Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

GIGITAN SERANGGA

Disusun Oleh :

NAMA : Farizal Anggoro Aji

NIM : C2017040

KELAS : VI A

MATKUL : KEP GAWAT DARURAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA

2020
LAPORAN PENDAHULUAN GIGITAN SERANGGA

A. Definisi

Insect Bites adalah gigitan atau serangan serangga. Gigitan serangga seringkali
menyebabkan bengkak, kemerahan, rasa sakit (senut-senut), dan gatal-gatal.
Reaksi tersebut boleh dibilang biasa, bahkan gigitan serangga ada yang berakhir
dalam beberapa jam sampai berhari-hari. Bayi dan anak-anak labih rentan terkena
gigitan serangga dibanding orang dewasa.
Insect bites adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat
atau menggigit seseorang.
B. Etiologi
Serangga tidak akan menyerang kecuali kalau mereka digusar atau diganggu.
Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk pertahanan. Gigitan serangga
untuk melindungi sarang mereka. Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan
bisa(racun) yang tersusun dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu
reaksi alergi kepada penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan
dan bengkak di lokasi yang tersengat. Lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan
semut api adalah anggota keluarga Hymenoptera. Gigitan atau sengatan dari mereka
dapat menyebabkan reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap
mereka. Kematian yang diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari pada
kematian yang diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan semut api berbeda-
beda dalam menyengat. Ketika lebah menyengat, dia melepaskan seluruh alat
sengatnya dan sebenarnya ia mati ketika proses itu terjadi. Seekor tawon dapat
menyengat berkali-kali karena tawon tidak melepaskan seluruh alat sengatnya
setelah ia menyengat. Semut api menyengatkan bisanya dengan menggunakan
rahangnya dan memutar tubuhnya. Mereka dapat menyengat bisa berkali-kali.
C. Klasifikasi
- gigitan atau serangan tunggal dari serangga.
- serangan lebah, tawon, atau semut api.
D. Patofisiologi
Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun) yang disebut Pteromone.
Pteromone ini tersusun dari protein dan substansi lain atau bahan kimia yang mungkin
memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan,
bengkak, dan rasa gatal di lokasi yang tersengat yang akan hilang dalam beberapa jam.
Gigitan atau sengatan dari lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api dapat
menyebabkan reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap mereka.
Kematian yang diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari pada kematian yang
diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalam
menyengat.
Apabila gigitan terjadi pada area mulut atau kerongkongan, pteromone yang dikeluarkan
oleh serangga akan menyebabkan menyempitnya saluran pernafasan sehingga dapat
mengakibatkan susah bernapas yang akan berlanjut pada syok anafilaksis, dan bisa
berakhir pada kematian.
E. Kondisi kegawatan
 Terkejut (shock). Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah tidak
mendapatkan masukan darah yang cukup untuk organ-organ penting (vital)
 Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau kerongkongan
/tenggorokan
 Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak kaki, dan selaput
lendir  (angioedema)
 Pusing dan kacau
 Mual, diare, dan nyeri pada perut
 Rasa gatal dengan bintik- bintik merah dan bengkak 
F. Pemeriksaan Penunjang
 Auspitz sign .
 Pemeriksaan mengunakan kertas minyak..
 Anamnesis pasien
G. Penatalaksanaan Medis

Seperti kasus-kasus emergensi lainnya, tujuan utama adalah untuk mempertahankan


pasien sampai mereka tiba di instalasi gawat darurat. Sering penatalaksanaan dengan
autentisitas yang kurang lebih memperburuk daripada memperbaiki keadaan, termasuk
membuat insisi pada luka gigitan, menghisap dengan mulut, pemasangan turniket,
kompres dengan es, atau kejutan listrik. Perawatan di lapangan yang tepat harus sesuai
dengan prinsip dasar emergency life support. Tenangkan pasien untuk menghindari
hysteria selama implementasi ABC (Airway, Breathing, Circulation).

