasi melalui
pemanfaatan sumber-sumber yang dimiliki pasien. Implementasi di
prioritaskan sesuai dengan kemampuan pasien dan sumber yang dimiliki
pasien (Kucoro Fadli, 2013).

L. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
merupakan sekumpulan metode dan keterampilan untuk menentukan apakah
program sudah sesuai dengan rencana dan tuntutan keluarga. Penyusunan
evaluasi dengan menggunakan SOAP yang operasional, dengan pengertian

20
Subyektif adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan saat
implemantasi. Obyektif adalah objektif dengan pengamatan objektif perawat
setelah implementasi. Analisa merupakan analisa perawat setelah mengetahui
respon subjektif dan objektif keluarga yang dibandingkan dengan kriteria dan
standar mengacu pada intervensi keperawatan keuarga. Planning adalah
perencanaan selanjutnya setelah perawat meakukan analisa. (Kucoro
Fadli,2013).

M. Aplikasi Pemikiran Kritis


Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi
komitmen global dalam MDG’s (Kemenkes, 2015). Penyakit Tuberkulosis
masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Hal tersebut menyebabkan
gangguan kesehatan jutaan orang pertahun penyebab utama kematian
penyakit menular di dunia . Pada tahun 2014, diperkirakan 9,6 juta kasus TB
baru yaitu 5,4 juta adalah laki-laki, 3,2 juta di kalangan perempuan dan 1,0
juta anak- anak. Penyebab kematian akibat TB Paru pada tahun 2014 sangat
tinggi yaitu 1,5 juta kematian , dimana sekitar 890.000 adalah laki-laki,
480.000 adalah perempuan dan 140.000 anak-anak (WHO, 2015). Indikator
yang digunakan dalam penanggulangan TB salah satunya Case Detection
Rate CDR), yaitu jumlah proporsi pasien baru BTA positif yang ditemukan
dan pengobatan terhadap jumlah pasien baru BTA positif, yang diperkirakan
dalam wilayah tersebut (Kemenkes, 2015). Pencapaian CDR (Case Detection
Rate-Angka Penemuan Kasus) TB di Indonesia tiga tahun terakhir
mengalami penurunan yaitu tahun 2012 sebesar 61 %, tahun 2013 sebesar 60
%, dan tahun 2014 menjadi 46 % [ CITATION Eli20 \l 1057 ]

21
DAFTAR PUSTAKA

Andra F.S & Yessie M.P. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta. Nuha
Medika
Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta: Diva Press
Depkes RI. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta :
Gerdunas TB.
Doenges, Marilynn E.dkk.2000. Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III.
Alih Bahasa : I Made Kriasa.EGC.Jakart
Erlina, E. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tb Paru Di
Puskesmas Siak Hulu I Kabupaten Kampar. Riau: Karya Tulis Ilmiah.
Hariadi, Slamet, dkk.2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Departemen Ilmu
Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK
UNAIR – RSUD Dr. Soetomo.
Hidayat, A.A. 2009. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Junaidi, Iskandar. 2010. Penyakit Paru dan Saluran Napas. Jakarta : Buana Ilmu
Populer
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1 Cetakan 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

22

Anda mungkin juga menyukai