Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL

Disusun Oleh :

1. Mirani Dwi Af P05120220066

2. Dewa Ayu Sri W P05120220054

3. Sindita Septianda A P05120220080

4. Fanya Saputri P05120220058

5. Bambang S P05120220051

6. Vina Rezarah P05120220083

7. Okha Mei Yuni P05120220070

8. Azizah Inayah P05120220050

Dosen Pembimbing :
Asmawati,S.kp.,M,Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKKES KEMENKES BENGKULU
DIPLOMA III KEPERAWATAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa atas segala limpahan rahmat
serta karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang
berjudul ‘’isolasi sosial’  ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan laporan ini.
 
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin

Bengkulu, Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................3
C. Tujuan Penulisan..................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Isolasi Sosial.............................................................................4
B. Etiologi...................................................................................................4
C. Patofisiologi...........................................................................................4
D. Rentang Respon Sosial...........................................................................6
E. Pohon Masalah.......................................................................................10
F. Manifestasi Klinis..................................................................................10
G. Penatalaksanaan.....................................................................................11
H. Pemeriksaan Penunjang.........................................................................11
I. Komplikasi.............................................................................................13
J. Konsep Asuhan keperawatan
1. Deskripsi..........................................................................................11
2. Pengkajian........................................................................................13
3. Daftar Diagnosa Keperawatan.........................................................13
4. Rencana Tindakan Asuhan Keperawatan........................................23
5. Implementasi....................................................................................23
6. Evaluasi............................................................................................24
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................25
B. Saran.....................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental sejahtera yang
memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian utuh dari
kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan
manusia. Kesehatan jiwa mempunyai rentang sehat – sakit jiwa yaitu sehat
jiwa, masalah psikososial dan gangguan jiwa ( Keliat et al., 2016).
Gangguan jiwa menurut American Phychiatric Association (APA)
merupakan sindrom atau pola psikologis atau pola perilaku yang penting
secara klinis yang terjadi pada individu dan sindrom itu dihubungkan dengan
adanya distress (misalnya gejala nyeri, menyakitkan) atau disabilitas
(ketidakmampuan pada salah satu bagian dan beberapa fungsi yang penting)
atau disertai dengan peningkatan resiko yang sera bermakna untuk mati, sakit,
ketidakmampuan atau kehilangan kebebasan (APA dalam Prabowo, 2014).
Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan dan gangguan pada fungsi jiwa
yang menyebabkan timbulnya penderitaan pada individu atau hambatan
dalam melaksanakan peran sosial (Keliat et al., 2016).
Menurut WHO (World Health Organisasi) menunjukkan terdapat
sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena Bipolar, 21 juta
terkena Skizofrenia, serta 47,5 juta terkena Demensia.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 di Indonesia
didapatkan prevalensi gangguan jiwa berat atau skizofrenia pada penduduk
Indonesia sebanyak 4,6% (Riskesdas, 2007). Tahun 2013, menunjukkan
bahwa prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia adalah 1,7 per
1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang.
Berdasarkan laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar tahun 2007
Sumatera Barat merupakan urutan ketiga dengan gangguan jiwa berat atau
skizofrenia yaitu mencapai 16,7 permil. Pada tahun 2013 Sumatera Barat
berada pada urutan kesembilan yaitu sebesar 1,9% (Riskesdas, 2013). Namun
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadinya penurunan pada rentang

