Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN

“ASUHAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL”

DISUSUN OLEH :

1. Anisa Rahmawati (C2017008)


2. Anisa Wina Pertiwi (C2017009)
3. Arum Kusuma (C2017016)
4. Dewi Cahyaningsih (C2017025)
5. Dheana Fitria B (C2017026)
6. Elry Vira Dianjani(C2017035)
7. Fergia Reka Inayya P (C2017042)
8. Frida Citrasuci (C2017046)
9. Galuh Reza A (C2017047)

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES ‘AISYIYAH SURAKARTA

1
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Surakarta, November 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI
COVER..................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR................................................................................ 2
DAFTAR ISI............................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................... 4
B. Rumusan Masalah................................................................ 4
C. Tujuan.................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi.............................................................................................6
B. Etiologi............................................................................................ 6
C. Manifestasi Klinis.............................................................................8
D. Pohon Masalah................................................................................ 9
E. Patofisiologi..................................................................................... 9
F. Pemeriksaan Diagnostik................................................................ 10
G. Penatalaksanaan.............................................................................10
H. Akibat.............................................................................................12
I. Asuhan Keperawatan..................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 19
B. Saran.................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 20

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan hubungan sosial adalah keadaan dimana individu kurang
berpartisipasi dalam jumlah berlebihan atau hubungan sosial yang tidak efektif
(Rawlins, 1993). Sedangkan definisi dari isolasi sosial adalah keadaan dimana
individu/kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk
meningkatkan keterlibatannya dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat
kontak.(Carpenito, 1998). Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa individu menarik
diri mengalami gangguan dan kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. Salah
satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi yang
disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang biasanya dialami klien dengan latar
belakang lingkungan yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan
kecemasan.
Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa
adalah adanya stresor psikososial. Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak, remaja
atau dewasa): sehingga orang itu terpaksa menadakan penyesuaian diri untuk
menanggulangi tekanan yang timbul (Hawari, 2001). Stressor psikososial ini muncul
sebagai akibat dari perubahan-perubahan sosial yang serba cepat yang merupakan
dampak proses modernisasi dan industrialisasi. Keperawatan jiwa sebagai bagian dari
kesehatan jiwa merupakan suatu bidang spesialisasi praktik keperawatan yang
menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri
secara terapeutik sebagai kiatnya (American Nurses Association dalam Hamid 2000).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Isolasi sosial?
2. Bagaimana klasifikasi dari Isolasi sosial?
3. Bagaimana etiologi Isolasi sosial
4. Bagaimana manifestasi klinis dari Isolasi sosial?
5. Bagaimana patofisiologi dari Isolasi sosial?
6. Apa saja komplikasi dari Isolasi sosial?

4
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan
Isolasi sosial?
8. Bagiamana penatalaksanaan dari Isolasi sosial?
9. Bagimana patways dari Isolasi sosial?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Isolasi sosial?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari Isolasi sosial.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari Isolasi sosial.
3. Untuk mengetahui etiologi Isolasi sosial.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Isolasi sosial.
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari Isolasi sosial.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien
dengan Isolasi sosial.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Isolasi sosial.
8. Untuk mengetahui komplikasi dari Isolasi sosial.
9. Untuk mengetahui patways dari Isolasi sosial
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Isolasi sosial
.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Isolasi sosial adalah suatu pengalaman menyendiri dari seseorang dan
perasaan segan terhadap orang lain (NANDA, 2012). Perilaku yang diperlihatkan oleh
pasien dengan isolasi sosial disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah,
sehingga muncul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain, di mana jika
tidak diberikan tindakan keperawatan yang berkelanjutan akan dapat menyebabkan
terjadinya perubahan persepsi sensori dan berisiko untuk menciderai diri sendiri,
orang lain, bahkan lingkungan (Fitria, 2009).
Isolasi sosial adalah salah satu diagnosis keperawatan berdasarkan tanda
negatif dari klien skzofrenia. Isolasi sosial terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor
yaitu usia, gender, pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, keyakinan religi,
politik, kemiskinan, penghasilan rendah, tinggal sendirian, penyakit kronis, tidak
mempunyai anak, tidak ada kontak dengan keluarga dan kesulitan akses transportasi
(Massom, 2016; DeVylder & Hilimire, 2015; Junardi, Daulima & Wardani, 2015;
Wakhid, Hamid & Helena, 2013).
Perbedaan jenis kelamin juga dapat menjadi faktor terjadinya isolasi sosial
yaitu jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan wanita (Penaloza, Fuentealba
& Gallardo, 2017). Berbagai faktorfaktor di atas sangat penting untuk diperbaiki agar
tidak menimbulkan dampak isolasi sosial yang semakin luas.
B. ETIOLOGI ISOLASI SOSIAL
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan
faktor presipitasi.
a. Faktor predisposisi
Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah isolasi
sosial yaitu:
1. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas-tugas perkembangan yang
harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Apabila

