Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN


HIPERTENSI YANG MENJALANI HEMODIALISA DI RUANG
HEMODIALISA
DI RSU AGHISNA MEDIKA KROYA

Disusun Oleh :

SITI MAESAROH

108117024

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH


CILACAP

TAHUN 2021
SISTEMATIKA

LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Mahasiswa : Siti Maesaroh

NIM : 108117024

A. Hemodialisa Dengan Anemia Pengertian


1. Hemodialisa
Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis =
pemisahan atau filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialis
yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari
dalam tubuh ketika secara akut ataupun secara progresif ginjal tidak
mampu melaksanakan proses tersebut. Tetapi ini dilakukan dengan
menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan
membrane penyaring semipermeabel (ginjal buatan). Hemodialisis
dapat dilakukan pada saat toksin atau zat beracun harus segera
dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan
kematian (Mutaqin & Sari, 2011).
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti
fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun
tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,
hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran
semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma
& Nurarif, 2012).
2. Hipertensi dengan CKD
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau peningkatan abnormal
secara terus menerus lebih dari suatu periode, dengan tekanan sistolik
diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90mmHg. (Aspiani,
2014). Sebagian besar hipertensi pada penyakit GGK disebabkan
hipervolemia akibat retensi natrium dan air. Hipertensi juga
dapat terjadi akibat aktivasi renin-angiotensin dan kerjasama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Hipertensi bisa berakibat gagal ginjal. Sedangkan bila sudah
menderita gagal ginjal sudah pasti terkena hipertensi. Bahkan
hipertensi pada gilirannya menjadi salah satu faktor risiko
meningkatnya kematian pada pasien hemodialisis (pasien
ginjal yang menjalani terapi pengganti ginjal dengan cara cuci
darah/hemodialisis di rumah sakit). Pasien hipertensi pada GGK
diharapkan dapat secara rutin mengontrol tekanan darah
(usahakan tekanan darah dibawah 130/80mmHg) dan
pengaturan pola makan yang sesuai dengan kondisi ginjalnya.

3. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan
menurut (Aspiani, 2014) :
a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial
Hipertensi primer atau hipertensi esensial disebut juga hipertensi
idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang
memengaruhi yaitu : (Aspiani, 2014)
1) Genetik
Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.
Faktor genetik ini tidak dapat dikendalikan, jika memiliki
riwayat keluarga yang memliki tekanan darah tinggi.
2) Jenis kelamin danusia
Laki - laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause
beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia
bertambah maka tekanan darah meningkat faktor ini tidak
dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki lebih tinggi
dari pada perempuan.
3) Diet
Konsumsi diet tinggi garam secara langsung berhubungan
dengan berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa
dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya,
jika garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas
untuk mengolah garam akan menahan cairan lebih banyak
dari pada yang seharusnya didalam tubuh. Banyaknya cairan
yang tertahan menyebabkan peningkatan pada volume darah.
Beban ekstra yang dibawa oleh pembuluh darah inilah yang
menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya
peningkatan tekanan darah didalam dinding pembuluh darah
dan menyebabkan tekanan darah meningkat.
4) Berat Badan
Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat
badan dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25%
diatas BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya
peningkatan tekanan darah atau hipertensi.
5) Gayahidup
Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan
pola hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi
yaitu merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah
rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat
menghabiskan berapa putung rokok dan lama merokok
berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol
yang sering, atau berlebihan dan terus menerus dapat
meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki
tekanan darah tinggi pasien dimintauntuk

b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadi akibat penyebab yang jelas.salah satu
contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vaskular rena, yang
terjadiakibat stenosi arteri renalis. Apabiladapat dilakukan
perbaikan pada stenosis,atau apabila ginjal yang terkena
diangkat,tekanan darah akan kembalike normal (Aspiani, 2014).

