Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

DOSEN PENGAMPU :
Ns. Ervan, S.Kep.,M.Kep,Sp.Kep.J

Disusun Oleh Kelompok 3 Kelas 3A :


1. Dymas Kurniawan P05120321012
2. Ledya Citrah P05120321023
3. Richa Oktaria P05120321037
4. Rona Uli Arta Siahaan P05120321040
5. Shandya Bella Amanda P05120321041

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

i
TAHUN AJARAN 2023/2024

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rah
mat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan Jiwa de
ngan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Isolasi Sosial”.
Penyusunan Makalah ini penulis mendapatkan bimbingan dan bantuan baik materi
maupun nasihat dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
Keperawatan Keluarga tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang terlibat.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak t
erdapat kekeliruan dan kekhilafan baik dari segi penulisan maupun penyusunan dan meted
ologi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan bimbingan dari berbagai pihak aga
r penulis dapat berkarya lebih baik dan optimal lagi di masa yang akan datang.
Penulis berharap semoga makalah yang telah penulis susun ini dapat bermanfaat ba
gi semua pihak serta dapat membawa perubahan positif terutama bagi penulis sendiri dan
mahasiswa keperawatan lain.

Bengkulu,24 Februari 2024

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

COVER..................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................................1

C. Tujuan........................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3

A. Pengertian..................................................................................................................3

B. Macam-macam distorsi kognitif..............................................................................4

C. Tujuan Terapi Kognitif.............................................................................................6

D. Indikasi Terapi Kognitif...........................................................................................7

E. Teknik Terapi Kognitif.............................................................................................8

F. Langkah-Langkah Melakukan Terapi Kognitif...................................................13

G. Strategi Pendekatan................................................................................................14

BAB III PENUTUP............................................................................................................15

A. Kesimpulan..............................................................................................................15

B. Saran.........................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental sejahtera yang
memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian utuh dari kualitas
hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia. Kesehatan
jiwa mempunyai rentang sehat sakit jiwa yaitu sehat jiwa, masalah psikososial dan
gangguan jiwa (Keliat et al., 2016).
Gangguan jiwa menurut American Phychiatric Association (APA)
merupakan sindrom atau pola psikologis atau pola perilaku yang penting secara
klinis yang terjadi pada individu dan sindrom itu dihubungkan dengan adanya
distress (misalnya gejala nyerimenyakitkan) atau disabilitas (ketidakmampuan pada
salah satu bagian dan beberapa fungsi yang penting) atau disertai dengan
peningkatan resiko yang sera bermakna untuk mati, sakit, ketidakmampuan atau
kehilangan. kebebasan (APA dalam Prabowo, 2014). Gangguan jiwa merupakan
suatu perubahan dan gangguan pada fungsi jiwa yang menyebabkan timbulnya.
penderitaan pada individu atau hambatan dalam melaksanakan peran social (keliat
et., all 2016
Gangguan mental merupakan sekelompok reaksi psikotik yang
mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir, berkomunikasi,
mau untuk menerima, menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan
emosi. Pasien skizofrenia sering mendapat stigma dan diskriminasi yang lebih besar
dari masyarakat sekitarnya dibandingkan individu yang menderita penyakit medis
lainnya. Penderita skizofrenia biasanya timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, dan
berusia 11-12 tahun menderita skizofrenia (Damanik, Pardede & Manalu. 2020).
Hasil Riskesdas (2018) didapatkan estimasi prevalensi orang yang pernah
menderita skizofrenia di Indonesia sebesar 1,8 per 1000 penduduk. Hasil survey
awal yang dilakukan di poliklinik rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Medan di temukan
sebanyak 13.899 pasien yang rawat jalan dibawa oleh keluarganya untuk berobat
(Pardede, Ariyo, & Purba 2020).kemunduran fungsi social dialami seseorang
didalam diagnose kepeawatan jiwa disebut isolasi social.

Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu. membina
hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi sosial merupakan. upaya klien
untuk menghindari interaksi dengan orang lain maupun berkomunikasi dengan
orang lain (Badriah.2020).

1
A. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Isolasi sosial?
2. Apa saja etiologi pada pasien isolasi sosial?
3. Bagaimana tanda dan gejala pada pasien isolasi sosial?
4. Bagaimana rentang respon pada pasien isolasi sosial?
5. Bagaimana patofisiologi pada pasien isolasi sosial?
6. Apa saja penatalaksanaan pada pasien isolasi sosial?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien isolasi sosial ?

