Makalah Ini Digunakan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Gerontik yang
dibimbing oleh Ahmad Kusnaeni, M.Kep
Disusun oleh :
Kelompok 2
1. Muhammad Anton S
2. Pramesti Lupitasari
3. Vinny Alvionita
4. Ahda Sabila
5. Siti Maesaroh
6. Yosi Ismawati
7. Elisa Wahyu H
8. Sri Nunung W
9. Erna Ristianti
10. Dinda Agestya N
11. Mei Nur A
12. Etik Diyah A
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
2020
KATA PENGANTAR
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang lansia merupakan orang yang sudah menginjak umur
diatas 65 tahun ke atas. Lansia bukan merupakan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari kehidupan manusia yang ditandai dengan
menurunnya fungsi tubuh untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
(Efendy, 2009). Usia lanjut usia dapat dikatakan sebagai usia emas karena
tidak semua orang bisa mencapai tahap ini (Maryam, 2008).
Indonesia merupakan negraka ke-4 dengan jumlah penduduk
terbesar di Dunia dengan jumlah penduduk mencapai 246,9 juta jiwa pada
tahun 2012. Indonesia termasuk negara berstruktur tua karena memiliki
jumlah penduduk lansia mencapai 7,56% (18,7 juta jiwa) di tahun 2012.
Berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk lansia laki-laki mencapai
6,9% dan penduduk lansia perempuan mencapai 8,2% di tahun 2012
(Pusat data dan Informasi Kementrian kesehatan RI 2013).
Ketika memasuki masa lansia, seseorang akan mengalami
perubahan fisiologis. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia bukan
merupakan proses patologis, melainkan proses secara alami. Perubahan ini
pada setiap orang tidaklah sama dan tergantung dari keadaan dalam
kehidupan seseorang. Proses Perubahan Fisiologis pada lansia dapat
menyebabkan gangguan kesehatan (Potter dan Perry, 2005).
Nyeri sendi merupakan salah satu masalah kesehatan yang dialami
lansia. Menurut Pusat data dan Informasi Kementrian kesehatan RI tahun
2013 menjelaskan bahwa keluhan kesehatan paling tinggi pada lansia salah
satunya adalah nyeri sendi akibat asam urat. Kadar asam urat yang tinggi
bisa masuk ke dalam organ tubuh salah satunya adalah sendi yang bisa
menyebabkan terjadinya nyeri sendi (Kertia, 2009).
Penjelasan di atas merupakan masalah yang terjadi pada lansia.
Masalah kesehatan tersebut sesuai dengan hasil pengkajian yang ada pada
Ny. L di Panti Wredha harapn Ibu Ngaliyan Kota Semarang. Peran
perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada
Ny.L. Selain itu perawat juga harus berkolaborasi dengan Tenaga medis
ataupun nonmedis lainnya untuk mempermudah dalam menjalankan
asuhan keperawatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Ny.L
b. Menentukan diagnosa keperawatan Pada Ny.L
c. Menyusun intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa yang ada
pada Ny. L
d. Mendokumentasikan implementasi pada Ny.L
e. Melakukan evaluasi keberhasilan asuhan keperawatan pada Ny. L
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman subyektif dan individual, karenanya
keluhan karakteristik nyeri klien harus d pertimbangkan dengan akurat
dan valid (Johnson, 2005). Nyeri adalah keadaan dimana individu
mengalami dan mengeluh adanya ketidaknyamanan berat atau sensasi
ketidaknyamanan (Tucker, 1998). Secara sederhana nyeri dapat
diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara
sensori maupun emosiaonal yang berhubungan dengan adanya suatu
kerusakan jaringan atau faktor lain sehingga individu mersa tersiksa,
menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis
dan lain-lain.
Definisi keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang
menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang
ada kapanpun individu mengatakannya.Kebanyakan sensasi nyeri
adalah akibat dari stimuli fisik dan mental atau stimuli
emosional.Nyeri dibagi menjadi dua kategori dasar dari nyeri yang
secara umum meliputi nyeri akut dan nyeri kronis.
a. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya terjadi tiba-tiba dan umumnya berkaitan
dengan cidera spesifik.Nyeri akut mengindikasikan bahwa
kerusakan atau cidera telah terjadi.Jika kerusakan tidak lama terjadi
dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun
sejalan dengan terjadinya penyembuhan, nyeri akut dapat
berlangsung beberapa detik hingga enam bulan.cidera atau
penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara
spontan atau dapat memerlukan pengobatan. Contoh pada kasus
yang ringan jari yang tertusuk biasanya sembuh dengan cepat,
dengan nyeri yang hilang yang cepat, barangkali dalam beberapa
detik atau beberapa menit.Sedangkan pada contoh kasus yang
berat, seperti fraktur ekstermitas, pengobatan dibutuhkan dengan
nyeri menurun sejalan dengan penyembuhan tulang.
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang menetap sepanjang
periode waktu.Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan
yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan
penyebab atau cidera spesifik.Nyeri kronik sulit untuk diobati
karena nyeri ini tidak mempunyai respon terhadap pengobatan
yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronik berlangsung lebih
dari enam bulan sedangkan nyeri akut berlangsung beberapa detik
sampai kurang dari enam bulan. Jenis nyeri ada yang bersifat tetap
dan akut primer, walaupun keduanya berlangsung lebih dari enam
bulan, nyeri tersebut bukan termasuk nyeri kronis melainkan nyeri
akut yang dapat dilihat dari sifat nyerinya.
Banyak orang menderita nyeri kronis setelah suatu cidera atau
proses penyakit hal ini diduga bahwa ujung-ujung syaraf yang
normalnya hanya mentransmisikan stimulus yang sangat nyeri,
mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri sebagai
stimulus yang sangat nyeri. Nyeri kronis dapat terjadi pada kanker
tetapi nyeri jenis ini biasanya mempunyai penyebab yang dapat
diidentifikasikan.Nyeri kanker sering timbul akibat kompresi saraf
perifer, atau meninges atau akibat kerusakan pada struktur setelah
suatu pembedahan, kemoterapi, atau tindakan radiasi dan infiltrasi
tumor.
2. Sensasi Nyeri
Meinhart dan McCaffery (1983) mendeskripsikan tiga fase
pengalaman nyeri: antisipasi, sensasi, dan akibat (aftermath).
a. Fase antisipasi
Terjadi sebelum mempersepsikan nyeri.Antisipasi terhadap
nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan
upaya untuk menghilangkannya.
b. Fase Sensasi Nyeri
Sensasi nyeri adalah gerakan tubuh yang khas dan ekspresi
wajah yang mengidentikasikan nyeri yang terjadi ketika
merasakan nyeri.Sensasi nyeri meliputi menggeretakkan gigi,
memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh
membengkok dan ekspresi wajah yang menyeringai. Individu
bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-beda..Tingkat
keparahan nyeri yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama
bergantung pada sikap, motivasi, dan nilai yang diyakini
seseorang.
Saat awitan nyeri akut, denyut jantung tekanan darah dan
frekuensi pernapasan meningkat.Perubahan tanda-tanda vital
merupakan hal yang bermakna, tetapi perawat harus
mempertimbangkan semua tanda dan gejala sebelum
menetapkan bahwa nyeri merupakan penyebab segala perubahan
tersebut, misalnya, seorang klien yang sangat cemas juga
mengalami frekuensi napas dan denyut jantung.Klien dapat
mengalami kesulitan dalam melakukan tidakan higiene
normal.Nyeri dapat sangat melemahkan sehingga klien terlalu
lelah untuk bersosialisasi.
c. Fase akibat (aftermath)
Pada fase ini nyeri terjadi ketika nyeri berkurang atau
berhenti.Jika klien mnegalami serangkaian episode nyeri yang
berulang, maka respons akibat (aftermath) dapat menjadi
masalah kesehatan yang berat. Perawat membantu klien
memperoleh kontrol dan harga diri untuk meminimalkan rasa
takut akan kemungkinan pengalaman nyeri.
3. Persepsi Nyeri
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap
nyeri.Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medula spinalis ke
Thalamus dan otak tengah.Dari thalamus, serabut
menstransmisikan kesan nyeri keberbagai area otak, termasuk
korstek sensori dan kortek asosiasi (di kedua lobus parietalis),
lobus frontalis dan sistem limbik.Ada sel-sel didalam sistem limbik
yang diyakini mengontrol emosi, khususnya untuk ansietas.Dengan
demikian, sistem limbik berperan aktif dalam memproses reaksi
emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi saraf berakhir didalam
pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan mempersepsikan
sensasi nyeri.
Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan
terjadi reaksi yang kompleks. Faktor-faktor fisiologis dan kognitif
berinteraksi dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam
mempersepsikan nyeri.Meinhart dan McCaffery (1983)
menjelaskan tiga sistem interaksi persepsi nyeri sebagai sensori
deskriminatif, motivasi afektif, dan kognitif evaluatif. Persepsi
menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga individu
dapat bereaksi (Potter & Perry,2005).
Tingkat persepsi nyeri tidak konstan misalnya ambang
rangsang nyeri seperti reaksi terhadap nyeri berubah secara
signifikan dalam berbagai keadaan. Komponen fisiologik dalam
persepsi nyeri dan reaksi nyeri terdiri atas komponen kognitif,
emosional, dan faktor simbolik.Ambang reaksi nyeri secara
signifikan berubah oleh pengalaman masa lalu dan tingkat ansietas
yang dirasakan sekarang serta status emosionalnya. Bertujuan
mengurangi ansietas pasien dan dengan demikian pasien dapat
memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai keluhan
utamanya dan dapat bekerjasama dengan baik dalam
perawatannya, maka yang harus di lakukan perawat adalah :
a. Membangun dan mempertahankan kontrol terhadap situasi
b. Membangkitkan kepercayaan pasien
c. Memberikan atensi dan simpati pada pasien.
d. Memperlakukan pasien sebagai seorang individu yang penting.
Melalui penanganan yang baik dari komponen-komponen nyeri
ini, persepsi nyeri, dan ambang reaksi nyeri akan meningkat
secara signifikansehingga akan banyak memudahkan prosedur
perawatannya (Walton,2008).
A. Kesimpulan
Pemberian asuhan keperawatan kepada lansia memanglah tidak
mudah. Kita harus mampu mengkaji kondisi lansia secara komprehensif.
Sehingga setiap detail kondisi pada lansia dapat kita temukan terdapatnya
masalah atau tidak.
Saat melakukan pengkajian pada Ny. L , kami mendapatkan tiga
masalah yang harus kami beri intervensi keperawatan. Masalah
keperawatan itu diantaranya adalah nyeri akut berhubungan dengan faktor
fisiologis (kerusakan jaringan sendi), resiko kesepian berhubungan dengan
ketidakefektifan koping individu, dan kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi mengenai kondisi kesehatan. Dari ketiga
masalah tersebut kami memberikan intervensi berupa terapi kompres
hangat untuk mengurangi nyerinya, terapi okupasi menjahit untuk
mengatasi resiko kesepian yang mungkin dialami klien, dan pemberian
informasi mengenai kondisi kesehatan klien.
Intervensi keperawatan yang kami lakukan ini dirasa cukup efektif
dalam mengatasi masalah yang ada pada Ny.L . Ada beberapa perubahan
yang menunjukkan keefektifan intervensi kita. Diantaranya, Ny.L merasa
agak enakan setelah diberi kompres hangat pada lututnya, Ny. L merasa
senang saat di beri kegiatan berupa menjahit dan Ny. L mengatakan sedikit
banyak sudah mengetahui mengenai kondisi kesehatannya.
B. Saran
Untuk kedepannya, ketiga terapi intervensi yang kita berikan ini
dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada lansia yang
memiliki masalah yang sama dengan kasus Ny. L dengan pengembangan
tertentu yang mungkin dapat dilakukan guna memperbaiki efektivitas
intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Joice Young, dkk. 2005. Prosedur Perawatan Di Rumah. Jakarta : EGC
Maryam, R., et al. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan vol. 2. Jakarta: EGC
Tucker, Susan Martin, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC
Walton, Richard E. 2008. Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia. Jakarta: EGC