Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN ISOLASI SOSIAL MENARIK


DIRI

Dosen Pengampu:

Disusun Oleh:

1. Ni Kadek Ayu Trisna (2001024)


2. Ni Kadek Dwi Widnyani P (2001025)
3. Nisa Aulia Aziz (2001026)
4. Novi Setiyani (2001027)
5. Nurul Fajriana Ningrum (2001028)
6. Octa Lorenza (2001029)
7. Puji Larasati (2001030)
8. Putri Septiani (2001031)
9. Rivana Kurnia Pradipta S (2001032)
10. Rizna Septiana U (2001033)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AN NUUR

TAHUN 2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan
hidup harmonis dan produktif sebagai bagian utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan
memperhatikan semua segi kehidupan manusia. Kesehatan jiwa mempunyai rentang sehat –
sakit jiwa yaitu sehat jiwa, masalah psikososial dan gangguan jiwa ( Keliat et al., 2016).

Gangguan jiwa merupakan suatu kondisi terganggunya fungsi mental, emosi,


pikiran, kemauan, perilaku psikomotorik dan verbal, yang menjadi kelompok gejala klinis
yang disertai oleh penderita dan mengakibatkan terganggunya fungsi humanistik individu1
Gangguan jiwa dikarakteristikkan sebagai respon maladaptif diri terhadap lingkungan yang
ditunjukkan dengan pikiran, perasaan, tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma
setempat dan kultural sehingga mengganggu fungsi sosial, kerja dan fisik individu yang
biasa disebut dengan skizofrenia (Sari & Maryatun, 2020).Gangguan jiwa merupakan suatu
perubahan dan gangguan pada fungsi jiwa yang menyebabkan timbulnya penderitaan pada
individu atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial (Keliat et al., 2016). Menurut
WHO (World Health Organisasi) menunjukkan terdapat sekitar 35 juta orang terkena
depresi, 60 juta orang terkena Bipolar, 21 juta terkena Skizofrenia, serta 47,5 juta terkena
Demensia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 di Indonesia didapatkan
prevalensi gangguan jiwa berat atau skizofrenia pada penduduk Indonesia sebanyak 4,6%
(Riskesdas, 2007). Tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan jiwa berat,
seperti skizofrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang.

Isolasi sosial merupakan salah satu masalah keperawatan yang banyak dialami oleh
pasien gangguan jiwa berat. Isolasi sosial sebagai suatu pengalaman menyendiri dari
seseorang dan perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan
yang mengancam. (Pardede, Hamid, & Putri, 2020).

Gejala isolasi sosial tersebut dibutuhkan rehabilitative yang bertujuan untuk


mengembalikan fungsi fisik, membantu menyesuaikan diri, meningkatkan toleransi, dan
meningkatkan kemampuan pasien berisolasi Untuk meminimalkan dampak dari isolasi
sosial dibutuhkan pendekatan dan memberikan penatalaksanaan untuk mengatasi gejala
pasien dengan isolasi sosial. Peran perawat dalam menangani masalah pasien dengan isolasi
sosial antara lain, menerapkan standar asuhan keperawatan (Apriliani & Herliawati 2020).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan KTI ini di dapat
masalah sebagai berikut “Bagaimanakah Pemberian Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Gangguan Isolasi Sosial Menarik Diri
C. TUJUAN

a. Tujuan Umum

Tujuan umum makalah ini adalah untuk memahami bagaimana respon klien
setelah dilakukan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Isolasi Sosial
Menarik Diri

b. Tujuan Khusus

1. Mengkaji data yang terkait dengan masalah klien dengan gangguan isolasi sosial
menarik diri
2. Merumuskan diagnosis keperawatan klien dengan gangguan isolasi sosial
menarik diri
3. Menyusun rencana keperawatan kepada klien dengan gangguan isolasi sosial
menarik diri
4. Melakukan tindakan keperawatan kepada klien dengan gangguan isolasi sosial
menarik diri
5. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan isolasi sosial
menarik diri
6. Mengevaluasi kemampuan klien dalam menerapkan SP klien dengan gangguan
isolasi sosial menarik diri
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Isolasi sosial menurut Townsend, dalam Kusumawati F dan Hartono Y
(2010) adalah suatu keadaan kesepian yang dirasakan seseorang karena orang lain
menyatakan negatif dan mengancam. Sedangkan Menarik diri adalah usaha
menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa kehilangan hubungan
akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi perasaan, pikiran, prestasi
atau kegagalanya (Depkes, 2006 dalam Dermawan D dan Rusdi, 2013).

Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang di alami oleh individu dan
dipersepsikan disebabkan orang lain dan sebagai kondisi yang negatif dan
mengancam. Kondisi isolasi sosial seseorang merupakan ketidakmampuan klien
dalam mengungkapkan perasaan klien yang dapat menimbulkan klien
mengungkapkan perasaan klien dengan kekerasan (Sukaesti. 2018).

Isolasi sosial merupakan suatu keadaan seseorang mengalami penurunan


untuk melakukan interaksi dengan orang lain, karena pasien merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, serta tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang
lain atau orang disekitarnya (Kemenkes, 2019). Isolasi sosial merupakan gejala
negatif pada skizofrenia dimanfaatkan oleh pasien untuk menghindari orang lain
agar pengalaman yang tidak menyenangkan dalam berhubungan dengan orang lain
tidak terulang kembali.(Pardede 2021)

Jadi isolasi sosial Menarik diri adalah suatu keadaan kesepian yang dialami
seseorang karena merasa ditolak, tidak diterima, dan bahkan pasien tidak mampu
berinteraksi untuk membina hubungan yang berarti dengan orang lain disekitarnya.

B. Etiologi
Menurut Pusdiklatnakes (2012) kegagalan-kegagalan yang terjadi sepanjang
daur kehidupan dapat mengakibatkan perilaku menarik diri:

Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan adalah


factor biologis, psikologis dan sosiokultural

1. Faktor Biologis
Adanya faktor herediter yang mengalami gangguan jiwa,adanya resiko,
riwayat penyakit trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA.

2. Factor Psikologis

Ditemukan pengalaman negatif klien terhadap gambaran diri, tidak jelasnya


atau berlebihnya peran yang dimiliki, kegagalan dalam mencapai harapan atau cita-
cita, krisis identitas dan kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri maupun
lingkungan,yang dapat menyebabkan gangguan dalam berinteraksi dengan orang
lain,dan akhirnya menjadi masalah isolasi sosial.

3. Faktor Sosiokultural

Stres dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga, dan


berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat
dirumah sakit.

4. Faktor Presipitasi

Biasanya ditemukan riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis,atau kelaianan


struktur otak,kekerasan dalam keluarga,kegagalan dalam hidup, kemiskinan, atau adanya
tuntutan di keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien,konflik antar
masyarakat. Faktor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh
stress seperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan
dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.

5. Mekanisme Koping

Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan


yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme koping
yang sering digunakan adalah proyeksi, splitting (memisah) dan isolasi. Proyeksi
merupakan keinginan yang tidak mampu ditoleransi dan klien mencurahkan emosi
kepada orang lain karena kesalahan sendiri. Splitting merupakan kegagalan individu
dalam menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk. Sementara itu, isolasi
adalah perilaku mengasingkan diri dari orang lain maupun lingkungan (Sutejo,
2017).
6. Komplikasi

Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah
laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko
gangguan sensori persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta
lingkungan dan penurunan aktifitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan diri
(Dalami,2009)

C. Pohon Masalah

Effect
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi

Core problem
Isolasi sosial: menarik diri

Causa Gangguan konsep diri: harga diri rendah

D. Rentang Respon Sosial


a. Respon adaptif
Adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan kuturaldimana individu
tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal. Adapun respon adaptif
tersebut :

1. Solitude (menyendiri)

Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan


dilingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengawasi diri dan menentukan
langkah berikutnya.

2. Otonomi

Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide


pikiran.

3. Kebersamaan

Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut


mampu untuk memberi dan menerima.

4. Saling ketergantungan
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam hubungan
interpersonal.

5. Kekerasan

Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai
dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman,
melukai pada tingkat ringan sampai pada yang paling berat. Klien tidak mampu
mengendalikan diri.

b. Respon maladiptif
Adalah respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat. Karakteristik
dari perilaku maladiptif tersebut adalah:

1. Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan
dengan orang lain untuk mencari ketenangan sementara
2. Manipulasi
Adalah hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang
lain sebagai objek dan berorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan, bukan
berorientasi pada orang lain. Individu tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam.
3. Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan yang dimiliki.
4. Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman,
tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk dan cenderung
memaksakan kehendak.
5. Narkisisme
Harga diri yang rapuh,secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan
dan pujian, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan marah jika orang lain tidak
mendukung.