H. Penatalaksanaan Keperawatan
Perawatan definitif meliputi pengecekan kembali ABC dan mengevaluasi pasien atas
tanda-tanda syok (seperti takipneu, takikardi, kulit kering dan pucat, perubahan status
mental, hipotensi). Rawat dahulu keadaan yang mengancam nyawa. Korban dengan
kesulitan bernafas mungkin membutuhkan endotracheal tube dan sebuah mesin ventilator
untuk menolong korban bernafas. Korban dengan syok membutuhkan cairan intravena
dan mungkin obat-obatan lain untuk mempertahankan aliran darah ke organ-organ vital.
Semburan bisa ular sendok, apabila mengenai mata, dapat mengakibatkan iritasi
menengah dan menimbulkan rasa pedih yang hebat. Mencucinya bersih-bersih dengan air
yang mengalir sesegera mungkin dapat membilas dan menghanyutkan bisa itu,
mengurangi iritasi dan mencegah kerusakan yang lebih lanjut pada mata.
Penderajatan envenomasi membedakan kebutuhan akan antivenin pada korban gigitan
ular-ular viper. Derajat dibagi dalam ringan, sedang, atau berat.
a. Envenomasi ringan ditandai dengan rasa sakit lokal, edema, tidak ada tanda-tanda
toksisitas sistemik, dan hasil laboratorium yang normal.
b. Envenomasi sedang ditandai dengan rasa sakit lokal yang hebat; edema lebih dari 12
inci di sekitar luka; dan toksisitas sistemik termasuk nausea, vomitus dan penyimpangan
pada hasil laboratorium (misalnya penurunan jumlah hematokrit atau trombosit).
c. Envenomasi berat ditandai dengan ptekie, ekimosis, sputum bercampur darah,
hipotensi, hipoperfusi, disfungsi renal, perubahan pada protrombin time dan
tromboplastin time parsial teraktivasi, dan hasil-hasil abnormal dari tes-tes lain yang
menunjukkan koagulopati konsumtif. Penderajatan envenomasi merupakan proses yang
dinamis. Dalam beberapa jam, sindrom ringan awal dapat berkembang menjadi sedang
bahkan reaksi yang berat. Beri antivenin pada korban gigitan ular koral sebagai standar
perawatan jika korban datang dalam 12 jam setelah gigitan, tanpa melihat adanya tanda-
tanda lokal atau sistemik. Neurotoksisitas dapat muncul tanpa tanda-tanda sebelumnya
dan berkembang menjadi gagal nafas.Bersihkan luka dan cari pecahan taring ular atau
kotoran lain. Suntikan tetanus diperlukan jika korban belum pernah mendapatkannya
dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Beberapa luka memerlukan antibiotik untuk
mencegah infeksi.

I. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Pada sengatan serangga mungkin ditemukan :
~ Mendesah
~ Sesak nafas
~ Tenggorokan sakit atau susah berbicara
~ Pingsan atau lemah
~ Infeksi
~ Kemerahan
~ Bengkak
~ Nyeri
~ Gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan
2) Tujuan Kriteria Hasil
~ Meredakan nyeri
~ Mencegah peradangan akut
~ Menangani penyebab, Memperbaiki suplai darah ke jaringan
3) Intervensi Keperawatan

- Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi


Tujuan : Meredakan nyeri
Intervensi
1. Sengat kalau masih ada dicabut dengan pinset
R/ : mengeluarkan sengat serangga yang masih tertinggal
2. Berikan kompres dingin
R/ : meredakan nyeri dan mengurangi bengkak
3. Lakukan tehnik distraksi relaksasi
R/ : mengurangi nyeri
4. Kolaborasi dalam pemberian antihistamin seperti diphenhidramin (Benadryl)
dalam bentuk krim/salep atau pil, losion Calamine
R/ : mengurangi gatal – gatal
- Syok berhubungan dengan tidak adekuatnya peredaran darah ke jaringan
Tujuan : Menangani penyebab, Memperbaiki suplai darah ke jaringan
Intervensi
1. Atasi setiap penyebab shock yang mungkin dapat di atasi (perdarahan luar)
R/: Mengurangi keparahan
2. Pasien dibaringkan kepala lebih rendah.
R/: Kepala lebih rendah supaya pasien tidak hilang kesadaran
3. Kaki di tinggikan dan di topang
R/: Meningkatkan suplai darah ke otak
4. Longgarkan pakaian yang ketat atau pakaian yang menghalangi
R/: Sirkulasi tidak terganggu
5. Periksa dan catat pernapasan nadi dan tingkat reaksi tiap 10 menit
R/: Mengetahui tingkat perkembangan pasien

