Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


HALUSINASI DI RS. KHUSUS JIWA SOEPRAPTO KOTA BANGKULU
TAHUN 2022

Disusun oleh :

1.Revi handayani
2.Anisa khamillah gunanto
3.Nuri yusinda
4.Miranti lestari
5.Dwi anggriyani
6.Yulia anggriyani
7.Intan deviza bidara a
8.Vitratal

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BEGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIPLOMA III
TAHUN AKADEMIK 2022/ 2023
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar, suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui
panca indra tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu (Prabowo, 2014).
Halusinasi adalah kesalahan sensori persepsi yang menyerang pancaindera, hal
umum yang terjadi yaitu halusinasi pendengaran dan pengelihatan walaupun halusinasi
pencium, peraba, dan pengecap dapat terjadi (Townsend, 2013).
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang
nyata, sehingga klien menginterpretasikan sesuatu yang tidak nyata tanpa stimulus atau
rangsangan dari luar (Stuart dalam Azizah, 2016).

2. Etiologi
Menurut Yosep (2014) terdapat dua factor penyebab halusinasi, yaitu:
1. Faktor presdisposisi
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi sehingga akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya
c. Faktor Biokimia
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang bersifat halusiogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak,misalnya terjadi
ketidakseimbangan acetylchoin dan dopamine.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
mengambil keputusan tegas, klien lebih suka memilih kesenangan sesaat dan lari
dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia . Hasil studi menunjukkan bahwa faktor
keluarga menunjukkan hubungan yang sangatberpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014) dalam hakekatnya
seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur bio-psiko-sosio-
spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi,yaitu:
a. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium dan kesulitan tidur
dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi.
Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan menakutkan. Klien tida sanggup
menentang sehingga klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual
Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi ego.
Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls
yang menekan,namun menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien
d. Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal dan comforting
menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat membahayakan. Klien halusinasi
lebih asyik dengan halusinasinya seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.
e. Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien halusinasi dalam setiap
bangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.

3. Rentan Respon
Rentang respon neurobiologis yang paling adaptif yaitu adanya pikiran logis,
persepsi akurat, emosi yang konsisten dengan pengalaman, perilaku cocok, dan
terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Sedangkan,respon maladaptive yang
meliputi waham, halusinasi, kesukaran proses emosi, perilaku tidak teroganisasi, dan
isolasi sosial. Rentang respon neurobiologis halusinasi digambaran sebagai berikut
(Stuart, 2013)
Adaptif

4. Patofisiologi
Menurut Direja (2011), proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi 4 tahap, yaitu :
a. Tahap I (Comforting)
Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi
merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik klien mengalami ansietas,
kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, mencoba berfokus pada pikiran yang dapat
menghilangan ansietas, pikiran dan pengalaman masih dalam kontrol kesadaran.
Perilaku klien yang mencirikan dari tahap I (Comforting) yaitu tersenyum atau
tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon
verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi.
b. Tahap II (Condeming)
Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi
menyebabkan rasa antisipasi dengan karakteristik pengalaman sensori menakutkan,
merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, mulai merasa kehilangan
control, menarik diri dari orang lain. Perilaku klien yang mencirikan dari tahap II
yaiu dengan terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah,
perhatian dengan lingkungan berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman
sensorinya, kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.
c. Tahap III (Controlling)
Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak dapat
ditolak lagi dengan karakteristik klien menyerah dan menerima
pengalamansensorinya (halusinasi), isi halusinasi menjadi atraktif, dan kesepian bila
pengalaman sensori berakhir. Perilaku klien pada tahap III ini adalah perintah
halusinasi ditaati, sulit berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap
lingkungan berkurang, hanya beberapa detik, tidak mampu mengikuti perintah dari
perawat, tampak tremor dan berkeringat.
d. Tahap IV (Conquering)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik.
Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti.
Perilaku klien pada tahap IV adalah perilaku panik, resiko tinggi mencederai, agitasi
atau kataton, tidak mampu berespon terhadap lingkungan.

5. Manifestasi Klinis
Menurut (Azizah, 2016) tanda dan gejala perlu diketahui agar dapat menetapkan masalah
halusinasi, antara lain:
a. Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri
b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d. Disorientasi
e. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
f. Cepat berubah pikiran
g. Alur pikiran kacau
h. Respon yang tidak sesuai
i. Menarik diri
j. Sering melamun
6. Klasifikasi
Menurut Yosep dalam Prabowo, 2014 halusinasi terdiri dari beberapa jenis dengan
karakteristik tertentu, diantaranya\
3. Halusinasi pendengaran (audotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara orang.
Biasanya mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
4. Halusinasi pengelihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pancaran cahaya,gambaran
geometric, gambar kartun, panorama yang luas dan bayangan yang menakutkan
b. Halusinasi penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya bau busuk, amis, dan
bau menjijikan, tapi kadang terhidu bau harum.
c. Halusinasi peraba (taktil)
Gangguan stimulusyang ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa ada
stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
d. Halusinasi pengecap (gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasaan sesuatuyang busuk, amis, dan
menjijikan
e. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentuan urine.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dilakukan dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan , kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi , sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan
diusahakan agar terjadi kontak mata,kalau bisa pasien disentuh atau dipegang .Pasien
jangan diisolaso baik secara fisik maupun emosional .Setiap perawata masuk
kekmar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien .Begitu juga akan
meninggalkannya hendaknya pasien diberitahu,pasien diberitahu tindakan yang
akan dilakukan.
b. Melaksanakan program terapi dokter
Seringkali pasien menolak terapi obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya .Pendekatan sebaiknya persuartif tapi
instruktif , perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelanya,serta
reaksi obat yang diberikan.
c. Mencegah permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif ,perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu
mengatasi masalah yang ada pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan
keluarga pasien atau orang lsin ysng dekat dengan pasien
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien diajak mengaktifkan diri untuk melakuksn gersksn fisik , misalnya
berolahraga , bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat memebantu
mengarahkan pasien kekehidupan nyata dan memeupuk hubungan dengan orang
lain.Pasien diajak menyusun jadwal kegiataan dan memilih kegiataan yang sesuai
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proes perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya diberitahukan tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan leseimbangan dalam proses keperawatan.Misalnya
dari perckapan dengan pasien diketahui bila sednag sendirian ia mendengar laki -laki
menejeknya.Tapi bila ada orang lain didekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
Perawat menyarankan agar pasien jangan meneyendiri dan menyibukan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada.Percakanapan ini hendaknya diberitahukan
kepada keluarga pasien dan petugas lain agar tidak membiarkan pasien sendirian
dan saran saran yang diberikan tidak bertentangan.

8. Pohon masalah
Etiologi:
-Konflik
-Stress psikologik
-Hubungan antar manusia yang mengecewakan
-Ketidak sinambangan neurotransmitter
-Faktor genetic
-Virus influenza pada trimester ke 3

Skizofrenia

Delusi
Gejala positif Pikiran dan pembicaraan kacau Gejala negatif
Perilaku katatonik
Persepsi pikiran untuk Afek
Perilaku yang tidak biasa Kurangnya dorongan Datar Tidak mampu
Secara menonjol untuk beraktivitas mengekspresikan
emosi pada wajah
dan perilaku
Bicara senyum sendiri Alogia

Perasaan malu terhadap diri sendiri


Tidak dapat membedakan yang
Nyata dan tidak nyata
Mengkritik diri

Halusinasi : Dengar

Harga diri rendah

Resiko perilaku kekerasan

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian kelien dengan harga diri rendah dapat di lakukan dengan wawancara dan
observasi kepda klien dan keluarga (Hartanto,2010)
a. Identitas klien
identitas klien meliputi : nama, umur,pekerjan, informasi, no RM, tanggal
pengkajian
b. Keluhan utama
• Faktor predisposisi
• Riwayat penyakit
• Riwayat psikososial
• Riwayat penyakit keluarga
• Fisik
c. Aspek fisik/biologis
d. Aspek psikososial

