Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

KEPERAWATAN GERONTIK

Pengkajian Status Gizi Dan Kebutuhan Nutrisi Lansia

Disusun oleh:

kelompok :4B

1. Novia Lestari Lubis


2. Nunik Fitoloka
3. Ulan Dari
4. Wike Meika Febriani
5. Yuike Desri Yanti
6. Zitri Hafidhah

Dosen Pengajar :

Ns. Agung Riyadi,. S.Kep,. M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PROGRAM STUDI DIII-KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2022 / 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dankarunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tepat pada waktunya.

Salawat dan salam kami haturkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW,
yangtelah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman ilmu pengetahuan yang
menjadikanmanusia cerdas dan berwawasan luas.Kami menyadari bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan karena keterbatasan ilmuyang kami miliki.Namun berkat usaha dan bantuan
dari beberapa pihak, makalah ini dapatterselesaikan meski masih banyak terdapat kekurangan.

Ucapan terima kasih kami kepada dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi
dandorongan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.Harapan kami adalah
semogakritik dan saran dari pembaca tetap tersalurkan kepada kami dan semoga makalah ini
bermanfaat.

Bengkulu, 10 Agustus 2022

Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gizi mempunyai peran besar dalam dasar kehidupan. Setiap tahap daur kehidupan
terkait dengan satu set prioritas nutrient yang berbeda. Semua orang sepanjang kehidupan
membutuhkan nutrisi yang sama, namun dalam jumlah yang berbeda. Nutrisi tertentu
yangterdapat dari makanan, melalui peranan fisiologis yang spesifik dan tidak tergantung
padanutrisi yang lain, sangat dibutuhkan untuk hidup dan sehat. Menurut WHO
mengartikanilmu gizi sebagai ilmu yang mempelajari proses yang terjadi pada organism
hidup. Prosestersebut mencakup pengambilan dan pengolahan zat padat dan cair dari
makanan yangdiperlukan untuk memelihara kehidupan, pertumbuhan, berfungsinya
organ tubuh dan menghasilkan energi (Supariasa ID, 2011).
Zat gizi (nutrisi) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk
melakukanfungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan
serta mengaturproses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses
pencernaan.Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrisi.Zat tersebut
selanjutnya diserapmelalui dinding usus dan masuk kedalam cairan tubuh.Peningkatan
derajat kesehatanmasyarakat sangat diperlukan dalam mengisi pembangunan yang
dilaksanakan oleh bangsaIndonesia.Salah satu upaya peningkatan derajat kesehatan
adalah perbaikan gizi.Gizi yangseimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, dapat
meningkatkan kecerdasan danmenjadikan pertumbuhan yang normal (Depkes, 2006).
Namun sebaliknya gizi yang tidakseimbang menimbulkan masalah yang sangat
sulit sekali ditanggulangi oleh Indonesia,masalah gizi yang tidak seimbang adalah kurang
energy protein (KEP), kurang vitamin A(KVA), gangguan akibat kekurangan yodium
(GAKY) dan anemia gizi besi.
B. Rumusan masalah
Bagaimana pengkajian status gizi dan kebutuhan nutrisi pada lansia?
C. Tujuan Masalah
Tujuan Umum
Mampu mengetahuipengkajian status gizi dan kebutuhan nutrisi pada lansia
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui defenisi status gizi lansia
2. Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pada lansia
3. Untuk mengetahui pengukuran status gizi lansia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi Status Gizi


Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan
penyerapan gizi dan penggunaan zat gizi tersebut atau keadaan fiosiologi akibat dari
ketersediaanya zat gizi dalam sel tubuh.Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi.Dibedakan status gizi buruk, gizi kurang, gizi
baik dan gizi lebih.Faktor yang mempengaruhi status gizi secara langsung adalah asupan
makanan dan infeksi.Pengaruh tidak langsung dari status gizi ada tiga factor yaitu ketahanan
pangan dikeluarga, pola pengasuhan anak dan lingkungan kesehatan yang tepat termasuk
akses terhadap pelayanan kesehatan (Supariasa, ID, 2011).
Untuk menentukan status gizi seseorang atau kelompok populasi dilakukan dengan
interpretasi informasi dari hasil beberapa metode penilaian status gizi yaitu penilaian
konsumsi makanan, antropometri, laboratorium / biokimia dan klinis.Diantara beberapa
metode tersebut pengukuran antropometri adalah relative paling sederhana dan banyak
dilakukan.
B. Pengukuran Status Gizi Pada Lansia
Keadaan gizi seseorang dapat dipengaruhi oleh penampilan, pertumbuhan dan
perkembangannya, kondisi kesehatan serta ketahanan tubuh terhadap penyakit. Pengkajian
status gizi adalah proses yang digunakan untuk menentukan status gizi, mengidentifikasi
malnutrisi (kurang gizi atau gizi lebih) dan menentukan jenis diet atau menu makanan yang
harus diberikan pada seseorang. Mengkaji status gizi usia lanjut sebaiknya mengunakan
lebih dari satu parameter sebagai hasil kajian lebih akurat. Pada pengukuran dengan
menggunakan MNA ini, pengukuran antropometri menjadi poin yang diukur.Selain dengan
menggunakan MNA, pemeriksaan klinis, dan biokimia juga dapat dilakukan untuk
pengukuran status gizi.Gibson (1999). Pengkajian status gizi pada lansia dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1. Anamnesis
Hal-hal yang perlu diketahui antara lain identitas, orang terdekat yang dapat
dihubungi, keluhan dan riwayat penyakit, riwayat asupan makanan,riwayat operasi yang
menganggu asupan makanan, riwayat penyakit keluarga, aktivitas sehari-hari, riwayat
eliminasi dan kebiasaan lain yang dapat menganggu asupan makanan
2. Pengukuran antropometri
Pengukuran antropometri adalah pengukuran tentang ukuran, berat badan dan
proporsi tubuh manusia dengan tujuan untuk mengkaji status nutrisi dan ketersediaan
energi pada tubuh serta mendeteksi adanya masalah-masalah nutrisi pada seseorang
(Nurachmah, 2001).
Pengukuran antropometri yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi
pada lansia meliputi tinggi badan, berat badan, tinggi lutut (knee high), lingkar betis,
tevbal lipatan kulit (pengukuran skinfold) dan lingkar lengan atas.Cara yang paling
sederhana dan banyak digunakan adalah indeks masa tubuh (IMT)(Fatimah, 2010).
Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensitubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat
gizi.Antropometridigunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai
ketidakseimbangan antara asupanprotein dan energi.Gangguan ini biasanya terlihat dari
pola pertumbuhan fisik danproporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot dan jumlah air
dalam tubuh (Depkes, 2007).
Khusus pada penilaian status gizi lansia berdasarkan Mini Nutritional
Assessment,yang diukur dengan menggunakan metode antropometri adalah sebagai
berikut:
a. Berat Badan
Berat badan merupakan gambaran massa jaringan termasuk pada cairan
tubuh.Pengukuran berat badan ini paling sering digunakan untuk berbagai
kelompok usiakarena pengukuran berat badan ini juga dapat digunakan sebagai
indikator status gizipada saat skrining gizi dilakukan. Hal ini disebabkan karena
berat badan sangat sensitif terhadap berbagai perubahan komposisi tubuh, sehingga
penurunan ataukenaikan berat badan ini berkaitan erat dengan komposisi tubuh.
b. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan hasil pertumbuhan kumulatif sejak lahir
sehinggaparameter ini dapat memberikan gambaran mengenai riwayat status gizi
masa lalu.Tinggi badan ini diukur dengan menggunakan alat ukur dengan
menggunakan alatpengukuran seperti microtoise dengan ketepatan 0,1 cm tetapi
bisa juga dengan alatpengukuran non elastik ataupun metal hal ini dikemukan oleh
Humlea dalam Natipulu(2002).
c. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau biasa dikenal dengan Body Mass
Indexmerupakan alat ukur yang sering digunakan untuk mengetahui kekurangan
dankelebihan berat badan seseorang.Laporan FAO/WHO/UNU dalam Arisman
(2004)menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan
berdasarkannilai Body Maa Index (BMI).Di Indonesia istilah ini diterjemahkan
menjadi Indeks.Massa Tubuh (IMT). Dimana IMT ini merupakan alat yang
sederhana untuk memantaustatus gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan
dengan kekurangan dan kelebihanberat badan, maka mempertahankan berat badan
normal memungkinkan seseorang dapatmencapai usia harapan hidup lebih panjang.
Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat diketuhinilainya dengan menggunakan rumus:
IMT = Berat badan (kg)
Tinggi badan (m)2

Klasifikasi IMT untuk Indonesia merujuk kepada ketentuan WHO tahun 1985
dimana klasifikasi ini dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis serta hasil
penelitiandi Negara berkembang diklasifikasikan kedalam Mini Nutritional
Assessmentklasifikasinya merupakan sebagai berikut:
1) Kurang: < 18,5
2) Normal: 18,5 - 25,0
3) Lebih: < 25,0
d. Lingkar Perut
Untuk mengukur lingkar perut dengan tepat, gunakan pita pengukur
fleksibel yang tidak elastis.Lepaskan pakaian tebal terlebih dulu yang dapat
menambah bantalan di sekitar perut. Kemudian ikuti langkah ini:
1) Berdirilah dengan kaki terbuka selebar bahu.
2) Lingkarkan pita pengukur di sekitar perut. Pastikan menempel langsung ke
kulit, dan hembuskan napas dengan normal.
3) Pita pengukur harus ditempatkan sekitar setengah jalan antara bagian bawah
tulang rusuk terendah dan bagian atas tulang pinggul. Kira-kira sejajar dengan
pusar.
4) Catat hasil pengukuran lingkar perut dalam sentimeter.
5) Lakukan pengukuran sebanyak tiga kali untuk memastikan hasil yang konsisten
6) Memegang pita pengukur terlalu kencang atau terlalu longgar sampai terkulai
akan menyebabkan hasil pengukuran yang salah.
Sementara itu, menurut Heart Foundation, ukuran lingkar perut yang sehat adalah:
1) 94 cm (90 cm untuk Asia) atau kurang untuk pria
2) 80 cm atau kurang untuk wanita.
Seseorang disebut memiliki obesitas sentral jika ukuran lingkar perutnya lebih dari
88,9 cm.
3. Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis secara umum terbagi menjadi dua bagian:
a. Medical History/Riwayat Medis
Catatan mengenai perkembangan penyakit.Dalam riwayat medis
mencatatsemuakejadian-kejadian yang berhubungan dengangejala yang timbul pada
penderita besertafaktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit
tersebut
1) Data dikumpulkan → wawancara pada pasiendan keluarga (anamnesa) atau
observasi padarumah dan lingkungan penderita
2) Pengumpulan data → mengetahui penyebabmasalah gizi → primer (konsumsi
makanan)atau sebab lain (penyakit penyerta, konsumsiobat dan genetik)
3) Catatan dalam Riwayat medis:
a) Identitas penderita : umur, JK, Pendidikan,pekerjaan, suku dsb
b) Lingkungan fisik dan sosial budaya berkaitan
dengan timbulnya penyakit (kondisi geografis,kandungan mineral tanah, adat
istiadat,kebiasaan, kepercayaan dll)
c) Sejarah timbulnya penyakit (kapan bb mulai turun,gejala muntah, gejala lain
ada atau tidak)
d) Data tambahan (penyakit lainnya → anemia,radang usus, opersi, penyakit
infeksi atau kronis
b. Pemeriksaan fisik
Melihat dan mengamati gejala gangguan gizi baik sign (gejala yang dapat
diamati) dan symptom (gejala yang tidak dapat diamati tapi dapat dirasakan oleh
penderita gangguan gizi) Pengamatan terhadap perubahan fisik yang berkaitan
dengan kekurangan gizi. Pemeriksaan fisik merupakan bagian dari pemeriksaan
klinis karena:
1) Dapat mengungkapkan bukti ada defisiensi gizi yangtidak dapat dideteksi
dengan survey konsumsi ataupemeriksaan laboratorium
2) Memberikan tanda yang dapat digunakan untuk
menunjukkan masalah gizi
3) Mengungkapkan tanda penyakit, diagnosis danpengobatannya → digunakan
untuk penangananselanjutnya
4) Perubahan fisik dapat dilihat pada jaringan epitel, yaitu rambut, mata wajah,
mulut, lidah, gigi dan juga kelenjar
Komisi ahli WHO dalam Jeliffe (1966) dan Jeliffe (1989), mengelompokkan
tanda klinis menjadi 3 kelompok besar:
1) Kelompok 1
Tanda yang memang berhubungan dengan kurang gizi yang mungkin
disebabkan oleh kekurangan salah satu zat gizi atau lebih yang dibutuhkan
tubuh
2) Kelompok 2
Tanda yang membutuhkan investigasi (penyelidikan)lebih lanjut.Tanda ini
mungkin disebabkan oleh malnutrisi atau mungkin oleh faktor lainseperti
kemiskinan, buta huruf, hygiene sanitasi, air bersih dll
3) Kelompok 3
Tanda yang tidak berkaitan dengan malnutrisi walau hampir mirip.
Dalam diagnosis, tanda ini sulit untuk dibedakan sehingga memerlukan keahlian
khusus.
Gambaran dan Pengelompokkan tanda dan gejala

4. Pemeriksaan/ pengkajian Fungsional


Menurut Darmojo (2010) mengatakan gangguan fungsi pada kemampuan
untuk menyiapkan makanan dan makan secara mandiri dapat menganggu asupan
makan seorang lansia. Seorang lansia yang dapat bergerak bebas di dalam rumah
akan banyak menyiapkan makanan sesuai dengan yang diinginkannya, sedangkan
lansia yang menderita stroke, misalnya tidak dapat bergerak bebas untuk
menyiapkan makanan sesuai selera sehingga hanya bergantung kepada orang lain
untuk makan. Fungsi kognitif dan psikologis juga menentukan status gizi lansia.
Sebagian besar kehiilangan berat badan pada lansia disebabkan karena
depresiPengkajian Status Fungsional merupakan pengukuran kemampuan seseorang
dalam melakukanaktivitas kehidupan sehari-hari Penentuan kemandirian,
mengidentifikasi kemampuandan keterbatasan klien dan menciptakan
pemilihanintervensi yang tepat.Meliputi; Indeks Katz, Barthel Indeks, Sullivan.
a. Indeks Katz
1) Alat yg digunakan untuk menentukan hsil tindakan dan
prognosis pada lanjut usia dan penyakit kronis.
2) Meliputi keadekuatan 6 fungsi : mandi, berpakaian,
toileting, berpindah, kontinen dan makan
3) Untuk mendeteksi tingkat fungsional klien (mandiri atau
tergantung)
4) Mandiri: dilakukan sendiri
Adapun yang perlu diukur dari pengukuran Indeks Katz:
1) Kemandiran dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil,
berpakaian, dan mandi
2) Kemandirian dalam semua hal, KECUALI SATU dari fungsi tersebut
3) Kemandirian dalam semua hal, KECUALI MANDI dan SATU fungsi
tambahan
4) Kemandirian dalam semua hal, KECUALI MANDI, BERPAKAIAN
dan SATU fungsi tambahan
5) Kemandirian dalam semua hal, KECUALI MANDI, BERPAKAIAN,
KE KAMAR KECIL dan SATU fungsi tambahan
6) Kemandirian dalam semua hal, KECUALI MANDI, BERPAKAIAN,
KE KAMAR KECIL, BERPINDAH dan SATU fungsi tambahan
7) Ketergantungan pada ke ENAM fungsi tersebut
b. Barthel Indeks
No Kriteria Dengan Mandiri
bantuan
1 Makan 5 10
2 Aktivitas toilet 5 10
3 Berpindah dari kursi roda ketempat tidur dan 5-10 15
sebaliknya termasuk duduk di tempat tidur
4 Kebersihan diri (mencuci muka, menyisir rambut, 0 5
menggosok gigi
5 Mandi 0 5
6 Berjalan di permukaan datar 10 15
7 Naik turun tangga 5 10
8 Berpakaian 5 10
9 Mengontrol defekasi 5 10
10 Mengontrol berkemih 5 10
Total 100

Penilaian :
0-20 : ketergantungan
21-61 : ketergantungan berat/sangat tergantung
62-90 : ketergantungan berat
91-99 : ketergantungan ringan
100 : mandiri
c. Pengkajian posisi dan keseimbangan (sulivan)
No Tes koordinasi Keterangan Nilai
1 Berdiri dengan postur normal
2 Berdiri dengan postur normal, menutup nata
3 Berdiri dengan kaki rapat
4 Berdiri dengan 1 kaki
5 Berdiri fleksi trunik dan berdiri ke posisi
netral
6 Berdiri lateral dan fleksi trunik
7 Berjalan, dan tempatkan tumit salah satu
tumit kaki didepan jari kaki yang lain
8 Berjalan sepanjang garis lurus
9 Berjalan mengikuti tanda gambar pada lantai
10 Berjalan menyamping
11 Berjalan mundur
12 Berjalan mengikuti lingkaran
13 Berjalan rumit
14 Berjalan dengan ujung kaki
Jumlah
Keterangan
4 : mampu melakukan aktivitas dengan lengkap
3 : mampu melakukan aktivitas dengan bantuan
2 : mampu melakukan aktivitas dengan maksimal
1 : tidak mampu melakukan aktivitas
Nilai
42-54 : mampu melakukan aktivitas
28-41 : mampu melakuakn aktuvitas dengan sedikit bantuan
14-27 : mampu melakukan aktivitas dengan maksimal
14 tidak mampu melakukan aktivitas
5. Biokimia
Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara
laboratorisyang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang
digunakanantara lain darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati
dan otot.Selain itu kadar protein dan kolesterol juga bisa dijadikan sebagai indikator
untukmengetahui status gizi pada lansia. Pengukuran simpananprotein tubuh seperti
albumin, transferin dan total iron binding (TIBC) sering dipakai untuk mengukur status
gizilansia.Sementara serum kolesterol yang rendah pada lansia juga merupakan
indicator status gizi yang kurang pada lansia (Darmojo, 2010).
a. Hemoglobin dan Hematokrit
Protein yang kaya akan protein disebut juga dengan hemoglobin.
Hemoglobinini memiliki afinitas atau daya gabung terhadap oksigen dan oksigen
tersebutmembentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah.Pengukuran
hemoglobin (Hb)dan kematokrit (Ht) merupakan pengukuran yang
mengindikasikan defisiensi sebagai bahan nutrisi.Kadar hemoglobin dapat
mencerminkan status protein pada malnutrisiberat.Pada pengukuran hematokrit
menggunakan satuan persen (%) dan untukhemoglobin menggunakan satuan
gram/dl.
b. Transferin
Nilai serum transferin adalah parameter lain yang digunakan dalam
mengkajistatus protein visceral. Serum transferin ini dihitung dengan menggunakan
kapasitastotal iron binding capacity (TIBC), dengan menggunakan rumus sebagai
berikut(Blackburn dalam Arisman, 2010).

Transferin serum = ( 8 x TIBC


c. Serum Albumin
Indikator yang tak kalah pentingnya dalam menilai status nutrisi dan
sintesaprotein adalah nilai dari serum albumin.Kadar albumin rendah sering terjadi
padakeadaan infeksi, injuri, atau penyakit yang mempengaruhi kerja dari hepar,
ginjal,dan saluran pencernaan.

d. Keseimbangan Nitrogen
Pemeriksaan keseimbangan nitrogen digunakan untuk menentukan kadar
pemecahan protein di dalam tubuh. Dalam keadaan normal, tubuh memperoleh
nitrogen melalui makanan dan kemudian dikeluarkan melalui urin.Seseorang
beresiko mengalami malnutrisi protein terjadi jika nilai keseimbangan nitrogen
yangnegatif terjadi secara terus menerus.Dikatakan keseimbangan nitrogen dalam
tubuhnegatif jika katabolisme protein melebihi pemasukan protein melalui
makananyang dikonsumsi setiap hari.
C. Kebutuhan Nutrisi Pada Lansia
1. Kalori
Hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa kecepatan metabolisme basal pada
orang-orang berusia lanjut menurun sekitar 15-20%, disebabkan berkurangnya massa
ototberkurangnya massa otot dan aktivitas. Kalori (energi) diperoleh dari lemak 9,4 kal,
karbohidrat 4 kal, dan protein 4 kal per gramnya. Bagi lansia9,4 kal, karbohidrat 4 kal,
dan protein 4 kal per gramnya. Bagi lansia komposisi energi sebaiknya 20-25% berasal
dari protein, 20% dari lemak, komposisi energi sebaiknya 20-25% berasal dari protein,
20% dari lemak, dan sisanya dari karbohidrat. Kebutuhan kalori untuk lansia laki-
lakisebanyak 1960 kal, sedangkan untuk lansia wanita 1700 kal. Bila jumlahsebanyak
1960 kal, sedangkan untuk lansia wanita 1700 kal. Bila jumlah kalori yang dikonsumsi
berlebihan, maka sebagian energi akan disimpan berupa lemak,lemak, sehingga akan
timbul obesitas. Sebaliknya, bilaterlalu sedikit, maka cadangan energi tubuh akan
digunakan, sehingga tubuh akan menjadi kurus.
2. Protein
Secara umum kebutuhan protein bagi orang dewasa per hari adalah 1 gramSecara
umum kebutuhan protein bagi orang dewasa per hari adalah 1 gram
per kg berat badan.Pada lansia, masa ototnya berkurang.Tetapi ternyata
kebutuhan tubuhnya akan protein tidak berkurang, bahkan harus lebih tinggi
dari orang dewasa, karena pada lansia efisiensi penggunaan senyawa
nitrogen (protein) oleh tubuh telah berkurang (disebabkan pencernaan dan
penyerapannya kurang efisien). Beberapapenelitian merekomendasikan,
untuk lansia sebaiknya konsumsi proteinnya ditingkatkan sebesar 12-14%untuk lansia
sebaiknya konsumsi proteinnya ditingkatkan sebesar 12-14% dari porsi untuk orang
dewasa.Sumber protein yang baik diantaranya adalah pangan hewani dan kacang-
kacangan.pangan hewani dan kacang-kacangan.
3. Lemak
Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total kalori
yang dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih dari 40%dari konsumsi
energi) dapat menimbulkan penyakit atherosclerosis(penyumbatan pembuluh darah ke
jantung). Juga dianjurkan 20% dari konsumsi lemak tersebut adalah asam lemak tidak
jenuh jenuh (PUFA = polyunsaturated faty acid). Minyak nabati merupakan sumber asam
lemak tidakjenuh.Sedangkan lemak hewanmengandung lemak jenuh.
4. Karbohidrat dan serat makanan
Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit
konstipasi (susah BAB) dan terbentuknya benjolan-benjolan pada usus.Serat makanan
telah terbukti dapat menyembuhkan kesulitan tersebut.Sumber serat yang baik bagi lansia
adalah sayuran, buah-buahan segar dan
biji-bijian utuh. Manula tidak dianjurkan mengkonsumsi suplemen serat
(yang dijual secara komersial), karena dikhawatirkan konsumsi seratnya terlalu
banyak,yang dapat menyebabkanmineral danzatgizi lain terserapoleh
serat sehingga tidak dapat diserap tubuh. Mengurangi konsumsi gula-gula sederhana dan
menggantinya dan menggantinya dengan karbohidrat kompleks, yang berasal dari
kacang-kacangan dan biji-bijianyang berfungsi sebagai sumber energi dan sumber serat.
5. Vitamin dan minera
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa umumnya lansia umumnya lansia kurang
mengkonsumsi vitamin A, B1, B2, B6, niasin, asam folat, vitamin C, D, danE umumnya
kekurangan ini terutama disebabkan dibatasinya konsumsi
makanan, khususnya buah-buahan dan sayuran, kekurangan mineral yang
paling banyak diderita lansia adalah kurang mineral kalsium yang
menyebabkan kerapuhan tulang dan kekurangan zat besi yang menyebabkan
anemia. Kebutuhan vitamin dan mineral bagi lansia menjadi penting untuk
membantu metabolisme zat-zat gizi yang lain. Sayuran dan buah hendaknyamembantu
metabolisme zat-zat gizi yang lain.
6. Air
Cairan dalam bentuk air dalam minuman dan makanan sangat diperlukan
tubuh untuk mengganti yang hilang (dalam bentuk keringat dan urine),
membantu pencernaan makanan dan membersihkan ginjal (membantu
fungsi kerja ginjal).Pada lansia dianjurkan minum lebih dari 6-8 gelas hari.