1
tahun 2007 sampai 2013 prevalensi gangguan jiwa skizofrenia sekitar yaitu
6.4%. Data Dinas Kesehatan Kota Padang (DKK) tahun 2014 didapatkan
pasien yang mengalami skizofrenia dan gangguan psikotik kronik lainnya itu
sekitar 6489 orang, sedangkan pada tahun 2015 yang mengalami gangguan
psikotik secara keseluruhan mengalami peningkatan menjadi 7059 orang. Hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan dari tahun 2014 ke tahun
2015 sekitar 4,2% (DKK).
Secara umum klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013 dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) gangguan
jiwa berat atau kelompok psikotik dan (2) gangguan jiwa ringan meliputi
semua gangguan mental emosional yang berupa kecemasan, gangguan alam
perasaan dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk gangguan jiwa berat
salah satunya yaitu skizofrenia (Yusuf, dkk, 2015).
Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa yang ditandai adanya
penyimpangan dasar dan adanya perbedaan dari pikiran, disertai dengan
adanya ekspresi emosi yang tidak wajar (Sulistyono, dkk, 2013). Gejala
skozofrenia dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu positif meliputi adanya
waham, halusinasi, disorentasi pikiran, bicara dan perilaku yang tidak teratur.
Sedangkan gejala negatif meliputi afek datar, tidak memiliki kemauan,
menarik diri dari masyarakat atau mengisolasi diri.
Isolasi sosial merupakan keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya. Pasien dengan isolasi sosial mengalami
gangguan dalam berinteraksi dan mengalami perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, dan
menghindar dari orang lain. Manusia merupakan makhluk sosial yang tak
lepas dari sebuah keadaan yang bernama interaksi dan senantiasa melakukan
hubungan dan pengaruh timbal balik dengan manusia yang lain dalam rangka
memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kehidupannya (Yosep,Sutini,
2014).

2
Hasil penelitian oleh Hariyanto tahun 2013 di RSJD Surakarta
terhadap salah satu klien dengan isolasi sosial menunjukkan bahwasanya
hubungan saling percaya dengan klien tercapai ditandai klien bersedia diajak
ngobrol dengan penulis, klien bersedia menyebutkan nama dan nama
panggilan yang disukai, serta klien bersedia menceritakan tentang masalah
yang dialaminya, klien juga menjelaskan tentang isolasi sosial: menarik diri
yang dialaminya, selain itu klien juga bersedia diajak berdiskusi tentang
manfaat berhubungan dengan orang lain, klien juga mampu mengulang
manfaat berhubungan dengan orang lain.
B. Rumusan Masalah
1.Apakah definisi isolasi sosial?
2.Apakah etiologi isolasi sosial?
3.Apa saja tanda dan gejala isolasi sosial?
4.Bagaimana rentang respon seseorang?
5.Bagaimana asuhan keperawatan klien isolasi sosial.
C. Tujuan
Memaparkan makalah yang berjudul “Makalah asuhan keperawatan
(askep) isolasi sosial “kepadaa pembaca.Adapun kami ingin mejelaskan
kepada pembaca mengenai gangguan jiwa isolasi sosial yang dimulai dari
definisi hingga asuhan keperawatan.Diharapkan pembaca bisa mengambil
ilmu serta hal yang bermafaat dari makalah yang telah disajikan oleh
kelompok kami.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI ISOLASI SOSIAL


Isolasi sosial merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Pasien isolasi sosial mengalami gangguan dalam
berinteraksi dan mengalami perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang
lain disekitarnya, lebih menyukai berdiam diri, mengurung diri, dan
menghindar dari orang lain (Yosep, Sutini, 2014).
Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain
(Townsend M.C. dalam Muhith A, 2015). Sedangkan, penarikan diri atau
withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian ataupun
minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat
sementara atau menetap (Depkes RI, dalam Muhith A, 2015). Jadi menarik
diri adalah keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina
hubungan dan menghindari interaksi dengan orang lain secara langsung yang
dapat bersifat sementara atau menetap.

B. ETIOLOGI
Gangguan ini terjadi akibat adanya faktor predisposisi dan faktor
presipitasi. Kegagalan pada gangguan ini akan menumbulkan
ketidakpercayaan pada individu, menimbulkan ras pesimis, ragu, takut salah,
tidak percaya pada orang lain dan merasa tertekan. Keadaan yang seperti ini
akan menimbulkan dampak seseorang tidak ingin untuk berkomunikasi
dengan orang lain, suka menyendiri, lebih suka berdiam diri dan tidak
mementingkan kegiatan sehari-hari (Direja, 2011).
Faktor predisposisi Menurut Stuart G.W & Lararia, M.T, (2011) ada
beberapa faktor predisposisi penyebab isolasi sosial, meliputi :
1. Faktor perkembangan
Sistem keluarga yang terganggu dapat berperan dalam perkembangan
respon sosial maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu yang
mengalami masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memisahkan
dirinya dari orang tua. Norma keluarga mungkin tidak mendukung
hubungan dengan pihak diluar keluarga.

