Anda di halaman 1dari 9

2.

CKD dengan VOLUME OVERLOAD

Berdasarkan jurnal yang berjudul “Volume Overload in CKD:


Pathophysiology, Assessment Techniques, Consequences and Treatment” yang
disusun oleh Mihaela Dora Donciu , Luminita Voroneanu , and Adrian Covic
pada September 2015, menjelaskan tentang peran penting interstitial dalam
mekanisme mendasar yang terlibat dalam homeostasis cairan telah diakui.
Tekanan cairan interstisial ditentukan oleh interaksi yang kompleks antara
masuknya cairan (filtrasi kapiler darah), aliran keluar cairan (aliran getah bening),
dan kemampuan kompartemen untuk memperluas (kepatuhan jaringan). Tekanan
cairan interstisial negatif pada subyek sehat dan positif pada pasien CKD, namun
tidak ada hubungan antara volume cairan tubuh dan tekanan darah. Terlebih lagi,
nampaknya peningkatan tekanan cairan interstisial yang diamati pada pasien CKD
dapat dikaitkan dengan perubahan kompensasi pada mikrosirkulasi lokal dan ini
selanjutnya dapat menyebabkan penyaringan transkapsil yang berkurang di
interstitial, atau aliran limph yang meningkat.

Volume Overload (VO) interstisial akut dikaitkan dengan peningkatan


tekanan cairan interstisial yang relatif cepat, sementara kelebihan cairan
interstisial pada keadaan edematosa kronis hanya menyebabkan peningkatan
tekanan interstisial moderat, menunjukkan bahwa kepatuhan ruang interstisial
merupakan penentu pentingnya untuk homeostasis tekanan cairan interstisial.
Perubahan cairan relatif dari interstisial ke ruang intravaskular disebabkan oleh
asupan sodium yang tinggi. Dalam penelitian Heer dkk, manusia normalnya
membutuhkan 50-550 mmol Na untuk mengevaluasi keseimbangan natrium.
Dalam penelitian Volume plasma meningkat sekitar 330 ml bila asupan Na 550
mmol / hari, namun kenyataannya setiap harinya manusia mengkonsumsi Na
mencapai 1.700 mmol apabila tidak melakukan diet.

Dalam jurnal juga menjelaskan tentang Protein Energy Malnutrition (PEM)


berkembang saat diet yang tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan protein
dan atau energy yaitu status yang sering terjadi pada pasien dialysis. PEM
bertanggung jawab untuk kualitas hidup yang buruk dan meningkatkan semua
penyebab kematian di Indonesia pada pasien ESRD (End Stage Renal Disease ).
Pada pasien ginjal, terdapat hal yang penting yaitu status pro-inflamasi. Sehingga
pada penelitian ditemukan bahwa kedua kondisi tersebut berdampingan dan saling
terkait pada pasien ESRD. Peradangan yang sering terjadi pada pasien ginjal
adalah aterosklerosis sehingga muncul istilah 'malnutrisi-radang-aterosklerosis'
(MIA) atau 'malnutrition - inflammation complex syndrome' (MICS) yang
dianggap sebagai salah satu penyebab utama kematian pada pasien ERSD karena
sangat sulit untuk dimodifikasi, seperti yang ditunjukkan oleh banyak penelitian
yang juga gagal menunjukkan perbaikan pada tingkat kelangsungan hidup saat
dosis dialisis atau permeabilitas membrane.

Penyebab utama PEM dan peradangan dalam dialysis pasien sangat rinci
dalam beberapa ulasan, salah satunya penelitian tentang tingkat kekurangan gizi
yang lebih tinggi dan peradangan dengan Volume Overload (VO). Pada 95
pasien, VO telah secara signifikan terkait dengan malnutrisi, radang dan penanda
aterosklerosis. Hung dkk. ditemukan di 338 pra-pasien dialisis CKD yang
overload volume positif berkorelasi dengan IL-6 dan TNFα dan satu-satunya
parameter itu sangat terkait dengan semua komponen MICS. Pada saat yang
sama, kehadiran MICS memiliki efek merugikan pada VO.

