Anda di halaman 1dari 6

NAMA : DINI APRILIA EKA PUTRI

NIM : 181810201016

Hemodialisa untuk pasien Hipertensi


1Pendahuluan

Penyakit gagal ginjal merupakan salah satu perbincangan hangat sepanjang tahun karena
peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun dan penyakit ini merupakan salah
satu isu kesehatan dunia dengan beban pembiayaan yang tinggi. Hemodialisis sendiri
merupakan suatu bentuk pengobatan atau terapi pendungkung untuk menunjang
keberlangsungan dari penyakit gagal ginjal kronis, namun pada prinsipnya terapi tersebut
tidak dapat mengembalikan fungsi ginjal seperti sedia kala namun dapat memperpanjang
usia pasien, penyakit ini disebabkan karena ditemukannya urium pada darah yang merupakan
salah satu tanda dan gejala dari penyakit gangguan pada ginjal. Uremia merupakan akibat
dari ketidak mampuan tubuh untuk menjaga metabolisme dan keseimbangan cairan serta
elektrolit yang dikarenakan adanya gangguan pada fungsi ginjal yang bersifat progresif dan
irreversible (Smeltzer, et al, 2010; Kemenkes, 2018). Sekitar 1 dari 10 populasi dunia
teridentifikasi mengalami penyakit ginjal kronis (PGK). Hasil studi systematic review dan
meta analisys yang dilakukan oleh Hill dkk (2016) menunjukkan 13,4% penduduk dunia
menderita PGK. BPJS kesehatan Indonesia pun menyatakan penyakit ginjal merupakan
penyakit yang berada pada urutan kedua setelah penyakit jantung dalam perihal pembiayaan.

2.Tinjauan Pustaka

Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) – merupakan penyebab kedua terbesar gagal ginjal
kronik . Hipertensi juga merupaka penyebab umum timbulnya penyakit jantung dan stroke.
Hipertensi adalah keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah pada dinding arteri.
Predikat hipertensi sebagai penyakit pembunuh diam-diam (the silent killer) ternyata memang
demikian adanya. Hipertensi bisa diderita anak muda sampai orang tua, bila seseorang
tekanan darah sistolik dan diastoliknya lebih di atas batas normal 140/80 mmHg. Hipertensi
dapat diklarifikasikan menjadi :
 Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa berdasarkan tingginya TD 
(menurut  The Joint National Committee on prevention,detection, evaluation and treatment of
high blood pressure (JNC) VII, 2003)
     Kategori      Tekanan  Darah Sistolik               Tek Darah Diastolik
      Normal                     < 120 mmHg                               < 80 mmHg
     Pre-hipertensi          120-139 mmHg                           80-89 mmHg
      Hipertensi:
      Tingkat  1                140-159 mmHg                           90-99 mmHg
      Tingkat  2                  > 160 mmHg                              > 100 mmHg
 Klasifikasi Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi  menjadi 2 jenis :
            Penyakit darah tinggi atau Hipertensi dikenal dengan 2 type klasifikasi, diantaranya
Hipertensi Primary dan Hipertensi Secondary :
1.Hipertensi Primary
Hipertensi Primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi sebagai
akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan, seperti Seseorang yang pola
makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas,
merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi.
2.Hipertensi Secondary
Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan darah
tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung,
gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh.
Mengutip American Heart Association, ginjal dan sistem peredaran darah bergantung satu
sama lain untuk menunjang kesehatan yang baik. Ginjal membantu menyaring limbah dan
cairan ekstra dari darah, dan mereka menggunakan banyak pembuluh darah selama proses
penyaringan tersebut. Ketika pembuluh darah menjadi rusak, nefron yang menyaring darah
tidak menerima oksigen dan nutrisi yang mereka butuhkan agar berfungsi dengan baik. Inilah
sebabnya tekanan darah tinggi (HBP atau hipertensi) adalah penyebab utama kedua gagal
ginjal. Seiring waktu, tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol menyebabkan arteri di
sekitar ginjal menyempit, melemah atau mengeras. Arteri yang rusak ini tidak mampu
memberikan cukup darah ke jaringan ginjal.

Ginjal merupakan bagian vital pada tubuh yang berfungsi untuk menyaring limbah dan
kelebihan cairan dari darah sebelum dibuang melalui cairan urine. Setiap hari, kedua ginjal
menyaring sekitar 120-150 liter darah, dan menghasilkan sekitar 1-2 liter urine, saat ginjal
mengalami kerusakan dimana disebabkan oleh kerusakan langsung pada ginjal, kurangnya
pasokan darah ke ginjal, dan penyumbatan pada ginjal atau saluran kemih, sehingga urine
tidak bisa dikeluarkan dari tubuh, pada zaman dahulu orang yang terkena ginjal akan
berspekulasi akan mati namun diera sekarang gagal injal dapat diobati dengan cuci darah atau
hemodialisa.

Dr. Willem Kolff adalah orang pertama yang merancang mesin dialisis darah
(dialiser) pada tahun 1943. Hasil penemuannya ini pertama kali sukses pada seorang pasien
wanita berumur 67 tahun yang koma dan mulai sadar setelah 11 jam menjalani hemodialisis
menggunakan dialiser Kolff pada tahun 1945. Pada akhir Perang Dunia II, Kolff
menyumbangkan 5 mesin dialisis untuk beberapa rumah sakit di dunia, salah satunya Mt.
Sinai Hospital in New York. Kolff memberikan satu set  ”blueprints” untuk mesin
hemodialisisnya kepada George Thorn di Peter Bent Brigham Hospital di Boston. Hal ini
bertujuan untuk menyempurnakan dialiser Kolff pada masa yang akan datang, yaitu dialiser
Kolff-Brigham dari bahan stainless steel.
Pada tahun 1950-an, mesin penemuan Willem Kolff digunakan untuk menangani
pasien gagal ginjal akut, tetapi ini tidak dapat menangani pasien penyakit ginjal stadium
akhir. Kemudian, para dokter percaya bahwa alat ini tidak mungkin untuk mendialisis pasien
secara sempuran karena dua alasan. Pertama, Mereka berpendapat bahwa tidak ada alat
buatan manusia yang dapat menggantikan fungsi ginjal dalam waktu yang cukup lama.
Kedua, pasien yang telah sering mengalami dialisis menyebabkan kerusakan pada pembuluh
vena dan arteri, jadi setelah beberapa kali penanganan medis, akan sulit menemukan
pembuluh sebagai akses darah pasien.

Hemodialisa adalah terapi cuci darah di luar tubuh untuk seseorang yang ginjalnya
tidak bekerja secara normal. Didukung kerjasama tim yang beranggotakan dokter spesialis
penyakit dalam, dokter nefrologi, dokter umum yang bersertifikasi HD,  serta perawat yang
terampil, mahir dan bersertifikat. Layanan Hemodialisa RS Awal Bros mampu memberikan
kenyamanan dan keamanan untuk pasien selama menjalani terapi ini di rumah sakit. Mesin
berperan sebagai ginjal artifisial (ginjal buatan) yang digunakan untuk membersihkan darah.
Untuk melakukan hemodialisa, dokter perlu membuat akses atau jalan masuk ke pembuluh
darah pasien, biasanya pada bagian tangan. Di dalam mesin ini terdapat bagian-bagian yang
bertugas menyaring darah pasien. Hemodialisa dapat menyingkirkan zat-zat kotor / limbah,
garam, serta air berlebih yang berada di darah pasien. Selain itu, beberapa zat-zat kimia
dalam tubuh juga dijaga keseimbangannya dan menjaga tekanan darah.

Terapi ini bisa dilakukan tiga hingga empat kali satu minggu. Banyaknya terapi ini
dibutuhkan oleh pasien tergantung pada seberapa baik ginjal Anda bekerja, seberapa banyak
cairan yang Anda dapatkan di antara tiap terapi, seberapa berat badan Anda, seberapa banyak
zat kotor berada di darah Anda, serta tipe alat hemodialisa yang digunakan. Dokter akan
memberikan pasien penjelasan tentang berapa banyak cuci darah yang perlu pasien lakukan
dalam satu minggu.

Prinsip dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan proses osmotis dan ultrafiltrasi pada
ginjal buatan, dalam membuang sisa-sisa metabolisme tubuh. Pada hemodialisis, darah
dipompa keluar dari tubuh lalu masuk kedalam mesin dialiser ( yang berfungsi sebagai ginjal
buatan ) untuk dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh cairan
khusus untuk dialisis (dialisat). Tekanan di dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan
dengan tekanan di dalam darah, sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat racun di dalam
darah disaring melalui selaput dan masuk ke dalam dialisat. Proses hemodialisis melibatkan
difusi solute (zat terlarut) melalui suatu membrane semipermeable. Molekul zat terlarut (sisa
metabolisme) dari kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap
saat bila molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian juga
sebaliknya. Setelah dibersihkan, darah dialirkan kembali ke dalam tubuh.