D. Rumusan Perhitungan Kebutuhan Energi Individu


A. Pengukuran Energi Perempuan
Berat Badan Ideal (BBI) (Tinggi badan -100) x 0,9
Basal Metabolic Rate (BMR) = 0,9 x BBI X 24 Jam
Koreksi Tidur = 0,1 x 8 jam x BBI
Aktivitas = 50% x [ BMR – koreksi tidur ]
Spesifik Dynamic Action (SDA) = 10% X [(BMR- koreksi tidur) +
aktivitas]
Keutuhan Energi = {[BMR- koreksi tidur) + aktivitas]
+ SDA}
Kebutuhan Energi = Keutuhan energy – pengurangan
kebutuhan energi

Nilai Pengurangan Kebutuhan Energi


>49-59 tahun = -5% dari total energy
60-69 tahun = -10% dari total energy
70 tahun = -15% dari total energy
B. Pengukuran Energi Laki-laki

Berat Badan Ideal (BBI) = (tinggi badan -100) x 0,9


Basal Metabolic Rate (BMR) = 1 x BBI x 24 jam
Koreksi tidur = 0,1 x 8 jam x BBI
Aktivitas = 50% x [ BMR – koreksi tidur ]
Spesific Dynamic Action (SDA) = 10% x [(BMR- koreksi tidur) + aktivitas]
Keutuhan Energi = {[(BMR - koreksi tidur) + aktivitas ] +
SDA}
Kebutuhan energi = Keutuhan energi - % usia pengurangan
kebutuhan energi

Nilai pengurangan kebutuhan energi


> 49-59 tahun = -5% dari total energi 60-69 tahun = -10% dari total energi 70 tahun = -
15% dari total energy

Contoh perhitungan Kebutuhan energi lansia


1. Perempuan Lansia A berusia 85 tahun memiliki tinggi badan 158 (cm) dengan berat
badan 72 (kg).

Berat Badan Ideal (BBI) = (158 -100) x 0,9 = 52,2 kg


Basal Metabolic Rate (BMR) = 0,9 x 52,2 x 24 jam = 1.127,52 kal
Koreksi tidur = 0,1 x 8 jam x 52,2 = 41,76 kal
Aktivitas = 50% x [1.127,52 – 41,76] = 542,88 kal
Spesific Dynamic Action (SDA) = 10% x [(1.127,52 – 41,76) + 542,88] =
162,86 kal
Keutuhan Energi = {[(1.127,52 – 41,76) + 542,88] +
162,86} = 1791,50 kal
Kebutuhan energi = 1791,50 – 15% = 1.791,35 kal

2. Lansia laki-laki Lansiaberjenis kelamin laki-laki berusia 70 tahun memiliki tinggi


badan 170 cm dengan berat badan 72 kg.

Berat Badan Ideal (BBI) = (170-100) x 0,9 = 63 kg


Basal Metabolic Rate (BMR) = 1 x 63 x 24 jam = 1.512 kal
Koreksi tidur = 0,1 x 8 jam x 63 = 50,4 kal
Aktivitas = 50% x [ 1.512 – 50,4] 55 = 730,8
kal
Spesific Dynamic Action (SDA) = 10% x [(1.512- 50,4) + 730,8] =
219,24 kal
Keutuhan Energi = {[(1.512 – 50,4) + 730,8 ] + 219,24}
= 2.411,64 kal
Kebutuhan energi = 2.411,64 – 10% = 2.170,5 kal
Contoh Perhitungan Kebutuhan Makronutrien Individu

1. Kebutuhan makronutrien perempuan


Lansia A berusia 85 tahun memiliki tinggi badan 158 (cm) dengan berat badan 72
(kg) dengan kebutuhan energi sebesar 1.791,35 kal
Protein = (20% x kebutuhan energi) / 4
= (20% x 1.791,35)/4
= 89,57 gram
Lemak = (20% x kebutuhan energi) / 9
= (20% x 1.791,35)/9
= 9,95 gram
Karbohidrat = (60% x kebutuhan energi) / 4
= (60% x 1.791,35)/4
= 268,70 gram

2. Kebutuhan makronutrien laki-laki


Lansia B berjenis kelamin laki-laki berusia 70 tahun memiliki tinggi badan 170 cm
dengan berat badan 72 kg. Kebutuhan energi sebesar 2170,5 kal.

Protein = (20% x kebutuhan energi) / 4


= (20% x 2.170,5)/4
= 108,52 gram
Lemak = (20% x kebutuhan energi) / 9
= (20% x 2.170,5)/9
= 12,06 gram
Karbohidrat = (60% x kebutuhan energi) / 4
= (60% x 2.170,5)/4
= 325,58 gram
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan proses sistematis
dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Setiadi, 2012). Data tersebut berasal dari
berbagai sumber data seperti data dari pasien (data primer), keluarga (data
sekunder), dan catatan yang ada (data tersier). Pengkajian dilakukan dengan
pendekatan proses keperawatan melalui wawancara, observasi langsung, dan
melihat catatan medis. Adapun data yang diperlukan pada pasien gangguan nutrisi
yaitu :
1. Identitas klien Hal yang perlu dikaji pada identitas klien adalah nama,
alamat, jenis kelamin, umur, status, agama, suku, riwayat pendidikan,
riwayat pekerjaan, sumber pendapatan, tempat tinggal sekarang, lama
tinggal.

2. Riwayat Kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
Keluhan yang dirasakan klien, faktor pencetus, waktu
timbulnya keluhan, kondisi yang memperingan dan memperberat
keluhan, upaya yang telah dilakukan klien untuk mengatasi
masalah. Biasanya klien dengan defisit nutrisi mengalami masalah
menurunnya nafsu makan, mual muntah, badan terasa lemas
karena kebutuhan nutrisi klien kurang terpenuhi sehingga
mengalami penurunan berat badan (Wijaya & Putri, 2013).
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Mengkaji apakah klien pernah mengalami masalah
gangguan nutrisi. Penyakit yang pernah diderita, riwayat
jatuh/kecelakaan, riwayat pemakaian obat, riwayat alergi obat
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Bertanya kepada klien apakah keluarga memiliki riwayat
masalah gangguuan nutrisi
3. Status Fisiologis
a. Pola Kesehatan Sehari-hari
1. Nutrisi
Menurut Ambarwati (2014), gangguan nutrisi dapat dikaji
dengan menggunakan pedoman A-B-C-D
A : Pengukuran anropometrik (antropometric measurement)
meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar lengan
atas dan lipatan kulit/lipat lemak. Seseorang yang mengalami
masalah defisit nutrisi biasanya mengalami penurunan berat
badan, lingkar lengan atas dan liputan kulit dibawah normal.

B : Data biomedis (biomedical data) pengkajian status nutrisi


klien perlu ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium seperti
hemoglobin, hematokrit, dan albumin.
C : Tanda-tanda klinis status nutrisi (clinical sign) klien
dengan masalah nutrisi akan memperlihatkan tanda-tanda
klinis yang jelas. Tanda-tanda abnormal tersebut
mempengaruhi segi fisik dan juga fisiologis seperti nafsu
makan menurun/meningkat, tubuh lemas.
D : Diet (dietary), faktor yang perlu dikaji dalam riwayat
konsumsi nutrisi/ diet klien meliputi kebiasaan makan,
makanan kesukaan, pemasukan cairan, problem diet, aktifitas
fisik, dan riwayat kesehatan.

2. Pola Eliminasi
Mengkaji kebiasaan BAB dan BAK, keluhan saat BAB dan
BAK. Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemis,
defekasi, ada tidaknya masalah defekasi dan penggunaan
kateter. Biasanya pada pola BAB klien dengan defisit nutrisi
mengalami kesulitan dalam BAB (Wijaya & Putri, 2013).
3. Pola Istirahat Tidur
Menggambarkan pola tidur, istirahat, lamanya tidur,
kebiasaan tidur, keluhan yang dialami saat tidur. Biasanya
klien dengan masalah defisit nutrisi mengalami kesulitan tidur
karena kebutuhan nutrisi yang tidak tercukupi membuat
seseorang tidak nyaman dan gelisah (Wijaya & Putri, 2013).

4. Pola Aktivitas Istirahat


Menggambarkan pola latihan, aktivitas, kegiatan olahraga,
dan kebiasaan mengisi waktu luang. Biasanya klien mudah
lelah dalam melakukan berbagai aktivitas (Wijaya & Putri,
2013).

5. Personal Hygiene
Mengkaji kebiasaan mandi klien, kebiasaan menggosok
gigi, kebiasaan mencuci rambut, kebiasaan gunting kuku.

6. Reproduksi dan Seksual


Menggambarkan kepuasan/ masalah tehadap seksualitas.

4. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian fisik dapat dilakukan dengan Head to Toe atau
persistem. Hal-hal yang perlu dikaji antara lain : Tanda-tanda Vital dan
Status Gizi meliputi pengkuran tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi,
berat badan, tinggi badan dan IMT.
a. Kepala
1) Inspeksi : kulit kepala ; lihat apakah ada atau tidak nya
lesi, warna kehitaman/kecoklatan, edema, dan distribusi
kulit rambut. Rambut ; distribusi rambut merata atau tidak,
rambut kotor atau bersih, bercabang atau tidak
2) Palpasi : kulit kepala ; raba dan tentukan turgor kulit
elastis atau tidak, teksturnya kasar atau halus, akral
dingin/hangat. Rambut ; rambut mudah rontok atau tidak,
tekstur rambut halus atau kasar. Pada klien defisit nutrisi
biasanya dijumpai rambut rontok berlebihan.
b. Mata
1) Inspeksi : kesimetrisan, warna retina, kelopak mata tampak
ada benjolan atau tidak, reflek kedip baik atau tidak,
konjungtiva dan sklera merah atau konjungtivitis, miosis
atau medriasis.
2) Palpasi : tekan secara ringan untuk mengetahui adanya
(tekanan intra okuler) jika ada peningkatan akan teraba
keras, kaji adanya nyeri tekan.
c. Hidung
1) Inspeksi : kesimetrisan, kebersihan, mukosa kering atau
lembap, adanya peradangan atau pendarahan atau tidak.
2) Palpasi : sinus frontal dan maksilaris terhadap nyeri tekan.
d. Mulut, Gigi dan Tenggorokan
1) Inspeksi : kesimetrisan bibir, warna, adanya lesi atau tidak,
karakteristik permukaan mulut dan lidah. Jumlah gigi, gigi
yang karies dan penggunaan gigi palsu. Biasanya klien
degan defisit nutrisi tampak adanya peradangan atau
stomatitis, kesulitan mengunyah dan kesulitan menelan.
2) Palpasi : lidah dan dasar mulut, pegang dan tekan daerah
pipi kemudian rasakan ada massa atau tumor,
pembengkakan dan nyeri.
e. Telinga
1) Inspeksi : daun telinga simetris atau tidak, warna telinga,
bentuk telinga, kebersihan, adanya lesi atau tidak.
2) Palpasi : tekan daun telinga apakah ada respon nyeri,
rasakan kelenturan kartilago.
f. Leher
1) Inspeksi : amati bentuk leher, warna kulit, jaringan parut,
amati adanya pembengkakan kelenjar tiroid, amati
kesimetrisan leher dari depan belakang dan samping.
2) Palpasi : letakkan tangan pada leher klien, anjurkan klien
untuk menelan dan rasakan adanya kelenjar tiroid.
g. Dada
1) Inspeksi : Pada paru ; amati bentuk dada apakah normal
chest, barrel chest, pigeon chest atau lainnya, apakah
tampak adanya retraksi. Inspeksi irama dan frekuensi
pernafasan. Jantung ; inspeksi ekstremitas terhadap tanda
ketidakcukupan vena antara lain trombosis, edema, dan
varises vena
2) Palpasi : pada paru ; apakah ada tonjolan-tonjolan
abnormal, taktil fremitus (keseimbangan lapang paru),
perabaan suhu tubuh, kaji apakah ada nyeri tekan atau
tidak. Taktil fremitus berdasarkan perabaan dada dan
punggung untuk mengetahui keseimbangan pada paru
dengan pengucapan “66” dan “99” dengan hasil bervariasi
berdsarkaan intensitas nada dan tinggi vibrasi. Pada
jantung ; palpasi nadi dari kedua lengan pada area nadi
temporalis, carotis, brakhialis, antebrakhialis untuk
mengetahui frekuensi, irama, amplitudo, kontur dan
simetris. Normalnya adalah 60-90x/menit, iramanya
teratur. Ukur tekanan darah pada kedua lengan untuk
mengetahui kestabilan jantung, normalnya pada usia lanjut
yaitu 140/90 mmHg
3) Perkusi : pada paru ; perkusi lapang paru untuk mengetahui
bunyi paru, suara paru normal yaitu resonan atau sonor.
Pada jantung ; perkusi seluruh area jantung, dimana secara
normal perkusi terdengar pekak.
4) Auskultasi : paru-paru ; auskultasi mulai dari atas sampai
bawah dan membandingkan hasilnya antara kanan dan kiri.
Kaji suara nafas, suara ucapan, dan suara tambahan (rales,
ronchi, wheezing, pleural fiction rub). Pada jantung ;
auskultasi area katup aorta, kutup pulmonal, area pulmonal
kedua, area trikuspidalis, untuk mengetahui keadaan
abnormal pada jantung dan organ sekitar jantung. Kaji
bunyi S1, S2, S3 dan S4, murmur dan gallop.
h. Payudara
1) Inspeksi : amati ukuran, warna, bentuk, adakah
pembengkakan
2) Palpasi : kaji adanya nyeri tekan dan benjolan, palpasi
pada daerah klavikula terutama pada area limfe nodi untuk
mengethui adanya pembengkakan atau tidak.
i. Abdomen
1) Inspeksi : kaji kesimetrisan, distensi, kaji gerakan
pernafasan.
2) Palpasi : kaji permukaan abdomen, adanya benjolan,
pembesaran hepar dan limfa dan kaji adanya nyeri tekan.
Pada klien defisit nutrisi biasanya dijumpai kram/nyeri
abdomen.
3) Perkusi : adanya udara dalam abdomen, kembung
4) Auskultasi : kaji bising usus dengan frekuensi normal 5-
35x/menit dan periksa karakteristiknya, desiran pada
daerah epigastrik dan keempat kuadran. Seseorang yang
mengalami masalah defisit nutrisi biasanya ditemukan
tanda bising usus hiperaktif.
j. Genetalia
1) Inspeksi : pada pria ; kesimetrisan ukuran skrotum,
kebersihan, kaji adanya hemoroid pada anus. Pada wanita ;
kebersihan, karakteristik mons pubis dan labia mayora
serta kesimetrisan labia mayora
2) Palpasi : pada pria ; kaji adanya nyeri tekan, palpasi
skrotum dan testis. Pada wanita ; kaji adanya nyeri tekan
k. Ekstremitas
1) Inspeksi : pada ekstremitas ; kaji warna kuku, jari-jari
tangan, terdapat edema atau tidak. Pada muskuluskeletal ;
kaji kekuatan otot ekstremitas dengan melakukan
pengujian kekuatan otot.
2) Palpasi : pada ekstremitas ; permukaan menonjol atau
kasar. Pada muskuluskeletal ; turgor kulit hangat atau
dingin.
l. Integumen
1) Inspeksi : kebersihan, warna, kelembapan kulit, adanya
gangguan pada kulit, terdapat lesi atau tidak
2) Palpasi : permukaan kulit kasar atau halus.