Pasien ginjal menunjukkan risiko yang lebih tinggi untuk perkembangan dan
perkembangan penyakit kardiovaskular (CVD) akibat peningkatan prevalensi
faktor risiko langsung yaitu usia lebih tua, jenis kelamin laki-laki, hipertensi,
dislipidemia, DM, LVH) tetapi juga karena faktor tidak langsung yaitu
albuminuria, anemia, hiperparatiroidisme, kelebihan muatan ECV, stres oksidatif,
pembengkakan dan kekurangan gizi. Tingkat keparahan dan kejadian CAD adalah
lebih tinggi dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan CV morbiditas
dan mortalitas meningkat dengan gangguan fungsi ginjal (terutama bila GFR <15
ml /min / 1,73 m 2). Demikian pula, risiko CHF berlipat ganda pasien dengan
GFR <60 ml / menit / 1,73 m2). Dua penelitian yaitu dari Kanada dan Taiwan
meneliti pada skala besar risiko CV yang terkait dengan CKD yaitu kelebihan
cairan /Volume Overload yang merupakan faktor risiko penting bagi CVD pada
pasien CKD. Baru-baru ini, Hung et al. dilaporkan pada 338 pasien dengan
stadium 3-5 CKD, kelebihan volume tersebut sangat terkait dengan faktor risiko
langsung untuk penyakit kardiovaskular dalam analisis multivariat yaitu jenis
kelamin laki-laki, diabetes, penyakit kardiovaskular yang sudah ada sebelumnya,
tekanan darah sistolik, albumin serum, TNF-α, dan proteinuria.
3. HEMODIALISISA
A. DEFINISI
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan
biokimiawi darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan
dengan menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah
satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy/RRT) dan hanya
menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan
pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI (Acute Kidney
Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang
dilakukan HD dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency,
HD persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler (Daurgirdas et al.,2007).

B. TUJUAN
1. Membuang produk sisa metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam
urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mengetahui tekanan banding antara darah
dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dan negatif
(penghisap) dalam kompartemen dialisat.
3. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

C. INDIKASI HEMODIALISIS
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan
HD kronik. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan.

A. Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al.,2007):


1. Kegawatan ginjal
a. Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
b. Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
c. Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
d. Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K
>6,5mmol/l )
e. Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
f. Uremia ( BUN >150 mg/dL)
g. Ensefalopati uremikum
h. Neuropati/miopati uremikum
i. Perikarditis uremikum
j. Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
k. Hipertermia
2. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran
dialisis.
B. Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan
seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut
K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang
mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis
dianggapbaru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di
bawah ini (Daurgirdas et al.,2007):
a. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
b. Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
e. Komplikasi metabolik yang refrakter.

D. PERALATAN HEMODIALISA
1) Dialiser atau Ginjal Buatan
Terdiri dari membran semi permeabel yang memisahkan kompartemen
darah dan dialisat.
2) Dialisat atau Cairan Dialisis
Yaitu cairan yang terdiri dari air dan elektrolit utama dari serum normal.
Dialisat ini dibuat dalam sistem bersih dengan air kran dan bahan kimia
saring. Bukan merupakan sistem yang steril, karena bakteri terlalu besar
untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien
minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi
pirogenik, khususnya pada membran permeabel yang besar, maka air untuk
dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya
disediakan oleh pabrik komersildan umumnya digunakan oleh unit kronis.
3) Sistem Pemberian Dialisat
Yaitu alat yang mengukur pembagian proporsi otomatis dan alat mengukur
serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.
4) Aksesori Peralatan
a. Perangkat Keras, terdiri dari :
- Pompa darah, pompa infus untuk mendeteksi heparin
- Alat pemonitor suhu tubuh apabila terjadi ketidakamanan
konsentrasi dialisat, perubahan tekanan udara dan kebocoran darah.
b. Perangkat Disposibel yang digunakan selain ginjal buatan :
- Selang dialisis yang digunakan untuk mengalirkan darah antara
dialiser dan pasien.
- Transfer tekanan untuk melindungi alat monitor dari pemajanan
terhadap darah.
- Kantong cairan garam untuk membersihkan sistem sebelum
digunakan.