6
tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan
sosial yang nantinya dapat menimbulkan suatu masalah.
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu
keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam
keluarga yang menghambat untuk hubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
3. Faktor sosial budaya
Norma-norma yang salah didalam keluarga atau lingkungan dapat menyebabkan
hubungan sosial, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti
lanjut usia, berpenyakit kronis dan penyandang cacat diasingkan dari
lingkungan sosialnya.
4. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan
dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi gangguan
hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizfrenia yang mengalami
masalah dalam hubungan memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti
atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah
kortikal.
b. Faktor presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan hubungan sosial juga
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi
dapat dikelompokan sebagai berikut:
1) Faktor eksternal

Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.

2) Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat
kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat

7
terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak
terpenuhi kebutuhan individu.

8
C. MANIFESTASI KLINIS DARI ISOLASI SOSIAL
Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan isolasi sosial:
menarik diri menurut Dermawan D dan Rusdi (2013) adalah sebagai berikut:
a. Gejala Subjektif
 Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
 Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
 Respon verbal kurang atau singkat
 Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
 Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
 Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
 Klien merasa tidak berguna
 Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
 Klien merasa ditolak
b. Gejala Objektif
 Klien banyak diam dan tidak mau bicara
 Tidak mengikuti kegiatan
 Banyak berdiam diri di kamar
 Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
 Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
 Kontak mata kurang
 Kurang spontan
 Apatis (acuh terhadap lingkungan)
 Ekpresi wajah kurang berseri
 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri

9
D. POHON MASALAH

E. PATOFISIOLOGI DARI ISOLASI SOSIAL


Individu yang mengalami Isolasi Sosial sering kali beranggapan bahwa
sumber/penyebab Isolasi sosial itu berasal dari lingkunganya. Padahal rangsangan
primer adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian
traumatik sehubungan rasa bersalah, marah, sepi dan takut dengan orang yang
dicintai, tidak dapat dikatakan segala sesuatu yang dapat mengancam harga diri (self
estreem) dan kebutuhan keluarga dapat meningkatkan kecemasan. Untuk dapat
mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan ansietas diperlukan suatu
mekanisme koping.
Sumber-sumber koping meliputi ekonomi, kemampuan menyelesaikan
masalah, tekhnik pertahanan, dukungan sosial dan motivasi. Sumber koping sebagai
model ekonomi dapat membantu seseorang mengintregrasikan pengalaman yang
menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil. Semua orang
walaupun terganggu prilakunya tetap mempunyai beberapa kelebihan personal yang
mungkin meliputi: aktivitas keluarga, hobi, seni, kesehatan dan perawatan diri,
pekerjaan kecerdasan dan hubungan interpersonal. Dukungan sosial dari peningkatan
respon psikofisiologis yang adaptif, motifasi berasal dari dukungan keluarga ataupun
individu sendiri sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan diri pada individu
(Stuart & Sundeen, 1998)