- Rasa gatal, bengkak dan bintik – bintik merah berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : Mencegah peradangan akut
Intervensi
1. Pasang tourniket pada daerah di atas gigitan
R/: Mencegah tersebarnya racun ke seluruh tubuh
2. Bersihkan area yang terkena gigitan dengan sabun dan air untuk menghilangkan
partikel yang terkontaminasi oleh serangga (seperti nyamuk).
R/: Untuk menghindari terkontaminasi lebih lanjut pada luka
3. Kolaborasi dalam pemberian antihistamin dan serum Anti Bisa Ular (ABU)
polivalen i.v dan disekitar luka. ATS dan penisilin procain 900.000 IU
R/: Mencegah terjadinya infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Lebih Baik Mencegah Daripada Mengobati.


http://jakarta.indonetwork.co.id/pestcontrol_terminix/pest-control-terminix.htm. Diakses pada
tanggal 31 Desember 2007

Carie,2012.Sengatan Hewan Laut.Terdapat:http://www.healthline.com/health/marine-animal-


stings-or-bites(diakses tanggal 9 September 2014)

Carpenito-Moyet, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta.  Penerbit


Buku Kedokteran: EGC.

Doenges, M.E,dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Hatori,Dedi Misba.2014.Cara Mengatasi Gigitan Ubur-


Ubur.Terdapat: http://www.pencintapengobatan alami,com/health/cara-alami- mengobati-
sengatan- ubur-ubur.html.(diakses tanggal 9 September 2014).

NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta. Penerbit


Buku Kedokteran.:EGC.

Majid, Mohamed Isa Abd. 2002. Mengendalikan Sengatan Serangan Pada Anak –
Anak.http://www.prn2.usm.my/mainsite/bulletin/kosmik/2002/kosmik1.html
Riza. Penanganan Pada Gigitan Ular. http://ms.wikipedia.org/wiki. Diakses pada tanggal 31
Desember 2007.
http://nerssyamsi.blogspot.com/2012/01/konsep-kegawatdaruratan-pada-pasien.html
Rohmi, Nur. 17 Desember 2006. Insect Bites. http://www.fkui.org.htm.
LAPORAN PENDAHULUAN

OVERDOSIS

Disusun Oleh :