4. Gagal Ginjal Kronis atau chronic kidney disease


a. Definisi
Gagal ginjal kronis atau chronic kidney disease (CKD)
adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah.
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut
sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulasinya.
Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk
dalam cairan tubuh akibat gangguan eksresi renal dan
menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan,
elektrolit serta asam-basa. Gagal ginjal merupakan penyakit
sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai
peyakit urinary tract dan ginjal (Arif Muttaqin, 2011).
b. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
Klasifikasi sesuai dengan test kreatinin klien, maka GGK
dapat terbagi menjadi:
1) 100 – 76 ml/mnt disebut insufiensi ginjal berkurang
2) 75 – 26 ml/mnt disebut insufiensi ginjal kronik
3) 25 – 5 ml/mnt disebut GGK
4) <5ml/mnt disebut gagal ginjal terminal
Berdasarkan stadiumnya gagal ginjal di bedakan menjadi 3
stadium :
1) Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal (GFR turun 50%)
a. Tahap ringan dimana faal ginjal masih bagus
b. Asimptomatik
c. Kreatinin dan BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas
normal
d. Gangguan dapat di lihat dengan : tes pemekatan urin dan
GFR teliti
2) Stadium 2 : insufisiensi ginjal
a. Tahap dimana dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi
telah rusak, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-
35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat
rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya
beban yang mereka terima.
b. Kreatinin dan BUN mulai meningkat diatas batas normal
(tergantung dari kadar protein diet pasien)
c. Nokturia dan poliuria (dapat terjadi karena gagal untuk
melakukan pemekatan urin)
d. Ada 3 derajat insufisiensi ginjal :
1) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang
15% - 40 % fungsi ginjal normal
3) Berat
<20% fungsi ginjal normal
3) Stadium 3 : tahap akhir (GGK terminal) atau uremia
a. GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit
nefron fungsional yang tersisa (sekitar 90% dari massa
nefron telah hancur dan rusak).
b. Kreatinin dan BUN meningkat sangat mencolok
sehingga penurunan fungsi ginjal.
c. Gejala parah karena ketidakmapuan ginjal menjaga
homeostasis cairan dan elektrolit tubuh
d. Oliguria bisa terjadi (output urin kurang dari 500 ml/ hari
karena kegagalan glomerulus)
e. Uremia terjadi.
f. Pada seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi
tubulus.
c. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit
yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan
penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis
benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus
eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit
ginjal polikistik, asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout,
hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik,
nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif                           
d. Indikasi
Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI),
merekomendasikan untuk mempertimbangkan manfaat dan
risiko memulai terapi pengganti ginjal (TPG) pada pasien
dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus (elFG) kurang dari
15 Ml/menit/1,73 m2 (PGK tahap 5). Oleh karena itu pada
PGK tahap 5, inisiasi HD dilakukan apabila ada keadaan
sebagai berikut:
1) Kelebihan (overload) cairan ekstraseluler yang sulit
dikendalikan dan / atau hipertensi.
2) Hiperkalemia yang refrakter terhadap restriksi diit dan
terapi farmakologis.
3) Asidosis metabolik yang refrakter terhadap pemberian
terapi bikarbonat.
4) Hiperfosfatemia yang refrakter terhadap restriksi diit dan
terapi pengikat fosfat.
5) Anemia yang refrakter terhadap pemberian eritropoietin
dan besi.
6) Adanya penurunan kapasitas fungsional atau kualitas
hidup tanpa penyebab yang jelas.
7) Penurunan berat badan atau malnutrisi, terutama apabila
disertai gejala mual, muntah, atau adanya bukti lain
gastroduodenitis.
8) Selain itu indikasi segera untuk dilakukanya hemodialisis
adalah adanya gangguan neurologis (seperti neuropati,
ensefalopati, gangguan psikiatri), pleuritis atau
perikarditis yang tidak disebabkan oleh penyebab
lain,serta diatesis hemoragik dengan pemanjangan waktu
perdarahan.
e. Proses Tindakan
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh
dan disaring di dalam ginjal buatan (dialyzer). Darah yang
telah disaring kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh.
Rata – rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter
darah, dan selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter
yang berada di luar tubuh. Untuk proses hemodialisa
dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah dari tubuh
dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke
dalam tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV)
fistula, AV graft dan central venous catheter. AV fistula
adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan karena
cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien.
Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD), perawat akan
memeriksa tanda-tanda vital pasien untuk memastikan apakah
pasien layak untuk menjalani Hemodialisis. Selain itu pasien
melakukan timbang badan untuk menentukan jumlah cairan di
dalam tubuh yang harus di buang pada saat terapi. Langkah
berikutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin cuci
darah dengan memasang blood line (selang darah) dan jarum
ke akses vaskuler pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah
ke dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke dalam
tubuh.
Setelah semua terpasang maka proses terapi
hemodialisa dapat dimulai. Pada proses hemodialisa, darah
sebenarnya tidak mengalir melalui mesin HD, melainkan
hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri
merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, dimana
mesin HD mempunyai fungsi untuk mengatur dan
memonitor aliran darah, tekanan darah, dan memberikan
informasijumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi vital
lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan dialisat yang masuk
ke dialyzer, dimana cairan tersebut membantu mengumpulkan
racun – racun dari darah. Pompa yang ada dalam mesin HD
berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialyzer dan
mengembalikan kembali ke dalam tubuh.
f. Persiapan Alat
1. Mesin hemodialisa
2. Air water treatment (RO) sekali HD butuh 120 L
3. Cairan bicnat 20 L
4. Cairan asetat 15 L
5. Dializer
6. Arterial – Venouse Blood Line (AVBL), terdiri dari
arterial blood line (ABL)/inlet/warna merah & nenouse
blood line (VBL)/outlet/warna biru.
7. Nacl 0,9% 1000 cc
8. Heparin
9. Infus set makro
10. Spuit 20 cc
11. Spuit 5 cc
12. Spuit 1 cc
13. Sarung tangan
14. Alcohol 70%
15. Bethadine cair
16. Kassa steril
17. Set HD (bengkok, kom bethadine (2) & arteri klem)
18. Duk bolong (1 – 2 bh)
19. Timbangan BB & pengukur TB
20. Tensimeter
21. Stetoskope
22. Gelas ukur

g. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya
anemia dan hypoalbuminemia
b. Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan
c. Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut
bersama dengan menurunnya diuresis
d. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya
disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah
protein
e. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme
karbohidrat pada gagal ginjal, (resistensi terhadap
pengaruh insulin pada jaringan perifer)
f. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi
menunjukkan pH yang menurun, HCO3 yang menurun,
PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi
asam-basa organik pada gagal ginjal.
g. Ht: menurun karena pasien mengalamii anemia Hb < 7-8
gr/dl
h. BUN/Kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10
mg/dl diduga tahap akhir. Rasio BUN dan kreatinin =
12:1 – 20:1
i. GDA: asidosis metabolic, PH <7,2
j. Protein albumin : menurun
k. Natrium serum : rendah, Nilai normal 40-220
mEq/l/hari tergantung berapa banyak cairan dan garam
yang dikonsumsi.
l. Kalium, magnesium : meningkat

Pemeriksaan Urin

a. Volume : biasanya < 400-500ml/24 jam atau bahkan tidak ada


urin (anuria)
b. Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan
oleh zat yang tidak terreabsorbsi maksimal atau terdiri dari pus,
bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin.
c. Berat jenis : < 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal tubular
d. Klirens kreatinin : mungkin menurun.
e. Natrium : > 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium.
f. Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukkan kerusakan glumerulus bila SDM dan fragmen juga
ada.
g. Osmolalitas: < 350 mOsm/kg, rasio urin/serum = 1:1
Pemeriksaan Radiologi:

Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari


komplikasi yang terjadi:

a. USG: untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim


ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem
pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
b. IVP (Intra Vena Pielografi): untuk menilai sistem
pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko
penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya: usia
lanjut, DM dan nefropati Asam urat.
c. Foto Polos Abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal
dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang
disertai dengan tomogram memberikan hasil keterangan yang
lebih baik.Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh
sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
d. Endoskopi : untuk menentukkan pelvis ginjal, batu,
hematuria, dan pengangkatan tumor selektif
e. Renogram: untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi
dari gangguan (vaskuler, parenkim, eksresi), serta sisa fungsi
ginjal.
f. EKG : untuk mengetahui kemungkinan hipertropi ventrikel kiri
dan kanan, tanda-tanda perikarditis, disritmia, gangguan
elektrolit.
g. Renal anterogram : mengkaji terhadap sirkulasi ginjal dan
ekstravaskularisasi serta adanya masa.
h. Rotgen thorak : mengetahui tanda-tanda kardiomegali dan
odema paru.
Pemeriksaan Patologi Anatomi
a. Biopsy ginjal : Dilakukan bila ada keraguan diagnostic gagal
ginjal kronik atau perlu diketahui etiologi daru penyakit ini.

A. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul Pre Hemodialisa,


Intra Hemodialisa Dan Post Hemodialisa
a. Pre Hemodialisa
1. Kelebihan Volume Cairan b.d Kelebihan Asupan Cairan
2. Gangguan Keseimbangan Elektrolit b.d Kelebihan Volume
Cairan
b. Intra Hemodialisa
1. Nyeri Akut b.d Agen Cidera Fisik
2. Gangguan Pertukaran Gas b.d Ketidakseimbangan Ventilasi
Perkusi
3. Resiko Perdarahan
c. Post Hemodialisa
1. Intoleransi Aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
2. Resiko Infeksi b.d Penurunan Hemoglobin
B. NIC NOC Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Pre Hemodialisa
A. Kelebihan Volume Cairan b.d Kelebihan Asupan Cairan
NOC : Keseimbangan Cairan
1) Terbebas dari edema, efusi, anaskara
2) Suara nafas bersih, tidak ada dispneu/ortupneu
3) Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek
hepatojugular (+)
4) Menjaga tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru,
output jantung
dan tanda vital dalam batas normal
5) Menjelaskan indicator kelebihan cairan

NIC: Manajemen Cairan

1) Pertahankan masukan catatan dan keluaran yang akurat


2) Monitor hasil Hb yang sesuai dengan retensi cairan
(BUN, Hmt, osmolalitas urin)
3) Pantau tanda-tanda vital
4) Monitor indikasi retensi/kelebihan cairan (cracales, CVP,
edema, distensi vena leher, asites)
5) Pantau masukan makanan/cairan dan hitung asupan
kalori
6) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih memburuk
B. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit b.d Kelebihan Volume
Cairan
NOC: Keseimbangan Cairan
1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan
BB, BJ urine normal, HT normal
2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3) Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam

NIC: Keseimbangan Cairan

1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat


2) Monitor status hidrasi
3) Monitor vital sign
4) Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake
kalori harian

2. Intra Hemodialisa
A. Nyeri Akut b.d Agen Cidera Fisik
NOC: Tingkat Nyeri
1) Nyeri yang dilaporkan
2) Tidak bias beristirahat
3) Mengerang dan kesakitan
4) Mengerinyit
5) Mual

NIC: Manajemen Nyeri

1) Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif


2) Mendorong pasien untuk memonitor nyeri dan
menerangi nyeri dengan tepat
3) Mengajarkan teknik non farmakologi
4) Menganjurkan untuk meningkatkan istirahat
5) Mengobservasi reaksi non serebral dari
ketidaknyamanan
B. Resiko Perdarahan
NOC: Koagulasi Darah
1) Tekanan darah dalam batas normal sistol dan diastole
2) Hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal
3) Plasma, PT, PTT, dalam batas normal
NIC: Tindakan Pencegahan Perdarahan
1) Pantau ketat tanda-tanda perdarahan
2) Catat nilai Hb dan HT sebelum dan sesudah terjadinya
perdarahan
3) Pertahankan tirah baring selama perdarahan aktif
4) Kegigihankonstipasi dengan mengesahkan untuk
mempertahankan asupan cairan yang adekuat dan
pelembut feses
C. Gangguan Pertukaran Gas b.d Ketidakseimbangan Ventilasi
Perkusi
NOC: Respon Ventilasi Mekanik Dewasa
1) Kegelisahan
2) Kurang Istirahat
3) Hipoksia

NIC: Monitor pernapasan


1) Monitor kecepatan, irama, keadaan lama nafas dan
kesulitan bernafas
2) Monitor pola nafas
3) Monitor peningkatan kelelahan dan kecemasan
3. Post Hemodialisa
A. Intoleransi Aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
NOC: Daya Tahan
1) Melakukan aktivitas rutin
2) Aktivitas fisik
3) Hemoglobin
4) Glukosa darah

NIC: Terapi Aktivitas

1) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang


mampu dilakukan
2) Bantu klien memilih aktivitas konsisten yang sesuai
dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
3) Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
B. Resiko Infeksi b.d Penurunan Hemoglobin
NOC: Keparahan Infeksi
1) Demam
2) Hipotermia
3) Nyeri
4) Menggigil
5) Hilang nafsu makan
NIC: Kontrol Infeksi
1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2) Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
3) Tingkatkan intake nutrisi
4) Proteksi terhadap infeksi

C. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Dialisis (Cucu darah)
2. Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat,
suplemen kalsium, furosemide (membantuberkemih)
3. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
4. Tranfusi darah

D. DAFTAR PUSTAKA
https://lpkeperawatan.Scribd.com/2013/11/laporan-pendahuluan-
chronic-kidney_10.html#.YBwJB-gzbIU
https://www.academia.edu/43809558/LAPORAN_PENDAHULU
AN_HEMODIALISA

Anda mungkin juga menyukai