4
2. Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan hubungan. Hal ini
akibat dari transiensi; norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain atau tidak menghargai anggota masyarakat yang kurang
produktif, seperti lanjut usia (lansia), orang cacat, dan penderita penyakit
kronis. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan
sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan
yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang
berkaitan dengan gangguan ini.
3. Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respons sosial maladaptif. Bukti
terdahulu menunjukkan keterlibatan neurotransmiter dalam perkembangan
gangguan ini, namun tetap diperlukan penelitian lebih lanjut
4. Faktor presipitasi Menurut direja, (2011) ada beberapa faktor presipitasi
isolasi sosial, meliputi sebagai berikut:
a. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang
ditinggalkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat
ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya.
Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau tidak terpenuhnya kebutuhan individu.

C. PATOFISIOLOGI
Patofisologi Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku
menarik diri atau isolasi social yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga,
yang bias dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan
permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan. Perasaan tidak
berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangan hubungan
dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan

5
kebersihan diri.Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku
masa lalu serta tingkah laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic
dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat
lanjut menjadi halusinasi (Ernawati Dalami dkk,,2009: 10).

D. RENTANG RESPON SOSIAL


Dalam membina hubungan sosial, individu berada dalam rentang respon
yang adaptif sampai maladaptif. Respon adaptif adalah respon individu dalam
menyelesaikan masalah yang dapat diterima oleh normanorma masyarakat.
Sedangkan respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama dan
masyarakat. Menurut Riyadi S dan Puerwanto T. (2013) respon adaptif dan
maladaptif tersebut adalah:
1. Menyendiri
Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang
telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam
menentukan rencana-rencana.
2. Otonom
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan
ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial, individu mampu
menetapkan untuk interdependen dan pengaturan diri.
3. Bekerjasama (Mutualisme)
Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling
memberi, dan menerima dalam hubungan interpersonal.
4. Saling Ketergantungan (Interdependen)\
Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar
individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
5. Merasa Sendiri (Loneliness)
Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri dan merasa asing dari
lingkungannya.

6
Respon Adaftif Respon Maladaftif

 Menyendiri  Merasa  Manifulasi


 Otonom sendiri  Impulsif
 Bekerjasama (Loneliness)  Narcisissm
(Mutualisme)  Menarik diri
 Saling  Ketergantung
ketergantung (Dependen)
(Interdependen)

6. Menarik Diri
Merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya dan tidak mampu membina hubungan secara terbuka dengan
orang lain.
7. Ketergantungan (Dependen)
Merupakan terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
8. Manifulasi
Merupakan gangguan hubungan sosial dimana individu memperlakukan
orang lain sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan
orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri.
9. Impulsif
Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek
yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu
merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat
diandalkan dan penilaian yang buruk.
10. Narsisme
Merupakan individu memiliki harga diri yang rapuh, terus menerus
berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, pecemburuan, mudah
marah jika tidak mendapatkan pujian dari orang lain.

7
E. Pohon Masalah (PATHWAY)

Risiko Kekerasan

Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi

Isolasi Sosial

Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah

F. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Townsend, M.C, 1998 (dalam Muhith, A. 2015), tanda dan gejala
isolasi sosial meliputi :

1. Kurang spontan.
2. Apatis (acuh tak acuh terhadap lingkungan).
3. Ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih).
4. Afek tumpul
5. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri
6. Tidak ada atau kurang terhadap komunikasi verbal.
7. Menolak berhubungan dengan orang lain.
8. Mengisolasi diri (menyendiri)
9. Kurang sadar dengan lingkungan sekitarnya.
10. Asupan makan dan minuman terganggu.
11. Aktivitas menurun.
12. Rendah diri.

