Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEPERAWATAN PSIKIATRI

“Isolasi Sosial”

Dosen Pembimbing: Feri Fernandes. NS. M.Kep. SpKepJ

Disusun Oleh:

Kelompok 8

Nurul Istiqamariah 2111312033

Ferlicia Wayuri 2111311015

Nabila Dwi Damayanti 2111312048

Rahma puspita novendi 2111313027

Angellyta verzir 2111313021

Frythariadini 2111313039

Muzafar Nashiruddin Q 2111311033

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS 2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " isolasi sosial”.Adapun tujuan dari
penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Keperawatan
Psikiatri. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca dan
juga bagi penulis mengenai “Isolasi Sosial”
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ns. Feri Fernandes, M.Kep.,Sp.Kep.J
selaku dosen mata kuliah Keperawatan Psikiatri yang telah memberikan tugas ini, sehingga
dapat menambah dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 22 Februari 2023

Kelompok 8
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................................................

BAB I.......................................................................................................................................

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................
1.3 Tujuan Makalah.........................................................................................................

BAB II......................................................................................................................................

2.1 Defenisi .......................................................................................................................


2.2 Tanda dan Gejala.......................................................................................................
2.3 Etiologi.........................................................................................................................
2.4 Rentang Respon Sosial...............................................................................................
2.5 Proses Terjadi (Predisposisi dan Presisptasi)..........................................................
2.6 Psikodinamika Isolasi Sosial .....................................................................................
2.7 Asuhan Keperawatan Teoritis..................................................................................

BAB III....................................................................................................................................

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................
3.2 Saran ...........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Isolasi Sosial atau Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami
ketidak mampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan
di sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering melakukan
kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien melakukan usaha
untuk melindungi diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku, pasien menarik diri
juga melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan emosionalnya, semakin
sering pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan yang dialami dalam mengembangkan
hubungan sosial dan emosional dengan orang lain .Dalam membina hubungan sosial,
individu berada dalam rentang respon yan adaptif sampai dengan maladaptif. Respon
adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan
yang berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu
dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
budaya.
Respon sosial dan emosional yang maladaptif sering sekali terjadi dalam kehidupan
sehari hari, khususnya sering dialami pada pasien menarik diri sehingga melalui
pendekatan proses keperawatan yang komprehensif penulis berusaha memberikan asuhan
keperawatan yang semaksimal mungkin kepada pasien dengan masalah keperawatan utama
kerusakan interaksi sosial : menarik diri. Menurut pengajar Departemen Psikiatri, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Surjo Dharmono, penelitian Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) di perbagai Negara menunjukkan, sebesar 20-30 persen pasien yang datang ke
pelayanan kesehatan dasar menunjukkan gejala gangguan jiwa. Bentuk yang paling sering
adalah kecemasan dan depresi.
Dari segi kehidupan sosial kultural, interaksi sosial adalah merupakan hal yang
utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya kerusakan interaksi
sosial : menarik diri akan menjadi suatu masalah besar dalam fenomen kehidupan, yaitu
terganggunya komunikasi yang merupakan suatu elemen penting dalam mengadakan
hubungan dengan orang lain atau lingkungan disekitarnya.

B. Rumusan masalah

1. Apa definisi dari isolasi sosial ?

2. Apa saja tanda dan gejala ?

3. Bagaimana proses terjadi ?

4. Apa saja pengkajian keperawatan ?


C. Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan sebagai berikut :


1. Mengetahui gambaran tentang asuhan keperawatan pada pasien yanng menderita

penyakit isolasi sosial

2. Mampu mendiagnosa keperawatan pada pasien yang mengalami isolasi sosial

3. Dapat mengetahui perencanaan keperawatan selanjutnya.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Laraia (2005) faktor predisposisi adalah faktor resiko yang menjadi
sumber terjadinya stres yang mempengaruhi tipe dan sumber dari individu untuk menghadapi
stres baik yang biologis, psikososial dan sosial kultural. Berbagai teori menjadi dasar pola
berpikir faktor predisposisi kesehatan jiwa. Factor predisposisi dibagi menjadi 3 aspek yaitu
biologis, psikologis, social budaya.
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah stimulus internal maupun eksternal yang mengancam individu.
Komponen faktor presipitasi terdiri atas sifat, asal, waktu dan jumlah stressor (Stuart &
Laraia, 2005).
Rentang Respon Sosial
Dalam membina suatu hubungan sosial, individu berada dalam rentang respon yang
adaptif hingga maladaptif. Respon adaptif merupakan suatu respon individu dalam
menyelesaikan suatu masalah yang dapat diterima oleh norma masyarakat. Sedangkan respon
maladaptif merupakan respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara yang
bertentangan dengan norma agama dan masyarakat.
Respon adaptif dan maladaptif tersebut adalah:
a. Menyendiri
Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah terjadi
atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-rencana.
b. Otonom
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam hubungan sosial, individu mampu menetapkan untuk interdependen dan
pengaturan diri.
c. Bekerjasama (Mutualisme)
Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi, dan menerima
dalam hubungan interpersonal.
d. Saling Ketergantungan (Interdependen)
Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar individu
dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
e. Merasa Sendiri (Loneliness)
Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri dan merasa asing dari lingkungannya.
f. Menarik Diri
Merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya dan tidak mampu
membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
g. Ketergantungan (Dependen)
Merupakan terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau
kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
h. Manifulasi
Merupakan gangguan hubungan sosial dimana individu memperlakukan orang lain
sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri.
i. Impulsif
Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang tidak dapat
diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar
dari pengalaman, tidak dapat diandalkan dan penilaian yang buruk.
j. Narsisme
Merupakan individu memiliki harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, pecemburuan, mudah marah jika tidak
mendapatkan pujian dari orang lain.

 Tanda dan Gejala


Menurut Zakiah, Hamid, & Susanti, (2018), tanda dan gejala yang dimilki isolasi social adalah
sebagai berikut :
1. Wajah murung
2. Sulit tidur
3. Gelisah
4. Lemah
5. Kurang bergairah
6. Malas beraktifitas
7. Menarik diri
8. Menjauhi orang lain
9. Tidak atau jarang melakukan komunikasi tidak ada kontak mata
10. Kehilangan minat,
11. Malas melakukan kegiatan sehari-sehari atau aktivitas sosial
12. Berdiam diri di kamar
13. Menolak hubungan dengan orang lain
14. Tidak mau menjalin persahabatan
 Etiologi
Isolasi sosial : menarik diri dapat terjadi dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan faktor
presipitasi.
a. Faktor predisposisi Menurut Fitria (2019) faktor predisposisi yang mempengaruhi
masalah isolasi sosial yaitu:
1. Faktor tumbuh kembang.
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas-tugas perkembangan yang
harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Apabila
tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan
sosial yang nantinya dapat menimbulkan suatu masalah.

Perkembangan Tugas

Masa Bayi Menetapka rasa percaya

Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku


mandiri

Masa pra sekolah Belajar menunjukkan sifat inisiatif,rasa tanggung


jawab dan hati nurani

Masa sekolah Belajar berkompetisi,bekerja sama,dan


berkompromi

Masa praremaja Menjalin hubungan dengan teman

Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara orang tua dan
teman, mencari pasangan, menikah dan mempunyai
anak

Masa tenga baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah


dilalui

Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan mengembangkan


perasaan ketertarikan dengan budaya

2. Faktor komunikasi dalam keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk
masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double
bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan
yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang
tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk hubungan dengan lingkungan
diluar keluarga.
3. Faktor sosial budaya
Norma-norma yang salah didalam keluarga atau lingkungan dapat
menyebabkan hubungan sosial, dimana setiap anggota keluarga yang tidak
produktif seperti lanjut usia, berpenyakit kronis dan penyandang cacat
diasingkan dari lingkungan sosialnya.
4. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi
gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang
mengalami masalah dalam hubungan memiliki struktur yang abnormal pada
otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam
limbic dan daerah kortikal.
b. Faktor presipitasi
Menurut Herman, (2015), terjadinya gangguan hubungan sosial juga dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stress orpresipitasi dapat
dikelompokan sebagai berikut:
1. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
2. Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat
kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat
terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak
terpenuhi kebutuhan individu.

Psikodinamika Isolasi Sosial


1. Etiologi
Pada setiap tahap tumbuh kembang individu terdapat tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan hubungan sosial, setiap individu harus
melewati masa bayi yang sangat tergantung dengan orang yang terpercaya, masa sekolah
anak dimulai mengenal hubungan yang lebih luas khususnya sekolah, masa remaja
dimana dekat dengan temannya tapi remaja mengembangkan keinginan orang tua dan
teman – temannya, masa dewasa muda adalah independent dengan teman atau orang tua
individu belajar menerima dan sudah matang dan mempunyai rasa percaya diri, sehingga
sudah menjalani hubungan dengan orang lain, masa dewasa tua masa dimana individu
akan merasa terbuka karena kehilangan dan mulai menyembunyikan perasaan terkait
dengan budaya. Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon
sosial maladaptif. Ada pendapat yang mengatakan bahwa individu yang mengalami
masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memasahkan dirinya dari orang tua. (Gail,
2006: hal 276)
Faktor perkembangan biologi dan sosiokultural merupakan faktor predisposisi
terjadi perilaku menarik diri, kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak
percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap
hubungan dengan orang lain, tidak mampu merumuskan kegiatan dan merasa tertekan.
Keadaan ini menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain,
menghindar dari orang lain, menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari –hari hampir
terabaikan. Faktor sosiokultural dan psikologis merupakan faktor presipitasi pada umunya
mencakup kejadian kehidupan yang penuh stres seperti kehilangan yang mempengaruhi
kemampuan individu yang berhubungan dengan orang lain menyebabkan ansietas. Faktor
sosiokultural dapat ditimbilkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga, berpisah dari
orang yang berarti dalam kehidupannya merupakan ansietas . misalnya, karena dirawat di
RS. Faktor psikologis dapat menimbulkan ansietas tinggi karena tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan.
2. Proses Terjadinya Masalah
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau
isolasi sosial yang tidak disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami klien
dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan , kekecewaan,
kecemasan.
Perasaan tidak berharga dapat menyebabkan individu makin sulit dalam
mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi mundur,
mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan
keberhasilan diri. Sehingga individu semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah
laku masa lalu serta tingkah laku primitif antara lain tingkah laku yang tidak sesuai
dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi. Halusinasi
melatarbelakangi adanya komplikasi.
3. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin ditimbulkan pada kliendengan isolasi sosial antara lain:
a. Defisit perawatan diri

b. Resiko terjadinya gangguan sensori persepsi halusinasi


Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial

Klien yang terisolasi secara sosial biasanya merasa sulit untuk terlibat dan berhubungan
dengan orang lain. Akibatnya, perawat harus sangat sadar untuk mendeteksi, menerima, dan
menganalisis sentimen sensitif untuk mempekerjakan diri secara konstruktif dalam merawat
klien. Perawat harus jujur, penyayang, transparan, dan sopan ketika memberikan perawatan
pasien(Sukaesti, 2019):

A. Pengkajian Keperawatan
Untuk membantu pengumpulan data yang dibutuhkan secara umum, disusun formulir
penilaian dan rekomendasi teknis penilaian. Penilaian mencakup hal-hal berikut:
1. Identitas Klient
Nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, agama, tanggal MRS,
informan, tanggal penilaian, nomor rumah klien, dan alamat klien semuanya disertakan.

2. Keluhan Utama
Menyendiri (menghindari orang lain), komunikasi yang hilang atau tidak ada, duduk di
dalam ruangan, menolak berhubungan langsung dengan orang lain, tidak melakukan
tugas sehari-hari. dan ketergantungan adalah keluhan umum.
3. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak masuk akal,
kegagalan/frustrasi berulang, tekanan teman sebaya, dan perubahan struktural sosial
trauma mendadak, seperti harus menjalani operasi, mengalami kecelakaan, menceraikan
suami, putus sekolah, diberhentikan, atau merasa bersalah atas sesuatu yang telah terjadi
(korban perkosaan, dituduh KKN, tiba-tiba dipenjara) perlakuan oleh mereka yang tidak
menghormati pelanggan / sentimen buruk jangka panjang terhadap diri sendiri.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil tindakan tanda vital (TD, nadi, suhu, respirasi, TBC, BB) dan masalah fisik klien

5. Aspek Psikososial
 Tiga genmerasi yang bersangkutan di gambarkan oleh genogram
 Tidak lancarnya yang klien alami dalam melakukan interaksi sosial dengan
lingkungan sekitar lainnya dalam hidupnya, serta kelompok-kelompok yang
dianut dalam masyarakat.

 Iman klien kepada Tuhan dan aktivitas ibadah (spiritual)


 Konsep diri
6. Citra tubuh
Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah, atau menolak untuk
mengakui perubahan yang telah atau akan terjadi. Menolak untuk menjelaskan perubahan
fisik, memiliki pendapat negatif tentang tubuh, dan disibukkan dengan bagian tubuh yang
hilang menunjukkan pesimisme dan mengungkapkan ketakutan.
7. Identitas diri
Ketidakpastian tentang diri sendiri, kesulitan menetapkan keinginan, dan
ketidakmampuannya dalam membuat suatu penilaian.

8. Peran
Mengubah atau menghentikan fungsi peran karena penyakit, usia, berhenti sekolah, atau
pemberhentian kerja.
9. Ideal diri
Putus asa dengan kondisinya, menginginkan kehidupan tidak realistis.
10. Harga diri
Perasaan terhina, bersalah, memburuknya hubungan sosial. meremehkan, melukai diri
sendiri, dan kehilangan kepercayaan diri
11. Status Mental
Tatapan klien hilang/belum mampu menjaga tatapan, klien lebih suka menyediri dan
kurang mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, merasa putus asa serta
kehilangan nilai dalam kehidupannya.
12. Kebutuhan persiapan pulang
 Peralatan makan yang dapat disiapkan dan dibersihkan sendiri oleh klien.
 Klien dapat buang air besar dan kecil, menggunakan dan membersihkan toilet dan
jamban, dan membersihkan pakaiannya.
 Saat pengkajian akhir klien bisa mandi dan memakai pakaian dengan rapi.
 Klien dapat beristirahat, serta melakukan aktivitas baik di dalam maupun di luar rumah.
13. Mekanisme Koping
Ketika klien memiliki masalah, mereka merasa takut atau tidak mau memberitahukan
kepada orang lain (lebih sering menggunakan koping penarikan)
14. Aspek Medik
Klien dapat memperoleh terapi berupa terapi psikomotor farmakologis, terapi okupasi,
TAK, atau rehabilitasi.
15. Masalah Psikososial dan Lingkungan seseorang yang biasanya terganggu psikologis serta
lingkungan seperti adanya ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan kerabat dekat
atau lingkungan sekitar karena khawatir, tidak berharga, dan sebagainya.

B. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala tersebut maka diagnosa keperawatan utama yang dapat
dirumuskan adalah Isolasi sosial sesuai dengan NANDA-I (North American Nursing Diagnosis
Association International) Dagnis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.
Daftar Diagnosa Keperawatan :
a. Isolasi Sosial
b. Harga diri rendah
c. Halusinasi (Damaiyanti & Iskandar, 2012).
C. Rencana Tindakan Asuhan Keperawatan
Tindakan keperawatan isolasi sosial pada klien dan keluarga Menurut Damaiyanti, &
Iskandar (2012) yaitu:
1. Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP) pada pasien
a. Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada pasien:
Penilaian isolasi sosial serta pelatihan diskusi dan keluarga untuk pasien
1) Membangun interaksi saling memercayai satu sama lain
2) Membantu pasien untuk menyadari masalah isolasi sosial dalam dirinya
3) Melatih berkomunikasi dengan perlahan antara pasien dengan anggota keluarga
b. Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien:
Memberikan pelatihan kepada klien untuk dapat berinteraksi secara perlahan (pasien
dengan 2 orang lain), latihan untuk berkomunikasi atau berdiskusi saat melakukan 2
kegiatan harian.
1) Mengevaluasi adanya tanda-tanda isolasi sosial
2) Mengakreditasi kemampuan berkenalan (berapa orang)
3) Memberi pujian, mengajari cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2
kegiatan)
4) Latihan berkenalan 2-3 orang dimasukkan pada jadwal kegiatan harian
c. Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien:
Melatih pasien berinteraksi dengan perlahan (pasien dengan 4-5 orang), latihan
berkomunikasi atau berdiskusi saat melakukan 2 kegiatan harian baru.
1) Mengevaluasi munculnya tanda dan gejala isolasi sosial
2) Menilai kemampuan berkenalan (berapa orang) dan bicara saat melakukan dua
kegiatan harian
3) Menanyakan bagaimana perasaan setelah kegiatan itu dilakukan
4) Memberi pujian, mengajari cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2
kegiatan) untuk latihan 4-5 orang dimasukkan pada jadwal kegiatan
d. Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien:
Mengevaluasi kemampuan berinteraksi, melatih cara bicara dan berkomunikasi saat
melakukan kegiatan sosial
1) Mengevaluasi munculnya tanda dan gejala isolasi sosial
2) Memberi penilaian kemampuan berkenalan (berapa orang) dan bicara saat melakukan
empat kegiatan harian
3) Menayakan bagaimana perasaan setelah aktivitas harian dilakukan
4) Memberi pujian, mengajari cara berbicara saat melakukan kegiatan sosial
2. Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP) pada keluarga
a. Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada keluarga:
Kenali tantangan dalam merawat pasien yang terisolasi secara sosial, kenali mereka, dan
komunikasikan dengan mereka saat melakukan tugas sehari-hari.
1) Diskusikan kekhawatiran dan masalah yang timbul saat keluarga merawat klien
2) Memberikan penjelasan mengenai dan gejala isolasi sosial yang muncul yang dialami
klien beserta proses terjadinya
3) Pemutusan perawatan diserahkan kepada keluarga sepenuhnya
4) Memberi informasi tentang cara merawat isolasi sosial dan memberi pelatihan dua
cara merawat: berkenalan dan mulai melakukan aktivitas harian
b. Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada keluarga:
Latihan merawat: mengajak pasien dalam kegiatan rumah tangga sekaligus melatih
berkomunikasi pada kegiatan tersebut
1) Evaluasi kapasitas keluarga untuk mengidentifikasi tanda-tanda isolasi sosial
2) Validasi kapasitas keluarga dalam mendidik pasien untuk berinteraksi dan
berkomunikasi saat melakukan tugas sehari-hari
3) Beri pujian pada keluarga
4) Jelaskan setiap kegiatan rumah tangga di mana pasien mungkin terdengar mengobrol
(makan, berdoa bersama)
5) Berlatih mengarahkan ucapan pasien dan memberikan pujian
6) Dorong keluarga pasien untuk membantunya dalam melakukan kegiatan diskusi
terjadwal
c. Strategi pelaksanaan 3 untuk keluarga:
Latih diri keluarga untuk peduli dengan melakukan beberapa aktivitas sosial yang
membutuhkan percakapan.
1) Penilaian kapasitas keluarga untuk mengenali tanda- tanda isolasi sosial
2) Validasi kompetensi keluarga untuk merawat atau melatih orang asing
3) Berbicara atau berkomunikasi saat melakukan kegiatan harian dan rumah tangga
4) Jelaskan bagaimana mendorong pasien untuk mampu beraktivitas belanja sosial, serta
cara melatih keluarga agar menemani pasien berbelanja
5) Dorong dan beri penghargaan kepada anggota keluarga yang membantu acara sosial
secara teratur
d. Strategi pelaksanaan 4 untuk keluarga:
Ajarkan keluarga bagaimana menggunakan layanan perawatan kesehatan untuk
memantau orang-orang yang terisolasi secara sosial
1) Penilaian kapasitas keluarga untuk mengenali tanda- tanda isolasi sosial
2) Kaji kemampuan keluarga untuk merawat dan melatih pasien
3) Berikan penghargaan kepada keluarga atas upaya mereka
4) Jelaskan tindak lanjut pelayanan kesehatan masyarakat, indikator kekambuhan, dan
segera rujuk pasien
5) Dorong keluarga pasien untuk membantunya menyelesaikan aktivitas tepat waktu.
Rencana tindakan keperawatan ditujukan untuk pasien maupun keluarga. Berikut ini
akan disajikan prinsip rencana keperawatan untuk diagnosis keperawatan isolasi sosial
yang disarikan dari berbagai sumber
1. Perencanaan Untuk Pasien Hasil yang diharapkan:
Pasien akan mencapai kepuasan interpersonal maksimal dengan membina dan
memelihara hubungan yang baik dengan orang lain. Tujuan asuhan keperawatan meliputi
aspek kognitif, psikomotor dan afektif (Kelint, 2020).)
a. Aspek kognitif, meliputi: pasien mampu mengidentifikasi keuntungan berinteraksi
dengan orang lain dan kerugian bila tidak berinteraksi dengan orang lain, pasien memiliki
keberanian, motivasi dan inisiatif dalam berinteraksi
b. Aspek psikomotor, meliputi pasien mampu melakukan interaksi dan kegiatan bersama
dengan orang lain
c. Aspek afektif, meliputi: pasien merasakan manfaat berinteraksi dan merasa nyaman saat
berinteraksi dengan orang lam

Rencana Tindakan Keperawatan pada Pasien :


a. Bina Hubungan Saling Percaya
Membina hubungan saling percaya merupakan tindakan yang paling awal dan penting
dalam membina hubungan perawat dengan pasien. Menurut Stuart, G. W., & Laraia, M.
T. (2005), suasana yang penuh rasa percaya memfasilitasi ekspresi pikiran dan perasaan
secara terbuka dan hubungan rasa percaya memungkinkan pasien untuk mengungkapkan
perasaannya Tindakan membina hubungan saling percaya, sebagai berikut:
 Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
 Berkenalan dengan pasien: nama dan nama panggilan perawat, serta tanyakan nama dan
nama panggilan pasien. Untuk pertemuan kedua dan seterusnya, pada setiap interaksi
perawat perlu menyebut nama panggilan yang disukai pasion. Dengan menyebut nama
pasien menunjukkan bahwa perawat ingat dan perhatian pada pasien. Hal ini sangat
membantu mewujudkan sikap percaya pasien padu perawat
 Menanyakan perasaan pasien.
 Buat kontrak asuhan apa yang akan dilakukan oleh perawat bersama pasien. berapa lama
akan dikerjakan, dan tempatnya di mana
 Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan
terapi
 Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
 Terima pasien apa adanya
 Tunjukkan bahwa perawat bersedia membantu pasien

b. Bantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial (Keliat, 2011). dengan cara
 Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
a) Penjelasan tentang perawatan pasca rawat di rumah untuk memandirikan pasien:
b) Rencana tindak lanjut perawatan dan pengohutan,
c) Rujukan ke fasilitas kesehatan

D. Implementasi Keperawatan
Merawat pasien gangguan hubungan sosial sangat diperlukan kesabaran dari perawat
Komunikasi yang terjalin sering terjadi sant arah dari perawat saja. pasien pasif dan banyak
diam, sehingga inisiatif untuk berkomunikasi harus dari perawat. Oleh karenanya dalam
membina hubungan saling percaya dengan pasien isolasi sosial diperlukan kiat yang kreatif dari
perawat. Perawat perlu memberikan umpan balik yang jujur dan konsisten tentang perilaku sosial
yang adaptif dan maladaptif (Stuart, C. W., & Laraia, M. T., 2005). Implementasi keperawatan
terkait dengan isolasi sosial terbagi menjadi beberapa SP, diantaranya(Paula et al 2021):
1) Melakukan Sp 1 pasien:
a. Mengidentifikasi akar dari sebab terjadinya Isolasi Sosial
b. Diskusikan kerugian tidak berurusan dengan orang lain dengan klien
c. Mengajarkan klien cara mengenal orang lain
d. Dorong klien untuk memasukkan tugas latihan mengenal orang lain ke dalam rutinitas sehari-
harinya
2) Melakukan Sp 2 pasien:
a. Mengkaji rutinitas aktivitas harian klien
b. Beri klien kesempatan untuk berlatih berkenalan
c. Ajarkan klien bagaimana berkomunikasi sebagai orang pertama (seorang perawat)
d. Dorong klien untuk memasukkan aktivitas dalam jadwal harian mereka
3) Melakukan Sp 3 pasien:
a. Mengkaji rutinitas kegiatan harian klien
b. Biarkan klien mempraktikkan cara memperkenalkan diri dengan orang pertama.
c. Melatih klien berinteraksi dan berkomunikasi secara perlahan (Berkenalan dengan orang
kedua seorang klien)
d. Dorong klien untuk memasukkan aktivitas dalam jadwal harian mereka (Damaiyanti &
Iskandar, 2012).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan (Wuryaningsih et al, 2020):
1. Kemampuan Pasien
a. Berdiskusi dengan diri sendiri dan orang lain membicarakan terkait dengan kesendirian
b. Berdiskusi dengan sekitar tentang manfaat berinteraksi
c. Mendiskusikan hal yang salah jika tidak berkenan berkomunikasi atau berinteraksi
dengan sekitar
d. Ikatan sosial klien-perawat, klien-perawat-klien, klien- perawat-keluarga, dan klien-
perawat-kelompok dapat ditunjukkan oleh klien.
e. Klien dapat mengomunikasikan emosinya setelah berhubungan dengan orang lain, diri
sendiri, dan orang lain
2. Kemampuan Keluarga
a. Anggota keluarga mampu mengekspresikan emosinya
b. Dapat menjelaskan bagaimana cara merawat pasien isolasi sosial
c. Dapat menunjukkan cara perawatan klien isolasi sosial
d. Dapat ikut berpartisipasi dalam merawat klien isolasi sosial (Damaiyanti & Iskandar,
2012).
Tipe evaluasi memarut Stuart. G. W., & Larain, M. T. (2005) ada dua level:
1. Level pertama adalah evaluasi yang berfokus pada perawat dan partisipasi perawat
dalam membina hubungan dengan pasien. Evaluasi ini adalah evaluasi diri (self
evaluation) yang diwamai oleh persepsi diri. Oleh karena itu supervisi oleh perawat yang
berpengalaman akan sangat membantu dalam mengidentifikasi aspek-aspek hubungan
terapeutik perawat dengan pasien yang lebih jelas.
2. Level kedua evaluasi berfokus pada perilaku dan perubahan yang perilaku yang dilatih
oleh perawat terutama dalam hal kemampuan berinteraksi sosial. evaluasi meliputi aspek
verbal dan non verbal seperti kontak mata yang nyaman saat berinteraksi.

Evaluasi secara umum memun Kehat (2020), meliputi:


1. Penurunan tanda dan gejala isolasi sosial
2. Peningkatan kemampuan pasien dalam bersosialisasi
3. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat pasien
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteaksi dengan orang lain disekitarnya (Damaiyanti, 2012).
Perasaan tidak berharga dapat menyebabkan individu makin sulit dalam
mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi mundur,
mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan
dan keberhasilan diri. Sehingga individu semakin tenggelam dalam perjalanan dan
tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitif antara lain tingkah laku yang
tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi.
B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengharapkan saran dan kritikan dari semua
orang, supaya penulis tidak melakukan kesalahan yang sama dalam pembuatan makalah-
makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Fitria. (2019). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (Advance Mental Health Nursing). Bandung :
Refika Aditama. https://onesearch.id/Record/IOS3318.

Norma Laila, Nur Syamsi, dkk. (2022). Keperawatan Jiwa. Padang : PT Global Eksekutif
Teknologi Anggota IKAPI No.033/SBA/2022.
Paula, Veronika, dkk. (2021). Keperawatan Jiwa Lanjutan. Medan : Yayasan Kita Menulis.

Kurniasari, C. I., Dwidiyanti, M., & Padmasari, S. (2019). Terapi Keperawatan Dalam Mengatasi
Masalah Interaksi Sosial pada Pasien Skizofrenia: Literatur Review. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa, 2(1), 41-46. http://dx.doi.org/10.32584/jikj.v2i1.276

Riyadi S dan Purwanto T. 2013. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: GRAHA ILMU
https://books.google.co.id/books?
id=TMJ_EAAAQBAJ&pg=PA28&dq=predisposisi+dan+presipitasi&hl=id&new
bks=1&newbks_redir=0&source=gb_mobile_search&sa=X&ved=2ahUKEwi2lrb
-q6X9AhWV_XMBHY0gA0MQ6wF6BAgIEAU#v=onepage&q=predisposisi
%20dan%20presipitasi&f=false

Anda mungkin juga menyukai