E. AKSES PADA SIRKULASI DARAH PASIEN


Akses pada sirkulasi darah pasien terdiri atas kateter subklavikula dan
femoralis, fistula, tandur.

1) Kateter subklavikula dan femoralis


Akses segera ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat
dicapai melalui kateterisasi subklavikula untuk pemakaian sementara.
Kateter femoralis dapat dimasukkan ke dalam pembuluh darah femoralis
untuk pemakaian segera dan sementara.
2) Fistula
Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan (biasanya
dilakukan pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau
menyambung (anastomosis) pembuluh arteri dengan vena secara side to
side (dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah). Fistula tersebut
membutuhkan waktu 4 sampai 6 minggu menjadi matang sebelum siap
digunakan. Waktu ini diperlukan untuk memberikan kesempatan agar
fistula pulih dan segmenvena fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat
menerima jarum berlumen besar dengan ukuran 14-16. Jarum ditusukkan
ke dalam pembuluh darah agar cukup banyak aliran darah yang akan
mengalir melalui dializer. Segmen vena fistula digunakan untuk
memasukkan kembali (reinfus) darah yang sudah didialisis.
3) Tandur
Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis,
sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri
atau vena dari sapi, material Gore-tex (heterograft) atau tandur vena safena
dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat bila pembuluh darah
pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula.
F. TEKNIK HEMODIALISA
1) Persiapan Mesin dan Perangkat HD
- Pipa pembuangan sudah masuk dalam saluran pembuangan
- Sambungkan kabel mesin dengan stop kontak
- Hidupkan mesin ke rinse selama 15-30 menit
- Pindahkan ke posisi dialyze lalu sambungkan slang dialisat ke jaringan
tempat dialisat yang telah disiiapkan.
- Tunggu sampai lampu hijau
- Tes conductivity dan temperatur
- Gantungkan saline normal sebanyak 4 flatboth yang telah diberikan
heparin sebanyak 25-30 unit dalam masing-masing flatboth
- Siapkan ginjal buatan sesuai dengan kebutuhan pasien
- Siapkan blood lines dan AV fiskula sebanyak banyaknya
- Ginjal buatan dan blood lines diisi saline normal (priming)
- Sambungkan dialisatelines pada ginjal buatan
- Sambil mempersiapkan pasien slang inlet dan outlet disambungkan lalu
jalankan blood pump (sirkulasi tertutup)
2) Langkah-Langkah HD :
- Timbang dan catat berat badan
- Ukur dan catat tekanan darah (dapat digunakan untuk
menginterpretasikan kelebihan cairan)
- Tentukan akses darah yang akan ditusuk
- Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan betadine 10% lalu alcohol
70% kemudian ditutup pakai duk steril
- Sediakan alat-alat yang steril didalam bak spuit kecil : spuit 2,5 cc
sebanyak 1, spuit 1 cc 1 buah, mangkok kecil berisi saline 0,9% dan
kasa steril
- Sediakan obat-obatan yang perlu yaitu lidonest dan heparin
- Pakai masker dan sarung tangan steril
- Lakukan anestesi local didaerah akses darah yang akan ditusuk
- Tusuk dengan AV fistula lalu berikan heparin sebanyak 2000 unit pada
inlet sedangkan outlet sebanyak 1000 unit
- Siap sambungkan ke sirkulasi tertutup yang telah disediakan
- Aliran darah permulaan sampai 7 menit 75 ml/menit kemudian
dinaikkan perlahan sampai 200 ml/menit
- Tentukan TMP sesuai dengan kenaikkan berat badan
- Segera ukur kembali tekanan darah, nadi, pernapasan, akses darah yang
digunakan dicatat dalam status yang telah tersedia.
3) Perawatan Pasien Hemodialisa
a. Perawatan sebelum hemodialisa
- Mempersiapkan perangkat HD
- Mempersiapkan mesin HD
- Mempersiapkan cara pemberian heparin
- Mempersiapkan pasien baru dengan memperhatikan factor bio psiko
sosial, agar penderita dapat bekerja sama dalam hal program HD
- Mempersiapkan akses darah
- Menimbang berat badan, mengukur tekanan darah, nadi, pernapasan
- Menentukan berat badan kering
- Mengambil pemeriksaan rutin dan sewaktu
b. Perawatan Selama Hemodialisa
Observasi terhadap pasien HD
- Tekanan darah, nadi diukur setiap 1 jam lalu dicatat dalam status
- Dosis pemberian heparin dicatat setiap 1 jam dalam status
- Cairan yang masuk perparenteral maupun peroral dicatat jumlahnya
dalam status
- Akses darah dihentikan
Observasi terhadap mesin HD
- Kecepan aliran darah /Qb, kecepatan aliran dialisat/Qd dicatat setiap
1 jam
- Tekanan negatif, tekanan positif, dicatat setiap jam
- Suhu dialisa, conductivity diperhatikan bila perlu diukur
- Jumlah cairan dialisa, jumlah air diperhatikan setiap jam
- Ginjal buatan, slang darah, slang dialisat dikontrol setiap 1 jam.
4) Perawatan Sesudah Hemodialisa
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan yaitu cara menghentikan HD
pada pasien dan mesin HD.
a. Cara mengakhiri HD pada pasien
- Ukur tekanan darah dan nadi sebelum slang inlet dicabut
- Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium
- Kecilkan aliran darah menjadi 75 ml/menit
- Cabut AV fistula intel/ lalu bilas slang inlet memakai saline normal
sebanyak 50-100 cc, lalu memakai udara hingga semua darah dalam
sirkulasi ekstrakorporeal kembali ke sirkulasi sistemik
- Tekan pada bekas tusukan inlet dan outlet selama 5-10 menit, hingga
darah berhenti dari luka tusukan
- Tekanan darah, nadi, pernapasan ukur kembali lalu catat
- Timbang berat badan lalu dicatat
- Kirimkan darah ke laboratorium