5. Status Kognitif
Pada lansia terjadi penurunan dalam pemecahan masalah berkaitan
dengan penurunan memori sensori, memori jangka panjang, memori
jangka pendek. Dalam hal ini digunakan penilaian aspek kognitif dan
fungsi mental menggunakan MMSE dan SPMSQ (Azizah, 2011).

6. Status Psikososial dan Spiritual


a. Psikologis
Persepsi lansia terhadap proses menua kebanyakan menolak
terhadap proses yang dihadapinya. Hampir semua lansia memiliki
keinginan berumur panjang. Lansia dengan masalah gangguan nutrisi
biasanya akan mengalami kesulitan dalam pengaturan pola makan
khususnya dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi, sehingga bisa saja
menyebabkan lansia mengalami depresi. Maka perawat harus
mengkaji status depresi menggunakan Inventaris Depresi Geriatrik
dan Inventaris Depresi Beck (Kushariyadi, 2012).
b. Sosial Hubungan
lansia dengan orang disekitarnya sangat mempengaruhi peran
lansia dalam bersosial. Lansia mulai kehilangan relasi atau kehilangan
kegiatan sehingga dapat timbul rasa kesepian akibat pengasingan dari
lingkungan sosial serta perubahan cara hidup. Instrumen yang
digunakan yaitu pada format APGAR lansia (Kushariyadi, 2012).
c. Spiritual
Perubahan spiritual pada lansia ditandai dengan semakin
matangnya kehidupan keagamaan lansia. Agama dan kepercayaan
terlihat dalam pola berfikir dan kehidupan sehari-hari. Perkembangan
spiritual yang matang akan membantu lansia untuk menghadapi
kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan, maupun merumuskan arti
dan tujuan keberadaannya dalam kehidupan. (Kushariyadi, 2012).

7. Pengkajian Lingkungan Tempat Tinggal


Untuk mengetahui bagaimana kebersihan dan kerapihan ruangan,
penerangan, sirkulasi udara, mengetahui keadaan kamar mandi bagaimana
kebersihannya, pembuangan air kotor/limbah, pembuangan sampah dan
sumber pencemaran.
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Lanjut usia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 ke atas. Lansia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya.Didalam makanan alami yang kita makan mengandung dua kelompok, yaitu
zat gizi dan zat non gizi. Zat gizi terdiri dari karbohidrat,lemak,protein,air,mineral, vitamin
dan serat makanan.sedangkan pada zat non gizi terdiri atas enzim sintesase,hydrolase:bahan
menyerupai vitamin kartinin, glutation;dan pigmen:klorofil,flavonoid,.zat gizi esensial harus
dimakan karena tidak dapat disintesis oleh tubuh dan bila kekurangan dapat menimbulkan
gejala defisiensi Perubahan fisiologis pada lanjut usia berkaitan dengan kebutuhan zat gizi
Menurut (Darmojo.2010) adapun perubahan fisiologis sebagai berikut; komposisi tubuh,
gigi dan mulut, indera pengecap dan pencium, gastrointesternal dan hematologi.
B. Saran
Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap masalah yang ada dalam
keperawatan gerontik di Indonesia sehingga dapat dikembangkan dalam tatanan layanan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2010. Gizi Dalam Daur Kegidupan. Editor, Palupi Widyastuti.Jakarta : EGC

Darmojo, B. 2010. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia). Jakarta : FK UI

Gibson, R.S. 2009. Principle Nutritional Assessment. Oxford University Press : New York.
Jus’at, I. 2009. Teknik Pengukuran Antropometri Pada Pasien Dewasa, dalam
Pelatihancoordinator tenaga gizi RI : Jakarta

Nurachmah, E. 2011. Nutrisi Dalam Keperawatan. Jakarta : Sagung seto

Supariasa, ID. 2011. Penilaian Status Gizi.Jakarta : EGC


Soal dan jawaban

1. Berkurangnya Indra pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap citra rasa


manis,asin ,asam dan pahit merupakan bagian dari..?
a. Masalah gizi pada lansia
b. Kerusakan Indra pengecapan
c. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi lansia
d. Kebutuhan gizi lansia
e. Faktor nutrisi lansia

Jawaban

6. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi lansia


2. Masalah gizi pada lansia yaitu salah satunya adalah gizi berlebih. Apabila pada
lansia mengalami gizi yang berlebih penyakit apa yang muncul..?
a. Rematik
b. Asam urat
c. Penyakit jantung
d. Demensia
e. Parkinson

Jawaban

c. Penyakit jantung

Anda mungkin juga menyukai