2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pendengaran
b. Isolasi sosial
c. Harga diri rendah
3. Intervensi Keperawatan
No RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA Tujuan Intervensi keperawatan Rasional
(TUM/TUK)
1 Gangguan persepsi TUM: Sp1:
sensori : Halusinasi Pasien mampu: a. Bantu pasien mengenal
Mengenal halusinasi yang halusinasinya (isi, waktu
di alaminya terjadinya, frekuensi, situasi
Mrngontrol halusinasinya pencetus, perasaan saat terjadi
Mengikuti program halusinasi dengan cara
pengobatan menghardik
b. Latihan mengontrol halusinasi
TUK: dengan cara menghardik
Klien dapat menyebutkan: c. Tahapan tindakan meliputi:
Isi, waktu, frekuensi, 1. Jelaskan cara menghardik
situasi pencetus, halusinasi
perasa.mampu 2. Peragakan cara menghardik
memperagakan cara dalam 3. Mintak klien memperagakan
mengontrol halusinasi ulang
4. Pantau cara ini, brti
penguatan perilaku klien
d. Masukan ke dalam jadwal harian
klien

SP 2 :
a.Evaluasi kegiatan yang lalu
( SP 1,2,3 )
2.
1. Tanyakan program peng-
Menyebutkan kegiatan
obatan
yang sudah dilakukan
2. Jelaskan pentingnya peng
Menyebutkan manfaat dari
gunaan obat pada gang-
program pengobatan
guan jiwa
3. Jelaskan akibat bila
tidak digunakan sesuai
program
4. Jelaskan akibat putus obat
5. Jelaskan cara mendapat-
kan obat/berobat
6. Jelaskan pengobatan
5 benar
2.
7. Latih pasien minum obat
3.
d. Masukan dalam jadwal harian
- Menyebutkan kegiatan
pasien
yang sudah dilakukan
- Memperagakan cara SP 3 :
bercakap- cakap dengan a.Evaluasi kegiatan yang lalu
orang lain ( SP 1)
b.Latih berbicara/bercakap den-
ngan orang lain saat halusi-
sinasi muncul
c.Masukan dalam jadwal kegi-
atan harian pasien

4.

- Menyebutkankegiata
yang sudah dilakukan
- Membuat jadwal SP 4 :
kegiaatan sehari -hari a.Evaluasi kegiatan yang lalu
dan mampu memper- ( SP 1 dan 2 )
ragakanya b.Latih kegiatan agar halusinasi
tidak muncul
Tahapanya :
1. Jelaskan pentingnya aktivitas
Yang teratur untuk mengata-
si halusinasi
2. Diskusikan aktivitas biasa yang
sering dilakukan
3. Latih pasien melakukan akti-
vitas
4. Susun jadwal aktivitas seha-
ri- hari sesuai dengan akti-
vitas yang telah dilatih ( dari
bangun pagi sampai tidur
5
malam)
5. Pantau pelaksanaan jadwal
Keluarga menjadi system
kegiatan berikan penguatan
pendukung yang efektif
terhadap perilaku yang positif
bagi klien

SP 5 Keluarga :
a. Beri Pendidikan Kesehatan
tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien,
tanda dan gejala halusinasi dan
cara-cara merawat pasien
halusinasi kepada keluarga.
b. Melatih keluarga praktek merawat
pasien langsun dihadapan pasien
c. Membuat perencanaan pulang
bersama keluarga
1. Implementasi
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi keperawatan memiliki lima tahap yaitu mengkaji kembali
klien, menentukan kebutuhan perawat terhadap bantuan, mengimplementasikan
intervensi keperawatan, melakukan supervise kasus yang didelegasikan, dan
mendokumentasikan tindakan keperawatan (Kozier et al., 2010).

2. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan respon klien terhadap hasil yang di
harapkan dari rencana keperawatan. Tentukan apakah yang di butuhkan revisi rencana.
Setelah intervensi, pantau tanda vital klien untuk mengevaluasi perubahan
DAFTAR PUSTAKA

Timpokja SIKI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan. Jakarta Selatan :Dewan Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Timpokja SDKI PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Timpokja SLKI PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Wulandari, Onny. 2017. Laporan Pendahuluan Gangguan Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit.

Anda mungkin juga menyukai