D. Tanda dan Gejala


Menurut Pusdiklatnakes (2012) tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai
dari ungkapan klien yang menunjukkan penilaian negatif tentang hubungan sosial
dan didukung dengan data observasi :

a) Data subjektif

Pasien mengungkapkan tentang :

1) Perasaan sepi

2) Perasaan tidak aman

3) Perasaan bosan dan waktu terasa lambat

4) Ketidakmampuan berkonsentrasi

5) Perasan ditolak

b) Data objektif

1) Banyak diam

2) Tidak mau bicara

3) Menyendiri

4) Tidak mau berinteraksi

5) Tampak sedih

6) Kontak mata kurang

7) Muka datar

E. Penatalaksanaan
Penatalaksaan yang dapat diberikan kepada kliendengan isolasi sosial antara lain
pendekatan farmakologi, psikososial, terapi aktivitas, terapi okupasi, rehabilitasi, dan
program intervensi keluarga (Yusuf, 2019).
1. Terapi Farmakologi
1. Chlorpromazine (CPZ) Indikasi: Untuk Syndrome Psikosis yaitu berdaya
berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma
sosial dan titik diri terganggu. Berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: waham,
halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan seharihari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan
melakukan kegiatan rutin. Efek samping: sedasi, gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defikasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung),
gangguan endokrin, metabolik, biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
2. Haloperidol (HLP) Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita
dalam fungsi netral serta dalam kehidupan sehari-hari. Efek samping: Sedasi dan inhibisi
prikomotor, gangguan otonomik.
3. Trihexy Phenidyl (THP) Indikasi: Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk
paksa ersepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson, akibat obat misalnya reserpine dan
fenotiazine. Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor gangguan otonomik.