NAMA : Farizal Anggoro Aji

NIM : C2017040

KELAS : VI A

MATKUL : KEP GAWAT DARURAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA

2020
LAPORAN PENDAHULUAN OVERDOSIS

A. Pengertian
Over dosis obat merupakan keadaan tubuh yang mengalami karajunan obat yang berlebih
didalam tubuh. Biasanya kejadian ini terjadi pada penguna NAPZA dan para lansia.
Overdosisi obat terjadi ketika seseorang mengonsumsi lebih dari dosis resp atau obat
yang dijual bebas.
Over dosis obat adalah obat yang masuk kedalam tubuh manisia tidak sesuai dengan
resep yang telah dianjurkan.
B. Etiologi
1) Usia tua biasanya paling sering
2) Mengkonsumsi berbagai jenis Narkoba
3) Penakit-penyakit yang mempunyai metabolisme menurun.
C. Klasifikasi
Klsifikasi zat kimia berdasarkan toksisitas relatif. Klasifikasi umum sebagai berikut :
Kategori LD50
Super toksik 5 mg/kg atau kurang
Sangat toksik 5-50 mg/kg
Toksik 50-500 mg/kg
Cukup toksik 0,5-5 g/kg
Sedikit toksik 5-15 g/kg
Tidak Toksik > 15 g/kg
D. Patofisiologi
Ketika seseorang mengalami overdosis obat ada beberapa saluran yang terganggu yaitu
saluran cerna dan saluran pernapasan. di saluran pencernaan akan menimbulkan mual,
muntah dan diare, sedangkan pada saluran pernapasan terjadi korosi di trakea sehingga
terjadi pembengkakan atau edema pada laring. Pembengkakan ini lah yang akan
menghambat jalan napasa atau terjadilah obstruksi jalan napas. Di salauran pencernaan
dan saluaran pernapasan pembulu darah terganggu karena darah menyerap obat dalam
jumlah yang banyak, terganggunya ini akan mengakibatkan gangguan saraf otonom yang
akan menyebabkan nyeri kepala, kelemahan dan gangguan di pusat pernapasan. Di pusat
pernapasan yang terganggu pernapasan pasien akan cepat dan dalam yang akan
mengakibatkan alkolisis respiratori.
E. Kondisi Kegawatan
1) Penurunan kesadaran
2) Nafas kurang dari 12 kali/menit
3) Sianosis dibagian kuku, bibir
4) Terdapat suara gemuru seperti ngorok sulit bernafas
Beberapa gejala umum yang terkait dengan keadaan overdosis adalah nyeri dada yang
parah, kejang, sakit kepala parah, kesulitan bernapas, mengigau, agitasi ekstrem atau
kecemasan.
F. Pemeriksaan penunjang
1) Analisa gas darah dan EKG
G. Penatalaksnaan Medis

1. Airway
Faktor yang paling banyak berpengaruh terhadap kematian
akibat overdosis obat dan keracunan adalah karena kehilangan
refleksi perlindungan jalur nafas dengan obstruksi jalur nafas yang
disebabkan oleh lidah yang kaku. Optimasi posisi jalan nafas dan
lakukan intubasi endotrakeal jika perlu. Penggunaan segera
naloxon atau flumazenil dapat menyadarkan pasien yang
keracunan opioid atau benzodiazepin berturut-turut sehingga
intubasi endotrakeal tidak perlu dilakukan (Olson, 2004).
2. Breathing
Untuk menguji pernafasan yang adekuat dilakukan dengan
mengukur gas darah arteri. Pada pasien yang memiliki kadar pCO 2
darah naik (misalnya >60mm Hg) mengindikasikan pernafasan
perlu dibantu dengan ventilasi. Jangan menunggu sampai pCO2
pasien diatas 60mmHg untuk memulai ventilasi (Olson, 2004).
3. Circulation
Sirkulasi yang cukup diuji dengan mengukur tekanan darah,
denyut nadi dan ritme. Lakukan Cardiopulmonary resuscitation
(CPR) jika tidak terasa denyut nadi dan lakukan Advanced Cardiac
Life support (ACLS) jika terjadi aritmia dan shock. Berikan infus
cairan dengan ringert laktat, larutan dekstrosa 5% dalam air atau
normal salin. Pada pasien yang memiiki sakit yang serius (koma,
hipotensi, kejang) pasang alat kateter di kandung kemih dan urin
diambil untuk uji toksisitas racun dan pengeluaran urin tiap jam
(Olson, 2004).
4. Dekontaminasi
Dekontaminasi bertujuan untuk mengurangi absorbsi racun di
dalam tubuh dan dilakukan bergantung cara masuk bahan racun.
a. Dekontaminasi permukaan
1) Kulit
Agen korosif dapat dengan cepat melukai kulit dan harus
dihilangkan segera. Untuk dekontaminasi racun di kulit
harus berhati-hati sehingga petugas kesehatan yang
menangani tidak ikut terkontaminasi. Kenakan alat
pelindung (sarung tangan, pakaian, dan kacamata) dan
mencuci daerah yang terkena dengan segera. Lepaskan
pakaian yang terkontaminasi dan daerah yang terkena
dialirkan dengan air yang banyak. Cuci dengan hati-hati di
belakang telinga, di bawah kuku, dan lipatan kulit. Gunakan
sabun dan sampo untuk zat berminyak (Olson, 2004
2) Mata
Kornea sangat sensitif terhadap agen korosif dan
hidrokarbon. Mata yang terkena disiram dengan air keran
yang banyak atau salin. Jika tersedia, berikan anestesi lokal
tetes mata untuk memfasilitasi irigasi. Jika racun adala asam
atau basa, periksa pH airmata korban setelah irigasi dan
irigasi diteruskan jika pH tetap normal. Setelah irigasi
selesai, periksa konjungtiva dan permukaan kornea.
Lakukan pemeriksaan fluorescein mata untuk melihat
adanya cedera kornea. Pasien dengan konjungtiva serius
atau cedera kornea harus dirujuk ke dokter spesialis mata
segera (Olson, 2004)
3) Inhalasi
Jauhkan korban dari paparan gas beracun kemudian
periksa dan berikan oksigen bila tersedia. Lakukan ventilasi
bila perlu. Amati edema saluran nafas bagian atas yang
ditandai oleh suara serak (Olson, 2004)
b. Dekontaminasi saluran cerna
1) Muntah
Sirup ipekak dapat diberikan untuk merangsang muntah
dan akan efektif jika racun sudah tertelan kurang dari satu
jam dan diberikan dengan cepat. Setelah sirup ipekak
diberikan muntah akan terjadi dalam waktu 20-30 menit.
Pemberian sirup ipekak secara oral sebanyak 30 ml untuk
dewasa dan 15 ml untuk anak dibawah 5 tahun, 10 ml untuk
anak dibawah 1 tahun dan tidak direkomendasikan untuk
anak dibawah 6 bulan. Setelah 2-3 menit, berikan 2-3 gelas
air. Jika muntah tidak terjadi setelah 20 menit dari waktu
pemberian, pemberian sirup ipekak dapat diulang. Ipekak
tidak boleh diberikan jika penyebab keracunan adalah agen
konvulsan (antidepresan trisiklik, opioid, kokain, isoniazid),
tertelan agen korosif (asam atau basa), dan tertelan
hidrokarbon alifatik (Olson, 2004)

2) Bilas lambung
Bilas lambung dilakukan untuk menghilangkan obat atau
racun dalam bentuk padat dan larutan, untuk memberikan
arang aktif pada pasien yang tidak bisa menelan dan untuk
melarutkan dan mengeliminasi agen korosif dari perut dan
mengosongkan perut untuk keperluan endoskopi. Bilas
lambung dapat dilakukan bila pasien dalam keadaan sadar
atau apabila napas telah dilindungi oleh pipa endotrakeal
(Olson, 2004)
3) Katarsis
Katarsis dilakukan untuk mempercepat pengeluaran
toksin dari dalam saluran cerna namun hal ini masih
kontroversi karena belum ada penelitian ilmiah yang
membuktikan hal tersebut. Agen katarsis (10% magnesium
sitrat 3-4ml/kg atau 70% sorbitol 1-2 ml/kg) diberikan
bersamaan dengan arang aktif atau dicampur membentuk
bubur. Ulangi satu sengah kali dosis tersebut jika setelah 6-8
jam pemberian tidak ada arang aktif dalam tinja (Olson,
2004)
4) Arang aktif
Arang aktif banyak digunakan sebagai penyerap racun.
Hanya beberapa racun yang sedikit diserap oleh arang aktif
seperti alkali, sianida,vetanol, fluorida, litium dan besi.
Berikan arang aktif 60-100g (1g/kg) per oral atau melewati
gastric tube. Jika jumlah racun yang tertelan diketahui pasti,
berikan paling tidak 10 kali dosis racun. Tambahkan satu
atau dosis arang aktif pada interval 1-2 jam untuk
dekontaminasi lambung yang adekuat (Olson, 2004).
5. Antidotum
Antidotum hanya tersedia untuk beberapa obat dan racun.
Antidotum yang paling sering digunakan adalah Asetilsistein
untukkeracunan parasetamol dan naloxon untuk keracunan opioid.

H. Penatalaksanan Perawatan
Lakukan perawatan umum untuk mengatasi pernafasan, syok dan lakukan pemeriksaan
fisik dan lakukan terapi dan beriakn penenang.
Ada 4 terapi yang harus dilakukan:
1) Cognitive Behavior Therapy
2) Medicariob Assisted Treatmen
3) Individual conseling
4) Group conseling
I. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Pengkajian difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan nafas dan sirkulasi
yang mengancam jiwa. Adanya gangguan asam basa , keadaan status jantung, status
kesadaran. Riwayat kesadaran : Riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan,
berapa lama diketahui setelah keracunan ada masalah lain sebagai pencetus keracunan
dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya
2) Kriteria Hasil
- Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat
- Mempertahankan  pola napas tetap efektif
- Mempertahankan tingkat kesadaran klien (komposmentis)
3) Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

- Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan distress pernapasan

- Resiko kekurangan cairan tubuh.

- Penurunan kesadaran  berhubungan dengan depresi sistem saraf  pusat

4) Rencana Asuhan Keperawatan Pada Kasus Intoksikasi

- Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan efek toksik pada mioakrd

Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat

 Intervensi :

vKaji adanya perubahan tanda-tanda vital.

Rasional : Data tersebut berguna dalam menentukan perubahan perfusi

v  Kaji daerah ekstremitas dingin,lembab,dan sianosis

Rasional : Ekstremitas yang dingin,sianosis menunjukan penurunan perfusi jaringan


v  Berikan kenyamanan dan istirahat

Rasional :  Kenyamanan fisik memperbaiki kesejahteraan pasien istirahat mengurangi


komsumsi oksigen

v  Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antidotum

Rasional : Obat antidot (penawar) dapat mengakumulasi penumpukan racun.

- Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pernapasan

Tujuan : Mempertahankan  pola napas tetap efektif

Intervensi :

v  Observasi tanda-tanda vital.

Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien dalam menentukan tindakan


selanjutnya

v  Berikan O2 sesuai anjuran dokter

Rasional : Terapi oksigen meningkatkan suplai oksigen ke jantung

v  Jika pernafasan depresi ,berikan oksigen(ventilator) dan lakukan suction.

Rasional :  Ventilator bisa membantu memperbaiki depresi jalan napas

v  Berikan kenyamanan dan istirahat pada pasien dengan memberikan asuhan


keperawatan individual

Rasional : Kenyamanan fisik akan memperbaiki kesejahteraan pasien dan mengurangi


kecemasan,istirahat mengurangi komsumsi oksigen miokard

- Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan dapat  mempertahankan


tingkat kesadaran klien (komposmentis)

Intervensi :

v  Monitor vital sign tiap 15 menit

Rasional : bila ada perubahan yang bermakna merupakan indikasi penurunan


kesadaran

v  Catat tingkat kesadaran pasien


Rasional : Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak.

v  Kaji adanya tanda-tanda distress pernapasan,nadi cepat,sianosis dan kolapsnya


pembuluh darah

Rasional : Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal,
jantung dan paru.

v  Monitor adanya perubahan tingkat kesadaran

v  Rasioanal : Tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup, meliputi


resusitasi : Airway, breathing, sirkulasi

v  Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti dotum

Rasional : Anti dotum (penawar racun) dapat membantu mengakumulasi


penumpukan racun.

DAFTAR PUSTAKA

Noer Syaifoellah,1996,Ilmu Penyakit Dalam,FKUI,Jakarta

Mansjoer Arif,2000, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media Aesculapius,FKUI,Jakarta

Suzanne C. Brenda G.2001,Keperawatan Medikal Bedah,EGC,Jakarta

Sumber : Http/www.indonesianurse.htm

Pamela. (2011). Pedoman Keperawatan Emergensi.jakarta:EGC

Brester Jay Micheal. (2007). Manual Kedokteran Darurat.Jakarta:EGC


enters for Disease control and Prevention. (2020). Overdose Death rates.

Retrieved from National Institute on Drug Abuse website

https://www.drugabuse.gov/related-topics/trends-statistics/overdosedeath-rates

Rubenstein David. (2003).Kedokteran Klinis.Jakarta:Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai