Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental sejahtera yang


memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian utuh dari kualitas
hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia.
Kesehatan jiwa mempunyai rentang sehat – sakit jiwa yaitu sehat jiwa, masalah
psikososial dan gangguan jiwa ( Keliat et al., 2016).
Gangguan jiwa menurut American Phychiatric Association (APA)
merupakansindrom atau pola psikologis atau pola perilaku yang penting secara
klinis yang terjadi pada individu dan sindrom itu dihubungkan dengan adanya
distress (misalnya gejala nyeri, menyakitkan) atau disabilitas (ketidakmampuan
pada salah satu bagian dan beberapa fungsi yang penting) atau disertai dengan
peningkatan resiko yang sera bermakna untuk mati, sakit, ketidakmampuan atau
kehilangan kebebasan (APA dalam Prabowo, 2014).
Menurut WHO (World Health Organisasi) menunjukkan terdapat sekitar
35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena Bipolar, 21 juta terkena
Skizofrenia, serta 47,5 juta terkena Demensia.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 di Indonesia didapatkan
prevalensi gangguan jiwa berat atau skizofrenia pada penduduk Indonesia
sebanyak 4,6% (Riskesdas, 2007). Tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi
gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau
sekitar 400.000 orang.
Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan dan gangguan pada fungsi jiwa yang
menyebabkan timbulnya penderitaan pada individu atau hambatan dalam
melaksanakan peran sosial (Keliat et al., 2016).
Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa yang ditandai adanya
penyimpangan dasar dan adanya perbedaan dari pikiran, disertai dengan adanya
ekspresi emosi yang tidak wajar (Sulistyono, dkk, 2013). Gejala skozofrenia dapat
dibagi menjadi dua kategori yaitu positif meliputi adanya waham, halusinasi,

1
disorentasi pikiran, bicara dan perilaku yang tidak teratur. Sedangkan gejala
negatif meliputi afek datar, tidak memiliki kemauan, menarik diri dari masyarakat
atau mengisolasi diri.
Isolasi sosial merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien dengan isolasi sosial mengalami gangguan dalam berinteraksi
dan mengalami perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih
menyukai berdiam diri, dan menghindar dari orang lain. Manusia merupakan
makhluk sosial yang tak lepas dari sebuah keadaan yang bernama interaksi dan
senantiasa melakukan hubungan dan pengaruh timbal balik dengan manusia yang
lain dalam rangka memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kehidupannya
(Yosep,Sutini, 2014).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menerapkan asuhan
keperawatan pada klien dengan Isolasi Sosial di Ruangan Kabela RSJ Prof.Dr.V.L
Ratumbuysang Manado.
.
1.2. BATASAN MASALAH
Berdasar uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut “ Bagaimana Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan Isolasi sosial di Ruangan Kabela di RSJ Prof.Dr.V.L
Ratumbuysang Manado?”

1.3. TUJUAN
1.3.1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan isolasi sosial : menarik diri di Ruang Maespati Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
1.3.2. Tujuan Khusus
1) Melakukan pengkajian pada pasien dengan gangguan
jiwa Isolasi Sosial: Menarik diri.

2
2) Memutuskan dan menegakkan diagnosa keperawatan
pada pasien dengan gangguan jiwa Isolasi Sosial:
Menarik diri.
3) Menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien
dengan gangguan jiwa Isolasi Sosial: Menarik diri.
4) Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien
dengan gangguan jiwa Isolasi Sosial: Menarik diri.
5) Melakukan evaluasi tindakan pada pasien dengan
gangguan jiwa Isolasi Sosial: Menarik diri.

1.4. MANFAAT

Dari hasil penelitian ini diharapkan:

1) Mampu memberikan informasi dan menambah wawasan


ilmu mengenai gangguan jiwa khususnya Isolasi sosial,
serta mengembangkan kemampuan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan Isolasi sosial.
2) Mampu mengenali ciri-ciri Skizofrenia, khususnya pada
kasus Isolasi Sosial, sehingga dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam memberikan tindakan keperawatan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Pengertian

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan


atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Pasien mungkin merasa tidak diterima dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah keadaan ketika individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain dan sekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak,dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain. ( Keliat,dkk.2009)
Isolasi sosial merupakan pertahanan diri seseorang terhadap orang lain maupun
lingkungan yang menyebabkan kecemasan pada diri sendiri dengan cara menarik
diri secara fisik maupun psikis. Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan
yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya
dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan. Isolasi
sosial merupakan upaya mengindari komunikasi
dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan (Rusdi,2013).
Menarik diri adalah suatu sikap di mana idividu menghindari diri dari interaksi
dengan orang lain .Individu merasa bahwa bahwa ia kehilangan hubungan akrab
dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau
kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan
orang lain, yang dinifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian,
dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain. (Balitbang, 2007)