G. PRINSIP DAN CARA KERJA HEMODIALISIS


Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen: 1) kompartemen darah, 2)
kompartemen cairan pencuci (dialisat), dan 3) ginjal buatan (dialiser). Darah
dikeluarkan dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran tertentu,
kemudian masuk ke dalam mesin dengan proses pemompaan. Setelah terjadi
proses dialisis, darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh balik,
selanjutnya beredar didalam tubuh. Proses dialisis (pemurnian) darah terjadi
dalam dialiser (Daurgirdas et al.,2007).
Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut) suatu
larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini
dengan larutan lain (kompartemen dialisat) melalui membran semipermeabel
(dialiser). Perpindahan solute melewati membran disebut sebagai osmosis.
Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan UF. Difusi adalah
perpindahan solute terjadi akibat gerakan molekulnya secara acak, utrafiltrasi
adalah perpindahan molekul terjadi secara konveksi, artinya solute berukuran
kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air
melewati porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme
hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air (transmembrane pressure) atau
mekanisme osmotik akibat perbedaan konsentrasi larutan (Daurgirdas et
al.,2007).

H. KOMPLIKASI HEMODIALISIS
Hemodialisis merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian dari fungsi
ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal kronik
(PGK) stadium V atau gagal ginjal kronik (GGK). Walaupun tindakan HD saat
ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak
penderita yang mengalami masalah medis saat menjalani HD. Komplikasi yang
sering terjadi pada penderita yang menjalani HD adalah gangguan
hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun dengan dilakukannya UF atau
penarikan cairan saat HD. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40%penderita
yang menjalani HD reguler. Namun sekitar 5-15% dari pasien HD tekanan
darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau
intradialytic hypertension (HID) (Agarwal dan Light, 2010).
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual
muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil
(Daurgirdas et al.,2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup
sering terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi
saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom
disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan
intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen,
hipoksemia (Daurgirdas et al.,2007).
Komplikasi kronik Adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan
hemodialisis kronik.

Anda mungkin juga menyukai