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan isolasi sosial
2. Untuk mengetahui etiologi pada pasien isolasi sosial
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala pada pasien isolasi sosial
4. Untuk mengetahui rentang respon pada pasien isolasi sosial
5. Untuk mengetahui patofisiologi pada pasien isolasi sosial
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien isolasi sosial
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien isolasi sosial

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang di alami oleh individu


dan dipersepsikan disebabkan orang lain dan sebagai kondisi yang negatif dan
mengancam. Kondisi isolasi sosial seseorang merupakan ketidakmampuan klien
dalam mengungkapkan perasaan klien yang dapat menimbulkan klien
mengungkapkan perasaan klien dengan kekerasan (Sukaesti. 2018).

Isolasi sosial merupakan suatu keadaan seseorang mengalami penurunan


untuk melakukan interaksi dengan orang lain, karena pasien merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, serta tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain atau orang disekitarnya (Kemenkes, 2019).

Isolasi sosial merupakan gejala negatif pada skizofrenia dimanfaatkan oleh


pasien untuk menghindari orang lain agar pengalaman yang tidak menyenangkan
dalam berhubungan dengan orang lain tidak terulang kembali. (Pardede 2021)

Kondisi isolasi sosial seseorang merupakan ketidakmampuan klien dalam


mengungkapkan perasaan klien yang dapat menimbulkan klien. mengungkapkan
perasaan klien dengan kekerasan. Perilaku kekerasan merupakan respon destruktif
individu terhadap stresor (Stuart, 2013

B. Etiologi
Penyebab dari isolasi sosial adalah keterlambatan perkembangan, ketidakmampuan
menjalin hubungan yang memuaskan, ketidaksesuaian minat terhadap
perkembangan, ketidaksesuaian nilai-nilai normal, ketidaksesuaian perilaku sosial
dengan norma, perubahan penampilan fisik, perubahan status mental,
ketidakadekuatan sumber daya personal (SDKI, 2017). Adapun faktor penyebab
dari isolasi sosial adalah:

3
1. Faktor prediposisi
Menurut Sutejo (2017) penyebab isolasi sosial mencakup faktor
perkembangan, faktor biologis, dan faktor sosiokultural. Berikut merupakan
penjelasan dari faktor predisposisi :
a. Faktor Perkembangan
Tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi seseorang dalam
menjalin hubungan dengan orang lain adalah keluarga, kurangnya stimulasi atau
kasih sayang dari ibu akan memberikan rasa tidak nyaman serta dapat menghambat
rasa percaya diri. Ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga terhadap orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
b. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan
terjadinya gangguan jiwa. Organ tubuh yang jelas mempengaruhi adalah otak.
c. Faktor Sosial dann Budaya
Mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan berhubungan atau isolasi sosial. Gangguan ini dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah di dalam keluarga, misalnya anggota tidak
produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
2. Faktor presipitasi
Menurut Sutejo (2017) ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan
gangguan isolasi sosial. Antara lain berasal dari stresor- KESEHATAN stresor
sebagai berikut:
a. Stresor Sosiokultural
Stresor sosial budaya dapat memicu penurunan keseimbangan unit keluarga
seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena ditinggal
jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
b. Stresor Psikologik
Intensitas ansietas berat yang berkepanjangan akan menyebabkan
menurunnya kemampuan seseorang untuk berhubungan dengan orang lain.

4
C. Tanda dan Gejala

Menurut Sutejo (2017) tanda dan gejala isolasi sosial dapat ditemukan dari dua cara
yaitu secara objektif dan subjektif. Berikut tanda dan gejala dengan isolasi sosial:

1. Data Subjektif

Pasien mengatakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain, pasien merasa
tidak aman berada dengan orang lain, pasien mengatakan hubungan yang tidak
bermanfaat dengan orang lain, pasien merasa bosan serta waktu terasa lebih
lambat, pasien tidak mampu berkonsentrasi dan. menciptakan keputusan, pasien
merasa tidak bermanfaat, dan pasien tidak yakin dapat melanjutkan hidup.

2. Data Objektif

Pasien tidak memiliki teman dekat, pasien menarik diri, pasien tidak dapat
dimengerti, tindakan berulang dan tidak berarti, pasien asik dengan pikiran
sendiri, pasien tidak ada kontak mata, dan tampak sedih apatis, afek tumpul.

D. Rentang respon isolasi sosial

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon individu terhadap konsep dirinya sepanjang
rentang respon konsep diri yaitu adaptif dan maladaptif

a. Respon Adaptif

Respon adaptif adalah respon individu menyelesaikan suatu hal dengan cara
yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Respon ini meliputi

1) Menyendiri (Solitude)

Respon individu terhadap kejadian yang telah terjadi dengan merenung dengan
tujuan untuk mengevaluasi diri dan menentukan rencana-rencana.

2) Otonomi

5
Individu menetapkan diri untuk inderpenden dan pengaturan diri. Individu
memiliki kemampuan dalam menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam
hubungan sosial.

3) Kebersamaan (Mutualisme)

Kemampuan atau kondisi individu dalam hubungan interpersonal dimana individu


mampu untuk saling memberi & menerima dalam hubungan sosial
4) Saling Ketergantungan (interdependen)
Suatu hubungan saling bergantung antara satu sama lain. dalam hubungan sosial.

b. Respon Maladaptif
Respons maladapatif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
dengan cara yang bertentangan dengan norma agama & masyarakat. Respon
maladptif tersebut antara lain:
1) Manipulasi
Gangguan sosial yang menyebabkan individu memperlakukan sebagai objekdimana
hubungan terpusat pada pengendalian masalah orang lain & individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri. Sikap mengontrol digunakan sebagai pertahanan
terhadap kegagalan atau frustasi yang dapat digunakan sebagai alat berkuasa
atas orang lain
2) Impulsif
Respon sosial yang ditandaidengan individu sebagai subjek yang tidak dapat
diduga, tidak dapat dipercaya. Tidak mampu merencanakan, tidak mampu untuk
belaja dari pengalaman, dan tidak dapat melakukan penilaian secara objektif.
3) Narsisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku egosentris, harga diri
rapuh, berusaha mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika tidak
mendapat dukungan. dari orang lain

E. Patofisiologi

6
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya menarik diri yang
disebabkan karena perasaan tidak berhargadengan latar belakang yang penuh
dengan permasalahan ketegangan, kekecewaan dan kecemasan. Perasaan tidak
berharga menyebabkan pasien semakin sulit dalam mengembangkan. hubungan
dengan orang lain. Menyebabkan pasien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktivitas dan kurang perhatian terhadap penampilan dan
kebersihan diri. Perjalanan dari tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitive
yaitu pembicaraan yang autistik dan tingkah laku.Faktor yang mempengaruhi
kesembuhan pasien gangguan jiwa dengan masalah isolasi sosial adalah:
1) Usia
Pasien yang dirawat dengan masalah isolasi sosial berada dalam rentang usia 25-65
tahun atau pada masa dewasa. Masa dewasa merupakan masa kematangan dari
aspek kognitifemosi, dan perilaku. Kegagalan yang dialami seseorang untuk
mencapai tingkat kematangan tersebut akan sulit memenuhi tuntutan
perkembangan pada usia tersebut dapat berdampak terjadinya gangguan jiwa.
Usia dewasa merupakan aspek sosial budaya dengan frekuensi tertinggi
mengalami gangguan jiwa (Wakhid, dkk2013)
2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin tidak mempengaruhi secara signifikan terjadinya gangguan jiwa.
Wanita cenderung mengalami gejala lebih ringan di bandingkan pria. Pria
sangat rentan terkena gangguan jiwa penyebabnya adalah tingginya tingkat
emosional. Pria juga mempunyai kemampuan verbal dan bahasa yang kurang
dari wanita, sehingga pria cenderung tertutup dan memendam sendiri setiap
masalah dan stressor psikologis yang mereka hadapi. Kondisi ini jika
berlangsung lama tanpa ada mekanisme koping yang konstruktif, maka
kecenderungan jatuh ke dalam gangguan jiwa akan tinggi (Berhimpong 2016,
Suerni & PH, 2019).
3) Pendidikan
Pendidikan rendah dapat menjadi penyebab terjadinya masalah psikologis.
Seseorang dengan pendidikan rendah akan kesulitan dalam menyampaikan ide,
gagasan atau pendapatnya, sehingga mempengaruhi cara berhubungan dengan

7
orang lain, menyelesaikan masalah, membuat keputusan dan responnya
terhadap sumber stres. Pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku
seseorang. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan berbeda perilaku dengan
orang yang berpendidikan rendah. Tetapi status pendidikan sebagian besar
pasien adalah SMA hal ini bisa jadi dikarenakan kebanyakan pasien memiliki
beban karena memiliki pendidikan yang tinggi akan tetapi tidak sesuai dengan
yang diharapkan pasien (Suerni & PH, 2019).

4) Pekerjaan
Menurut Rachmawati, dkk (2020) menyatakan 95% pasien yang mengalami
gangguan jiwa dengan masalah isolasi sosial tidak bekerja. Pekerjaan memiliki
hubungan dengan status ekonomi individu, dan kondisi sosial ekonomi yang
rendah sangat menimbulkan perasaan tidak berdaya, perasaan ditolak oleh
orang lain, ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dan perawatan,
sehingga individu berusaha untuk menarik diri dari lingkungan. Seseorang yang
berada dalam sosial ekonomi rendah dan tidak mempunyai pekerjaan lebih
berisiko mengalami berbagai masalah terutama kurangnya rasa percaya diri
dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari (Wakhid, dkk. 2013).
5) Dukungankeluarga
Menurut Suerni & PH (2019) bahwa sebagian besar dari pasien. kurang
mendapatkan dukungan dari keluarga dan lingkungannya. Dukungan keluarga
merupakan salah satu faktor terpenting dalam upaya meningkatkan motivasi
sehingga dapat berpengaruh positif terhadap kesehatan psikologis. Adanya
dukungan keluarga membuat pasien merasa dipedulikan, diperhatikan, merasa
tetap percaya diri, tidak mudah putus asa, tidak minder, merasa dirinya
bersemangat, merasa ikhlas dengan. kondisi, sehingga merasa lebih tenang
dalam menghadapi suatu masalah.
6) Lama Sakit
Pasien yang paling banyak ditemukan mengalami kekambuhan memiliki riwayat
lama sakit antara 5-10 tahun. Pasien yang mempunyai riwayat lama sakit 5
tahun memiliki risiko mengalami kekambuhan lebih tinggi (Rachmawati,
dkk.2020). memiliki beban karena memiliki pendidikan yang tinggi akan tetapi
8
tidak sesuai dengan yang diharapkan pasien (Suerni & PH, 2019).
7) Pekerjaan
Menurut Rachmawati, dkk (2020) menyatakan 95% pasien yang mengalami
gangguan jiwa dengan masalah isolasi sosial tidak bekerja. Pekerjaan memiliki
hubungan dengan status ekonomi individu, dan kondisi sosial ekonomi yang
rendah sangat menimbulkan perasaan tidak berdaya, perasaan ditolak oleh
orang lain, ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dan
perawatan, sehingga individu berusaha untuk menarik diri dari lingkungan.
Seseorang yang berada dalam sosial ekonomi rendah dan tidak mempunyai
pekerjaan lebih berisiko mengalami berbagai masalah terutama kurangnya rasa
percaya diri dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari (Wakhid, dkk.
2013).

9
F. Penatalakanaan

Menurut (Dermawan 2013 dalam Putra 2022). penatalaksaan isolasi sosial sebagai
berikut:

1) Terapi farmakologi

a) Clorpromazine (CPZ)

Obat ini digunakan pada pasien yang tidak mampu dalam menilai realistis, kesadaran
diri terganggu, serta ketidakmampuan dalam fungsi mental.

b) Haloperizol (HP)

Obat ini digunakan untuk mengobati pasien yang tidak mampu menilai realita.

c) Thrixyphenidyl (THP)

Obat ini digunakan pada segala penyakit Parkinson, termasuk pascal ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat misalnya reserpine dan fenootiazine.

2) Terapi Non-farmakologi

a) Terapi individu

Pada pasien isolasi sosial dapat diberikan dengan strategi pelaksanaan atau SP.

b) Terapi kelompok

Terapi aktivitas kelompok atau TAK merupakan suatu psikoterapi yang bertujuan
untuk memberi stimulus bagi klien dengan gangguan isolasi sosial. Dalam terapi ini
terbagi dalam 7 sesi yaitu :

sesi 1: pasien mampu memperkenalkan diri

sesi 2 pasien mampu melakukan cara berkenalan dengan anggota kelompok

sesi 3: pasien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok tentang topik yang
umum

10
sesi 4 : pasien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok tentang topik tertentu

sesi 5 : pasien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok tentang masalah


pribadi

sesi 6 : pasien mampu bekerja sama dengan anggota kelompok

sesi 7 : pasien mampu mengevaluasi kemampuan sosialisainya

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

12
DAFTAR PUSTAKA

13

Anda mungkin juga menyukai