Anda di halaman 1dari 18

ATS (Anti Tetanus Serum)

Oleh :
Khairani Gultom
133307010084

Pembimbing :
Dr. dr. Adrian Khu, Sp.OT, FICS

KKS ILMU BEDAH ORTHOPAEDIC


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
RUMAH SAKIT ROYAL PRIMA
MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
Karunia – Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan refarat berjudul “ATS
(Anti Tetanus Serum)” ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, Dr. dr.
Adrian Khu, Sp.OT, FICS dan semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan
laporan tugas ini sejak awal sampai selesai.
Tujuan penulisan laopran kasus ini adalah sebagai salah satu syarat dalam kegiatan
kepaniteraan klinik senior bagian Bedah Orthopaedic di RS Royal Prima Medan. Penulis
menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis
mengharapkan saran dan partisipasi teman sejawat untuk memberikan masukan dan saran
untuk menyempurnakan tugas laporan ini di masa mendatang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian dan dukungannya,
semoga penulisan laporan ini dapat bermanfaat bagi semua.

Medan, Oktober 2018

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal : ____________________

Nilai:

_________________________________

Pembimbing

dr. Adrian Khu, Sp.OT

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 1
1.1 ATS dan Tetanus Toksoid ....................................................... 1
1.1.1. Pemberian ATS dan Tetanus Toksoid ................................. 1
1.1.2. Imunisasi Tetanus Toksoid .................................................. 2
2.2. Komposisi Anti Tetanus Serum .............................................. 4
2.2.1. Dekripsi ................................................................................ 4
2.2.2. komposisi ............................................................................. 4
2.2.3. indikasi ................................................................................. 4
2.2.4. cara kerja obat ...................................................................... 5
2.2.5. Pasologi ................................................................................ 5
2.2.6. Pemberian ............................................................................ 5
2.2.7. Efek Samping ....................................................................... 5
2.2.8. Interaksi Obat ....................................................................... 6
2.2.9. Kontraindikasi ...................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 14

iii
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. ATS Dan Tetanus Toksoid

1.1.1. Pemberian ATS dan Tetanus Toksoid

a. Pemberian Anti Tetanus Serum


Suntikan tetanus ada 2 macam, yaitu anti tetanus serum (ATS) dan vaksin
tetanus toxoid. ATS sebanyak 1500 IU merupakan serum yang dapat langsung
mencegah timbulnya tetanus. Sementara itu, vaksin tetanus toxoid 0,5 ml tidak untuk
mencegah tetanus saat itu, namun untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap tetanus,
sehingga mencegah terjadinya tetanus di kemudian hari bila ternyata luka tersebut
masih mengandung kuman, juga mencegah tetanus pada kejadian lain dalam jangka
waktu kira-kira 6 bulan bila tanpa booster.
Indikasi suntikan ATS (Anti Tetanus Serum)

 Luka cukup besar (dalam lebih dari 1 cm)

 Luka berbentuk bintang

 Luka berasal dari benda yang kotor dan berkarat

 Luka gigitan hewan dan manusia

 Luka tembak dan luka bakar

 Luka terkontaminasi, yaitu: luka yang lebih dari 6 jam tidak ditangani, atau luka
kurang dari 6 jam namun terpapar banyak kontaminasi, atau luka kurang dari 6 jam
namun timbul karena kekuatan yang cukup besar (misalnya luka tembak atau terjepit
mesin)

 Penderita tidak memiliki riwayat imunisasi tetanus yang jelas atau tidak mendapat
booster selama 5tahun atau lebih

1
b. Pemberian Tetanus Toksiod
(Profilaksis the american college of surgeon committee on Trauma:

 Imunisasi pasif dengan human immune globulin tidak diindikasikan jika pasien
tersebut sudah mendapat suntikan toksoid minimal 2 kali sebelumnya.

 Pasien dengan imunisasi lengkap yaitu, pasien yang sudah mendapat booster dalam
10 tahun terakhir, tidak memerlukan penatalaksanaan tambahan untuk luka-luka non
tetanus biasa. Jika luka dicurigai mengandung tetanus, injeksi 0,5 ml toksoid tetanus
booster yang dapat diabsorbsi harus diberikan jika pemberian terakhir telah lebih
dari 5 tahun yang lalu.

 Pasien dengan riwayat imunisasi lengkap tetapi booster yang didapat sudah
melewati masa 10 tahun harus mendapat toksoid tetanus untuk semua luka tembus.

 Pasien dengan riwayat imunisasi pernah mendapat sekali injeksi atau kurang, atau
riwyatnya tidak diketahui harus mendapat toksoid tetanus untuk luka nontetanus.
Untuk luka yang dicurigai tetanus dapat diberikan ATS.

1.1.2. Imunisasi tetanus toxoid (TT)


Jenis imunisasi ini minimal dilakukan lima kali seumur hidup untuk mendapatkan
kekebalan penuh. Imunisasi TT yang pertama bisa dilakukan kapan saja, misalnya
sewaktu remaja. Lalu TT2 dilakukan sebulan setelah TT1 (dengan perlindungan tiga
tahun).
Tahap berikutnya adalah TT3, dilakukan enam bulan setelah TT2 (perlindungan enam
tahun), kemudian TT4 diberikan satu tahun setelah TT3 (perlindungan 10 tahun), dan
TT5 diberikan setahun setelah TT4 (perlindungan 25 tahun).

2
Imunisasi Luka kecil dan basah Luka-luka lainnya
tetanus
sebelum
Toksoid TIG Toksoid TIG
nya
(dosis)

Tidak jelas Td - Td Ya

0-1 Td - Td Ya

2 Td - Td -(x)

3-lebih -(xx) - -(xx) -

Keterangan;
TIG : Tetanus Imun Globulin (manusia)
Td : Tetanus difteri toksoid
- : Tidak diberikan
Ya : Diberikan
x : Kecuali luka lebih dari 24 jam
xx : Kecuali telah lebih dari 10 tahun pemberian toksoid yang terakhir
xxx : Kecuali telah lebih dari 5 tahun pemberian toksoid yang terakhir tetanus
toksoid

Gambar 1.1. Serum Anti Tetanus

3
2.2. Komposisi Anti Tetanus Serum

2.2.1. Deskripsi
Serum Anti Tetanus adalah antisera yang dibuat dari plasma kuda yang dikebalkan
terhadap tetanus, serta mengandung fenol sebagai pengawet, berupa cairan bening
kekuningan.

2.2.2. Komposisi

 Serum Anti Tetanus 1.500 IU


Tiap mL mengandung:
Zat aktif :
• Antitoksin tetanus 1.500 IU
Zat tambahan:
• Fenol 2,5 mg
 Serum Anti Tetanus 20.000 IU
Tiap mL mengandung:
Zat aktif:
• Antitoksin tetanus 5.000 IU
Zat tambahan:
• Fenol 2,5 mg

2.2.3. Indikasi

 Serum Anti Tetanus


Untuk pencegahan tetanus pada luka yang terkontaminasi dengan tanah, debu jalan
atau bahan lain yang dapat menyebabkan infeksi Clostridium tetani, pada seseorang
yang tidak yakin sudah diimunisasi atau yang belum diimunisasi lengkap dengan
vaksin tetanus.
 Serum Anti Tetanus 20.000 IU :
Untuk pengobatan terhadap tetanus

2.2.4 Cara Kerja Obat


Imunisasi pasif, pada penyuntikan dimasukkan serum anti tetanus yang mampulu
untuk menetralisir toksin tetanus yang beredar dalam darah penderita.

4
2.2.5. Posologi

 Pencegahan tetanus :
1 dosis profilaktik (1.500 IU) atau lebih, diberikan secara intramuskular.
 Pengobatan tetanus :
Berikan 10.000 IU atau lebih, secara intramuskular atau intravena tergan- tung
keadaan penderita
 Lakukan uji kepekaan terlebih dahulu, bila peka lakukan desensitisasi.

2.2.6. Pemberian
A. Secara intramuskular :

 Hasil uji kepekaan harus negatif


 Penyuntikan harus dilakukan se- cara perlahan
 Penderita harus diamati paling sedikit selama 30 menit

B. Secara Intravena

 Lakukan penyuntikan secara intra- muskular terlebih dahulu


 Bila tidak ada gejala alergi, lakukan penyuntikan intravena
 Penyuntikan harus dilakukan se- cara perlahan
 Penderita harus diamati paling sedikit selama 1 (satu) jam

2.2.7. Efek Samping

 Syok anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada, timbulnya dapat segera atau beberapa
jam setelah penyuntikan.

 Penyakit serum; dapat terjadi antara 7 – 10 hari setelah penyuntikan dengan gejala-
gejala seperti demam, gatal, sesak nafas dan reaksi alergi lainnya.
 Demam; demam yang disertai menggigil dapat terjadi setelah penyuntikan secara
intravena.
 Rasa nyeri di lokasi suntikan; biasanya terjadi 24 jam setelah penyuntikan antisera
dalam jumlah dosis besar.

5
2.2.8. Interaksi Obat

Tidak ada interaksi obat.

2.2.9. Kontraindikasi
Penderita yang terbukti alergi terhadap antisera kuda

Peringatan & Perhatian

1. Hal yang Harus Diperhatikan pada Penyuntikan Antisera

 Alat suntik berisi adrenalin (1 : 1.000) harus tersedia sebelum melakukan penyuntikan
antisera. Kemungkinan kortikosteroid dan Antihistamin H1 juga diperlukan.
 Jangan menyuntikkan antisera yang baru dikeluarkan dari lemari es, terutama antisera
dalam jumlah besar. Suhunya harus dinaikkan lebih dahulu agar sama dengan suhu
badan (tapi jangan dipanaskan menggunakan api).
 Waktu disuntik penderita harus dalam keadaan tidak tegang (rileks)

2. Uji Kepekaan

 0,02 mL antisera diencerkan 1 : 1.000 dalam larutan NaCl fisiologis (salin), diberikan
secara intradermal.
 Bila hasil tes negatif, lanjutkan dengan uji kepekaan ulang dengan pengenceran
antisera 1 : 100
 Pada orang tanpa riwayat alergi, uji kepekaan dapat dilakukan langsung mulai dari
pengenceran 1 : 100 Lakukan kontrol negatif dengan larutan NaCl fisiologis dan
kontrol positif dengan histamin.
 Gambaran hasil tes positif : Uji kepekaan dinyatakan positif jika terjadi indurasi dan
eritema dengan ukuran ≥ 3 mm setelah 15 – 20 menit, dibandingkan dengan kontrol
negatif. Bila hasil tes positif lakukan desensitisasi.

3. Tindakan terhadap Efek Samping

 Reaksi Anafilaktik (Anaphylactic Shock)

1. Jika terjadi, pemberian antisera dihentikan segera.

6
2. Suntikkan 0,3-0,5 mL adrenalin 1 : 1.000 secara intramuskular. Pada anak, 0,01
mL/kg berat badan atau maksimal 0,3 mL.
3. Periksa tekanan darah secara teratur, bila tekanan darahnya tetap rendah, berikan lagi
0,5 mL adrenalin 1 : 1.000. Jika perlu suntikkan kortikosteroid secara intramuskular.
4. Bila keadaan syok belum teratasi, segera bawa penderita ke rumah sakit.

 Penyakit Serum (Serum Sickness) Beri antihistamin selama beberapa hari dan
penderita sebaiknya istirahat. Bila perlu dapat diberi sediaan kortikosteroid.
 Demam disertai menggigil tidak memerlukan tindakan apapun, karena akan cepat
menghilang (dalam 24 jam). Cukup diberi selimut atau botol berisi air panas.
 Rasa nyeri pada tempat suntikan, keadaan ini tidak memerlukan tindakan apapun
karena akan hilang dengan sendirinya.

4. Beritahu penderita

 Penderita harus diberitahu bahwa mereka telah disuntik dengan antisera yang berasal
dari hewan, informasi tersebut harus diteruskan kepada dokter yang akan memberi
dosis antisera selanjutnya.

PENYIMPANAN

 Serum anti tetanus harus disimpan pada suhu antara +2°C s/d +8°C.
 JANGAN DIBEKUKAN.
 Masa daluarsa 2 tahun.

Kemasan

 Dus : 10 Ampul @ 1 mL (1.500 IU)


 Dus : 10 Vial @ 4 mL (20.000 IU)

Biosat 1.5

 Dus : 10 ampul @ 1 mL (1.500 IU)

Biosat 20

 Dus : 1 vial @ 4 mL

7
Beberapa pertimbangan:

Pengobatan dengan ATS hingga saat ini belum jelas hasilnya, karena itu ada ahli yang
menggunakan dan ada yang tidak menggunakannya. Bila digunakan, keberatannya adalah
mengenai harga, tetapi bila digunakanpun tidak berbahaya kecuali pada penderita yang
hipersensitif. Kemampuan perlindungan ATS ini hanya berlangsung selama 2 – 3 minggu
saja.

1. Tes Sinsitivitas terhadap ATS

Dilakukan untuk mengetahui apakah seorang penderita tahan terhadap ATS hewan
atau tidak. Untuk melakukan tes tersebut ada dua cara yaitu tes kulit (skin test dan tes
mata / eye test).

2. Tes kulit.

Sering dilakukan (lebih disukai dari pada tes mata). Caranya yaitu 0,1 cc serum
diencerkan dengan akuades atau cairan NaC1 0,9 % menjadi 1 cc. Suntikkan 0,1 cc
dari larutan yang telah diencerkan tadi pada lengan bawah sebelah voler secara
intrakutan, tunggulah selama 15 menit. Reaksi positif (penderita hipersensitif
terhadap serum) bila terjadi infiltrat / indurasi dengan diameter lebih besar dari 10
mm (1 cm), yang dapat disertai rasa panas dan gatal.

3. Tes mata.

Caranya yaitu dengan meneteskan 1 tetes cairan serum pada mata, tunggulah 15
menit. Reaksi positif bila mata merah dan bengkak.

Penderita yang hipersensitif terhadap ATS Hewan. Pada penderita ini terdapat 3
kemungkinan, yaitu : (1) pemberian hypertet (HTIG), (2) pemberian ATS hewan secara
desensitisasi (cara Bedreska), (3) ATS tidak diberikan.

Desensitisasi cara Bedreskad

Adalah pemberian ATS pada penderita yang hipersensitif terhadap penyuntikan langsung,
tetapi tidak dapat diberi HTIG karena suatu hal. Dalam hal ini wajib memberikan ATS
dengan pertimbangan kemungkinan terjadinya tetanus pada luka besar. Pada cara Bedreska

8
ini, pengawasan dilakukan bertahap. Bila timbul reaksi hebat, pemberian tidak boleh
diteruskan.

Cara pemberiannya sebagai berikut :

1. 0,1 cc serum + 0,9 cc akuades atau NaC1 0,9 % disuntikkan secara subkutanm
tunggulah selama 30 menit.

2. Sesudahnya, suntikkan 0,5 cc serum + 0,5 cc serum +0,5 cc akuades atau NaC1 0,9
% secara subkutan, tunggulah 30 menit. Perhatikan reaksi. Bila tampak tanda –
tanda penderita hipersensitif (tanda profromalsyok anafilaktik), hentikan pemberian,
dan berikan antihistamin serta kortikosteroid. Rawat penderita sesuai keadaannya.

3. Bila tidak ada reaksi berarti setelah 30 menit sisa serum dapat disuntikkan secara
intramuskuler.

Desensitisasi ini bertahan selama 2 – 3 minggu, jadi bila keesokan harinya atau hari –
hari berikutnya (dalam masa 2 – 3 minggu tersebut) perlu dilakukan suntikan ulangan,
maka cara Bersredka tak perlu diiulangi. Pada cara Besredka, sebaiknya perlengkapan
P3K yaitu obat yag diperlukan untuk menanggulangi syok anafilaktik tetap tersedia.

A. Memberikan kekebalan aktif kepada semua orang

Yang dimaksud dengan semua orang di sini mulai dari bayi sampai orang tua berumur
puluhan tahun, bahkan bayi sebelum lahirpun sudah harus diberi kekebalan melalui ibu
yang sedang hamil.

Pokoknya semua penduduk haruslah sudah mempunyai kekebalan terhadap


tetanus. Caranya dengan menyuntikkan toksoid tetanus (dimurnikan) = vaccin serap
tetanus = tetanus toxoidum punficatum sebanyak 0,5 cc intra muskuler.

Untuk immunisasi dasar 3 kali berturut – turut dengan interval antara suntikan
pertama dengan kedua 4 – 6 minggu, antara kedua dengan ketiga 6 bulan. Immunisasi
dasar sudah boleh dimulai waktu anak berumur sekitar 4 bulan yang dapat diberikan
bersama vaksin diphteri, pertusis dalam bentuk vaksin DTP atau DT atau diberikan
terpisah – pisah. Kalau seseorang belum pernah mendapatkannya maka imunisasi dasar

9
dapat dilakukan kapan saja sepanjang hidupnya, dengan dosis dan interval yang sama
seperti di atas. Seseorang yang telah mendapat immunisasi dasar lengkap (3 kali
suntikan) maka dalam jangka waktu 10 tahun setelah suntikan terakhir, kandungan
antitoksin tetanus dalam serum darahnya berada di atas garis perlindungan minimal
(=minimum protective level) yaitu garis 0,01 i.u/ml, jadi orang itu dianggap sudah
terlindung terhadap tetanus.

Setelah suntikan pertama kali timbul rangsangan terhadap tubuh untuk membentuk
antitoksin tetanus. Dia terdapat dalam serum setelah 7 hari suntikan pertama, kemudian
titernya menarik dan pada hari ke-28. Kalau pada hari ke-28 itu diberikan suntikan
kedua, titernya akan menanjak terus dan akan mencapai 1,0 i.u pada hari ke 60 yaitu jauh
di atas garis proteksi minimal walau kemudian ada penurunan, diperkirakan titer itu akan
tetap berada di atas garis proteksi minimal selama 5 tahun. Bila suntikan ketiga
diberikan 6 bulan sesudah suntikan kedua, titernya jauh lebih tinggi, walau kemudian
akan ada penurunan, tetapi tetap berada di atas garis proteksi minimal sampai 10 tahun,
bahkan 15 – 20 tahun yang didapatkan pada 85 – 95 % personil perang dunia kedua.

Walau demikian untuk proteksi terhadap penyakit perlu dilakukan suntikan booster
setiap 5 tahun paling lambat 10 tahun atau setiap seseorang luka di mana diperkirakan
titer antitoksin tetanus dalam serumnya sudah mulai menurun walau masih di atas garis
proteksi minimal terutama untuk luka yang disebut “ tetanus prona wound ”. Pemberian
booster akan menaikkan titer antitoksin berlipat ganda jumlahnya. (lihat Gambar 2)

Ada istilah proteksi persial terhadap tetanus, maksudnya ialah :

a. Orang – orang yang telah mendapat suntikan vaksin tetanus sebanyak 3 kali, tetapi
suntikan terakhir sudah lebih dari 10 tahun.

b. Orang – orang yang telah mendapat vaksin tetanus 2 kali dan waktunya telah lebih
dari 5 tahun.

c. Orang – orang yang mendapat suntikan hanya 1 kali saja.

Perlu dijelaskan bahwa toksin tetanus (dimumikan) tidak akan menimbulkan reaksi
hipersensitif terhadap orang yang disuntik, karena itu dapat diberikan berulang kali,
sangat jarang ada reaksi allergi, kalaupun ada reaksinya ringan saja.

10
Kepada semua dokter dan petugas kesehatan bertanggung jawab untuk memberikan
vaksinasi tetanus terhadap anggota masyarakat yang berada di bawah salah seorang
anggotanya menderita tetanus maka pertama – tama salah dalam hal ini adalah dokter
perusahaan tersebut, mengapa dia lalai memberikan kekebalan aktif terhadap anggota
yang menjadi tanggung jawabnya.

B. Melakukan profilaksi tetanus terhadap orang yang luka secara benar dan tepat

Ada 4 faktor yang perlu diperhatikan :

1. Pemberian vaksin tetanus

2. Perawatan luka secara bedah yang benar

3. Pemberian antitoksin tetanus

4. Pemberian antibiotika dan identifikasi catatan medis emergency

1. Pemberian vaksin tetanus

Pemberian ini ditujukan sebagai booster terhadap pasien yang luka yang telah
mendapat vaksinasi tetanus sebelumnya, tujuannya untuk menaikkan titer antitoksin dan akan
memberikan perlindungan yang efektif dalam jangka waktu yang lama.

Pemberian vaksin tetanus pada saat luka terhadap pasien yang sama sekali belum
pernah divaksinasi terhadap tetanus, tidaklah dapat menjamin perlindungan terhadap tetanus,
karena untuk mendapatkan antitoksin dalam serum sampai di garis proteksi minimal
dibutuhkan waktu 2 – 3 minggu, sedangkan masa inkubasi tetanus ada yang lebih
cepat. Dalam hal inilah diperlukan pemberian antitoksin (immunisasi pasif) bersamaan
dengan pemberian toksodi tetanus tadi.

2. Perawatan luka secaa bedah yang benar

Pencegahan secara bedah ini bertujuan untuk membuang clostridium tetani yang
berkontak dengan luka, membuang jaringan yang tidak vital lagi untuk mencegah suasana
anaerob, dan sebaik mungkin melakukan rekonstruksi luka sehingga terjadi suasana
aerob. Untuk mencapai maksud tersebut diperlukan :

11
1. Luka dirawat secepat mungkin

2. Teknik aseptik dengan memakai sarung tangan steril, mencuci kulit sekitar luka dengan
cairan yang cukup sebelum tindakan bedah.

3. Menutup luka dengan kasa steril waktu mencuci luka tadi.

4. Cahaya haruslah cukup agar secara cermat mengidentifikasi jaringan yang vital seperti
saraf dan pembuluh darah.

5. Instrumen harus lengkap, pembantu cukup agar penarikan jaringan secara halus untuk
mencegah kerusakan jaringan yang lebih besar.

6. Perdarahan dikontrol dengan instrumen yang tepat dan benang yang cukup kecil agar
jaringan nekrotik minimum yang tinggal di dalam luka.

7. Jaringan diperlukan secara halus agar jaringan menambah jaringan nekrotik dalam luka.

8. Diberikan secara komplit dengan memakai pisau untuk meratakan pinggir luka yang
compang – camping, mengangkat jaringan yang sudah diragukan vitalitasnya,
mengangkat benda asing sampai tidak ada yang tertinggal.

3. Pemberian antitoksin tetanus

Antitoksin tetanus pada dasarnya ada 2

a. Heterologous antitoksin

b. Tetanus immun Globulin (human)

Heterologous antitoksin (ATS) diambil dari serum kuda yang telah divaksinasikan
sebelumnya. Jadi mengandung protein kuda (protein asing) dan pemberian kedua dan
seterusnya menimbulkan reaksi sensitivity yang hebat sampai dapat terjadi anafilaktik
shock. Oleh sebab itu sebelum pemberian perlu ditest lebih dahulu.

12
Tetanus Immun Globulin (human)

Diambil dari serum manusia. Dalam perdagangan bermacam – macam nama seperti
Hu-Tet, Hyper-Tet, Homo-Tet dan sebagainya. Jenis ini jarang sekali menimbulkan reaksi
hipersensitivity, kalau ada sangat ringan antitoksin diberikan harus dengan indikasi yang
jelas.

Indikasi pemberian antitoksin tetanus adalah :

1. Luka yang kotor atau tetanus proma wound yang terjadi pada orang yang belum pernah
mendapat immunisasi aktif, atau orang itu dengan proteksi tetanus persial.

2. Pengobatan pasien dengan tetanus.

Dosis pemberian tetanus immuno-globulin (human) untuk profilaksis adalah :

– Orang dewasa : 250 u – 500 u

– Anak di atas 10 tahun : 250 u

– Anak 5 – 10 tahun : 125 u

– Anak di bawh\ag 5 tahun : 75 u

Tetanus immuno-globulin (human) ini bertahan dalam darah selama 1 bulan. Untuk
pengobatan penderita tetanus diberikan dosis 3000 – 6000 unit intra muskuler pada otot
gluteus, sebagian diinfitrasikan sekitar luka.

Antitoksin serum kuda (ATS) diberikan bila human antitoksin tidak ada, dosisnya
untuk profilaksis 1500 – 3000 unit bagi orang dewasa, anak – anak sesuai umur. ATS
bertahan dalam darah 7 – 14 hari. Untuk pengobatan penderita tetanus dosis ATS adalah
20.000 – 40.000 unit. Antitoksin untuk profilaksis diberikan secara simultan dengan vaksin
tetanus tetapi dengan spuit dan jarum yang berbeda, juga tempat penyuntikan harus berbeda,
gunanya agar jaringan terjadi aglutinasi antara keduanya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Sumiardi Karakata, Bob Bachsinar; Bedah Minor, edisi 2,J akarta : Hipokrates,1995

smael Chairul ; Pencegahan dan Pengelolaan Tetanus dalam bidang bedah :


UNPAD, 2000

Hendarwanto. llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI, Jakarta: 2001, 49- 51.

Mardjono, mahar. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta:2004. 322.

http://emedicine.medscape.com/article/786414-overview

BUKU Ajar Ilmu Bedah . De Jong dkk. Ed 2 , Jakarta, 2004

14

Anda mungkin juga menyukai