2. Terapi Psikososial
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam
proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan
tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa
adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal,
bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien (Videbeck, 2012).
3. Terapi Individu
Terapi individual adalah metode yang menimbulkan perubahan pada individu
dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilaku-perilakunya. Terapi ini
meliputi hubungan satu-satu antara ahli terapi dan klien(Videbeck, 2012). Terapi
individu juga merupakan salah satu bentuk terapi yang dilakukan secara individu oleh
perawat kepada kliensecara tatap muka perawat-klien dengan cara yang terstruktur dan
durasi waktu tertentu sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Zakiyah, 2018). Salah
satu bentuk terapi individu yang bisa diberikan oleh perawat kepada klien dengan isolasi
sosial adalah pemberian strategi pelasanaan (SP). Dalam pemberian strategi pelaksanaan
klien dengan isolasi sosial hal yang paling penting perawat lakukan adalah
berkomunikasi dengan teknik terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah suatu interaksi
interpersonal antara perawat dank klien, yang selama interaksi berlangsung, perawat
berfokus pada kebutuhan khusus klien untuk meningkatkan pertukaran informasi yang
efektif antara perawat dan Klien (Videbeck, 2012). Semakin baik komunikasi perawat,
maka semakin bekualitas pula asuhan keperawatan yang diberikan kepadaklien karena
komunikasi yang baik dapat membina hubungan saling percaya antara perawat dengan
klien, perawat yang memiliki keterampilan dalam berkomunikasi secara terapeutik tidak
saja mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, tapi juga dapat
menumbuhkan sikap empati dan caring, mencegah terjadi masalah lainnya, memberikan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan serta memudahan dalam mencapai
tujuan intevensi keperawatan (Sarfika, 2018).
4. Terapi Aktivitas Kelompok
Menurut Keliat (2015) terapi aktivitas kelompok sosialisasi merupakan suatu
rangkaian kegiatan kelompok dimana klien dengan masalah isolasi sosial akan dibantu
untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekitarnya. Sosialissai dapat
pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal, kelompok, dan massa). Aktivitas yang
dilakukan berupa latihan sosialisasi dalam kelompok, dan akan dilakukan dalam 7 sesi
dengan tujuan:
Sesi 1 : Klien mampu memperkenalkan diri
Sesi 2 : Klienmampu berkenalan dengan anggota kelompok
Sesi 3 :Klienmampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
Sesi 4 : Klienmampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
Sesi 5 : Klienmampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang
lain Sesi 6 : Klienmampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
Sesi 7 : Klienmampu menyampaikan pendapat tentang mamfaat kegiatan TAKS yang
telah dilakukan.
5. Terapi Okupasi
Terapi okupasi yaitu Suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan aktifitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat, meningkatkan harga diri seseorang, dan
penyesuaian diri dengan lingkungan. Contoh terapi okupasi yang dapat dilakukan di
rumah sakit adalah terapi berkebun, kelas bernyanyi, dan terapi membuat kerajinan
tangan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan klien dalam keterampilan
dan bersosialisasi (Elisia, 2014).
6. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan pada kasus-kasus gangguan jiwa ternyata juga banyak manfaat.
Misalnya angkat rawat inap pada klien skizofrenia yang mengikuti kegiatan keagamaaan
lebih rendah bila dibandingan dengan mereka yang tidak mengikutinya (Dadang, 1999
dalam Yosep 2009). Menurut Zakiah Darajat, perasaan berdosa merupakan faktor penyebab
gangguan jiwa yang berkaitan dengan penyakit-penyakit psikosomatik. Hal ini diakibatkan
karena seseorang merasa melakukan dosa tidak bisa terlepas dari perasaan tersebut (Yosep,
2009). Penerapan psikoreligius terapi di rumah sakit jiwa menurut Yosep (2009) meliputi:
a. Perawat jiwa harus dibekali pengetahuan yang cukup tentang agamanya/ kolaborasi
dengan agamawan atau rohaniawan.
b. Psikoreligius tidak diarahkan untuk mengubah agama Kliennya tetapi menggali
sumber koping.
c. Memadukan milieu therapy yang religius; kaligrafi, ayat-ayat, fasilitas ibadah,
bukubuku, music/lagu keagamaan.
d. Dalam terapi aktifitas diajarkan kembali cara-cara ibadah terutama untuk pasien
rehabilitasi.
e. Terapi kelompok dengan tema membahas akhlak, etika, hakikat hidup didunia, dan
sebagainya. Untuk klien dengan isolasi sosial terapi psikoreligius dapat bermanfaat
dari aspek autosugesti yang dimana dalam setiap kegiatan religius seperti sholat,
dzkir, dan berdoa berisi ucapan-ucapan baik yang dapat memberi sugesti positif
kepada diri klien sehingga muncul rasa tenang dan yakin terhadap diri sendiri
(Thoules, 1992 dalam Yosep, 2010). Menurut Djamaludin Ancok (1989) dan
Ustman Najati (1985) dalam Yosep (2009) aspek kebersamaan dalam shalat
berjamaah juga mempunyai nilai terapeutik, dapat menghindarkan seseorang dari
rasa terisolir, terpencil dan tidak diterima.
7. Rehabilitasi Program
Rehabilitasi biasanya diberikan di bagian lain rumah sakit yang dikhususkan untuk
rehabilitasi. Terdapat banyak kegiatan, antaranya terapi okupasional yang meliputi kegiatan
membuat kerajinan tangan, melukis, menyanyi, dan lain-lain. Pada umumnya program
rehabilitasi ini berlangsung 3-6 bulan (Yusuf, 2019).

8. Program Intervensi Keluarga


Intervensi keluarga memiliki banyak variasi, namun pada umumnya intervensi
yang dilakukan difokuskan pada aspek praktis dari kehidupan sehari-hari, memberikan
pendidikan kesehatan pada keluarga tentang isolasi sosial, mengajarkan bagaimana cara
berhubungan yang baik kepada anggota keluarga yang memiliki masalah kejiwaan
(Yusuf, 2019).
F. Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian Klien isolasi sosial dapat dilakukan melalui wawancara dan observasi
kepada klien dan keluarga (Hartono, 2010)
1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Seorang
perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi pada klien, hierarki
perilaku agreisf dan kekerasan. Disamping itu, perawat harus mengkaji pula afek
klien yang berhubungan dengan perilaku agresif. ( Muhith, 2015)
a. Identitas

Nama, umur, jenis kelamin, No MR, tanggalmasuk RS, tanggal pengkajian

b. Alasan masuk

1. Apa penyebab klien datang ke RSJ?

2. Apa yang sudah dilakukan keluarga?

3. Bagaimana hasilnya?

Genogram

Pasein merupakan anak pertama dari 3 bersaudara, pasien


memiliki 2 orang adik perempuan dimana semua sudah
berkeluarga, ayahnya dan ibu telah meninggal dunia.
Ket :
:Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal

2. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orangtua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan
struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan
dicerai suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi
(korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba) perlakuan orang lain yang
tidak menghargai Klien/perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung
lama.
2. Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup semua sistem yang ada
hubungannya dengan klien depresi berat didapatkan pada sistem
integumen klien tampak kotor, kulit lengket di karenakan kurang
perhatian terhadap perawatan dirinya bahkan gangguan aspek dan
kondisi klien

3. Psikososial

1. Genogram

Genogram dibuat 3 generasi keatas yang dapat menggambar


kan hubungan klien dengan keluarga. Tiga generasi ini dimaksud
jangkauan yang mudah diingat oleh klien maupun keluarga pada
saat pengkajian.

2. Konsep diri
1) Gambaran Diri : Menolak melihat dan menyentuh bagian
tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh
yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan
perubahan tubuh, persepsi negatif tentang tubuh. Preokupasi
dengan bagian tubuh yang hilang, mengungkapkan keputus
asaan, mengungkapkan ketakutan.
2) Ideal Diri: Mengungkapkan keputus asaan karena
penyakitnya: mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
3) Harga Diri : Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa
bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial,
merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang percaya
diri.
4) Penampilan Peran : Berubah atau berhenti fungsi peran yang
disebabkan penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK
5) Identitas Personal : Ketidak pastian memandang diri, sukar
menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil
keputusan.
4. Hubungan sosial

Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan


hubungan sosial dengan orang lain terdekat dalam kehidupan,
kelompok yang diikuti dalam masyarakat.

5. Spiritual
Nilai dan keyakinan klien, pandangan dan keyakian klien
terhadapap gangguan jiwa sesuai dengan norma dan agama yang
dianut pandangan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa.
Kegiatan ibadah : kegiatan di rumah secara individu atau kelompok.

6. Status Mental
Kontak mata klien kurang/tidak dapat mepertahankan kontak
mata, kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan
kurang mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan
keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
1) Penampilan
Biasanya pada Klien menarik diriklien tidak
terlalumemperhatikan penampilan, biasanya penampilan tidak
rapi, cara berpakaian tidak seperti biasanya (tidak tepat).
2) Pembicaraan
Cara berpakaian biasanya di gambarkan dalam
frekuensi, volume dan karakteristik. Frekuansi merujuk pada
kecepatan Klien berbicara dan volume di ukur dengan berapa
keras klien berbicara. Observasi frekuensi cepat atau lambat,
volume keras atau lambat, jumlah sedikit, membisu, dan di
tekan, karakteristik gagap atau kata-kata bersambungan.
3) Aktifitas Motorik
Aktifitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik klien.
Tingkat aktifitas : letargik, tegang, gelisah atau agitasi. Jenis
aktifitas : seringai atau tremor. Gerakan tubuh yang berlebihan
mungkin ada hubunganya dengan ansietas, mania atau
penyalahgunaan stimulan. Gerakan motorik yang berulang
atau kompulsif bisa merupakan kelainan obsesif kompulsif.
4) Alam Perasaan
Alam perasaan merupakan laporan diri klien tentang status
emosional dan cerminan situasi kehidupan klien. Alam
perasaan dapat di evaluasi dengan menanyakan pertanyaan
yang sederhana dan tidak mengarah seperti “bagaimana
perasaan anda hari ini” apakah klien menjawab bahwa ia
merasa sedih, takut, putus asa, sangat gembira atau ansietas.

5) Afek
Afek adalah nada emosi yang kuat pada klien yang
dapat di observasi oleh perawat selama wawancara. Afek
dapat di gambarkan dalam istilah sebagai berikut : batasan,
durasi, intensitas, dan ketepatan. Afek yang labil sering
terlihat pada mania, dan afek yang datar,tidak selaras sering
tampak pada skizofrenia.

6) Persepsi
Ada dua jenis utama masalah perseptual : halusinasi
dan ilusi. Halusinasi didefinisikan sebagai kesan atau
pengalaman sensori yang salah. Ilusi adalah persepsi atau
respon yang salah terhadap stimulus sensori. Halusinasi
perintah adalah yang menyuruh klien melakukan sesuatu
seperti membunuh dirinya sendiri, dan melukai diri sendiri.

7) Interaksi Selama Wawancara


Interaksi menguraikan bagaimana klien berhubungan
dengan perawat. Apakah klien bersikap bermusuhan,tidak
kooperatif, mudah tersinggung, berhati-hati, apatis,
defensive,curiga atau sedatif.

8) Proses Pikir
Proses pikir merujuk “ bagaimana” ekspresi diri klien
proses diri klien diobservasi melalui kemampuan
berbicaranya. Pengkajian dilakukan lebih pada pola atas
bentuk verbalisasi dari pada isinya.

9) Isi Pikir
Isi pikir mengacu pada arti spesifik yang diekspresikan
dalam komunikasi klien. Merujuk pada apa yang dipikirkan
klien walaupun klien mungkin berbicara mengenai berbagai
subjek selama wawancara, beberapa area isi harus dicatat
dalam pemeriksaan status mental. Mungkin bersifat kompleks
dan sering disembunyikan oleh klien.

10) Tingkat Kesadaran


Pemeriksaan status mental secara rutin mengkaji
orientasi klien terhadap situasi terakhir. Berbagai istilah dapat
digunakan untuk menguraikan tingkat kesadaran klien seperti
bingung, tersedasi atau stupor.

11) Memori
Pemeriksaan status mental dapat memberikan saringan
yang cepat tehadap masalah-masalah memori yang potensial
tetapi bukan merupakan jawaban definitive apakah terdapat
kerusakan yang spesifik. Pengkajian neurologis diperlukan
untuk menguraikan sifat dan keparahan kerusakan memori.
Memori didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengingat
pengalaman lalu.

12) Tingkat Konsentrasi Dan Kalkulasi


Konsentrasi adalah kemampuan klien untuk
memperhatikan selama jalannya wawancara.Kalkulasi adalah
kemampuan klien untuk mengerjakan hitungan sederhana.

13) Penilaian
Penilaian melibatkan perbuatan keputusan yang
konstruktif dan adaptif termasuk kemampuan untuk mengerti
fakta dan menarik kesimpulan dari hubungan.

7. Kebutuhan persiapan pulang

a. Makan

Biasanya klien tidak mengalami perubahan

b. BAB/BAK

Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan tidak ada


gangguan
c. Mandi

d. Biasanya klien jarang mandi, tidak menyikat gigi, jarang


mencuci rambut dan bercukur atau berhias. Badan klien
sangat
bau dan kotor, dan klien hanya melakukan kebersihan diri
jika disuruh.
e. Berpakaian

Biasanya klien jarang mengganti pakaian, dan tidak mau


berdandan. Klien tidak mampu mengenakan pakaian dengan
sesuai dan klien tidak mengenakan alas kaki
f. Istirahat dan tidur

Biasanya klien tidak melakukan persiapan sebelum


tidur, seperti: menyikat gigi, cucui kaki, berdoa. Dan
sesudah tidur seperti: merapikan tempat tidur, mandi atau
cuci muka dan menyikat gigi. Frekuensi tidur klien berubah-
ubah, kadang nyenyak dan kadang gaduh atau tidak tidur.
g. Penggunaan obat

Biasanya klien mengatakan minum obat 3 kali sehari dan


klien tidak mengetahui fungsi obat dan akibat jika putus
minum obat.
h. Pemeliharaan kesehatan

Biasanya klien tidak memperhatikan kesehatan nya, dan


tidak peduli tentang bagai mana cara yang baik untuk
merawat dirinya.
i. Aktifitas didalam rumah

Biasanya klien mampu merencanakan, mengolah, dan


menyajikan makanan, merapikan rumah, mencuci pakaian
sendiri dan mengatu rbiaya sehari-hari.
8. Masalah psikologis dan lingkungan

Biasanya klien mengalami masalah interaksi dengan lingkungan


dan masyarakat
9. Diagnosa Keperawatan Jiwa

1) Isolasi Sosial (SDKI D.0121)

10. Intervensi

1) Isolasi Sosial (D.0121)

2) Promosi Sosialisasi (I.13498)

2.2.2 Implementasi

1. Isolasi sosial (D.0121)

Promosi Sosialisasi (I.13498)

Observasi :

a. Identifikasi respon psikologis terhadap situasi dan ketersediaan sistem


pendukung

b. Monitor situasi keluarga saat ini dan sistem pendukung

Terapeutik:

c. Motivasi meningkatkan keterlibatkan dalam suatu hubungan

d. Motivasi kesabaran dalam mengembangkan suatu hubungan

e. Motivasi berpatisipasi dalam aktivitas baru dan kegiatan kelompok

f. Motivasi berinteraksi di luar lingkungan (mis. jalan-jalan, ke took


buku)

g. Diskusikan kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi dengan


orang lain

h. Diskusikan perencanaan kegiatan di masa depan

i. Berikan umpan balik positif pada setiap peningkatan kemampuan

Edukasi:

j. Latih bermain peran untuk meningkatkan ketrampilan komunikasi


2.2.3 Evaluasi
Menurut Trimelia (2011) evaluasi dilakukan dengan berfokus pada
perubahan

perilaku Klien setelah diberikan tindakan keperawatan. Keluarga juga perlu


dievaluasi karena merupakan sistem pendukung yang penting. Ada beberapa
hal yang perlu dievaluasi pada

Klien dengan isolasi sosial yaitu:

a. Apakah klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial

b. Apakah klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang


lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

c. Apakah klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap: klien-


perawat, Klien-perawat-perawat lain, klien-perawat-klien lain, klien-
kelompok, dan klienkeluarga.

d. Apakahklien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan


orang lain.

e. Apakah klien dapat memberdayakan sistem pendukungnya atau keluarga


nya untuk memfasilitasi hubungan sosialnya.

f. Apakah klien dapat mematuhi minum obat


22
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Setelah menguraikan tentang proses keperawatan pada Tn. Y dan disimpulkan bahwa
pasien Berdasarkan apa yang telah penulis dapatkan dalam laporan kasus dan pembahasan pada
asuhan keperawatan jiwa pada Tn. Y dengan isolasi sosial di Yayasan Pemenang Jiwa Sumatra
Utara Medan, maka penulis mengambil kesimpulan : pengkajian yang didapat pada Tn. Y,
karena klien sering marah-marah, bicara sendiri, gelisah, merasakan sedih, dan kurang tidur.
Maka penulis mengambil diagnosa isolasi Sosial.
1. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada Tn.Y dengan kasus Isolasi Sosial dilakukan
meliputi aspek psikososial, spiritual dan melibatkan keluarga didalamnya
2. Dalam melakukan asuhan keperawatan maka antara perawat dan Tn. Y harus membina
hubungann saling percaya
3. Bagi mahasiswa/mahasiswi agar lebih memperdalam ilmu pengetahuan khususnya tentang
keperawatan isolasi sosial.
4. Bagi Tn.Y agar mengenal dan bergaul/berinteraksi dengan perawat dan orang lain
disekitarnya.
5. Peran serta keluarga sangat penting dalam menyembuhkan klien karena dengan dukungan
keluarga penyembuhan Tn.Y dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

2. Saran
Diharapkan pada keluarga sering mengunjungi pasien selama waktu perawatan karena
dengan seringnya keluarga berkunjung, maka pasien merasa berarti dan dibutuhkan dan juga
setelah pulang keluarga harus memperhatikan obat dikonsumsi seta membawa pasien kontrol
secara teratur kepelayana kesehatan jiwa ataupun rumah sakit jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Anggit, M. A. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan


Resiko Perilaku Kekerasan. Universitas Kusuma Husada Surakarta.

Badriah. A.R. (2020). Asuhan Keperawatan Dengan Pemberian Terapi


Musik Terhadap Kemampuan Bersosialisasi Pada Pasien Isolasi Sosial
Dengan Menggunakan Literature Review. KTI., Universitas
Muhammadiyah Tasikmalaya. http://repository.umtas.ac.id/id/eprint/82

Astuti, L. (2020). Studi Dokumentasi Isolasi Sosial Pada Pasien Dengan


Skizofrenia. Akademi Keperawatan YKY Yogyakarta.
Http://Repository.Akperykyjogja.Ac.Id/Id/Eprint/295

Affiroh, A.A & Sholikah, M.M. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada
Pasien Dengan Isolasi Sosial Di Ruang Nakula Rs Dr Arif Zaenudin
Surakarta. Uniersitas Kusuma Husada Surakarta.

Apriliani, D., & Herliawati, H. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada


Pasien Isolasi Sosial: Menarik Diri Dengan Menerapkan Terapi Social
Skill Trainning (Doctoral Dissertation, Sriwijaya University).
Http://Repository.Unsri.Ac.Id/Id/Eprint/30250

Arisandy, W. (2017). Pengaruh Penerapan Terapi Musikal Pada Pasien


Isolasi Sosial Terhadap Kemampuan Bersosialisasi Dirumah Sakit Ernald

Anda mungkin juga menyukai