Anda di halaman 1dari 54

TUGAS

TRAUMA ABDOMEN

Farizal Anggoro Aji


DEFINISI
TRAUMA ABDOMEN

❑ Trauma adalah cedera/rudapaksa atau


kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2002).
❑ Trauma abdomen adalah cedera pada
abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja
atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
ETIOLOGI
TRAUMA ABDOMEN

TRAUMA PADA ABDOMEN DISEBABKAN OLEH 2 KEKUATAN


YANG MERUSAK, YAITU :
• PAKSAAN /BENDA TUMPUL
MERUPAKAN TRAUMA ABDOMEN TANPA PENETRASI KE
DALAM RONGGA PERITONEUM.
• TRAUMA TEMBUS
MERUPAKAN TRAUMA ABDOMEN DENGAN PENETRASI KE
DALAM RONGGA PERITONEUM. LUKA TEMBUS PADA
ABDOMEN DISEBABKAN OLEH TUSUKAN BENDA TAJAM
ATAU LUKA TEMBAK..
KLASIFIKASI
TRAUMA ABDOMEN

❖ TRAUMA PADA DINDING ABDOMEN TERDIRI DARI:


- KONTUSIO DINDING ABDOMEN
- LASERASI
❖ TRAUMA ABDOMEN PADA ISI, ABDOMEN TERDIRI
DARI:
- PERFORASI ORGAN VISERAL INTRAPERITONEUM
- LUKA TUSUK (TRAUMA PENETRASI) PADA
ABDOMEN
- CEDERA THORAK ABDOMEN
PATOFISIOLOGI
TRAUMA ABDOMEN
Kegawatan Pasien
Trauma Abdomen

❖ PADA TRAUMA NON-PENETRASI (TUMPUL) BIASANYA


TERDAPAT ADANYA:
- JEJAS ATAU RUFTUR DIBAGIAN DALAM ABDOMEN
- PERDARAHAN INTRA ABDOMINAL.
- APABILA TRAUMA TERKENA USUS, MORTILISASI USUS
TERGANGGU
- KEMUNGKINAN BUKTI KLINIS TIDAK TAMPAK SAMPAI
BEBERAPA JAM SETELAH TRAUMA.
- CEDERA SERIUS DAPAT TERJADI WALAUPUN TAK
TERLIHAT TANDA KONTUSIO PADA DINDING ABDOMEN.
Kegawatan Pasien
Trauma Abdomen

❖ PADA TRAUMA PENETRASI BIASANYA TERDAPAT:

- TERDAPAT LUKA ROBEKAN PADA ABDOMEN.


- LUKA TUSUK SAMPAI MENEMBUS ABDOMEN.
- PENANGANAN YANG KURANG TEPAT BIASANYA
MEMPERBANYAK PERDARAHAN/MEMPERPARAH
KEADAAN.
- BIASANYA ORGAN YANG TERKENA PENETRASI BISA
KELUAR DARI DALAM ANDOMEN.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TRAUMA ABDOMEN

- FOTO THORAKS
- PEMERIKSAAN DARAH RUTIN
- PLAIN ABDOMEN FOTO TEGAK
- PEMERIKSAAN URINE RUTIN
- VP (INTRAVENOUS PYELOGRAM)
- DIAGNOSTIK PERITONEAL LAVAGE (DPL)
- ULTRASONOGRAFI DAN CT SCAN
PENATALAKSANAAN
TRAUMA ABDOMEN
MENURUT SMELTZER, (2002) PENATALAKSANAAN ADALAH :
- ABDOMINAL PARACENTESIS MENENTUKAN ADANYA
PERDARAHAN DALAM RONGGA PERITONIUM, MERUPAKAN
INDIKASI UNTUK LAPAROTOMI
- PEMASANGAN NGT MEMERIKSA CAIRAN YANG KELUAR
DARI LAMBUNG PADA TRAUMA ABDOMEN
- PEMBERIAN ANTIBIOTIK MENCEGAH INFEKSI
- PEMBERIAN ANTIBIOTIKA IV PADA PENDERITA TRAUMA
TEMBUS ATAU PADA TRAUMA TUMPUL BILA ADA
PERSANGKAAN PERLUKAAN INTESTINAL.
PENATALAKSANAAN
TRAUMA ABDOMEN
- PRIORITAS UTAMA ADALAH MENGHENTIKAN
PERDARAHAN YANG BERLANGSUNG. - GUMPALAN
KASSA DAPAT MENGHENTIKAN PERDARAHAN YANG
BERASAL DARI DAERAH TERTENTU, TETAPI YANG
LEBIH PENTING ADALAH MENEMUKAN SUMBER
PERDARAHAN ITU SENDIRI
- KONTAMINASI LEBIH LANJUT OLEH ISI USUS HARUS
DICEGAH DENGAN MENGISOLASIKAN BAGIAN USUS
YANG TERPERFORASI TADI DENGAN MENGKLEM
SEGERA MUNGKIN SETELAH PERDARAHAN
TERATASI.
ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA ABDOMEN
A. PENGKAJIAN
- IDENTITAS PASIEN
- DASAR PEMERIKSAAN FISIK ‘HEAD TO TOE’
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
- DX 1: KEKURANGAN VOLUME CAIRAN BERHUBUNGAN
DENGAN PERDARAHAN
- DX 2:NYERI BERHUBUNGAN DENGAN ADANYA TRAUMA
ABDOMEN ATAU LUKA PENETRASI ABDOMEN
- DX 3: RESIKO INFEKSI BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN
PEMBEDAHAN, TIDAK ADEKUATNYA PERTAHANAN
TUBUH.
- DX 4: GANGGUAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN
TUBUH B/D INTAKE YANG KURANG.
ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA ABDOMEN

D. Evaluasi
Setelah mendapat implementasi keperawatan,
maka pasien dengan trauma abdomen diharapkan sebagai berikut:
• Kebutuhan cairan terpenuhi.
• Nyeri dapat hilang atau terkontrol.
• Tidak terjadinya infeksi, dan kebutuhan nutrisi terpenuhi
TERIMA KASIH
MAKALAH
TRAUMA ABDOMEN

Disusun oleh:
Farizal Anggoro Aji (C2017040)

Universitas Aisyiyah Surakarta

TA. 2019/2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak lupa
sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena atas rahmat
dan karunia Allah tugas ini dapat kami selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing, dan teman–teman semua yang telah berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini.

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas akademik terstruktur keperawatan gawat darurat I
Program Studi S1 Keperawatan dan untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami
makalah ini.

Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, semua krtik dan saran senantiasa kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini
agar menjadi lebih baik.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1

A. Latar belakang .............................................................................................1


B. Tujuan penulisan ........................................................................................2
Tujuan umum .......................................................................................2
Tujuan khusus ......................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................3

A. Definisi trauma abdomen. ..........................................................................3


B. Klasifikasi trauma abdomen. ......................................................................4
C. Etologi trauma abdomen. ............................................................................5
D. Patofisiologi trauma abdomen. ...................................................................5
E. Manifestasi klinis trauma abdomen. ...........................................................8
F. komplikasi trauma abdomen. ......................................................................8
G. Pemeriksaan penunjang trauma abdomen. ..................................................9
H. Penatalaksanaan trauma abdomen. ...........................................................10

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN .........................13

A. Pengkajian .................................................................................................13
B. Diagnosa ...................................................................................................14
C. Intervensi...................................................................................................14
D. Evaluasi ....................................................................................................16

BAB IV PENUTUP ...................................................................................................17

A. Kesimpulan ..............................................................................................17
B. Saran ........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot perut
pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah dorsal.
Bagian atas abdomen berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas abdomninalis
berbatasan dengan cavitas thorax atau rongga dada melalui otot diafragma dan
sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga panggul.

Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan membran serosa
yang dikenal dengan sebagai peritoneum parietalis. Membran ini juga membungkus
organ yang ada di abdomen dan menjadi peritoneum visceralis.

Pada vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti


sebagian besar organ sistem pencernaan, sistem perkemihan. Berikut adalah organ
yang dapat ditemukan di abdomen: komponen dari saluran cerna: lambung (gaster),
usus halus, usus besar (kolon), caecum, umbai cacing atau appendix; Organ pelengkap
dai saluran cerna seperti: hati (hepar), kantung empedu, dan pankreas; Organ saluran
kemih seperti: ginjal, ureter, dan kantung kemih (vesica urinaria); Organ lain seperti
limpa (lien).

Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik


akibat kegawatan dirongga abdomen yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri
sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang
sering berpa tindakan beda, misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan,
infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang
mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis.

Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya
jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat
disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan
velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ.
Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ
multipel.

Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk terkena


injury yang bisa saja merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita mungkin
hanya mengenal luka robek atau luka sayatan saja namun ternyata di luar itu masih
banyak lagi luka/trauma yang dapat terjadi pada daerah abdomen.

Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya


lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik
diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma
tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini
diperlukan untuk pengelolaan secara optimal.

Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma, gejala


dan tanda yang ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat
kewaspadaan yang tinggi untuk dapat menetapkan diagnosis.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum:
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur
keperawatan gawat darurat I dan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa/i
tentang trauma abdomen dan tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
trauma abdomen.

2. Tujuan khusus:

a. Untuk mengetahui definisi dari trauma abdomen.


b. Untuk mengetahui klasifikasi trauma abdomen.
c. Untuk mengetahui etiologi. trauma abdomen.
d. Untuk mengetahui patofisiologi trauma abdomen.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen.
f. Untuk mengetahui komplikasi trauma abdomen.
g. Untuk mengetahui pemeriksaan medis. trauma abdomen.
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan. trauma abdomen.
i. Untuk mengetahui asuhan keperawatan trauma abdomen.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi

Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen


yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama
organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus
besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen.
(Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli 2000).

Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional


(Dorland, 2002).

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).

Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau
tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih
bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).

Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ (Sjamsuhidayat, 1997).
B. Klasifikasi

Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :


1. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat
cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah
dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.

2. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen
harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.

Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.

Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002)
terdiri dari:

a. Perforasi organ viseral intraperitoneum


Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera
pada dinding abdomen.

b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen


Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli
bedah.

c. Cedera thorak abdomen


Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri
diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
C. Etiologi

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada
abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan
kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan
yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul
lainnya.

Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma
abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit
menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :

1. Paksaan /benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum.


Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau
pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan,
ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas.

2. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum.


Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka
tembak..

D. Patofisiologi

Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat


kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor–faktor
fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi
berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh
yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan
yang menghentikan tubuh juga penting.

Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh.
Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang
sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya
walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua
keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya
yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap
permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme:

1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan
dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar
dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.

2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae
atau struktur tulang dinding thoraks.

3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya


robek pada organ dan pedikel vaskuler..
Pathway

Trauma paksa (jatuh, benda Trauma benda tajam (Pisau,


tumpul, kompresi dll) peluru, dll)

Gaya predisposisi trauma > elastisitas & Viskositas tubuh

Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi

Trauma Abdomen

Trauma Tajam Trauma Tumpul

Kerusakan Kerusakan organ Kerusakan Kompresi organ abdomen


Jaringan Kulit abdomen jaringan vaskuler

Perdarahan intra
Luka terbuka Perforasi lapisan Perdarahan abdomen
abdomen(Kontusio,
Laserasi, jejas,
hematoma) Resiko Peningkatan TIA
Resiko kekurangan
infeksi volume cairan Distensi Abdomen

Nyeri akut
Syok Mual/muntah
Hipovilemik
Kerusakan
integritas kulit Resiko ketidak
seimbangan nutrisi
E. Manifestasi klinis

Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut


Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi
abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh,
nyeri spontan.

Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:

1. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen


2. Terjadi perdarahan intra abdominal.
3. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus
tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual,
muntah, dan BAB hitam (melena).
4. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
5. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding
abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
6. Terdapat luka robekan pada abdomen.
7. Luka tusuk sampai menembus abdomen.
8. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah
keadaan.
9. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :

1. Nyeri
2. Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul
di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
3. Darah dan cairan
4. Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh
iritasi.
5. Cairan atau udara dibawah diafragma
6. Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat
pasien dalam posisi rekumben.
7. Mual dan muntah
8. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
9. Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.

F. Komplikasi

Menurut smaltzer ( 2002), komplikasi dari trauma abdomen adalah :


1. Hemoragi
2. Syok
3. Cedera
4. Infeksi
G. Pemeriksaan penunjang

1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.

2. Pemeriksaan darah rutin


Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit
yang melebihi 20.000 /mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya
perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang
meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus
halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.

3. Plain abdomen foto tegak


Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retro
perineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.

4. Pemeriksaan urine rutin


Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri.
Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital.

5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma
pada ginjal

6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)


Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga
perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL inihanya alat diagnostik. Bila
ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).

a. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut:


• Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
• Trauma pada bagian bawah dari dada
• Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
• Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol,
cedera otak)
• Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
• Patah tulang pelvis

b. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut:


• Hamil
• Pernah operasi abdominal
• Operator tidak berpengalaman
• Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retro peritoneum.

Pemeriksaan khusus
a. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk
menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih
dari100.000 eritrosit /mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5
menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.

b. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung
sumber penyebabnya.

c. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.

H. Penatalaksanaan

Menurut Smeltzer, (2002) penatalaksanaan adalah :

1. Abdominal paracentesis menentukan adanya perdarahan dalam rongga


peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi
2. Pemasangan NGT memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma
abdomen
3. Pemberian antibiotik mencegah infeksi
4. Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada trauma tumpul
bila ada persangkaan perlukaan intestinal.
5. Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan hebat yang
meragukan kestabilan sirkulasi atau ada tanda-tanda perlukaan abdomen lainnya
memerlukan pembedahan
6. Prioritas utama adalah menghentikan perdarahan yang berlangsung. Gumpalan
kassa dapat menghentikan perdarahan yang berasal dari daerah tertentu, tetapi
yang lebih penting adalah menemukan sumber perdarahan itu sendiri
7. Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan mengisolasikan
bagian usus yang terperforasi tadi dengan mengklem segera mungkin setelah
perdarahan teratasi.

Sedangkan menurut (Hudak & Gallo, 2001). penatalaksanaannya adalah :

1. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian.
Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka
trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan
prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka
dan bersihkan jalan napas.

a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat
dagu,periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan
napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.

b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan
status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).

c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-
sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada
tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi
dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali kompresi dada dan 2
kali bantuan napas).

d. Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul):


• Stop makanan dan minuman
• Imobilisasi
• Kirim kerumah sakit

e. Penetrasi (trauma tajam)


• Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
• Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan
kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
• Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
• Imobilisasi pasien.
• Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
• Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
• Kirim ke rumah sakit.

2. Hospital

a. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang
ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk
menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka
masuk dan luka keluar yang berdekatan.

b. Skrinning pemeriksaan rontgen


Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intra
peritonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan
jalan peluru atau adanya udara retro peritoneum.

c. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning Ini di lakukan untuk


mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada

d. Uretrografi
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.

e. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung
kencing, contohnya pada:
• Fraktur pelvis
• Trauma non – penetrasi

3. Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit:

a. Pengambilan contoh darah dan urine


Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan
laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti
pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.

b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior dan pelvis
adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi
trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retro
peritoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan
laparotomi segera.

c. Study kontras urologi dan gastrointestinal


Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
ascendensatau decendens dan dubur.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN


A. Pengkajian

Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Brunner & Suddart (2001), adalah :

1. Aktifitas/istirahat
• Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
• Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera
(trauma)

2. Sirkulasi
• Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), polanapas (hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).

3. Integritas ego
• Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
• Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.

4. Eliminasi
• Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi.

5. Makanan dan cairan


• Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.
• Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.

6. Neurosensori.
• Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
• Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.

7. Nyeri dan kenyamanan


• Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
• Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.

8. Pernafasan
• Data Subyektif : Perubahan pola nafas.

9. Keamanan
• Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
• Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
B. Diagnosa keperawatan
1. DX 1: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
2. DX 2: Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen
3. DX 3: Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh.

4. DX 4: Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang.
C. Perencanaan keperawatan

No.Dx Tujuan Rencana Rasionl


1. Tujuan: Setelah Mandiri
diberikan tindakan — Kaji tanda-tanda vital. — untuk mengidentifikasi
keperawatan defisit volume cairan.
diharapkan volume — Pantau cairan — mengidentifikasi
cairan tidak parenteral dengan keadaan perdarahan,
mengalami elektrolit, antibiotik serta Penurunan
kekurangan. dan vitamin sirkulasi volume cairan
menyebabkan
Kriteria hasil:
kekeringan mukosa dan
➢ Intake dan output pemekatan urin. Deteksi
seimbang dini memungkinkan
➢ Turgor kulit baik terapi pergantian cairan
➢ Perdarahan (-) segera.
— Kaji tetesan infus. — awasi tetesan untuk
mengidentifikasi
Kolaborasi : kebutuhan cairan.
— Berikan cairan — cara parenteral
parenteral sesuai membantu memenuhi
indikasi. kebutuhan nuitrisi
tubuh.
— Cairan parenteral ( IV — Mengganti cairan dan
line ) sesuai dengan elektrolit secara adekuat
umur. dan cepat.
— Pemberian tranfusi — menggantikan darah
darah. yang keluar.
2. Tujuan: setelah Mandiri
diberikan tindakan — Kaji karakteristik — Mengetahui tingkat
keperawatan nyeri. nyeri klien.
diharapkan nyeri — Beri posisi semi — Mengurngi kontraksi
dapat hilang atau fowler. abdomen
terkontrol. — Anjurkan tehnik — Membantu mengurangi
manajemen nyeri rasa nyeri dengan
Kriteria hasil: seperti distraksi mengalihkan perhatian
— Managemant — lingkungan yang
➢ Skala nyeri 0
lingkungan yang nyaman dapat
➢ Ekspresi tenang
nyaman. memberikan rasa
nyaman klien
— Kolaborasi pemberian — analgetik membantu
analgetik sesuai mengurangi rasa nyeri.
indikasi.
3. Tujuan: setelah Mandiri
diberikan tindakan — Kaji tanda-tanda — Mengidentifikasi
keperawatan infeksi. adanya resiko infeksi
diharapkan infeksi lebih dini.
tidak terjadi. — Kaji keadaan luka. — Keadaan luka yang
diketahui lebih awal
Kriteria hasil: dapat mengurangi
resiko infeksi.
➢ Tanda-tanda
— Kaji tanda-tanda vital. — Suhu tubuh naik dapat
infeksi (-)
di indikasikan adanya
➢ Leukosit 5000-
proses infeksi.
10.000 mm3
— Lakukan cuci tangan — Menurunkan resiko
sebelum kntak dengan terjadinya kontaminasi
pasien. mikroorganisme.
— Lakukan pencukuran — Dengan pencukuran
pada area operasi klien terhindar dari
(perut kanan bawah infeksi post operasi
— Perawatan luka — Teknik aseptik dapat
dengan prinsip menurunkan resiko
sterilisasi. infeksi nosokomial
— Kolaborasi pemberian — Antibiotik mencegah
antibiotik adanya infeksi bakteri
dari luar.
4. Tujuan: setelah Mandiri
diberikan tindakan — Ajarkan dan bantu — Keletihan berlanjut
keperawatan klien untuk istirahat menurunkan keinginan
diharapkan nutrisi sebelum makan untuk makan.
pasien terpenuhi — Awasi pemasukan — Adanya pembesaran
diet/jumlah kalori, hepar dapat menekan
Kriteria hasil: tawarkan makan saluran gastro intestinal
sedikit tapi sering dan dan menurunkan
➢ Nafsu makan
tawarkan pagi paling kapasitasnya.
meningkat
sering.
➢ BB Meningkat
— Pertahankan hygiene — Akumulasi partikel
➢ Klien tidak lemah
mulut yang baik makanan di mulut dapat
sebelum makan dan menambah baru dan
sesudah makan . rasa tak sedap yang
menurunkan nafsu
makan.
— Anjurkan makan pada — Menurunkan rasa penuh
posisi duduk tegak. pada abdomen dan
dapat meningkatkan
pemasukan.
— Berikan diit tinggi — Glukosa dalam
kalori, rendah lemak karbohidrat cukup
efektif untuk
pemenuhan energi,
sedangkan lemak sulit
untuk
diserap/dimetabolisme
sehingga akan
membebani hepar..

D. Evaluasi
Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan trauma
abdomen diharapkan sebagai berikut:
1. Kebutuhan cairan terpenuhi.
2. nyeri dapat hilang atau terkontrol.
3. Tidak terjadinya infeksi
4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
BAB IV

PENUTUP
A. Keimpulan

Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga


abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen,
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus
halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur
abdomen. Trauma abdomen disebabkan oleh Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan,
kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian

B. Saran

1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan
kesehatan terutama pada trauma abdomen untuk pencapaian kualitas keperawatan
secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara
berkesinambungan.

2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan
karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna
maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya
penjelasan pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.

3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan menerapkan


asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan trauma abdomen.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
2. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC
3. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI : Jakarta
4. Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
5. Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Nama. : Farizal Anggoro Aji
Nim. : C2017040

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gigitan ular atau snake bite dapat disebabkan ular berbisa dan ular
tidak berbisa. Gigitan ular yang berbisa mempunyai akibat yang beragam
mulai dari luka yang sederhana sampai dengan ancamannyawa dan
menyebabkan kematian (BC&TLS, 2008).
WHO (World Health Organitation) menyebutkan sebanyak 5 juta
orang setiap tahun digigit ular berbisa sehingga mengakibatkan sampai 2,5
juta orang keracunan, sedikitnya 100.000 orang meninggal, dan sebanyak tiga
kali lipat amputasi serta cacat permanen lain (Bataviase, 2010).
Gigitan ular lebih umum terjadi di wilayah tropis dan di daerah
dimana pekerjaan utamanya adalah petani. Orang-orang yang digigit ular
karena memegang atau bahkan menyerang ular merupakan penyebab yang
signifikan di Amerika Serikat. Diperkirakan ada 45.000 gigitan ular per tahun
di Amerika Serikat, terbanyak pada musim panas, sekitar 8000 orang digigit
ular berbisa. Di Amerika Serikat, 76% korban adalah laki-laki kulit putih.
Studi nasional di negara tersebut melaporkan angka perbandingan
antara laki-laki dan perempuan adalah 9:1, dengan 50% korban berada pada
rentang usia 18-28 tahun. 96% gigitan berlokasi pada ekstremitas, dengan
56% pada lengan (Andimarlinasyam,2009).
Data tentang kejadian gigitan ular berbisa di Indonesia belum
diketahui secara pasti, tetapi pernah dilaporkan dari pulau Komodo di Nusa

1
Tenggara terdapat angka kematian 20 orang per tahun yang disebabkan
gigitan ular berbisa (Gunawan, 2009).
Di bagian Emergensi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dalam kurun
waktu 1996-1998 dilaporkan sejumlah 180 kasus gigitan ular berbisa.
Sementara di RSUD dr. Saiful Anwar Malang pada tahun 2004 dilaporkan
sejumlah 36 kasus gigitan ular berbisa. Estimasi global menunjukkan sekitar
30.000-40.000 kematian akibat gigitan ular (Sudoyo, 2010).
Berdasarkan data Rekam Medik di RSUD Pacitan, selama kurun
waktu 2009-2011 tercatat 88 kasus gigitan ular, 17 kasus dilakukan insisi pada
luka dan 71 kasus tidak dilakukan insisi dan sebagian besar disebabkan
gigitan ular bandotan yang merupakan salah satu jenis Viperidae. Ular berbisa
yang menggigit melakukan envenomasi (gigitan yang menginjeksikan bisa
atau racun), bisa ular melewati kelenjar bisa melalui sebuah duktus menuju
taring ular, dan akhirnya menuju mangsanya. Bisa ular tersebut mengandung
berbagai enzim seperti hialuronidase, fosfolipase A, dan berbagai proteinase
yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Bisa ular menyebar dalam
tubuh melalui saluran kapiler dan limfatik superfisial (Sartono, 2002).
Efek lokal luka gigitan ular berbisa adalah pembengkakan yang cepat
dan nyeri (Sudoyo, 2010). Korban yang terkena gigitan ular berbisa harus
segeramendapatkan pertolongan. Prinsip pertolongan pertama terhadap gigitan
ular adalah menghindarkan penyebaran bisa dan yang kedua adalah mencegah
terjadinya infeksi pada bagian yang digigit. Dulu pernah dikenal cara
perawatan ala John Wayne yaitu “iris, isap, dan muntahkan” (slice, suck and
spit) atau tindakan insisi, penghisapan dengan mulut dan dimuntahkan sebagai
upaya untuk mengeluarkan bisa dan mencegah penyebaran bisa ke seluruh
tubuh (Networkbali, 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari racun ular?

2
2. Bagaimana anatomi fisiologi pada kasus gigitan ular?
3. Apa etiologi keracunan bisa ular?
4. Apa saja manifestasi klinik gigitan ular?
5. Bagaimana patofisiologi kasus gigitan ular?
6. Apa komplikasi gigitan ular?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang / diagnostik ?
8. Bagaimana penatalaksanaan medik pada gigitan ular?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus gigitan ular?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pembahasan lengkap tentang masalah gigitan ular
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mampu:
a. Melakukan pengkajian kepada pasien dengan masalah gigitan ular
b. Menentukan diagnosa keperawatan dengan masalah gigitan ular
c. Merencanakan tindakan sesuai dengan masalah gigitan ular
d. Melaksanakan rencana tindakan yang sesuai dengan masalah
gigitan ular
e. Mengevaluasi hasil dari pelaksanaan yang telah dilakukan masalah
gigitan ular

D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang dilakukan oleh penulis yaitu dengan
melakukan study pustaka yang artinya penulis mengunjungi perpustakaan
yang ada di STIKes Perdhaki Charitas Palembang dan mencari referensi di
internet untuk melengkapi data dalam pembuatan makalah ini.

3
E. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : PEMBAHASAN
Terdiri dari: Konsep dasar medik, yaitu: pengertian, etiologi,
manifestasi klinik, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan
medik dan konsep dasar keperawatan, yaitu: pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan, patoflow diagram kasus.
BAB III: PENUTUP
Terdiri dari: Kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. Pengertian
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya
toksin bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang
dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ; beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan
racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana
binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang
bertujuan melumpuhkan mangsanya;sering kali mengandung factor letal.
Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator; racun bersifat
kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan.

2. Anatomi dan Fisiologi

5
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya
sekitar 16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya
sekitar 1,5 -1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai
6 mm tergantung dari letak, umur, dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada
kelopak mata, penis, labium minus, dan kulit bagian medial lengan atas.
Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung,
bahu, dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang
berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal
dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah
dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat. (Ganong,
2008).

3. Etiologi
Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat 3 famili ular yang
berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat
menyebabkan perubahan local, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa
yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan
yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi
gigitan dalam waktu 8 jam . Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2
macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan
jalan menghancurkan stroma lecethine ( dinding sel darah merah),
sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar
menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya

6
perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan,
dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-
jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-
jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka
gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan
peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan
melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limphe.

4. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan
ular,rasa terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang progresif. Bila
timbul parestesi, gatal, dan mati rasa perioral, atau fasikulasi otot fasial,
berarti envenomasi yang bermakna sudah terjadi. Bahaya gigitan ular racun
pelarut darah adakalanya timbul setelah satu atau dua hari, yaitu timbulnya
gejala-gejala hemorrhage (pendarahan) pada selaput tipis atau lender pada
rongga mulut, gusi, bibir, pada selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat
juga pada pori-pori kulit seluruh tubuh. Pendarahan alat dalam tubuh dapat
kita lihat pada air kencing (urine) atau hematuria, yaitu pendarahan melalui
saluran kencing. Pendarahan pada alat saluran pencernaan seperti usus dan
lambung dapat keluar melalui pelepasan (anus). Gejala hemorrhage biasanya
disertai keluhan pusing-pusing kepala, menggigil, banyak keluar keringat, rasa
haus,badan terasa lemah,denyut nadi kecil dan lemah, pernapasan pendek, dan
akhirnya mati.

5. Patofisiologi

7
Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein.
Jumlah bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies
dan usia ular. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan
temperatur. Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa bisa ular
merupakan protein yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel
dinding pembuluh darah, sehingga menyebabkan kerusakan membran plasma.
Komponen peptida bisa ular dapat berikatan dengan reseptor-reseptor yang
ada pada tubuh korban. Bradikinin, serotonin dan histamin adalah sebagian
hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular. Enzim yang terdapat pada bisa ular
misalnya L-arginine esterase menyebabkan pelepasan bradikinin.

6. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
b. Edema paru
c. Kematian
d. Gagal napas

7. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik


Pemeriksaan laboratorium dasar, Pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel
darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin,
waktu tromboplastin parsial,hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar
gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan
pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan
waktu retraksi bekuan.

8. Penatalaksanaan Medik
a. Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit.
Apabila penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-
satunya tindakan dilapangan adalah immobilisasi pasien dan pengiriman

8
secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4 jam dan jika envenomasi sudah
pasti, melakukan pemasangan torniket limfatik dengan segera dan insisi
dan penghisapan dalam 30 menit sesudah gigitan, immobilisasi, dan
pengiriman secepatnya, lebih baik pada suatu usungan, merupakan
tindakan yang paling berguna. Bila memungkinkan, pertahankan posisi
ekstremitas setinggi jantung. Jika dapat dikerjakan dengan aman, bunuhlah
ular tersebut untuk identifikasi.
b. Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan
laboratorium dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah
dan uji silang, waktu protombin, waktu tromboplastin parsial, hitung
trombosit, urinalisis, dan penentuan gadar gula darah, BUN, dan elektrolit.
Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel
darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
c. Derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam untuk menghindari
penilaian keliru dan envenomasi yang berat.
d. Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani
syok jika ada.
e. Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya
bila syok sudah diatasi dan anti bisa diberikan.
f. Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan
kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak, sesuai dengan jenis ular yang
menggigit apakah berbisa atau tidak.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Gejala tak segera muncul tetapi 15 menit sampai 2 jam kemudian setelah
korban digigit ular. Kondisi korban setelah digigit :
a. Reaksi emosi yang kuat, penglihatan kembar, mengantuk

9
b. Sakit kepala, pusing, dan pingsan
c. Mual atau muntah dan diare, gigitan biasanya pada tungkai atau kaki
d. Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar
e. Sukar bernapas dan berkeringat banyak

2. Diagnosa Keperawatan
a.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan reaksi endotoksin
b.Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada
hipotalamus
c.Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak
adekuat

3. Intervensi Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan reaksi endotoksin
Tujuan: Pertukaran gas kembali efektif
Intervensi :
- Auskultasi bunyi nafas
- Pantau frekuensi pernapasan
- Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
- Motivasi / Bantu klien latihan nafas dalam
- Observasi warna kulit dan adanya sianosis
- Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
- Batasi pengunjung klien
- Pantau seri GDA
- Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
- Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)

10
b.Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada
hipotalamus
Tujuan: Hipertermia dapat teratasi
Intervensi :
- Pantau suhu klien, perhatikan menggigil atau diaforesis
- Pantau suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur
- Beri kompres mandi hangat
- Beri antipiretik
- Berikan selimut pendingin

c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak


adekuat
Tujuan: Tidak terjadi infeksi
Intervensi :
- Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi
- Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas terhadap klien
- Ubah posisi klien sesering mungkim minimal 2 jam sekali
-Batasi penggunaan alat atau prosedur infasive jika memungkinkan
- Lakukan insfeksi terhadap luka alat infasif setiap hari
- Lakukan tehnik steril pada waktu penggantian balutan
- Gunakan sarung tangan pada waktu merawat luka yang terbuaka atau
antisipasi dari kontak langsung dengan ekskresi atau sekresi
- Pantau kecenderungan suhu mengigil dan diaforesis
- Inspeksi flak putih atau sariawan pada mulut
- Berikan obat antiinfeksi (antibiotic)

4. Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini dilaksanakan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan
yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara

11
optimal. Pelaksanaan tindakan keperawatan merupakan reaksi yang telah
ditetapkan dalam perencanaan keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Tahap ini merupakan kunci keberhasilan dalam proses keperawatan
yang diharapkan pada keadaan gawat darurat gigitan ular.
a. Menunjukan GDA dan frekuensi dalam batas normal dengan bunyi
nafas vesikuler
b. Tidak mengalami dispnea atau sianosis
c. Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
d. Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
e. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

12
6. Patoflow Diagram Kasus

Bisa Ular
(Polipeptida, enzim, protein)

Masuk ke dalam tubuh


melalui gigitan

Merusak sel-sel endotel


dinding pembuluh darah

Kerusakan membran plasma

Komponen peptida bisa ular


berikatan dengan reseptor

Bereaksi dan menimbulkan


Nyeri, rasa
bradikinin, serotonin, dan
terbakar, dan gatal
histamin

Toksik menyebar melalui


pembuluh darah

KERACUNAN GIGITAN
ULAR
13
PENATALAKSANAAN KERACUNAN GIGITAN PEMERIKSAAN
1. Bawa ke RS ULAR DIAGNOSTIK
secepatnya 1. Pemeriksaan
2. Evaluasi klinis lengkap Laboratorium Darah
Lengkap
3. Derajat envenomasi
harus dinilai dan
observasi 6 jam
4. Pertahankan posisi
ekstremitas setinggi
jantung
5. Insisi/non insisi sesuai
kondisi klien
Gangguan sistem neurologis Gangguan pada Gangguan
sistem Pernapasan
kardiovaskuler
Mengenai saraf yang
berhubungan dengan sistem Syok hipovolemik
pernapasan
Toksik masuk ke
pembuluh darah
Koagulopati
MK: Resti Oedema Paru hebat
Infeksi
Hipotensi
Gagal napas
Sukar Bernapas

MK: Kerusakan
pertukaran gas

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun
yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu. Salah
satu penyebab keracunan adalah gigitan ular. Gejala-gejala awal terdiri dari satu
atau lebih tanda bekas gigitan ular,rasa terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan
local yang progresif. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan
temperatur, sementara komplikasi yang dapat timbul, yaitu: syok hipovolemik,
edema paru, gagal napas, bahkan kematian. Untuk mengatasi hal tersebut maka
untuk pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit, lakukan
evaluasi klinis lengkap, derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam,
pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung, serta bila perlu eksplorsi bedah
dini sesuai dengan jenis gigitan apakah jenis ular berbisa atau tidak.
Kecepatan pertolongan sangat mempengaruhi keselamatan jiwa klien,
maka dari itu sebagai tenaga kesehatan kita hendaklah bersikap cepat tanggap
terhadap kasus-kasus kegawatdaruratan.

B. Saran
1. Dengan terselesaikannya tugas makalah ini kami berharap para pembaca
dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan Klien dengan Keracunan
Gigitan Ular.
2. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk membuat pembaca lebih
mengetahui dan menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Klien
dengan Keracunan Gigitan Ular.

15
DAFTAR PUSTAKA

Hafid, Abdul, dkk.2006.Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar Ilmu
Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta
http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/index.php/Int/article/view/39 diakses pada Sabtu, 16
Mei 2015 pukul 14.00 WIB
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/5-3-1.pdf diakses pada Sabtu, 16 Mei 2015 pukul
14.15 WIB

16

Anda mungkin juga menyukai