Jadi perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya


rendah, sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang
lain. Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan
menyebabkan perubahan sensori: halusinasi dan resiko mencederai diri,
orang lain, dan lingkungan sekitarnya. Perilaku yang tertutup dengan
orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya

8
bisa mempengaruhi terhadap ketidakmampuan untuk melakukan
perawatan secara mandiri
G. PENATALAKSANAAN
Menurut Deden & Rusdi, (2013) penatalaksanan dapat dibagi:
a. Terapi kelompok
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan
sekelompok pasien bersama sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain
yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapis atau petugas
kesehatan jiwa.
Terapi ini bertujuan memberi stimulus bagi pasien dengan gangguan
interpersonal. Terapi aktivitas kelompok : sosialisasi TAKS merupakan
suatu rangkaian kegiatan yang sangat penting dilakukan untuk membantu
dan memfasilitasi klien isolasi sosial untuk mampu bersosialisasi secara
bertahap melalui tujuh sesi untuk untuk kemampuan sosialisasi klien.
Ketujuh sesi tersebut diarahkan pada tujuan khusus TAKS, yaitu :
kemampuan memperkenalkan diri, kemampuan berkenalan, kemampuan
bercakap-cakap, kemampuan menyampaikan dan membicarakan topik
tertentu, kemampuan menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan
TAKS.
Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan TAKS yaitu : tahap
persiapan, orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi dengan menggunakan
metode dinamika kelompok, diskusi atau tanya jawab serta bermain peran
stimulasi (Surya, 2012). Terapi aktivitas kelompok berfokus untuk
menyadarkan pasien, meningkatkan hubungan interpersonal, membuat
perubahan atau ketiganya (Keliet & Akemat, 2005 cit Handayani et.,al,
2013).
b. Terapi lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkunagn sehingga aspek
lingkungn harus mendapatkan perhatian khusus 24 dalam kaitanya untuk
menjaga dan memelihara kesehatan manusia. Lngkungan berkaitan erat
dengan stimulus psikologis seseorang yang akan berdampak pada
kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik
pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang
1. CT scan:
a. Mengurangi penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti
multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan
pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan
yang sangat spesifikpada penyakit ini.

9
b. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi
dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
menurut ( Budu Anna. 2011)
2. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis.Sedang
pada penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombanglambat pada
lobus frontalis yang non spesifik menurut (Sadock & Sadock, 2009).
3. MRI
a. Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping
anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi
untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran
atropi juga terlihat pada daerah 24 subkortikal seperti adanya atropi
hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvi.
b. MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer
dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari
hipokampus (Direja,2011)
c. Laboratorium darah
Dalam hal ini tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada
penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk
menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti
pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan
hepar, tiroid,asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang
dilakukan secara selektif (keliat, 2011)
I. KOMPLIKASI
Pasien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan
tingkah laku masa lalu primitif antara lain pembicaraan yang autistic dan
tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut
menjadi risiko gangguan sensori persepsi: halusinasi, menciderai diri sendiri,
orang lain serta lingkungan dan penurunan aktivitas sehingga dapat
menyebabkan defisit perawatan diri (Deden & Rusdi, 2013).

J. Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial


1. Deskripsi
Tanggapan atau deskripsi tentang isolasi yaitu suatu keadaan kesepian
yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang
negatif dan mengancam (towsend, 1998).Seseorang dengan perilaku
menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain.

10
2. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap
melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi
pengkajian meliputi :
a. Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan,
agama, tangggal MRS, informan, tangggal pengkajian, No Rumah
klien dan alamat klien.
b. Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak
interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan sehari – hari ,
dependen.
c. Faktor Predisposisi
Kehilangan,perpisahan, penolakan orang tua ,harapan orang tua yang
tidak realistis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok
sebaya; perubahan struktur sosial.Terjadi trauma yang tiba tiba
misalnya harus dioperasi, kecelakaan dicerai suami, putus
sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban
perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba–tiba) perlakuan orang lain
yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri
yang berlangsung lama.
d. Aspek Fisik/Biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD,Nadi, suhu,Pernapasan,TB,BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek Psikososial
Genogram yang menggambarkan tiga generasi
Konsep diri:
1) Citra Tubuh

11
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan
terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip
tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan.
3) Peran
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
mencederai diri, dan kurang percaya diri. Klien mempunyai
gangguan/hambatan dalam melakukan hubunga social dengan
orang lain terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti dalam
masyarakat. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk
ibadah ( spritual).
f. Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata,
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan
kurang mampu berhubungan dengan orang lain, Adanya perasaan
keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
g. Kebutuhan Persiapan Pulang
1) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan
WC, membersihkan dan merapikan pakaian.