10
11
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Minnesolla Multiphasic Personality Inventory (MMPI) Adalah suatu bentuk
pengujian yang dilakukan oleh psikiater dan psikolog dalam menentukan
kepribadian seseorang yang terdiri dari 556 pernyataan benar atau salah.
2. Elektroensefalografik (EEG) Suatu pemeriksaan dalam psikiatri untuk membantu
membedakan antara etiologi fungsional dan organik dalam kelainan mental.
3. Test laboratorium kromosom darah untuk mengetahui apakah gangguan jiwa
disebabkan oleh genetik.
4. Rontgen kepala untuk mengetahui apakah gangguan jiwa disebabkan kelainan
struktur anatomi tubuh.
G. PENATALAKSANAAN
1. Obat anti psikotik
a. Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas,    kesadaran diri terganggu, daya nilai norma
sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi -fungsi mental:
waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau, tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak mampu
bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatik,mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung
tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama ja
ntung), gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia, sindroma
parkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin, metabolik,
hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
b. Haloperidol (HLD)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral
serta dalam fungsi kehidupan sehari –hari. Efek samping: Sedasi dan inhibisi
psikomotor, gangguan otonomik (hipotensi,   antikolinergik/parasimpatik,
mulut kering, kesulitan miksi dan defikasi,    hidung tersumbat, mata kabur,
tekanan intraokuler meninggi, gangguan    irama jantung).
c. Trihexy phenidyl (THP)

12
Indikasi : Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan
idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.
Efek samping:  Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik
(hypertensi, anti kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi dan
defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra oluker meninggi,
gangguan irama jantung) .
2. Therapy Farmakologi
3. Electro Convulsive Therapi
Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan
Elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energy shock listrik
dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien
gangguan jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya.
ECT pertama kali diperkenalkan oleh 2 orang neurologist italia Ugo Cerletti dan
Lucio Bini pada tahun 1930. Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat
terapi ECT setiap tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat
memberi efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya 15 detik. Kejang
yang dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan kesadarannya
dan mengalami rejatan. Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat ini
masih belum dapat dijelaskan dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian
menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum Brain-Derived
Neurotrophic Factor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak responsive terhadap
terapi farmakologis.
4. Therapy Kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini
bertujuan memberi stimulus bagi klien dengan ganggua interpersonal.
5. Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan
harus mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara
kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi
seseorang yang akan berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan tersebut

13
akan memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis
seseorang (Deden Dermawan dan Rusdi, 2013)

H. AKIBAT YANG DITIMBULKAN


Perilaku isolasi social : menarik diri dapat beresiko terjadinya perubahan
persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi
sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal ) atau persepsi sensori yang
tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan
suara-suara yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca
indera, dimana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat
disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organic atau histerik. Halusinasi
merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori
eksternal yang meliputi lima perasaan (penglihatan, pendengaran, pengecapan,
penciuman, pencerahan) akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi
pendengaran.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk mengumpulkan dara atau informasi tentang klien agar dapat
mengidentifikasi kesehatannya, kebutuhan keperawatan serta merumuskan
masalah dan diagnosa keperawatan klien. Pengkajian meliputi : Pengumpilan data,
analisa data, diagnosa  keperawatan berdasarkan prioritas masalah.
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data bertujuan untuk menilai status kesehatan klien dan
kemungkinan masalah keperawatan yang memerlukan intervensi dari perawat.
Data yang dikumpulkan dapat berupa data subjektif dan data objektif. Data
objektif adalah data yang ditemukan secara nyata, data ini didapatkan secara
observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. Data subjektif adalah data
yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga , data ini didapat
melalui wawancara kepada klien dan keluarga, pengumpulan data ini
mencakup :

14
 Identitas klien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, status mental, suku bangsa, alamat, nomer medrek, ruang
rawat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis.
 Identitas penanggung jawab : Nama, umur, jenis kelamin,  pendidikan,
pekerjaan, agama, hubungan dengan klien, alamat.
b. Faktor predisposisi
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri
Pengalaman masa kanak-kanak dapat merupakan factor kontribusi pada
gangguan atau masalah konsep diri. Meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang
lain, dan ideal diri yang tidak realistis. 
2. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran
Adalah streotipik peran seks, tuntutan peran kerja, dan harapan peran
kultural. Peran sesuai dengan jenis kelamin, konflik oerandan peran yang
tidak sesuai muncul dari factor biologis.
3. Faktor yang mempengaruhi identitas diri
Orang tua yang selalu curiga pada anak akan menyebabkan kurang
percaya diri pada anak, teman sebaya merupakan factor lain yang
mempengaruhi identitas. Ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari
kelompok sebaya dan perubahan  dalam struktur social.
4. Faktor tumbuh kembang
Pada dasarnya kemampuan hubungan sosisal berkembang sesuai
dengan tumbuh kembang individu mulai dari dalam kandungan sampai
dewasa lanjut. Untuk mengembangkan hubungan social yang positif setiap
tugas perkembangan harus dilalui dengan sukses. Bila salah satu tugas
perkembangan tidak terpenuhi maka akan mengahambat tahap
perkembangan berikutnya. Kemampuan berperan serta dalam proses
hubungan diawali dengan kemampuan berperan serta dalam proses
hubungan diawali dengan kemampuan  tergantung pada masa bayi dan
perkembangan pada masa dewasa dengan kemampuan saling
ketergantungan.
Faktor predisposisi dan presipitasi tersebut diatas dapat mempengaruhi
perkembangan kognitif, efektif, psikologis, perilku dan social bagi

15
individu sebagai stersor. Hal tersebut akan menyebabkan perubahan
perilaku dimana terjadi ketidak seimbangan sehingga individu cernderung
menggunakan mekanisme destruktif yang pada akhirnya masalah tidak
terselesaikan menjadi stressor bagi klien yang semakin lama
mengakibatkan timbunya korban jiwa baik berupa gangguan neuorosa
atau ganguan kepribadian serta dapat berupa pula gangguan psikosa atau
skizofrenia. Proses terjadinya gangguan tersebut berkembang melalui
rentang respon sosial yang berawal dari respon adaptif sampai maladaptif
dan salah satunya adalah menarik diri sehingga terjadi ganguan interaksi
sosial.
5. Faktor sosial budaya
Nilai-nilai, norma-norma , adat dan kebiasaan yang ada dan sudah
menjadi suatu budaya dalam masyarakat merupakan tantangan antara
budaya dan keadaan social dengan nilai-nilai yang dianut.
6. Faktor Biologis
Faktor Biologis juga merupakan salah satu factor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan social. Organ tubuh yang jelas dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan social adalah otak. Sebagai
contoh : pada klien skizoprenia yang mengalami masalah dalam hubungan
social terdapat struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak,
perubahan ukuran dan sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.
c. Faktor Presipitasi
1. Faktor Ekstrenal
Contohnya adalah sterssor social budaya, yaitu sress yang di timbulkan
oleh faktor social budaya yang antatra lain adalah keluarga.
2. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu sres terjadi akibat ansietas
yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat
tuntutan  untuk  berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya
kebutuhan ketergantungan individu.
3. Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup semua system yang ada hubungannya
dengan klien depresi berat di dapatkan pada system integumen klien

16
tampak kotor, kulit lengket di karenakan kurang perhatian terhadap
perawatan dirinya bahkan gangguan aspek dan kondisi klien
d. Status Mental
1. Penampilan
Biasanya pada pasien menarik diri klien tidak terlalu memperhatikan
penampilan, biasanya penampilan tidak rapi, cara berpakaian tidak seperti
biasanya (tidak tepat).
2. Pembicaraan
Cara berpakaian biasanya di gambarkan dalam frekuensi, volume dan
karakteristik. Frekuansi merujuk pada kecepatan pasien berbicara dan
volume di ukur dengan berapa keras pasien berbicara. Observasi frekuensi
cepat atau lambat, volume keras atau lambat, jumlah sedikit, membisu,
dan di tekan, karakteristik gagap atau kata-kata bersambungan.
3. Aktifitas Motorik
Aktifitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik pasien. Tingkat aktifitas
: letargik, tegang, gelisah atau agitasi. Jenis aktifitas : seringai atau tremor.
Gerakan tubuh yang berlebihan mungkin ada hubunganya dengan
ansietas, mania atau penyalahgunaan stimulan. Gerakan motorik yang
berulang atau kompulsif bisa merupakan kelainan obsesif kompulsif.
4. Alam Perasaan
Alam perasaan merupakan laporan diri pasien tentang status emosional
dan cerminan situasi kehidupan pasien. Alam perasaan dapat di evaluasi
dengan menanyakan pertanyaan yang sederhana dan tidak mengarah
seperti “bagaimana perasaan anda hari ini” apakah pasien menjawab
bahwa ia merasa sedih, takut, putus asa, sangat gembira atau ansietas
(cemas).
5. Afek
Afek adalah nada emosi yang kuat pada pasien yang dapat di observasi
oleh perawat selama wawancara. Afek dapat di gambarkan dalam istilah
sebagai berikut : batasan, durasi, intensitas, dan ketepatan. Afek yang labil
sering terlihat pada mania, dan afek yang datar,tidak selaras sering tampak
pada skizofrenia.
6. Persepsi

17
Ada dua jenis utama masalah perceptual : halusinasi dan ilusi. Halusinasi
di definisikan sebagai kesan atau pengalaman  sensori yang salah. Ilusi
adalah persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
Halusinasi perintah adalah yang menyuruh pasien melakukan sesuatu
seperti membunuh dirinya sendiri, dan melukai diri sendiri.
7. Interaksi selama wawancara
Interaksi menguraikan bagaimana pasien berhubungan dengan perawat.
Apakah pasien bersikap bermusuhan,tidak kooperatif, mudah tersinggung,
berhati-hati, apatis, defensive,curiga atau sedatif.
8. Proses pikir
Proses pikir merujuk “ bagaimana” ekspresi diri pasien  proses diri pasien
di observasi melalui kemampuan berbicaranya. Pengkajian dilakukan
lebih pada pola atas bentuk verbalisasi dari pada isinya
9. Isi Pikir
Isi pikir mengacu pada arti spesifik yang di ekspresikan dalam komunikasi
pasien. Merujuk pada apa yang di pikirkan pasien walaupun pasien
mungkin berbicara mengenai berbagai subjek selama wawancara,
beberapa area isi harus di catat dalam pemeriksaan status mental.
Mungkin bersifat kompleks  dan sering di sembunyikan oleh pasien.
10. Tingkat Kesadaran
Pemeriksaan status mental secara rutin mengkaji orientasi pasien terhadap
situasi terakhir. Berbagai istilah dapat di gunakan untuk menguraikan
tingkat kesadaran pasien seperti bingung, tersedasi atau stupor.
11. Memori
Pemeriksaan status mental dapat memberikan saringan yang cepat tehadap
masalah-masalah memori yang potensial tetapi bukan merupakan jawaban
definitive apakah terdapat kerusakan yang sfesifik. Pengkajian neurologis
di perlukan untuk menguraikan sifat dan keparahan kerusakan memori.
Memori di definisikan sebagai kemampuan untuk mengingat pengalaman
lalu.
12. Tingkat konsentrasi dan kalkulasi
Konsentrasi adalah kemampuan pasien untuk memperhatikan selama
jalannya wawancara. Kalkulasi  adalah kemampuan pasien untuk
mengerjakan hitungan sederhana.

18
13. Penilaian
Penilaian melibatkan perbuatan keputusan yang konstruktif dan adaftif
termasuk kemampuan untuk mengerti fakta dan menarik kesimpulan dari
hubungan
14. Daya titik diri
Penghayatan merujuk pada pemahaman pasien tentang sifat penyakit.
Penting bagi perawat untuk menetapkan apakah pasien menerima atau 
mengingkari penyakitnya.
e. Psikososial dan spiritual
1. Konsep Diri
a) Gambaran Diri : kumpulan dari sikap individu yang di sadari dan
tidak disadari terhadap tbuhnya. Termasuk persepsi masa lalu dan
sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan
potensi yang berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan
pengalaman yang baru.
b) Ideal diri : persepsi individu tentang bagaimana dia harus berprilaku
berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personel tertentu.
c) Harga diri : penilaian individu tentang personal yang di peroleh
dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan
ideal diri. Harga diri ynag tinggi adalah perasaan yang berakar dalam
penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan
dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan
berharga.
d) Penampilan peran : serangkaian pola prilaku yang diharapkan oleh
lingkungan social berhubungan dengan fungsi individu di berbagai
kelompok social. Peran yang di tetapakan adalah peran diman
seseorang tidak mempunyai pilihan, peran yang di terima adalah
peran yang tepilih atau yang dipilih oleh individu.
e) Identitas personal : pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi
dan keunikan individu. Mempunyai konotasi otonomi dan meliputi
persepsi seksualitas seseorang pembentukan identitas dimulai pada
masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan
tugas utama pada masa remaja.

19
2. Spiritual
Nilai dan keyakinan klien, pandangan dan keyakian klien terhadapa
gangguan jiwa sesuai dengan norma dan agama yang dianut pandangan
masyarakat setempat tentang gangguan jiwa. Kegiatan ibadah : kegiatan di
rumah secara individu atau kelompok.
3. Perencanan Pasien Pulang
Pengkajian diarahkan pada klien dan keluarga klien tentang persiapan
keluarga, lingkungan dalam menerima kepulangan klien. Untuk menjaga
klien tidak kambuh kembali diperlukan adanya penjelasan atau pemberian
pengetahuan terhadap keluarga yang mendukung pengobatan secara rutin
dan teratur.
4. Analisa Data
Analisa data merupakan proses berfikir yang meliputi kegiatan
mengelompokkan data menjadi data subjektif dan objektif, mencari
kemungkinan penyebab dan dampaknya serta menentukan mmasalah
keperawatan.

20
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Isolasi sosial adalah usaha menghindari interaksi dengan orang lain, individu
tersebut merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tindakan mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan pikiran, prestasi atau kegagalan. Klien dengan
menarik diri mempunyai tingkah laku tidak nafsu makan kurang bergairah aktifitas
menurun, ekspresi wajah kurang berseri. Mekanisme koping yang sering digunakan
pada menarik diri adalah koping yang berkaitan dengan kepribadian anti sosial dan
koping berhubungan dengan gangguan keperibadian. Setelah diberikan pengobatan
klien sudah mampu mengontrol emosi dan rasa menarik dirinya dengan perlahan-
lahan
B. SARAN
Kepada tim kesehatan yang ada di rumah sakit supaya dapat meningkatkan
kerjasama. Agar proses keperawatan dapat tercapai seoptimal mungkin dan
memberikan keterampilan kepada kllien untuk mengisi hari-hari yang telah di lewati
klien di ruangan agar tidak sering melamun.
Diharapkan kepada keluarga dan perawat yang menerapkan pendekatan diri
dalam mengarahkan klien menuju kesembuhan pada klien yang sudah di rehabilitasi
untuk selalu memeriksakan secara teratur dan tidak menghentikan keperawatan,
nasehat dari dokter. Bagi keluarga dan perawat diharapkan dapat menghindar klien
dari berbagai stiuasi yang dapat menimbulkan kembali gangguan/gejala dari penyakit.

21
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Riyadi dan Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu

Dalami, E., Suliswati., Rochimah., Suryati, K.R,. Lestari, W. 2009. Asuhan keperawatan
klien dengan gangguan jiwa.Ed.1.TIM: Jakarta

Retty Octi Syafrini, Budi Anna Keliat, dkk. 2015. Efektivitas Implementasi Asuhan
Keperawatan Isolasi Sosial Dalam Mpkp Jiwa Terhadap Kemampuan Klien. Jurnal
Ners. Vol: 10, 175–182

Muhammad Fadly, Giur Hargiana. 2018. Studi Kasus: Asuhan Keperawatan Pada Klien
Isolasi Sosial Pasca Pasung. Faletehan Health Journal, 5 (2), 90-98.

22

Anda mungkin juga menyukai