Anda di halaman 1dari 19

ASKEP PADA LANJUT USIA

DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI

Makalah Ini Digunakan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Gerontik yang
dibimbing oleh Ahmad Kusnaeni, M.Kep

Disusun oleh :
Kelompok 2

1. Muhammad Anton S
2. Pramesti Lupitasari
3. Vinny Alvionita
4. Ahda Sabila
5. Siti Maesaroh
6. Yosi Ismawati
7. Elisa Wahyu H
8. Sri Nunung W
9. Erna Ristianti
10. Dinda Agestya N
11. Mei Nur A
12. Etik Diyah A
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas


rahmat yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun
makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Penyusunan makalah ini atas dasar tugas mata kuliah Gerontik “Askep
pada lansia dengan gangguan rasa nyaman nyeri” untuk melengkapi materi
berikutnya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada nara sumber
yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini. Mohon maaf
penulis sampaikan apabila terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, karena kami masih dalam tahap belajar.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai referensi untuk
menambah wawasan kepada pembaca. Penulis sadari dalam penyusunan
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, maka dari itu penulis
mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan di masa yang akan datang.
Terima kasih.

Cilacap, Maret 2020

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seorang lansia merupakan orang yang sudah menginjak umur
diatas 65 tahun ke atas. Lansia bukan merupakan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari kehidupan manusia yang ditandai dengan
menurunnya fungsi tubuh untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
(Efendy, 2009). Usia lanjut usia dapat dikatakan sebagai usia emas karena
tidak semua orang bisa mencapai tahap ini (Maryam, 2008).
Indonesia merupakan negraka ke-4 dengan jumlah penduduk
terbesar di Dunia dengan jumlah penduduk mencapai 246,9 juta jiwa pada
tahun 2012. Indonesia termasuk negara berstruktur tua karena memiliki
jumlah penduduk lansia mencapai 7,56% (18,7 juta jiwa) di tahun 2012.
Berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk lansia laki-laki mencapai
6,9% dan penduduk lansia perempuan mencapai 8,2% di tahun 2012
(Pusat data dan Informasi Kementrian kesehatan RI 2013).
Ketika memasuki masa lansia, seseorang akan mengalami
perubahan fisiologis. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia bukan
merupakan proses patologis, melainkan proses secara alami. Perubahan ini
pada setiap orang tidaklah sama dan tergantung dari keadaan dalam
kehidupan seseorang. Proses Perubahan Fisiologis pada lansia dapat
menyebabkan gangguan kesehatan (Potter dan Perry, 2005).
Nyeri sendi merupakan salah satu masalah kesehatan yang dialami
lansia. Menurut Pusat data dan Informasi Kementrian kesehatan RI tahun
2013 menjelaskan bahwa keluhan kesehatan paling tinggi pada lansia salah
satunya adalah nyeri sendi akibat asam urat. Kadar asam urat yang tinggi
bisa masuk ke dalam organ tubuh salah satunya adalah sendi yang bisa
menyebabkan terjadinya nyeri sendi (Kertia, 2009).
Penjelasan di atas merupakan masalah yang terjadi pada lansia.
Masalah kesehatan tersebut sesuai dengan hasil pengkajian yang ada pada
Ny. L di Panti Wredha harapn Ibu Ngaliyan Kota Semarang. Peran
perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada
Ny.L. Selain itu perawat juga harus berkolaborasi dengan Tenaga medis
ataupun nonmedis lainnya untuk mempermudah dalam menjalankan
asuhan keperawatan.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Ny.L
b. Menentukan diagnosa keperawatan Pada Ny.L
c. Menyusun intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa yang ada
pada Ny. L
d. Mendokumentasikan implementasi pada Ny.L
e. Melakukan evaluasi keberhasilan asuhan keperawatan pada Ny. L
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman subyektif dan individual, karenanya
keluhan karakteristik nyeri klien harus d pertimbangkan dengan akurat
dan valid (Johnson, 2005). Nyeri adalah keadaan dimana individu
mengalami dan mengeluh adanya ketidaknyamanan berat atau sensasi
ketidaknyamanan (Tucker, 1998). Secara sederhana nyeri dapat
diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara
sensori maupun emosiaonal yang berhubungan dengan adanya suatu
kerusakan jaringan atau faktor lain sehingga individu mersa tersiksa,
menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis
dan lain-lain.
Definisi keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang
menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang
ada kapanpun individu mengatakannya.Kebanyakan sensasi nyeri
adalah akibat dari stimuli fisik dan mental atau stimuli
emosional.Nyeri dibagi menjadi dua kategori dasar dari nyeri yang
secara umum meliputi nyeri akut dan nyeri kronis.
a. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya terjadi tiba-tiba dan umumnya berkaitan
dengan cidera spesifik.Nyeri akut mengindikasikan bahwa
kerusakan atau cidera telah terjadi.Jika kerusakan tidak lama terjadi
dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun
sejalan dengan terjadinya penyembuhan, nyeri akut dapat
berlangsung beberapa detik hingga enam bulan.cidera atau
penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara
spontan atau dapat memerlukan pengobatan. Contoh pada kasus
yang ringan jari yang tertusuk biasanya sembuh dengan cepat,
dengan nyeri yang hilang yang cepat, barangkali dalam beberapa
detik atau beberapa menit.Sedangkan pada contoh kasus yang
berat, seperti fraktur ekstermitas, pengobatan dibutuhkan dengan
nyeri menurun sejalan dengan penyembuhan tulang.
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang menetap sepanjang
periode waktu.Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan
yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan
penyebab atau cidera spesifik.Nyeri kronik sulit untuk diobati
karena nyeri ini tidak mempunyai respon terhadap pengobatan
yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronik berlangsung lebih
dari enam bulan sedangkan nyeri akut berlangsung beberapa detik
sampai kurang dari enam bulan. Jenis nyeri ada yang bersifat tetap
dan akut primer, walaupun keduanya berlangsung lebih dari enam
bulan, nyeri tersebut bukan termasuk nyeri kronis melainkan nyeri
akut yang dapat dilihat dari sifat nyerinya.
Banyak orang menderita nyeri kronis setelah suatu cidera atau
proses penyakit hal ini diduga bahwa ujung-ujung syaraf yang
normalnya hanya mentransmisikan stimulus yang sangat nyeri,
mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri sebagai
stimulus yang sangat nyeri. Nyeri kronis dapat terjadi pada kanker
tetapi nyeri jenis ini biasanya mempunyai penyebab yang dapat
diidentifikasikan.Nyeri kanker sering timbul akibat kompresi saraf
perifer, atau meninges atau akibat kerusakan pada struktur setelah
suatu pembedahan, kemoterapi, atau tindakan radiasi dan infiltrasi
tumor.
2. Sensasi Nyeri
Meinhart dan McCaffery (1983) mendeskripsikan tiga fase
pengalaman nyeri: antisipasi, sensasi, dan akibat (aftermath).
a. Fase antisipasi
Terjadi sebelum mempersepsikan nyeri.Antisipasi terhadap
nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan
upaya untuk menghilangkannya.
b. Fase Sensasi Nyeri