12
3) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi.
4) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas
didalam dan diluar rumah.
5) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
h. Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakannya pada orang lain (lebih sering menggunakan koping
menarik diri). Biasanya data yang didapat melalui wawancara pada
pasien/keluarga, bagiamana cara pasien mengendalikan diri ketika
menghadapi masalah koping adaptif dan maladaptif.
i. Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa terapi farmakologi, ECT,
Psikomotor, terapi okopasional, TAK, dan rehabilitas.
3. Daftar Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi sosial
b. Harga diri rendah
c. Halusinasi
Pohon Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan

Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi

ISOLASI SOSIAL

Harga Diri Rendah

Gangguan Konsep Diri
4. Rencana Tindakan Asuhan Keperawatan
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan isolasi sosial pada
klien dan keluarga yaitu :
a. Isolasi sosial
1. Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP)
pada pasien

13
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada pasien :
Pengkajian Isolasi sosial, dan melatih bercakap-cakap antara
pasien dan keluarga
1) Membina hubungan saling percaya
2) Membantu pasien menyadari masalah isolasi sosial
3) Melatih bercakap-cakap secara bertahap antara pasien dan
anggota keluarga
b) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien :
Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 2
orang lain), latihan bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan
harian.
1) Mengevaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
2) Memvalidasi kemampuan berkenalan (berapa orang)
3) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan
harian (latih 2 kegiatan)
4) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan
2-3 orang
c) Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien:
Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 4-5
orang), latih bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian
baru.
1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
2) Validasi kemampuan berkenalan (berapa orang) dan bicara
saat melakukan kegiatan sosial
3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan
harian (latih 2 kegaiatan baru)
5) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan 4-5 orang
d) Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien:
Mengevaluasi kemampuan berinteraksi, melatih cara bicara saat
melakukan kegiatan sosial

14
1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
2) Validasi kemampuan berkenalan (berapa orang) dan bicara
saat melakukan empat kegiatan harian
3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan
sosial
2. Tindakan keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP)
pada keluarga
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada keluarga:
Mengenal masalah dalam merawat pasien isolasi sosial,
berkenalan dan berkomunikasi saat melakukan kegiatan harian.
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat klien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial, yang
dialami klien beserta proses terjadinya
3) Memberi kesempatan keluarga untuk memutuskan perawatan
klien
4) Menjelaskan cara merawat isolasi sosial dan melatih dua cara
merawat: berkenalan dan melakukan kegiatan harian
b) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada keluarga:
Latihan merawat : melibatkan pasien dalam kegiatan rumah
tangga sekaligus melatiih bicara pada kegiatan tesebut.
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengenal tanda dan gejala
isolasi sosial
2) Validasi kemampuan keluarga melatih pasien berkenalan dan
berbicara saat melakukan kegiatan harian
3) Beri pujian pada keluarga
4) Menjelaskan kegiatan rumah tangga yang dapat melibatkan
pasien berbicara (makan, sholat bersama)
5) Latih bicara berbimbing pasien berbicara dan memberi pujian

15
6) Anjurkan keluarga membantu pasien melakukan kegiatan
bercakap-cakap sesuai jadwal
c) Strategi pelaksanaan 3 untuk keluarga:
Melatih cara merawat dengan melatih berkomunikasi saat
melakukan kegiatan sosial
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala isolasi
sosial
2) Validasi kemampuan keluarga dalam merawat atau melatih
berkenalan
3) Berbicara saat melakukan kegiatan harian dan rumah tangga
4) Menjelaskan cara melatih pasien bercakap-cakap dalam
melakukan kegiatan sosial berbelanja, dan melatih keluarga
mendampingi pasien berbelanja.
5) Menganjurkan keluarga membantu melakukan kegiatan sosial
sesuai jadwal dan berikan pujian
d) Strategi pelaksanaan 4 untuk keluarga:
Melatih keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow
up pasien isolasi sosial
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala isolasi
sosial
2) Validasi kemampuan keluarga dalam merawat/melatih pasien
3) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
4) Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan masyarakat, tanda
kambuh, dan rujuk pasien segera
5) Anjurkan keluarga membantu pasien melakukan kegiatan
sesuai jadwal dan berikan pujian
b. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
1. Tindakan keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP)
pada pasien
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada pasien:
Pengkajian dan latihan kegiatan pertama

16
1) Identifikasi pandangan /penilaian pasien tentang diri sendiri
dan pengaruhnya terhadap hubungan dengan orang lain,
haarapan yang telah dan belum tercapai, upaya yang
dilakukan untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi
2) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek
positif pasien (buat daftar kegiatan)
3) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
(pilih dari daftar kegiatan mana kegiatan yang dapat
dilaksanakan)
4) Buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
5) Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat
dilakukan saat ini untuk dilatih
6) Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya)
7) Masukkan kegiatan yang telah dilatih pada jadwal kegiatan
untuk latihan
b) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien:
Latihan kegiatan kedua
1) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
2) Validasi kemampuan pasien melakukan kegiatan pertama
yang telah dilatih dan berikan pujian
3) Evaluasi manfaaat melakukan kegiatan pertama
4) Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih
5) Latih kegiatan kedua (alat dan cara)
6) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kegiatan
c) Strategi pelaksanaan pertemuan 33 pada pasien:
Latih kegiatan kerja
1) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
2) Validasi kemampuan melakukan kegiatan pertama, dan kedua
yang telah dilatih dan berikan pujian
3) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama dan kedua
4) Bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan dilatih

17
5) Latih kegiatan ketiga (alat dan cara)
6) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan tiga kegiatan
d) Strategi pelaksanaan 4 pada pasien:
Latih kegiatan keempat
1) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
2) Validasi kemampuan melakukan kegiatan pertama, kedua dan
ketiga yang telah dilatih dan berikan pujian
3) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama, kedua dan
ketiga
4) Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih
5) Latih kegiatan keempat (alat dan cara)
6) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan empat kegiatan
2. Tindakan keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP)
pada keluarga
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada keluarga
Mengenal masalah harga diri rendah dan latihan cara merawat
melatih kegiatan pertama
1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
harga diri rendah, jelaskan pengertian, tanda dan gejala,
proses terjadinya, dan akibat harga diri rendah
2) Berikan pujian terhadap semua hal positif yang dimilik
pasien
3) Latih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan yang
dipilih pasien, bimbing memberikan bantuan pada pasien
4) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
pujian
b) Strategi pelaksanaan 2 pada keluarga:
Latihan cara merawat dan membimbing melakukan kegiatan
kedua
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala harga
diri rendah

18
2) Validasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
3) Evaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat,
beri pujian, bersama keluarga melatih pasien dalam
melakukan kegiatan kedua yang dipilih pasien
4) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
pujian
c) Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada keluarga:
Latihan cara merawat dan membimbing melakukan kegiatan
ketiga
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala harga
diri rendah
2) Validasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
3) Evaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat,
beri pujian, bersama keluarga melatih pasien dalam
melakukan kegiatan ketiga yang dipilih pasien
4) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
pujian
d) Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada keluarga:
Latihan cara merawat dan membimbing melakukan kegiatan
keempat
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala harga
diri rendah
2) Validasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
3) Evaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat,
beri pujian, bersama keluarga melatih pasien dalam
melakukan kegiatan keempat yang dipilih pasien
4) Jelaskan follow up ke puskesmas, tanda kambuh dan rujukan

19
5) Anjurkan membantu pasien sesaui jadwal dan memberikan
pujian
c. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
1) Tindakan keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP)
pada pasien
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada pasien:
Pengkajian dan mengenal halusinasi
1) Mengkaji kesadaran pasien akan halusinasinya dan
pengenalan akan halusinasi
2) Isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan,
respon pasien, upaya yang telah dilakukan pasien untuk
mengontrol halusinasi
3) Menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik
4) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik
b) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien:
Evaluasi tanda dan gejala halusinasi
1) Validasi kemampuan pasien mengenal halusinasi yang
dialami dan kemampuan pasien mengontrol halusinasi
dengna menghardik dan berikan pujian
2) Evaluasi manfaat mengontrol halusianasi dengan cara
menghardik
3) Latih cara mengontrol halusinasi dengan patuh obat (jelaskan
6 benar: jenis, waktu, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas
minum obat)
4) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk minum obat sesauai
jadwal
c) Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien:
Evaluasi gejala halusinasi
1) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi
dengan menghardik, minum obat dan berikan pujian

20
2) Evaluasi manfaat mengontrol halusinasi dengan menghardik,
minum obat sesaui jadwal
3) Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
saat terjadi halusinasi
4) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
d) Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien:
Melakukan aktivitas sehari-hari
Pada tindakan keempat ini dapat diukang kegiatan harian.
Contohnya membersihkan kamar:
1) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi
dengan mengahrdik, minum obat dan bercakap-cakap,
berikan pujian
2) Latih cara megontrol halusinasi dengan cara melakukan
kegiatan harian
3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
2) Tindakan keperawatn dengan pendekatan pelaksanaan (SP) pada
keluarga
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada keluarga:
Mengenal masalah dalam merawat pasien halusinasi dan melatih
mengontrol halusinasi pasien dengan menghardik
1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien,
jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya
2) Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan melatih cara
menghardik halusinasi
3) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
pujian
b) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada keluarga:
Melatih keluarga merawat pasien halusinasi dengan enam benar
minum obat
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala
halusinasi pasien

21
2) Merawat pasien dalam mengontrol halusinasi dengan
menghardik, berikan pujian
3) Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
4) Latih cara memberikan/membimbing minum obat
5) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal
c) Strategi pelaksanaan 3 pada keluarga:
Melatih keluarga merawat pasien halusinasi dengan bercakap-
cakap dan melakukan kegiatan
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala
halusinasi pasien dan merawat/melatih pasien menghardik
dan memberikan obat
2) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
3) Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk
mengontrol halusinasi
4) Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan pasien
terutama saat halusinasi
5) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
pujian
d) Startegi pelaksanaan pertemuan 4 pada keluarga:
Melatih keluarga memanfaatkan fasilitas untuk follow up pasien
halusinasi
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala
halusinasi pasien dan merawat/melatih pasien menghardik,
memberikan obat dan bercakap-cakap
2) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
3) Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan masyarakat,
tanda kambuh dan rujukan
4) Anjurkan membantu pasien sesaui jadwal dan memberikan
pujian

22
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan ke dalam
bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan
yang telah di tetapkan. Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan
yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat,
apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini
(Keliat dkk, 2012).
6. Evaluasi
Menurut Rusdi (2013), dokumentasi asuhan keperawatan dilakukan pada
setiap tahap proses keperawatan yang meliputi dokumentasi pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi tindakan keperawatan
dan evaluasi.

23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemunduran fungsi yang dialami seseorang didalam diagnosa
keperawatan jiwa disebut isolasi sosial. Perilaku menarik diri merupakan
percobaan untuk menghindari komunikasi dengan orang lain,menghindari
hubungan maupun komunikasi dengan masyarakat.
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan bahkan mengalami penurunan kemampuan interaksi dengan orang
lain disekitarnya.Klien mungkin bisa merasa ditolak,tidak
diterimah,kesepian,dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain.Dapat dikatakan bahwa isolasi sosial adalah gangguan seseorang
dalam berhubungan dengan orang lain,Pasien mungkin merasa tidak berharga
dilingkungan sekitarnya.
Rentanng respon seseorang memiliki peranan yang cukup penting apakah
seseorang bisa mengalami isolasi sosial atau tidak .selanjutnya ,isolasi sosial
juga bisa disebabkan sebagai akibat dari gangguan jiwa yang telah dialami
oleh seseorang seperti halusinasi,waham,dan skizofrenia.
B. Saran
Dengan pembuatan makalah ini diharapkan para pembaca dapat
memahami, mengetahui dan mengambil manfaat dari makalah tersebut beserta
asuhan keperawatannya yang telah kami tuangkan kedalam makalah ini.
Tujuan kami selaku penulis makalah adalah memberikan pengetauan dan
pemahaman yang mendalam mengenai pembahasan terkait masalah kejiwaan
berupa isolasi sosial.

24
DAFTAR PUSTAKA

Septiani, Sri Fahnur. 2017. Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Isolasi Sosial Di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas
Nanggalo Kota Padang. Padang.
Kusumawati, F & Hartono, Y. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

Direja, A.H.S. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai