Disusun Oleh:
Ditawati Putriani Dewi
NIM: 82021040002
A. Definisi
Asfiksia adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak
segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi
selama kehamilan atau persalinan. (Sofian, 2012).
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Sarwono, 2011).
Asfiksia neonatarum adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami
gangguan pertukaran gas dan kesulitan mengeluarkan karbondioksida (Sarwono,
2010).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara
spontan dan teratur pada saat bayi baru lahiratau beberapa saat sesudah lahir. Bayi
mungkin lahir dalam kondisi afiksia (asfiksia primer) atau mungkin dapat bernapas
tetapi kemudian mengalami afiksia beberapa saat setelah lahir (afiksia sekunder).
(Fauziah dan Sudarti, 2014)
Afiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan
dengan sempurna, sehingga tindakan keperawatan dilaksanakan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin
timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan , beberapa faktor perlu
dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan afiksia.
B. Etiologi
Asfiksia dapat terjadi karena beberapa factor :
a. Factor ibu :
1) Hipoksia ibu
2) Gangguan aliran darah fetus
a) Gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni, tetani uteri
b) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
c) Hipertensi pada penyakit toksemia, eklamsia, dll
d) Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir matim ketuban pecah dini, infeksi
b. Factor plasenta
Abruptio plasenta, solution plasenta
c. Factor fetus
Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat, meconium kental, prematuritas,
persalinan ganda
d. Factor lama persalinan
Persalinan lama, VE, kelainan letak, operasi Caesar
e. Factor neonates
1) Anestesi/analgetik yang berlainan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pernafasan pada bayi
2) Trauma lahir sehingga mengakibatkan perdarahan intracranial
3) Kelainan congenital seperti hernia diagfragmatika, atresia/stenosis saluran
pernafasan, hipoplasi paru, dll
Asfiksia dalam kehamilan dpat disebabkan oleh :
- Penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan obat bius, uremia, toksemia
gravidarum, anemia berat, cacat bawaan atau trauma
- Partus lama, ruptura uteri yang membakat, tekanan terlalu kuat kepala anak
pada plasenta, prolapsus, pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat
pada waktunya, plasenta previa, solusia plasenta, placenta tua (serotinus)
APGAR SCORE
Nilai
Tanda
0 1 2
Penilaiain :
C. Manifestasi Klinis
a. DJJ irreguler dan frekuensi >160 x/menit atau <100 x/menit. Pada keadaan
umum normal denyut janin berkisar antara 120-160 x/menit dan selama his
frekuensi ini bisa turun namun akan kembali normal setelah tidak ada his.
b. Terdapat mekonium pada air ketuban pada letak kepala. Kekurangan O 2
merangsang usus sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin asfiksia.
c. Pada pemeriksaan dengan amnioskopi didapatkan pH janin turun sampai <7,2
karena asidosis menyebabkan turunnya pH.
Klasifikasi klinik berdasarkan nilai APGAR
1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
2. Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6)
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai APGAR 7-9)
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
D. Patofisiologi
Pada awal proses kelahiran setiap bayi akan mengalami hipoksia relatif dan akan
terjadi adaptasi akibat aktivitas bernapas dan menangis. Apabila proses adaptasi
terganggu, maka bayi bisa dikatakan mengalami asfiksia yang akan berefek pada
gangguan sistem organ vital seperti jantung, paru-paru, ginjal dan otak yang
mengakibatkan kematian (Manuaba, 2018).
Asfiksia terjadi karena janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbul
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat.
Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Maka timbul rangsangan dari nervus sispatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauteri dan
bila kita periksa kemudian banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus
tersumbat dan dapat terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang
(Manuaba, 2018).
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti dan denyut jantung
mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkembang secara berangsur-angsur
dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukan
pernafasan yang dalam, denyut jantung menurun terus menerus, tekanan darah bayi
juga mulai menurun, dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki periode apneu sekuner. Selama apneu sekunder denyut jantung,
tekanan darang dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak
bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara
spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan tidak di mulai
segera (Manuaba, 2018).
E. Pathway
Janin kekurangan O2
& kadar CO2 meningkat
(Manuaba, 2018)
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik (Manuaba, 2008):
1) Foto polos dada: untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung dan kelainan
paru, ada tidaknya aspirasi mekonium.
2) USG (kepala): Untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular,
dan vertikular.
b. Pemeriksaan Laboratorium:
a) Analisa gas darah: PaO2 di dalam darah berkurang.
b) Elektrolit darah: HCO3 di dalam darah bertambah
c) Gula darah: Untuk mengindikasikan adanya pengurangan cadangan glikogen akibat
stress intrauteri yang mengakibatkan bayi mengalami hipoglikemi.
d) Baby gram: Berat badan bayi lahir rendah < 2500 gram
G. Penalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Wiknjosastro (2015) adalah
sebagai berikut :
a. Tindakan umum
1) Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu
tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan
oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu BBL
dengan:
a) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.
b) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.
c) Bungkus bayi dengan kain kering.
2) Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala
bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lender
3) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak
kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini
berfungsi memperbaiki ventilasi.
b. Tindakan khusus
1) Asfiksia berat (nilai apgar 0-3)
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dilakukan yaitu dengan :
a) Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara langsung dan
berulang atau dengan melakukan intubasi endotracheal dan O2 dimasukkan
dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml. Hal ini mencegah terjadinya iritasi paru
berlebihan sehingga dapat terjadi ruptur aveoli. Tekanan positif ini dilakukan
dengan meniupkan udara ke dalam kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi
kantong ke pipa.
b) Memberikan natrikus bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BB
c) Masase jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas tulang dada
secara teratur 80-100 x/mnt. Tindakan ini berselingan dengan nafas buatan,
yaitu setiap 5 x masase diikuti 1x pemberian nafas. Hal ini bertujuan untuk
menghindarkan kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoracks jika
tindakan ini dilakukan bersamaan.
d) Memberikan obat-obatan 1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5- 1 cc secara
intravena (sebegai obat inotropik) dan kalsium glukonat 50-100 mm/kg BB
secara intravena, untuk meningkatkan frekuensi jantung.
2) Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6)
Dilakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernafasan dengan :
1) Melakukan rangsangan 30-60 detik setelah penilaian APGAR 1 menit.
2) Melakukan nafas buatan dengan memasukkan pipa ke dalam hidung,
O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter/menit. Bayi diletakkan dengan kepala
dalam dorsofleksi, dilakukan dengan membuka dan menutup lubang hidung dan
mulut disertai dengan menggerakkan dagu ke atas dan kebawah dalam frekuensi
20 x/ menit.
3) Melakukan pernafasan mulut ke mulut yag seharusnya dalam mulut bayi
dimasukkan pharingeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke
depan, sebelum mulut penolong diisi O 2 sebelum peniupan, peniupan dilakukan
secara teratur dengan frekuensi 20-30 x/menit.
c. Tindakan lain dalam resusitasi
1) Pengisapan cairan lambung dilakukan pada bayi-bayi tertentu yaitu pada bayi
prematur, sebelumnya bayi mengalami gawat janin, pada ibu yang mendapatkan
anastesia dalam persalinan.
2) Penggunaan obat Nalorphin diberikan pada bayi yang disebabkan oleh penekanan
pernafasan akibat morfin atau petidin yang diberikan selama proses persalinan.
Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara
lain :
1) Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
Caranya:
a) Bayi dibungkus dengan kain hangat
b) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut.
c) Bersihkan badan dan tali pusat.
d) Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator.
2) Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
Caranya :
a. Bersihkan jalan napas.
b. Berikan oksigen 2 liter per menit.
c. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada reaksi,bantu
pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
d. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat
7,5%sebanyak 6cc.Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena
umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial
meningkat.
3) Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
Caranya:
a. Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag.
b. Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
c. Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube).
d. Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube).
e. Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian primer
1) Airway : Mencantumkan data kepatenan jalan nafas dan diagnosa yang mungkin
muncul.
2) Breathing : Mencantumkan data pola nafas dan diagnosa yang mungkin muncul.
3) Circulation : Mencantumkan data pertukaran, status cairan, fungsi jantung dan
diagnosa yang mungkin muncul.
4) Dissability : Mencantumkan data fungsi neurologi , fungsi sensory motorik dan
diagnosa yang mungkin muncul.
2. Pengkajian Sekunder
a Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Kesimetrisan wajah
Rambut : warna, distribusi, tekstur ,tengkorak/kulit kepala
Sensori :
Mata : Inspeksi bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, pupil,
reaksi pupil terhadap cahaya, lensa, tes singkat visus.
Telinga : Letak, bentuk, serumen, kemampuan mendengar : uji
berbisik.
Hidung : Deviasi Septum nasi, kepatenan jalan napas lewat hidung
Mulut : Bibir Sumbing, Mukosa Mulut, tonsil, gigi, gusi, lidah, bau
mulut.
2. Leher
Deviasi /simetris, cidera cervikal
Kelenjar thyroid
Kelenjar limfe
Trakea JVP
3. Dada
I : Sesimetrisan, penggunaan otot bantu napas, ictus cordis
P : Taktil Fremitus, ada/tidaknya massa , ictus cordis teraba/tidak.
P : Adanya cairan di paru, suaru perkusi paru dan jantung
A : Suara paru dan jantung
4. Abdomen
Elasitas
Kembung
Asites
Auskultasi bising usus
Palpasi : posisi hepar, limpa, ginjal, kandung kemih , nyeri tekan
Perkusi : Suara Abnormal
5. Ektremitas /muskuloskeletal
Rentang gerak
Kekuatan otot
Deformitas
Kontraktur
Edema
Nyeri
Krepitasi
6. Kulit/Integumen
Turgor kulit :
Mukosa kulit :
Kelainan kulit :
b. Diagnosa Keperawatan
c. Intervensi Keperaawatan
Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : MediAction
Budi Anna Keliat, dkk. 2015. Dianosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi Edisi Bahasa
Indonesia.Jakarta : EGC
Sudarti, Fauziyah, Afroh. 2012. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Balita. Nuha Medika:
Yogyakarta.
Garna, Heri.dkk. 2011. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi Ke
dua.Bandung : FKU Padjadjaran.
Intansari Nurjannah & Roxsana Devi Tumanggor. 2016. Nursing Interventions Classification
(NIC) Edisi Bahasa Indonesia.Elsevier Singapore Pte Ltd
Intansari Nurjannah & Roxsana Devi Tumanggor. 2016. Nursing Outcomes Classification
(NOC) Edisi Bahasa Indonesia.Elsevier Singapore Pte Ltd
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2018. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Markum. 1918. Ilmu Kesehatan Anak, Buku Ajar Jilid 1, Bagian Kesehatan Anak , Fakultas
UI, Jakarta.
Proverawati, Atikah, SKM MPh dan Cahyo Ismawati S, S Berat Badan lahir Rendah DLkpi :
Asuhan pada BBLR. Jakarta : Pustaka Tarbiyah Baru
Pudjiadi Antonius, H., Hegar Badriul, dkk. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta: IDAI.
Shelov, Steven P dan Hannemann, Robert E. 2014. Panduan Lengkap Perawatan Bayi Dan
Balita. The American Academy Of Pediatrics.
Jakarta : ARCAN.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 2012. Ilmu Kesehatan Anak 1. Jakarta : FKUI.
Supartini, Yupi, S.Kep, MSc. 2014. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta :
EGC