            Mesin hemodialisis (HD) terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat,
dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah dari tempat tusukan
vaskuler ke alat dializer. Dializer adalah tempat dimana proses HD berlangsung sehingga
terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Sedangkan tusukan vaskuler
merupakan tempat keluarnya darah dari tubuh penderita menuju dializer dan selanjutnya
kembali lagi ketubuh penderita. Kecepatan dapat di atur biasanya diantara 300-400 ml/menit.
Lokasi pompa darah biasanya terletak antara monitor tekanan arteri dan monitor larutan
dialisat. Larutan dialisat harus dipanaskan antara 34-39 C sebelum dialirkan kepada dializer.
Suhu larutan dialisat yang terlalu rendah ataupun melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan
komplikasi. Sistem monitoring setiap mesin HD sangat penting untuk menjamin efektifitas
proses dialisis dan keselamatan.

            Secara singkat konsep fisika yang digunakan dalam hemodialisis adalah konsep fluida
bergerak. Syarat fluida yang ideal yaitu cairan tidak viskous (tidak ada geseran dalam),
keadaan tunak (steady state) atau melalui lintasan tertentu, mengalir secara stasioner, dan
tidak termampatkan (incompressible) serta mengalir dalam jumlah cairan yang sama besarnya
(kontinuitas).
Secara matematis, ada tiga teorema fluida bergerak yang digunakan,yaitu :

1. Hukum Kontinuitas

      ρ1 A1 ν1 = ρ2 A2 ν2
      dimana,           ρ =  massa jenis fluida (kg/m³)
                              A = luas permukaan penampang (m²)
                              ν = kecepatan fluida (m/s)

2. Hukum Bernoulli

      P + ½ρν² + ρgh = konstan


      dimana,           P = tekanan (Pa)
                              ρ =  massa jenis fluida (kg/m³)
                              ν = kecepatan fluida (m/s)
                              g = kecepatan gravitasi (m/s²)
                              h = tinggi pipa atau selang (m)

3. Hukum Poiseuille

      V   =  π (r²)² (P1 – P2)


       t            8 η L
      dimana,           V = volume (m³)
                              t = waktu (s)
                              π = 3,14
                              r = jari-jari pembuluh (m)
                              P = tekanan (Pa)
                              η = viskousitas = 0,003 – 0,004 Pa (untuk darah)
                              L = panjang pembuluh (m)                   
          
3.Pembahasan
Ekantari (2012) dengan judul ” Hubungan antara lama Hemodialisis dengan faktor
Komorbiditas dengan kematian pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD DR. Moewardi “. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa ada perbandingan antara kualitas hidup pasien hipertensi,
diabetes melitus dan gagal jantung dengan hasil p sebesar 0,839>0,05 dimana pasien dengan
hipertensi mempunyai kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan dengan pasien diabetes
melitus dan gagal jantung. Ekantari (2009) juga menyatakan bahwa penyakit hipertensi pada
gagal ginjal kronik masih dapat dikendalikan dengan memberikan obat anti hipertensi
sehingg Penurunan tekanan darah dapat menjaga fungsi ginjal dan tampaknya sebanding
dengan proteinuria dan hal tersebut dapat menurunkan jumlah terapi yang dijalaankan oleh
pasien. Oleh karena itu apabila hipertensi pada pasien hemodialisa dapat dikendalikan dan
berada pada rentang dibawah > 180 mmHg maka akan memberikan pengaruh yang baik
sehingga dapat meningktakan kualitas hidup pasien.
Budiyanto (2009) mengatakan bahwa hipertensi dan gagal ginjal saling mempengaruhi.
Hipertensi dapat menyebabkan gagal ginjal, sebaliknya gagal ginjal kronik dapat
menyebabkan hipertensi. Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan
struktur pada arteriol di seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi dinding
pembuluh darah. Organ sasaran utama adalah jantung, otak, ginjal, dan mata. Pada ginjal,
arteriosklerosis akibat hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan
akibat langsung iskemia karena penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal Penyumbatan
arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga
seluruh nefron rusak, yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik.
Daftar Pustaka
Belian R Alfians.2017. Jurnal pasien gagal ginjal kronik dengan comorbid faktor diabetes
melitus dan hipertensi di ruangan hemodialisa. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Keedokteran. Universitas Sam Ratulangi Manado : Manado

Budiyanto, Cakro. 2009. Hubungan Hipertensi dan Diabetes Mellitus terhadap Gagal Ginjal
Kronik: Kedokteran Islam

Cahyaningsih, D. 2011. Panduan Praktis Perawatan Gagal Ginjal. Yogyakarta:


cendekia press.

Anda mungkin juga menyukai