Sensasi nyeri adalah gerakan tubuh yang khas dan ekspresi
wajah yang mengidentikasikan nyeri yang terjadi ketika
merasakan nyeri.Sensasi nyeri meliputi menggeretakkan gigi,
memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh
membengkok dan ekspresi wajah yang menyeringai. Individu
bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-beda..Tingkat
keparahan nyeri yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama
bergantung pada sikap, motivasi, dan nilai yang diyakini
seseorang.
Saat awitan nyeri akut, denyut jantung tekanan darah dan
frekuensi pernapasan meningkat.Perubahan tanda-tanda vital
merupakan hal yang bermakna, tetapi perawat harus
mempertimbangkan semua tanda dan gejala sebelum
menetapkan bahwa nyeri merupakan penyebab segala perubahan
tersebut, misalnya, seorang klien yang sangat cemas juga
mengalami frekuensi napas dan denyut jantung.Klien dapat
mengalami kesulitan dalam melakukan tidakan higiene
normal.Nyeri dapat sangat melemahkan sehingga klien terlalu
lelah untuk bersosialisasi.
c. Fase akibat (aftermath)
Pada fase ini nyeri terjadi ketika nyeri berkurang atau
berhenti.Jika klien mnegalami serangkaian episode nyeri yang
berulang, maka respons akibat (aftermath) dapat menjadi
masalah kesehatan yang berat. Perawat membantu klien
memperoleh kontrol dan harga diri untuk meminimalkan rasa
takut akan kemungkinan pengalaman nyeri.
3. Persepsi Nyeri
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap
nyeri.Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medula spinalis ke
Thalamus dan otak tengah.Dari thalamus, serabut
menstransmisikan kesan nyeri keberbagai area otak, termasuk
korstek sensori dan kortek asosiasi (di kedua lobus parietalis),
lobus frontalis dan sistem limbik.Ada sel-sel didalam sistem limbik
yang diyakini mengontrol emosi, khususnya untuk ansietas.Dengan
demikian, sistem limbik berperan aktif dalam memproses reaksi
emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi saraf berakhir didalam
pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan mempersepsikan
sensasi nyeri.
Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan
terjadi reaksi yang kompleks. Faktor-faktor fisiologis dan kognitif
berinteraksi dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam
mempersepsikan nyeri.Meinhart dan McCaffery (1983)
menjelaskan tiga sistem interaksi persepsi nyeri sebagai sensori
deskriminatif, motivasi afektif, dan kognitif evaluatif. Persepsi
menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga individu
dapat bereaksi (Potter & Perry,2005).
Tingkat persepsi nyeri tidak konstan misalnya ambang
rangsang nyeri seperti reaksi terhadap nyeri berubah secara
signifikan dalam berbagai keadaan. Komponen fisiologik dalam
persepsi nyeri dan reaksi nyeri terdiri atas komponen kognitif,
emosional, dan faktor simbolik.Ambang reaksi nyeri secara
signifikan berubah oleh pengalaman masa lalu dan tingkat ansietas
yang dirasakan sekarang serta status emosionalnya. Bertujuan
mengurangi ansietas pasien dan dengan demikian pasien dapat
memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai keluhan
utamanya dan dapat bekerjasama dengan baik dalam
perawatannya, maka yang harus di lakukan perawat adalah :
a. Membangun dan mempertahankan kontrol terhadap situasi
b. Membangkitkan kepercayaan pasien
c. Memberikan atensi dan simpati pada pasien.
d. Memperlakukan pasien sebagai seorang individu yang penting.
Melalui penanganan yang baik dari komponen-komponen nyeri
ini, persepsi nyeri, dan ambang reaksi nyeri akan meningkat
secara signifikansehingga akan banyak memudahkan prosedur
perawatannya (Walton,2008).

