TINJAUAN PUSTAKA
6
7
b. Faktor imunologi
Respon autoimin abnormal, antibodi menyerang jaringan normal
yang dianggap jaringan asing (Wijaya & Putri, 2013).
2. Diabetes Melitus tipe II NIDDM (NonInsulin Dependent Diabetes
Mellitus)
a. Usia
Resiko terkena diabetes dapat meningkat seiring bertambahnya
usia, terutama pada orang yang menginjak usia 45 tahun ke atas.
Hal tersebut disebabkan karena orang berumur 45 ke atas
cenderung tidak atau kurang rutinitas berolahraga atau melakukan
aktivitas fisik, kehilangan massa otot, dan adanya peningkatan
pada berat badan seiring bertambahnya usia.
b. Riwayat Keluarga
Resiko diabetes menjadi meningkat jika orang tua atau saudara
sedarah mempunyai riwayat penyakit diabetes.
c. Obesitas
Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko utama adanya
diabetes. Dengan semakin banyaknya jaringan lemak yang
dimiliki seseorang, maka semakin banyak juga sel yang berubah
menjadi insulin.
d. Diabetes Gestasional
Diabetes jenis ini merupakan penyakit kencing manis yang hanya
menyerang wanita saat menjalani masa kehamilan. Wanita yang
sedang hamil akan mengalami perubahan pada hormonya dan hal
ini yang menyebabkan gula darah dalam tubuhnya mengalami
kelonjakkan. Jika seseorang wanita yang sedang hamil tidak
menjaga pola makan dengan baik, maka kemungkinan besar untuk
terserang Diabetes Gestasional (Haryono & Susanti, 2019).
8
2. Fisiologi
Pankreas adalah kelenjar mejemuk bertandan, strukturnya sangat mirip
dengan kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira lima belas sentimeter,
mulai dari duodenum sampai limpa, dan dilukiskan sebagai terdiri atas
tiga bagian.
9
6) Sekresi glukagon
Glukogen adalah suatu hormon protein yang dikeluarkan
oleh sel alfa pulau langerhans sebagai respons terhadap
kadar glukosa darah yang rendah dan peningkatan asam
amino plasma. Glukogen adalah hormon utama stadium
pasca absorpsi pencernaan, yang terjadi selama periode
puasa di antara waktu makan. Fungsi hormon ini terutama
adalah katabolik (penguraian). Secara umum, kerja glukagon
berlawanan dengan fungsi insulin. Sebagai contoh, glukogon
bekerja sebagai antagonis insulin dengan menghambat
perpindahan glukosa ke dalam sel. Glukogen juga
menstimulasi glukoneogenesis hati dan menyebabkan
penguraian simpanan glikogen untuk digunakan sebagai
sumber energi selain glukosa. Glukogen menstimulasi
penguraian lemak dan pelepasan asam lemak bebas kedalam
aliran darah, untuk digunakan sebagai sumber energi selain
glukosa. Fungsi-fungsi tersebut bekerja untuk meningkatkan
kadar glukosa darah. Pelepasan glukagon oleh pankreas
distimulasi oleh saraf simpatis.
7) Sekresi somatostatin
Somatostatin disekresikan oleh sel delta pulau lengerhans.
Somatostatin juga disebut hormon penghambat hormon
pertumbuhan dan dilepaskan oleh hipotalamus. Somatostatin
dan hipotalamus merupakan salah satu penghambat
pelepasan hormon pertumbuhan hormon hipotalamus yang
mengontrol pelepasan hormon pertumbuhan dari hipofisis
14
2.1.5 Patofisiologi
1. Diabetes Mellitus Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas menghasilkan
insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini
menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.
Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul
glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik)
sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia). Defesiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi penurunan berat badan
akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia). Akibat yang
lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa
pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yang dapat
mengganggu keseimbangan asam basa dan mengarah terjadinya
ketoasidosis (Wijaya and Putri 2013).
2. Diabetes Melitus Tipe II
Diabetes Melitus Tipe II termasuk ke dalam jenis sindrom heterogen
yang ditandai dengan adanya kelainan metabolisme karbohidrat dan
lemak. Penyebab dari adanya Diabetes Melitus Tipe II adalah faktor
multi-faktorial yang melingkupi unsure genetik dan lingkungan yang
dapat mempengaruhi fungsi sel beta dan jaringan seperti jaringan otot,
hati, jaringan adiposa, dan pankreas agar dapat sensitif terhadap insulin.
Namun demikian, mekanisme atau penyebab yang mengendalikan
16
interaksi pada kedua gangguan tersebut hingga sampai ini belum dapat
diketahui dengan pasti.
Akan tetapi ada beberapa faktor yang disebut-sebut sebagai
kemungkinan dalam menghubungkan resistensi insulin dan disfungsi sel
beta dalam pathogenesis Diabetes Melitus Tipe II. Faktor-faktor tersebut
ditentukan dari sebagian besar individu yang menderita Diabetes
Melitus Tipe II, yaitu mengalami obesitas, dengan pusat adipositas
visceral. Oleh karena itu, jaringan adipose memainkan peran penting
dalam pathogenesis Diabetes Melitus Tipe II. Diabetes Melitus Tipe II
dirumuskan ke dalam lima hal, yaitu:
a. Diabetes Melitus Tipe II adalah keadaan dimana pelepasan insulin
berkurang dan terganggunya repesptor insulin dalam jaringan
perifer.
b. Deplesi insulin di sel-sel yang dependen insulin mengakibatkan
laju ambilana glukosa pada sel berkurang secara nyata.
c. Glukoneogenesis mengalami peningkatan kaarena berkurangnya
stimulasi metabolisme glukosa, dimana keadaan tersebut
menyebabkan hiperglikemia dan glukosuria.
d. Insulin yang berkurang dapat memicu pelepasan asam-asam lemak
bebas yang tidak dapat dimetabolisir dan dilepas dalam bentuk
keton bodies ke dalam darah dan urin.
e. Selain itu, insulin yang berkurang juga bisa menekan sintesis
protein sehingga terjadi pelepasan asam-asam amino yang akan
diubah menjadi glukosa dan keton dalam hati (Haryono and
Susanti 2019).
17
18
19
20
21
Pada tes darah ini, bertujuan untuk memperlihatkan berapa kadar gula
darah rata-rata di dalam tubuh selama dua hingga tiga bulan terkhir. Tes
ini nantinya akan mengukur persentase gula darah yang melekat pada
hemoglobin, dan protein pembawa oksigen dalam sel darah merah. Jika
ditemukan semakin tinggi kadar gula darahnya, maka akan semakin
banyak hemoglobin dengan gula yang menempel. Saat hasil tes
menunjukkan 6,5% atau lebih dan terjadi jumlah seperti itu berturut-
turut pada dua tes terpisah, maka hal tersebut telah positif menunjukkan
seseorang menderita Diabetes.
2. Tes Gula Darah Acak
Sampel darah akan diambil pada waktu acak. Pada pemeriksaan ini,
biasanya nilai gula darah dinyatakan dalam miligram per desiliter
(mg/dL) atau milimoles per liter (mmol/L). Tentunya pemeriksaan ini
terlepas dari kapan seseorang terakhir makan, jika kadar gula darah acak
ditemukan sebesar 200 mg/dL atau 11,1 mmol/L berarti hasil positif
menunjukkan Diabetes, terutama bila data tersebut dikaitkan dengan
salah satu tanda dan gejala Diabetes, seperti sering buang air kecil dan
haus ekstrim.
3. Tes Gula Darah Puasa
Pada pemeriksaan ini, sampel darah hanya akan diambil setelah puasa
semalaman. Tingkat gula darah puasa yang menunjukkan angka kurang
dari 100 mg/dL atau 5,6 mmol/L adalah normal. Sementara itu, jika
kadar gula darah puasa menunjukkan angka 100 hingga 125 mg/dL atau
5,6 hingga 6,9 mmol/L, maka seseorang telah dianggap mengalami
prediabetes. Untuk seseorang yang positif Diabetes maka saat
pemeriksaan sampel, hasil akan menunjukkan kadar gula darah puasa
berada diangka 126 mg/dL atau 7 mmol/L atau bisa juga lebih tinggi
pada dua tes terpisah.
4. Tes Toleransi Glukosa Oral
24
Pada tes ini, proses yang dijalani pasien tidak berbeda jauh dengan tes
gula darah puasa karena pasien harus berpuasa dalam semalam dan
setelah itu kadar gula darah puasa akan diukur. Akan tetapi pemeriksaan
ini akan berbeda dari yang sebelumnya adalah, pasca diukur pasien akan
diminta untuk meminum cairan bergula setelah itu kadar gula darah
kembali diuji dengan cara berkala yaitu selama dua jam. Jika hasilnya
kadar gula darah masih berada di angka yang kurang dari 140 mg/dL
atau 7,8 mmol/L maka seseorang tersebut dinyatakan negatif dalam
artian masih dalam kadar gula yang normal. Sementara jika ditemukan
angka diantara 140 dan 199 mg/dL atau 7,8 dan 11,0 mmol/L, maka data
tersebut menunjukkan seseorang terkena prediabetes. Untuk seseorang
yang hasilnya positif Diabetes, maka hasilnya akan menunjukkan kadar
diangka 200 mg/dL atau 11,1 mmol/L atau bisa juga lebih tinggi setelah
dua jam (Haryono & Susanti, 2019).
2.1.8 Penatalaksanaan
1. Obat
Obat-obatan hipoglikemik oral (OHO)
a. Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
1) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
2) Menurunkan ambang sekresi insulin.
3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.
b. Biguanid
Menurunkan kadar glukosa dalam darah tapi tidak sampai di
bawah normal.
c. Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
25
4) Buah
Semua buah dianjurkan terutama yang berserat tinggi
menurut jumlah yang sudah ditentukan.
c. Makanan-makanan yang tidak dianjurkan untuk dikonsumsi oleh
penderita Diabetes Melitus adalah:
1) Makanan dan minuman yang mengandung gula murni
seperti gula pasir atau gula merah, susu kental manis, dodol,
cake, selai, sirup, kue tart, jelly.
2) Makanan yang digoreng dan menggunakan santan kental
(mengandung lemak jenuh).
3) Makanan yang mengandung banyak garam seperti ikan asin,
telur asin, makanan yang diawetkan seperti saus, kecap,
abon, sarden kaleng, buah kalengan.
4) Latihan
Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah
metabolisme istirhat dapat menurunkan berat badan , stress
dan menyegarkan tubuh.
5) Pemantauan
Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri.
6) Pendidikan
Penyuluhan untuk merencanakan pengelolaan sangat penting
untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi
pasien diabetes yaitu pendidikan danpelatihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang
perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien
27
f. Neurosensori
Gejala: pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada
otot.
Tanda: disorientasi, mengantuk, gangguan memori.
g. Nyeri atau kenyamanan
Gejala: abdomen yang tegang.
Tanda: wajah meringis dengan palpasi, tampak sangat berhati-hati.
h. Pernapasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
sputum.
Tanda: lapar udara, batuk dengan atau tanpa sputum.
i. Keamanan
Gejala: kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda: demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi.
j. Seksualitas
Gejala: rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada
pria, kesulitan orgasme pada wanita.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit pankreas, hipertensi, miocard infark, infeksi saluran
kencing.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dengan Diabetes Melitus.
5. Pemeriksaan fisik
Head to toe
31
6. Pemeriksaan penunjang
a. Kadar glukosa
1) Gula darah sewaktu atau random >200 mg/dl
2) Gula darah puasa atau nuchter >140 mg/dl
3) Gula darah 2 jam PP (post prandial) >200 mg/dl
b. Aseton plasma
1) Hasil (+) mencolok
2) As lemak bebas
Peningkatan lipid dan kolestrol
3) Osmolaritas serum (>330 osm/l)
4) Urinalisasi
Proteinuria, ketonuria, glukosa (Haryono & Susanti, 2019).
2.2.2 Diagnosis Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik,
kehilangan gastrik yang berlebihan (mual, muntah).
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakadekuatan insulin, penurunan masukan oral.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi,
penurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi.
4. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan tidak mengenal sumber informasi.
5. Risiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan
dengan ketidakseimbangan glukosa atau insulin.
6. Kelemahan berhubungan dengan penurunan energi metabolik.
2.2.3 Intervensi dan Rasional
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik,
kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
Ditandai dengan:
32