1.2. Rentang Respon Sosial

4
Keterangan rentang respon
a) Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan
kuturaldimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal.
Adapun respon adaptif tersebut :
1) Solitude (menyendiri)
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan
dilingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengawasi diri dan
menentukan langkah berikutnya.
2) Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide
pikiran.
3) Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu
untuk memberi dan menerima.
4) Saling ketergantungan
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam hubungan
interpersonal.

b) Respon maladiptif adalah respon yang dilakukan individu dalam


menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan
kebudayaan suatu tempat.
Karakteristik dari perilaku maladiptif tersebut adalah:
1) Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan
dengan orang lain untuk mencari ketenangan sementara
2) Manipulasi

5
Adalah hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain
sebagai objek dan berorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan, bukan
berorientasi pada orang lain. Individu tidak dapat membina hubungan sosial
secara mendalam.
3) Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan yang dimiliki.
4) Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman,
tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk dan cenderung
memaksakan kehendak.
5) Narkisisme
Harga diri yang rapuh,secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan
dan pujian, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan marah jika orang lain
tidak mendukung.

1.3. Etiologi

Menurut Pusdiklatnakes (2012) kegagalan-kegagalan yang terjadi sepanjang daur


kehidupan dapat mengakibatkan perilaku menarik diri:
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
Adanya faktor herediter yang mengalami gangguan jiwa,adanya resiko, riwayat
penyakit trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA.
2) Faktor Psikologis
Ditemukan pengalaman negatif klien terhadap gambaran diri, tidak jelasnya atau
berlebihnya peran yang dimiliki, kegagalan dalam mencapai harapan atau cita-
cita, krisis identitas dan kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri maupun
lingkungan,yang dapat menyebabkan gangguan dalam berinteraksi dengan orang
lain,dan akhirnya menjadi masalah isolasi sosial.
3) Faktor Sosial Budaya
Pada klien isolasi sosial biasanya ditemukan dari kalangan ekonomi
rendah,riwayat penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak,tingkat
penididikan rendah dan kegegalan dalam berhubungan sosial.

6
b. Faktor Presipitasi
Biasanya ditemukan riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis,atau kelaianan
struktur otak,kekerasan dalam keluarga,kegagalan dalam hidup, kemiskinan, atau
adanya tuntutan di keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan
klien,konflik antar masyarakat.
Faktor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress
seperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan
dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
Faktor pencetus dapat dikelompokkan dalam kategori :
1) Faktor sosiokultural.
Stres dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga, dan berpisah
dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat dirumah
sakit.
2) Faktor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat
atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan untuk ketergantungan dapat
menimbulkan ansietas tinggi
(Stuart, 2006).

1.4. Tanda dan Gejala

Menurut Pusdiklatnakes (2012) tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari
ungkapan klien yang menunjukkan penilaian negatif tentang hubungan sosial dan
didukung dengan data observasi :
a. Data subjektif
Pasien mengungkapkan tentang :
1) Perasaan sepi
2) Perasaan tidak aman
3) Perasaan bosan dan waktu terasa lambat
4) Ketidakmampuan berkonsentrasi
5) Perasan ditolak

7
b. Data objektif
1) Banyak diam
2) Tidak mau bicara
3) Menyendiri
4) Tidak mau berinteraksi
5) Tampak sedih
6) Kontak mata kurang
7) Muka datar

1.5. Patofisiologi

Menurut Dalami (2009), salah satu gangguan berhubungan sosial dengan


diantaranya menarik diri atau isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak
berharga,dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,
kekecewaan, dan kecemasan. Perasan tidak berharga menyebabkan semakin sulit
dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain, akibatnya menjadi regresi
atau kemunduran, mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurang perhatian
terhadap penampilan dan kebersihan diri. Perjalanan dari tingkah laku masa lalu
serta tingkah laku menyendiri yaitu pembicaraan yang austitik dan tingkah laku
yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi.

1.6. Mekanisme Koping

Individu yang mengalami respon sosial maladiptif menggunakan berbagai


mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan
dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik (gall,W Stuart 2006). Koping
yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial antara lain proyeksi,
spliting dan merendahkan orang lain, koping yang
berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang spliting, formasi reaksi,
proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi
proyektif.

8
Menurut Gall W. Stuart (2006), sumber koping yaang berhubungan dengan respon
sosial maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan
teman, hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal misalnya kesenian, musik atau tulisan.

1.7. Sumber Koping

Contoh sumber koping yang berhungan dengan respon maladaptif menurut Stuart,
(2006) meliputi :

a) Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.

b) Hubungan dengan hewan peliharaan

c) Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal (misalkan:


kesenian, musik atau tulisan).

1.8. Komplikasi

Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku
yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko
gangguan sensori persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta
lingkungan dan penurunan aktifitas sehingga dapat menyebabkan defisit
perawatan diri. (Dalami,2009)

1.9. Penatalaksanaan
1.9.1. Terapi Farmakologi

Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan
dan perilaku yang aneh atau, tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan
kegiatan rutin.
Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatik,mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung

9
tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia,
sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin, metabolik,
hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka panjang.

Haloperidol (HLD)
Indikasi : Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
Efek samping : Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik /parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan defikasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung).

Trihexy phenidyl (THP)


Indikasi:Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan
idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik (hypertensi,
anti kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, hidung tersumbat, mata
kabur,gangguan irama jantung).

1.9.2. Terapi Aktifitas Kelompok

Terapi aktivitas kelompok yang dapat dilakukan untuk pasien dengan


isolasi sosial adalah :
1) Sesi 1 : kemampuan memperkenalkan diri
2) Sesi 2 : kemampuan berkenalan
3) Sesi 3 : kemampuan bercakap-cakap
4) Sesi 4 : kemampuan bercakap-cakap topik tertentu
5) Sesi 5 : kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
6) Sesi 6 : kemampuan bekerjasama
7) Sesi 7 : evaluasi kemampuan sosialisasi

10
BAB III

METODE PENELITIAN

1.1. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian di bidang Ilmu Keperawatan
Jiwa, dan gangguan-gangguan yang terjadi pada kejiwaan,serta tindakan
yang dapat diberikan.

1.2. Tempat dan Waktu Penelitian


1.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruangan Kabela Rumah Sakit Jiwa


Prof. Dr. V. L Ratumbuysang Manado.

1.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan selama 1 minggu di bulan Oktober


2018

1.3. Populasi dan Sampel


1.3.1. Populasi Target

Populasi target dari penelitian ini adalah pasien gangguan jiwa


dengan Isolasi sosial: Menarik diri.

1.3.2. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah pasien gangguan jiwa


dengan Isolasi sosial: Menarik diri di ruangan Kabela Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. V. L Ratumbuysang Manado.

1.3.3. Sampel

Penelitian ini menggunakan total sampel dari seluruh pasien


gangguan jiwa dengan Isolasi sosial: Menarik diri yang dirawat di ruangan

11
Kabela Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L Ratumbuysang Manado yang
memiliki catatan medik, mulai tanggal 1 Oktober 2018.

1.4. Metode Pengumpulan Data

Data penelitian ini diperoleh dari beberapa hasil wawancara, observasi,


catatan serta dokumentasi subjek penelitian. Hal pertama yang dilakukan
oleh peneliti adalah membangun hubungan baik dengan subjek penelitian.
Apabila hubungan tersebut dilakukan dengan baik maka proses wawancara
akan berjalan dengan lancar serta tidak akan mendapat kesulitan bagi
penulis.

1.4.1. Wawancara

Dalam penelitian ini penulis menggunakan wawancara partisipan


dan tidak terstruktur, dengan bentuk pertanyaan verbal dengan
kecenderungan responden tidak menyadari kalau sedang
diwawancarai, karena penulis memanfaatkan momen-momen
khusus.

1.4.2. Observasi

Walaupun telah dilakukan wawancara, penulis akan melakukan


observasi untuk memperoleh informasi-informasi mengenai
perasaan subjek penelitian dan mendapat data tentang suatu
masalah sehingga diperoleh pemahaman terhadap informasi yang
diperoleh sebelumnya.

1.5. Tahapan Penelitian


1.5.1. Tahapan Persiapan
1. Terlibat pada suatu kegiatan. Pada tahap ini penulis akan
berpartisipasi langsung ditempat penderita skizofrenia
yaitu di ruangan Kabela Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L
Ratumbuysang Manado.

12
2. Menentukan tema besar penelitian
3. Mendalami teori dan konsep
4. Mendalami tema. Pada tahap ini penulis berusaha untuk
mendapatkan bagian yang lebih fokus dan menentukan
pertanyaan penelitiannya.
5. Pemilihan subjek sesuai dengan karakter yang diinginkan
1.5.2. Tahapan Pengambilan Data
1. Penulis membangun hubungan yang saling percaya dengan
subjek
2. Penulis mulai melakukan pengumpulan data berupa
observasi dan wawancara. Setelah wawancara dilakukan,
kemudian diadakan diskusi tentang apa yang telah didapat
dan mempersiapkan langkah selanjutnya.
3. Mendalami data yang dirasa kurang
4. Mendalami teori konsep, dengan mendalami teori-teori
yang terkait dengan data yang diperoleh penulis
1.6. Analisis Data

Data yang diperoleh akan dientry dan diolah dengan menggunakan piranti
lunak komputer, dianalisis secara deskriptif, dan disajikan dalam tabel
distribusi frekuensi.

Analisis dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan hasil


penelitian dengan kepustakaan, sehingga didapatkan deskripsi komplikasi
pada pasien gangguan jiwa dengan Isolasi sosial.

1.7. Etika Penelitian

Penelitian ini menggunakan data pasien yang diambil dari Instalasi Rekam
Medik Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L Ratumbuysang Manado. Sebelum
penelitian dilakukan, penelitian akan dimintakan ethical clearance dari Komisi
Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Akademi Keperawatan Gunung maria
Tomohon / Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L Ratumbuysang Manado. Seluruh

13
data pasien hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan dijaga
kerahasiaannya.

14

Anda mungkin juga menyukai