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Nyeri


a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang
mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia.
Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri
dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan
nyeri.Anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata
juga mengalami kesulitan untuk mengucapkan secara verbal dan
mengekspresikan nyeri pada orang tua atau petugas
kesehatan.Secara kognitif, anak-anak todler dan pra sekolah
tidak mampu mengingat penjelasan tentang nyeri atau
mengasosiakan nyeri sebagai pengalaman yang terjadi di
berbagai situasi. Dengan memikirkan pertimbangan
perkembangan ini perawat harus mengadaptasi pendekatan yang
dilakukan dalam upaya mencari cara untuk mengkaji nyeri yang
dirasakan anak-anak.
Pada lansia yang mengalami nyeri, perlu dialkukan
pengkajian, diagnosis dan penatalaksaan secara agresif.Namun,
lansia memiliki resiko tinggi mengalami situasi-situasi yang
membuat mereka merasakan nyeri. Kemampuan klien lansia
untuk menginterpretasi nyeri dapat mengalami komplikaasi
dengan keberadaan berbagai penyakit disertai gejala samar-
samar yang mungkin mengenai bagian tubuh yang sama.
Apabila klien lansia ini memiliki sumber nyeri lebih dari satu
maka perawat harus mengumpulakan pengkajian yang rinci.
b. Jenis kelamin
Secara umum, tidak ada perbedaan antara pria dan wanita
dalam merespon nyeri. Beberapa kebudayaan yang
mempengaruhi jenis kelamin misalnya seorang anak laki-laki
harus berani dan tidak boleh menangis sedangkan anak
perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Toleransi
nyeri, sejak lama sudah menjadi subjek penelitian yang
melibatkan pria dan wanita.
c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang
diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal
ini meliputi bagaimana individu bereaksi terhadap nyeri.Ada
perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri di
berbagai kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang nyeri dari
segi makna budaya akan membantu perawat dalam merancang
asuhan keperawatan yang relevan untuk klien.
e. Makna Nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seorang beradaptasi
terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan dengan latar belakang
budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri
dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan
ancaman, suatu kehilangan hukuman dan tantangan. Derajat dan
kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan
makna nyeri.
f. Perhatian
Fokus perhatian klien pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Dengan
memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus
yang lain, maka perawat menempatkan nyeri pada kesadaran
yang perifer. Biasanya, hal ini meyebabkan toleransi nyeri
individu yang meningkat khususnya terhadap nyeri yang
berlebihan hanya selama waktu pengaihan.
g. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi
nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas.Individu
yang sehat secara emosional biasanya lebih mampu mentoleransi
nyeri sedang hingga berat darpada individu yang memiliki status
emosional yang kurang stabil.Apabila rasa cemas tidak
memdapat perhatian di dalam suatu lingkungan berteknologi
tinggi, maka rasa cemas tersebut dapat menimbulkan masalah
penatalaksaan nyeri yang serius.Nyeri yang tidak kunjung hilang
seringkali menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian.
h. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri.Rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping.Hal ini dapat menjadi masalah utama pada
setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka
lama.Apabila keletihan disertai kesulitan tidur maka persepsi
nyeri dapat terasa lebih berat lagi.
i. Pengalaman Sebelumnya
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa
individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada
masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering
mengalami seangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau
menderita nyeri yang berat.Maka ansietas atau rasa takut dapat
muncul. Sebaliknya apabila individu mengalami nyeri dengan
jenis yang sama berulang-ulang, kemudia nyeri tersebut akan
berhasil dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut
untuk menginterpretasikan sensasi nyeri sehingga klien akan
lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan
untuk menghilangkan nyeri.
j. Gaya koping
Gaya koping mempengaruhi kemampuan individu untuk
mengatasi nyeri.Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan,
baik sebagian maupun keseluruhan. Klien seringkali
menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping
terhadap efek fisik dan psikologis nyeri. Penting untuk
memahami sumber-sumber koping selama klien mengalami
nyeri.Sumber-sumber seperti berkomunikasi dengan keluarga
pendukung, melakukan latihan, atau menyanyi dapat digunakan
dalam rencana asuhan keperawatan dalam upaya mendukung
klien dan mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu.
k. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor yang bermakna dalam mempengaruhi respons nyeri
adalah kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana
sikap mereka terhadap klien.Individu yang mengalami nyeri
seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat
untuk memperoleh dukungan, bantuan atau
perlindungan.Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali
pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan. Kehadiran
orang tua sangat penting bagi anak-anak yang sedang
mengalami nyeri.
5. Karakteristik Nyeri
Karakteristik nyeri termasuk letak (dimana nyeri pada
berbagai organ mungkin merupakan alih), durasi (meliputi
menit, jam, hari, bulan, dsb), irama (misalnya terus-menerus,
hilang dan timbul, periode bertambah dan berkurangnya
intensitas atau keberadaan nyeri) dan kualitas (misalnya nyeri
seperti ditusuk, seperti dibakar, sakit, nyeri seperti digencet).
Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronik:

Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronik


Tujuan Memperingatkan adanya Tidak ada
cidera atau masalah

Awitan Mendadak Terus-menerus dan


intermiten
Intensitas Ringan sampai berat
Ringan sampai berat
Durasi < 6 bulan
> 6 bulan
Respon Otonom a. Konsisten dengan
respons stres simpatis Tidak ada respon
b. Frekuensi jantung otonom
meningkat
c. Volume sekuncup
meningkat
d. Tekanan darah
meningkat
e. Dilatasi pupil
meningkat
f. Tegangan otot
meningkat
g. Motilitas
Komponen gastrointestinal
Psikologis dan menurun
Respons lainnya h. Aliran saliva menurun Depresi, mudah marah,
menarik diri, tidur
Cemas terganggu, libido
menurun, nafsu makan
Contoh menurun

Nyeri kanker, arthritis


Nyeri bedah, trauma

6. Fungsi Tubuh Terganggu Karena Nyeri Pada Lansia


Lansia dapat merasakan sakit sebagai bagian dari proses
penuaan, mengalami penurunan sensasi atau persepsi rasa sakit,
Kelesuan, anoreksia, dan kelelahan dapat menjadi indikator rasa
sakit. Lansia akan menahan keluhan sakit karena takut pengobatan,
dapat menjelaskan rasa sakit dengan cara yang berbeda dari gatal,
nyeri, atau tidak nyaman. Lansia dapat mengakui atau
menunjukkan bahwa rasa sakit adalah sesuatu yang tidak dapat
diterima.
Kolagen dan elastin yang merupakan jaringan ikat pada
jaringan penghubung perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai
dengan penuaan. Hal ini menyebabkan penurunan fleksibilitas
dalam kebangkitan, orang tua memberi kepada dampak nyeri,
penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekakuan otot,
kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok, dan berjalan,
dan hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari mereka.
Tulang rawan,tulang rawan pada persendian menjadi lunak dan
memiliki granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata.
Perubahan ini sering terjadi dalam tubuh leverage baret besarsensi.
Sebagai hasil dari perubahan itu mudah untuk menjadi sendi
meradang, kekakuan, nyeri, gerak terbatas, dan gangguan aktivitas
sehari-hari. Tulang, jaringan kehilangan dan ukuran tulang secara
keseluruhan menyebabkan kekuatan dan kekakuan tulang menurun,
efeknya adalah osteoporosis yang menyebabkan rasa sakit, cacat,
dan patah tulang. Sendi kehilangan fleksibilitas sehingga
penurunan luas dalam gerakan bersama. Beberapa kelainanyang
terjadi pada lansia sensi meliputi osteoartritis, artritis reumatid,
gout, dan pseudogout yang menyebabkan gangguan dalam bentuk
pembengkakan kekakuan,,nyeri sendi, keterbatasan luas gerak
sendi, gangguan jalan.

7. Pengkajian Nyeri dengan Teknik PQRST


a. P (Provoking Incident)
Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri.
Apakah nyeri berkurang apabila beristirahat, apakah nyeri
bertambah berat bila beraktivitas (aggravation), faktor–faktor
yang dapat menyebabkan nyeri (misalnya gerakan, kurang
bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat – obat bebas, dsb),
dan apa yang dipercaya klien dapat membantu mengatasi
nyerinya.
b. Q (Quality or Quantity of Pain)
Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien, apakah seperti terbakar, berdenyut, tajam atau menusuk.
c. R (Region, Radiation,Relief)
Dimana lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan tepat oleh
klien, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. Tekanan pada saraf
atau akar sraf akan memberikan di dalam nyeri yang disebut
radiating pain misalnya pada skiatika dimana nyeri menjalar
mulai dari bokong sampai anggota gerak bawah sesuai dengan
distribusi saraf. Nyeri lain yang disebut nyeri kiriman atau
referred pain adalah nyeri pada suatu tempat yang sebenarnya
akibat kelainan dari tempat lain misalnya nyeri lutut akibat
kelainan pada sendi punggung.
d. S (Severity/Scale of Pain)
Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri deskriptif (tidak ada nyeri, nyeri ringan,
nyeri sedang, nyeri berat, nyeri tak tertahankan) dan klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit memperngaruhi
kemampuan fungsinya terhadap aktifitas kehidupan sehari–hari
(misalnya tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan
orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktifitas – aktifitas
santai).Nyeri akut sering berkaitan dengan cemas dan nyeri
kronis dengan depresi.
e. T (Time)
Berapa lama nyeri berlangsung (bersifat akut atau kronis),
kapan, apakah ada waktu – waktu tertentu yang menambah rasa
nyeri.
8. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik
b. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan jaringan
9. Intervensi
a. Farmakoterapi
Farmakoterapi selalu menjadi pilihan utama dalam mengatasi
nyeri yang dirasakan oleh lansia. Obat-obatan yang umumnya
digunakan meliputi NSAID’s, relaksasi otot, opioid, dan terapi
adjuvant lainnya.
b. Dukungan psikologis
Nyeri merupakan respon emosi dan sensori yang komplek
sehinhha intervensi psikologis juga di perlukan. Strategi koping
terhadap nyeri yang dapat dilakukan terhadap lansia
diantaranya relaksasi, doa, terapi napas dalam, distraksi, dan
teknik diversi atensi.
c. Rehabilitasu fisik
Aspek rehabilitasi membantu lansia dengan nyeri hidup
mandiri dan memiliki aspek fungsional yang baik. Rehabilitas
yang dapat diberikan pada lansia meliputi adaptasi terhadap
penurunan fungsi fisik, sosial, dan psikologis
10. Intervensi Keperawatan
Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
d.  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
e. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
f. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
g. Kolaburasi dengan dokter untuk pemebrian  analgetik untuk
mengurangi nyeri
h. Monitor tanda-tanda Vital
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemberian asuhan keperawatan kepada lansia memanglah tidak
mudah. Kita harus mampu mengkaji kondisi lansia secara komprehensif.
Sehingga setiap detail kondisi pada lansia dapat kita temukan terdapatnya
masalah atau tidak.
Saat melakukan pengkajian pada Ny. L , kami mendapatkan tiga
masalah yang harus kami beri intervensi keperawatan. Masalah
keperawatan itu diantaranya adalah nyeri akut berhubungan dengan faktor
fisiologis (kerusakan jaringan sendi), resiko kesepian berhubungan dengan
ketidakefektifan koping individu, dan kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi mengenai kondisi kesehatan. Dari ketiga
masalah tersebut kami memberikan intervensi berupa terapi kompres
hangat untuk mengurangi nyerinya, terapi okupasi menjahit untuk
mengatasi resiko kesepian yang mungkin dialami klien, dan pemberian
informasi mengenai kondisi kesehatan klien.
Intervensi keperawatan yang kami lakukan ini dirasa cukup efektif
dalam mengatasi masalah yang ada pada Ny.L . Ada beberapa perubahan
yang menunjukkan keefektifan intervensi kita. Diantaranya, Ny.L merasa
agak enakan setelah diberi kompres hangat pada lututnya, Ny. L merasa
senang saat di beri kegiatan berupa menjahit dan Ny. L mengatakan sedikit
banyak sudah mengetahui mengenai kondisi kesehatannya.

B. Saran
Untuk kedepannya, ketiga terapi intervensi yang kita berikan ini
dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada lansia yang
memiliki masalah yang sama dengan kasus Ny. L dengan pengembangan
tertentu yang mungkin dapat dilakukan guna memperbaiki efektivitas
intervensi.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, sofia rhosma. 2014.Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogjakarta :


Deepublish.

Efendy, Ferry., dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Teori


dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Johnson, Joice Young, dkk. 2005. Prosedur Perawatan Di Rumah. Jakarta : EGC

Maryam, R., et al. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan vol. 2. Jakarta: EGC

Tucker, Susan Martin, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC

Walton, Richard E. 2008. Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai