Anda di halaman 1dari 80

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Konsep Diabetes Mellitus

2.1.1. Pengertian

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks

yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak

dan berkembangnya komplikasi makrovaskular dan neurologis (Riyadi

& Sukarmin,2015).

Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai

dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh

penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau

keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular,

makrovaskuler, dan neuropati (Yuliana elin,2015).

Diabetes Mellitus (DM) ataupun yang biasa disebut dengan

diabetes merupakan suatu gangguan kesehatan yang berupa kumpulan

gejala yang disebabkan oleh meningkatnya kadar gula (glukosa) dalam

darah akibat dari kekurangan ataupun resistensi insulin (Bustan,

2015).

Diabetes Mellitus ataupun yang sering disebut dengan penyakit

kencing manis merupakan suatu penyakit yang dapat terjadi ketika

tubuh tidak mampu untuk memproduksi cukup insulin atau tidak

mampu menggunakan insulin (resistensi insulin) (IDF, 2015)


2.1.2. Anatomi dan Fisiologi

2.1.2.1. Anatomi Pankreas

Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang

gaster didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor

pankreas mencapai hilus limpa diarah kronio – dorsal dan

bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus

pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang

lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena

mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah

kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas.

Gambar 2.1. Pankreas

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :

1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam

duodenum.

2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk

mengeluarkan getahnya namun sebaliknya

mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam

darah. Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau


langerhans, setiap pulau langerhans hanya

berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi

pembuluh darah kapiler. Pulau langerhans

mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel- alfa, beta

dan delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 %

dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau

dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan

bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap

bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang

lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk

polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan

dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena

perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng

dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum

endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus

golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang

diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel

oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang

mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan

eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran

basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel

fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel

alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel

mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan

10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin.


1) Kepala (kaput) yang paling lebar terletak di kanan

rongga abdomen, masuk lekukan sebelah kiri duodenum

yang praktismelingkarinya.

2) Badan (korpus) menjadi bagian utama terletak

dibelakang lambung dan di depan vertebra

lumbalispertama.

3) Ekor (kauda) adalah bagian runcing di sebelah kiri

sampai menyentuh pada limpa (lien)

2.2 Fisiologi Pankreas

Pankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai

dua fungsi yaitu sebagai kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin.

Kelenjar eksokrin menghasilkan sekret yang mengandung enzim

yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat;

sedangkan endokrin menghasilkan hormon insulin dan glukagon

yang memegang peranan penting pada metabolismekarbohidrat

Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa

dalam tubuh berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel–

sel di pulau langerhans. Hormon-hormon ini dapat

diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar

glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat

meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon. Fisiologi Insulin :

Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel di pulau langerhans

menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi

beberapa jenis hormone lainnya,contohnya insulin menghambat

sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon


dan insulin.

Pankreas menghasilkan :

1. Garam NaHCO3 : membuat suasanabasa.

2. Karbohidrase : amilase ubah amilum →maltosa.

3. Dikarbohidrase : a.maltase ubah maltosa → 2glukosa.

4. Sukrase ubah sukrosa → 1 glukosa + 1fruktosa.

5. Laktase ubah laktosa → 1 glukosa + 1galaktosa.

6. Lipase mengubah lipid → asam lemak +gliserol.

7. Enzim entrokinase mengubah tripsinogen → tripsin dan

Kepulauan Langerhans Membentuk organ endokrin

yang menyekresikan insulin, yaitu sebuah homron

antidiabetika, yang diberikan dalam pengobatan

diabetes. Insulin ialah sebuah protein yang dapat turut

dicernakan oleh enzim-enzim pencerna protein dan

karena itu tidak diberikan melalui mulut melainkan

dengan suntikan subkutan.

8. Ubah pepton → asamamino.

Insulin mengendalikan kadar glukosa dan bila

digunakan sebagia pengobatan dalam hal

kekurangan seperti pada diabetes, ia memperbaiki

kemampuan sel tubuh untuk mengasorpsi dan

menggunakan glukosa dan lemak.Pada pankreas

paling sedikit terdapat empat peptida dengan

aktivitas hormonal yang disekresikan oleh pulau-

pulau (islets) Langerhans. Dua dari hormon-


hormon tersebut, insulin dan glukagon memiliki

fungsi penting dalam pengaturan metabolisme

karbohidrat, protein, dan lemak. Hormon ketiga,

somatostatin berperan dalam pengaturan sekresi

sel pulau, dan yang keempat polipeptida pankreas

berperan pada fungsi saluran cerna.Hormon

Insulin : Insulin merupakan protein kecil, terdiri

dari dua rantai asam amino yang satu sama

lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila

kedua rantai asam amino dipisahkan, maka

aktivitas fungsional dari insulin akan hilang.

1) Sintesis Insulin

Insulin disintesis oleh sel-sel beta, terutama

ditranslasikan ribosom yang melekat pada retikulum

endoplasma (mirip sintesis protein) dan menghasilkan

praprohormon insulin dengan berat molekul sekitar 11.500.

Kemudian praprohormon diarahkan oleh rangkaian

"pemandu" yang bersifat hidrofibik dan mengandung 23

asam amino ke dalam sistem reticulum endoplasma.

Struktur kovalen insulin manusia: Di retikulum

endoplasma, praprohormon ini dirubah menjadi proinsulin

dengan berat molekul kira-kira 9000 dan dikeluarkan dari

reticulum endoplasma.

Molekul proinsulin diangkut ke aparatus golgi, di sini

proteolisis serta pengemasan ke dalam granul sekretorik


dimulai.Di aparatus golgi, proinsulin yang semua tersusun

oleh rantai B—peptida (C) penghubung—rantai A, akan

dipisahkan oleh enzim mirip tripsin dan enzim mirip

karboksipeptidase. Pemisahan itu akan menghasilkan

insulin heterodimer (AB) dan C peptida. Peptida-C dengan

jumlah ekuimolar tetap terdapat dalam granul, tetapi tidak

mempunyai aktivitas biologik yang diketahui.

2) Sekresi Insulin

Sekresi insulin merupakan proses yang memerlukan

energi dengan melibatkan sistem mikrotubulus-

mikrofilamen dalam sel B pada pulau Lengerhans.

Sejumlah kondisi intermediet turut membantu pelepasan

insulin : Glukosa apabila kadar glukosa darah melewati

ambang batas normal yaitu 80-100 mg/dL maka insulin

akan dikeluarkan dan akan mencapai kerjamaksimal pada

kadar glukosa 300-500 mg/dL. Dalam waktu 3 sampai 5

menit sesudah terjadi peningkatan segera kadar glukosa

darah, insulin meningkat sampai hampir 10 kali lipat.

Keadaan ini disebabkan oleh pengeluaran insulin yang

sudah terbentuk lebih dahulu oleh sel beta pulau langerhans

pancreas. Akan tetapi, kecepatan sekresi awal yang tinggi

ini tidak dapat dipertahankan, sebaliknya, dalam waktu 5

sampai 10 menit kemudian kecepatan sekresi insulin akan

berkurang sampai kira-kira setengah dari

kadarnormal.Kira-kira 15 menit kemudian, sekresi insulin


meningkat untuk kedua kalinya, sehingga dalam waktu 2

sampai 3 jam akan mencapai gambaran seperti dataran

yang baru, biasanya pada saat ini kecepatan sekresinya

bahkan lebih besar daripada kecepatan sekresi pada tahap

awal. Sekresi ini disebabkan oleh adanya tambahan

pelepasan insulin yang sudah lebih dahulu terbentuk dan

oleh adanya aktivasi system enzim yang mensintesis dan

melepaskan insulin baru dari sel. Naiknya sekresi insulin

akibat stimulus glukosa menyebabkan meningkatnya

kecepatan dan sekresi secara dramatis. Selanjutnya,

penghentian sekresi insulin hampir sama cepatnya, terjadi

dalam waktu 3 sampai 5 menit setelah pengurangan

konsentrasi glukosa kembali ke kadar puasa.Peningkatan

glukosa darah meningkatkan sekresi insulin dan insulin

selanjutnya meningkatkan transport glukosa ke dalam hati,

otot, dan sel lain, sehingga mengurangi konsentrasi glukosa

darah kembali ke nilai normal. Insulin dilepaskan pada

suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans.

Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal

adalah peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa

darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl.

Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor

insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui

perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan

transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera


digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan

di dalam hati.

2.1.3. Etiologi

Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) etiologi Diabetes Mellitus, yaitu :

1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI) tipe1

Diabetes yang tergantung pada insulin ditandai dengan penghancuran

sel-sel beta pancreas yang disebabkan oleh :

a) Faktor genetik :

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi

mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetik kearah

terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan

pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte

Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang

bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun

lainnya.

b) Faktor imunologi:

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.

Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada

jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan

tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

c) Faktor lingkungan:

d) Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,

sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau

toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat

menimbulkan destuksi sel β pancreas.


2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Disebabkan oleh kegagalan telative beta dan resisten insulin. Secara

pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik

diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi

insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya

mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan

dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya

terdapat resistensi dari sel –sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin

mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel

tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan

transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan

DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.

Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor

yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi

penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan

sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan

dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi

pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk

mempertahankan glikemia. Diabetes Mellitus tipe II disebut juga

Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin

Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu

kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan,

terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul

pada masa kanak-kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya


Diabetes Mellitus tipe II, diantaranya adalah:

a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di

atas 40 tahun)

b) Obesitas

c) Riwayat keluarga

d) Kelompok etnik

Hasil pemeriksaan glukosa dalam 2 jam pasca pembedahan

dibagi menjadi 3 yaitu :

a) < 140 mg/dL →normal

b) 140-<200 mg/dL → toleransi glukosa terganggu

c) > 200 mg/dL →diabetes

Tubuh manusia mengubah makanan tertentu menjadi glukosa, yang

merupakan suplai energy utama untuk tubuh. Insulin dari sel-sel beta

pancreas perlu untuk membawa glukosa ke dalam sel-sel tubuh

dimana glukosa digunakan untuk metabolism sel. Diabetes mellitus

terjadi ketika sel beta tidak mampu memproduksi insulin (diabetes

mellitus tipe1) atau memproduksi insulin dalam jumlah yang tidak

cukup (diabetes mellitus tipe 2). Akibatnya, glukosa tidak masuk ke

dalam sel, melainkan tetap didalam darah. Naiknya kadar glukosa

didalam darah menjadi sinyal bagi pasien untuk meningkatkan

asupan cairan dalam upaya mendorong glukosa keluar dari tubuh

dalam urin. Penderita kemudian menjadi haus dan urinasi meningkat.

Sel-sel menjadi kekurangan energi karena berkurangnya glikosa dan

memberi sinyal kepada pasien untuk makan, membuat pasien

menjadi lapar.
Faktor-faktor resiko yang dapat diubah :

a. Neuropati (sensorik, motorik,perifer)

El-Sayed dan Hassanein (2015) menyatakan gejala dari

neuropati diantaranya adalah mati rasa dan kehilangan sensasi.

Para peneliti percaya bahwa proses kerusakan saraf

berhubungan dengan konsentrasi glukosa yang tinggi dalam

darah, yang dapat menyebabkan kerusakan kimia pada saraf dan

mengganggu saraf sensorik yang normal. Mati rasa dan

hilangnya sensasi rasa di daerah kaki membuat penderita sulit

untuk mengidentifikasi proses penyakit seperti infeksi yang

akan menjadi ulserasi dan nekrosis.

b. Obesitas

Pada obesitas dengan index masa tubuh > 23 kg/m2(wanita) dan

index masa tubuh > 25 kg/m2 (pria) atau berat badan ideal yang

berlebih akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar

insulin melebihi 10 >U/ml, keadaan ini menunjukan

hiperinsulinemia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang

berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan

sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan

tungkai mudah terjadi ulkus/gangrene sebagai bentuk dari kaki

diabetes (Tambunan, 2018; Waspadji, 2018).

c. Hipertensi

Hipertensi pada penderita Diabetes Mellitus karena adanya

viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunya aliran

darah sehingga terjadi defisiensi vaskuler, selain itu hipertensi


yang tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg dapat merusak atau

mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan

berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan

agregasi trombosit yang berakibat defisiensi vaskuler sehingga

dapat terjadinya ulkus (Tambunan, 2018; Waspadji,2018)

d. Glikolisis Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol

Glikolisis hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk

dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk

hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikolisis

Hemoglobin (HbA1C) > 6,5% akan menurunkan kemampuan

pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan

hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi poliferasi pada

dinding sel otot polos sub endotel (Tambunan, 2018;

Waspadji,2018).

e. Kadar Kolesterol Darah Tidak Terkontrol

Pada penderita diabetes mellitus sering dijumpai adanya

peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan

konsentrasi HDL (high density-lipoprotein) sebagai pembersih

plak biasanya rendah (<45mg/dl). Kadar trigliserida

>150mg/dl,kolestrol total < 200 mg/dl dan HDL > 45 mg/dl

akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar

jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan,

merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis

(Tambunan, 2018; Waspadji, 2018).

f. Kebiasaan Merokok
Pada penderita diabetes mellitus yang merokok > 12 batang per

hari mempunyai resiko 3 kali untuk menjadi ulkus kaki diabetes

di banding dengan penderita diabetes mellitus yang tidak

merokok. Akibat dari kandungan nikotin yang ada didalam

rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian

terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya

terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan

memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah

timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat insufisiensi

vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea,

dan tibialis juga akan menurun (Tambunan, 2018;

Waspadji,2018)

g. Ketidak Patuhan Diet

Kepatuhan diet diabetes mellitus merupakan upaya yang sangat

penting dalam pengendalian kadar gula darah, kolesterol, dan

trigliserida mendekati normal sehingga dapat mencegah

komplikasi kronik, seperti luka kaki diabetik. Kepatuhan diet

penderita Diabets Mellitus mempunyai fungsi yang sangat

penting yaitu mempertahankan berat badan normal,

menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid,

menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, meningkatkan

sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki system koagulasi

darah (Tambunan, 2018; Waspadji,2018).

h. Kurangnya Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik sangat bermanfaat dalam meningkatkan sirkulasi


darah, menurunkan berat badan, dan memperbaiki sensitivitas

terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar gula darah.

Terkendalinya kadar gula darah akan mencegah komplikasi

kronik Diabetes Mellitus. Olahraga rutin (lebih dari 3 kali

seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme

karbohidrat, berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan

memberi sumbangan terhadap penurunan berat badan

(Tambunan, 2018; Waspadji, 2018).

i. Pengobatan Tidak Teratur

Pengobatan rutin dan pengobatan intensif akan dapat mencegah

dan menghambat timbulnya komplikasi kronik, seperti luka kaki

diabetik. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat dianjurkan

secara tepat untuk memperbaiki vaskularisasi perifer pada

penderita Diabetes Mellitus, namun jika dilihat dari penelitian

tentang kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain seperti

jantung dan otak, obat seperti aspirin dan lainnya yang sejenis

dapat digunakan pada penderita diabetes mellitus meski pun

belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan

penggunaan secara rutin (Waspadji, 2018)

2.1.4. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Ada 3 jenis tipe dari penyakit diabetes yaitu (Ulya,2015) :

a. Diabetes Mellitus tipe 1: suatu keadaan dimana tubuh sama sekali

tidak dapat memproduksi hormon insulin. Penderita penyakit

diabetes tipe ini harus menggunakan suntikan insulin dalam

mengatur gula darahnya. Sebagian besar penderita penyakit tipe


ini adalah anak- anak dan remaja.

b. Diabetes Mellitus tipe 2 : penyakit tipe ini terjadi karena penderita

tidak kekurangan insulin akan tetapi, insulin tersebut tidak dapat

digunakan dengan baik (resistensi insulin). Tipe penyakit ini

merupakan penderita terbanyak saat ini (90% lebih), dan sering

terjadi pada mereka yang berusia lebih dari 40 tahun, gemuk, dan

mempunyai riwayat penyakit diabetes dalam keluarga.

c. Diabetes Gestasional: merupakan diabetes yang datang selama

masa kehamilan karena pada saat hamil terjadi perubahan

hormonal dan metabolik sehingga dapat ditemukan jumlah atau

fungsi insulin yang tidak optimal yang dapat menyebabkan

terjadinya komplikasi yang meliput ipreeclampsia, kematian ibu,

abortus spontan, kelainan congenital, prematuritas, dan kematian

neonatal. Diabetes Mellitus gestasional meliputi 2-5% dari

seluruh diabetes (Arif et al., 2015)

2.1.5. Patofisiologis

Menurut (Corwin, EJ. 2012), Diabetes tipe I pada diabetes tipe

satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-

sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.

Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa .yang tidak

terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan

tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah

dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal

tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,


akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika

glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini

akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.

Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari

kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan

dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).Defisiensi insulin

juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang

menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami

peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan

kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam

keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan

glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa

baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada

penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan

lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu

akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan

produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan

lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan

asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang

diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti

nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan

bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma

bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit

sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik

tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan


latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan

komponen terapi yang penting. Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II

terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin

akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai

akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu

rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi

insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel

ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan.Untuk mengatasi resistensi insulin

dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat

peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita

toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin

yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat

yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel

beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,

maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas

Diabtes Mellitus tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah

yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan

keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak

terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang

tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang

dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang


berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa

yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka

awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya

dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat

mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit

yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur

(jika kadra glukosanya sangat tinggi).


Patway Diabetes Melitus

Usia Obesitas Genetik Gaya


Hidup
Ambilan glukosa
Sel beta pankreas
Produksi Insulin: Defesiensi insulin
rusak/terganggu Lifosis
(Absolute dan relatif) meningkat
Asam
Glukosa Glukosa Glukosuria Gangguan Metabolisme: Lemak
Ketoanemia
Darah Sel Karbohidrat , Lemak,
Penebalan Nutri sel Diuresis
Poliuria,Polidipsi,
membran dasar osmotik
Poligaia
vaskular
Sel Lapar, aktivitas Kekurangan
MK: Ketoasidos
lambung MK: Risiko volume : Suhu
Disfungsi Kekurangan is
MK: Mual dan muntah
meningkat,kontraksi asam Ketidakseimbangan tubuh
endotel
Mikrovaskular volume cairan
KGD
neuropati MK: Resiko MK: Ketonuri Pernafasan
perifer gangguan nutrisi Hipertermia a

MK: MK: Pola Nafas Tidak


Makrovaskuler Penyumbatan Efektif
MK: Resiko
Kondisi saraf aterosklerosis pembuluh darah Kerusakan Infeksi
Kesemutan kapiler: Ulkus integritas kulit
Okulasi

Penyumbatan pembuluh
MK: darah otak: Stroke,
Mikroangiopati MK: Intoleransi
Risiko Kelumpuhan
Aktivitas

Skema 2.1 : Patway Diabetes Mellitus


2.1.6. Manifestasi Klinis

Gejala umum yang biasa timbul pada penderita diabetes

diantaranya adalah sering buang air kecil (poliuria) dan terdapat

kandungan gula pada urinnya (glukosuria) yang merupakan efek

langsung kadar glukosa darah yang tinggi (melewati ambang

batas ginjal). Poliuria mengakibatkan penderita merasakan haus

yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsia). Poliuria

juga dapat mengakibatkan terjadinya polifagia (sering lapar),

kadar glukosa darah yang tinggi pada penderita diabetes tidak

mampu diserap sepenuhnya oleh sel-sel jaringan tubuh.

Penderita akan kekurangan energy, mudah lelah, dan berat

badan menurun Purwatresna (2013).Menurut buku Keperawatan

Medikal Bedah Brunner & Suddarth (2014) ada beberapa tanda-

tanda dan gejala dari Diabetes Mellitus yaitu:

Tabel 2.1 Tanda dan Gejala DM

1. Serangan cepat karena tidak ada insulin yangdiproduksi


DM Tipe I
2. Nafsu makan meningkat(polyphagia)karenasel-sel

kekurangan energy, sinyal bahwa perlu makan banyak.

3. Haus meningkat (polydipsia) karena tubuh berusaha membuang

glukosa

4. Urinasi meningkat (polyuria) karena tubuh berusahamembuang

glukosa

5. Berat badan turun karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam


sel

6. Sering infeksi karena bakteri hidup dari kelebihanglukosa

7. Penyembuhan tertunda/lama karena naiknya kadar glukosa di

dalam darah menghalangi proses kesembuhan

1. Serangan lambat karena sedikit insulin diproduksi


DM Tipe II
2. Haus meningkat (polydipsia) karena tubuh berusaha

membuang glukosa

3. Urinasi meningkat (polyuria) karena tubuh

berusahamembuang glukosa

4. Infeksi kandida karena bakteri hidup dari kelebihan glukosa

5. Penyembuhan tertunda/lama karena naiknya kadar glukosa di

dalam darah menghalangi proses penyembuhan

1. Asimtomatik
DM
2. Beberapa pasien mungkin mengalami haus yang
Gestasional
meningkat (polydipsia) karena tubuh berusaha membuang

glukosa.

2.1.7. Pemeriksaan penunjang

a. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar

dari 100mg/dL). Biasanya tes ini dianjurkan untuk

pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah

meningkat dibawah kondisi stress.

b. Gula darah puasa normal atau diatas normal


c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. Tes

ini mengukur persentase glukosa yang melekat pada

hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin

selama hidup sel darah merah. Rentang normal adalah

5-6%

d. Urinalisis posirif terhadap glukosa dan keton. Pada

respons terhadap defisiensi intraseluler, protein dan

lemak diubah menjadi glukosa (glukoneogenesis)

untuk energi. Selama proses perubahan ini, asam emak

bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar.

Ketosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosuria

menunjukkan behawa ambang ginjal terhdap

reabsorbsi glukosa dicapai. Etonusa menandakan

ketoasidosis.

e. Koleterol dan kadar trigliserida serum dapat

meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol

glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya

aterosklerosis

2.1.8. Penatalaksanaan

2.1.8.1. PenatalaksanaanMedis

Menurut Sugondo (2014) penatalaksaan secara medis

sebagai berikut :

a) Obat hiperglikemik Oral

a) Golongan sulfoniluria
Cara kerja golongan ini adalah:

merangsang sel beta pankreas untuk

mengeluarkan insulin, jadi golongan sulfonuria

hanya bekerja bila sel-sel beta utuh,

menghalangi pengikatan insulin, mempertinggi

kepekatan jaringan terhadap insulin dan

menekan pengeluaran glukagon. Indikasi

pemberian obat golongan sulfoniluria adalah:

bila berat badan sekitar ideal kurang lebih 10%

dari berat badan ideal, bila kebutuhan insulin

kurang dari 40 u/hari, bila tidak ada stress akut,

seperti infeksi berat/perasi.

b) Golongan biguanid

Cara kerja golongan ini tidak

merangsang sekresi insulin. Golongan

biguanid dapat menurunkan kadar gula darah

menjadi normal dan istimewanya tidak pernah

menyebabkan hipoglikemi. Efek samping

penggunaan obat ini (metformin)

menyebabkan anoreksia, nausea, nyeri

abdomen dan diare. Metformin telah

digunakan pada klien dengan gangguan hati

dan ginjal, penyalahgunaan alkohol,

kehamilan atau insufisiensi cardiorespiratory.


c) Alfa Glukosidase Inhibitor

Obat ini berguna menghambat kerja

insulin alfa glukosidase didalam saluran cerna

sehingga dapat menurunkan penyerapan

glukosa dan menurunkan hiperglikemia post

prandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan

tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak

berpengaruh pada kadar insulin. Alfa

glukosidase inhibitor dapat menghambat

bioavailabilitas metformin. Jika dibiarkan

bersamaan pada orang normal.

d) Insulin Sensitizing Agent : Obat ini mempunyai

efek farmakolagi meningkatkan sensitifitas

berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa

menyebabakan hipoglikemia.

b) Pembedahan Pada penderita ulkus Diabetes Mellitus

dapat juga dilakukan pembedahan yang bertujuan

untuk mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang

masih sehat, tindakannya antara lain:

 Debridement : pengangkatan jaringan mati pada

luka ulkus diabetikum.

 Neucrotomi

 Amputasi
2.1.8.2. PenatalaksanaanKeperawatan

Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba

menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa

darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya

komplikasi vaskuler serta neuropatik.tujuan terapeutik

pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar

glukosa darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia

dan gangguan serius pada pola aktifitaspasien.

Menurut Smeltzer &Bare (2014) ada lima komponen

dalam penatalaksanaan Diabetes Mellitus :

a. Diet : Bagi semua penderita Diabetes Mellitus,

perencanaan makan harus mempertimbangkan pula

kegemaran penderita terhadap makanan tertentu,

gaya hidup, jam-jam makan yang biasa diikutinya

dan latar belakang etnik serta budayanya.

b. Latihan/Olahraga/Aktivitas:Latihan/olahraga/

aktivitas sangat penting dalam penatalaksanaan

diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar

glukosa darah dan mengurangi faktor resiko

kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar

glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan

glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian

insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga

diperbaiki dengan berolahraga. Ada banyak jenis


olahraga yang di anjurkan bagi penderita Diabetes

Mellitus yaitu : joging, berenang, bersepeda, angkat

beban, senam diabetes, senam lansia, senam

aerobik, senam kaki Diabetes Melitus dan Buerger

Allen exercise (latihan kaki). Pasien diabetes

dianjurkan melakukan latihan jasmani secara teratur

3-4 kali seminggu selama 30 menit (Sukardji &

Ilyas, 2015). Latihan fisik pada penderita Diabtes

Mellitus juga beresiko terhadap kejadian

hipoglikemia, sehingga harus dipastikan penderita

mendapat cukup karbohidrat sebelum latihan

dimulai untuk memenuhi kebutuhan energi latihan

dan menyesuikan dengan peningkatan sensitifitas

tubuh terhadap insulin selama melakukan latihan

fisik. Hal lain yang perlu diperhatikan sebelum

latihan fisik dilakukan adalah menghindari resiko

cidera seoptimal mungkin dengan menganjurkan

penderita memakai alas kaki yang aman dan

nyaman, minum yang cukup dan lingkungan yang

aman .

c. Pemantauan glukosa: Dengan melakukan

pemantauan kadar glukosa darah, penderita diabetes

kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan

kadar glukosa darah secara optimal.


d. Terapi Insulin (jika diperlukan)

Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan

untuk memproduksi insulin. Dengan demikian,

insulin eksogenus harus diberikan dalam jumlah

yang tak terbatas. Pada diabetes tipe II, insulin

mungkin diperlukan sebagai jangka panjang untuk

mengendalikan kadar glukosa darah glukosa darah

jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil

mengontrolnya.

e. Pendidikan : Pendidikan kesehatan bagi pasien dan

keluarganya juga dianggap sebagai komponen yang

penting dalam menangani penyakit diabetes.

2.1.9. Kompilkasi

2.1.9.1. Hipoglikemia ( kadar glukosa darah yang abnormal

rendah) terjadi kalau kadar glukosa darah turun

dibawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3 mmol/L).

Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau

preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang

telalu sedikit atau karena aktivitas fisik yangberat.

Hipogikemia dapatterjadi setiap saat pada aat siang

atau malam hari. Kejadian ini bisa dijumpai sebelum

makan, khsusnya jika waktu makan tertunda atau bila

pasien lupa makan camilan.

2.1.9.2. Diabetes ketoasidosis


Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya

insulin atau tidak cukupnya jumlah insulinyang

nyata.keadaan ini mengakibatkan gangguan pada

metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga

gambaran klinis yang penting pada diabetes

ketoasidosis:

 Dehidrasi

 Kehilanganeletrolit

 Asidosis

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa

yang memasuki sel akan berkurang pula. Disamping

itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.

Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemia.

Dalam upaya untuk mneghilngkan glukosa yang

berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan

mengekskresikan gukosa bersama-sama air dan

elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis

osmotik yang dtandai oleh urinasi berlebihan (poliuria)

ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan

elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat

dapat kehilangan kira-kira 6,5 lite air dan sampai 400

hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selama

periode waktu 24 jam. Akibat defisiensi insulin yang

lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-


asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas

akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada

ketoasidosis diabetik terjadiproduksi badan keton yang

berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang

secara normal akan mencegah timbulnya keadaan

tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila

tertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan

menimbulkan asidosis metabolik.

2.1.9.3. Penyakit arterikoroner

Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner

meyebabkan peningkatan insiden infark miokard pada

penderita diabetes (dua kali lebih sering pada laki-laki da

tga kali lebih sering pada wanita). Salah saTU ciri unik

pada penyakit arteri koroner yang diderita oleh pasien-

pasien diabetes adalah tidak terdapatnya gejala iskemik

yang khas. Jadi, pasien mungkin tidak memperlihatkan

tanda-anda awal penurunan aliran darah koroner dan

dapat mengalami infark miokard asmptomatik dimana

keluhan nyeri dada atau gejala khas lainnya tidak

dialaminya. Infark miokard asimtomatik ini hanya

dijumpai melalui pemeriksaan elektrokardiogram.

Kurangnya gejala iskemik ini disebabkan oleh neuropati

otonom.

2.1.9.4. Penyakit serebro vaskuler


Peubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar

pada ekstremitas bawah merupakan penyebab

menngkatnya insidens (dua atau tiga kali lebih tinggi

dibandingkan pada pasien-pasien diabetes. Tanda-tanda

dan gejala penyakit vaskuler perifer dapat menyangkut

berkurangnya denyut nadi perifer dan klaudikasio

intermiten (nyeri pda pantat atau betis ketika berjalan).

Bentiuk penyakit oklusif arteri yang parah pada

ektremitas bawah ini merupakan penyebab utama

meningkatnya insidens gangren dan amputasi pada

pasien pasien diabetes.Nuropati dan gangguan

kesembuhan luka juga berperan dalam proes terjadinya

pnyakit kaki pada diabetes.

2.1.9.5. Retinopati diabetik

Kelainan patologis mata yang disebut retinopati

diabetik disebabkan leh perubahan dalam pembuluh-

pembuluh darah kecil pada retina mata. Retina eruakan

bagian mata yang menerima bayangan dan

mengirimkan informasi tentang bayangan tersebut ke

otak. Bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh

darah dari berbagai jenis pembuluh darah arteri serta

vena yang kecil, arteriol, venula dan kapiler.

2.1.9.6. Nefropati

Penyait diabetes turut menyebbkan kuran lebih 25% ari


pasien-pasien dengan penyakit ginjal stdium terminal

yang memerlukan dialisis atau transplantasi. Pasien

diabetes yang menderita penyakit renal stadium awal

sering mengalami hipertensi. Namun, hpertensi

esensial terjadi hingga mencapai 50% dari semua

penyandang diabetes dengan penyebab yang tidak

diketahui. Bukti menunjukkan bahwa segera sesudah

terjadi diabetes, khususnya bila kadar glukosa darah

meninggi, maka mekanisme filtrasi ginjal

akanmegalami stres yang menyebabkan kebocoran

protein darah ke dalam urin. Sebagai akbatnya, tekanan

dalam pembuluh darah ginjal meingkat. Kenaikan

tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai

stimulus untuk terjadinya nefropati.

2.1.9.7. Neuropati diabetes

Neuropati diabetes mengacu pada sekelompok

penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk

saraf perifer (sensorimotor), otonom dan spiral.

Kelainan tersebut tampak beragam secara klinis dan

bergantung pada lokasi sel saraf yang terkena.

Penebalan membran basalis kapiler dan penutupan

kapiler dapat dijumpai.


2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus

2.2.1. Pengkajian Keperawatan Menurut (Santosa, Budi. 2012)

a) Identitas klien, meliputi: nama pasien, tanggal lahir,umur,

agama, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan,

pekerjaan, no rekam medis.

b) Keluhan utama

1) Kondisi hiperglikemi:

Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing,

dehidrasi,suhu tubuh meningkat, sakit kepala.

2) Kondisi hipoglikemi

Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa

lapar, sakit kepala, susah konsentrasi, vertigo,

konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah

bibir, pelo, perubahan emosional, penurunan

kesadaran.

c) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien masuk ke rumah sakit dengan keluhan

utama gatal-gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak

sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur,

kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh

poliurea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, berat

badan menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri

perut, kram otot, gangguan tidur/istirahat, haus,


pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan

masalah impoten pada pria.

d) Riwayat kesehatan dahulu

Diabetes Mellitus dapat terjadi saat kehamilan, penyakit

pankreas, gangguan penerimaan insulin, gangguan hormonal,

konsumsi obat-obatan seperti glukokortikoid, furosemid,

thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang mengandung estrogen.

e) Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita Diabetes

Mellitus.

f) Pemeriksaan Fisik

1) Aktivitas dan Istirahat

 Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau

berjalan, kram otot, tonus otot menurun,

gangguan istirahat dan tidur.

 Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat

atau dengan aktivitas, letargi, disorientasi, koma

2) Sirkulasi

 Gejala : adanya riwayat penyakit hipertensi,

infark miokard akut, klaudikasi, kebas,

kesemutan pada ekstremitas, ulkus padakaki,

penyembuhan yang lama.

 Tanda : takikardia, perubahan tekanan darah


postural, nadi menurun, disritmia, krekels, kulit

panas, kering dan kemerahan, bola mata

cekung.

3) Integritas ego

 Gejala : stress, tergantung pada orang lain,

masalah finansial yang berhubungan dengan

kondisi.

 Tanda : ansietas, peka rangsang.

4) Eliminasi

 Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria),

nokturia, rasa nyeri terbakar, kesulitan

berkemih, infeksi saluran kemih , nyeri tekan

abdomen, diare.

 Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri,

bising usus lemah,hiperaktif pada diare.

5) Makanan dan cairan

 Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah,

tidak mengikuti diet, peningkatan masukan

glukosa atau karbohidrat, penurunan berat

badan, haus, penggunaan diuretik.

 Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek,

kekakuan, distensi abdomen, muntah,

pembesaran tiroid, napas bau aseton.


6) Neurosensori

 Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada

otot, parastesia, gangguan penglihatan.

 Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi,

stupor/koma, gangguan memori, refleks tendon

menurun, kejang.

7) Kardiovaskuler

 Gejala: Takikardia / nadi menurun atau tidak

ada, perubahan tekanan darah postural,

hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)

8) Pernapasan

 Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk

dengan atau tanpa sputum.

 Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi

meningkat.

9) Seksualitas

 Gejala: rabas vagina, impoten pada pria,

kesulitan orgasme pada wanita

10) Gastrointestinal

 Gejala:Muntah, penurunan berat badan,

kekakuan/distensi abdomen, anseitas, wajah

meringis pada palpitasi, bising usus

lemah/menurun.
11) Muskuloskeletal

 Gejala: Tonus otot menurun, penurunan

kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon

menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.

12) Integumen

 Gejala: Kulit panas, kering dan kemerahan,

bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran

tiroid, demam,

diaforesis(keringatbanyak),kulitrusak,lesi/ulser

asi/ulkus

2.2.2. Diagnosa Keperawatan menurut PPNI (2018)

1. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan

dengan ketidakseimbangan metabolisme di dalam darah.

2. Mual berhubungan dengan aktivitas lambung

meningkat,kontraksi asam lambung

3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi; kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral,

anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein dan lemak

4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan

energi

5. Resiko cidera dengan penurunan fungsi penglihatan

6. Hipertermia dengan infeksi/tindakan invasif


7. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresi

osmosis

8. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan

vaskularisasi/gangguan sirkulasi.

9. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

10. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis/tindakan

invasif

2.2.3. Intervensi Keperawatan Menurut PPNI ( 2018)

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan


Intervensi Kepewatan
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Risiko Setelah dilakukan Manajemen
ketidakstabilan tindakan Hiperglikemia
kadar glukosa darah keperawatan Observasi
ketidakseimbangan selama 4 x 8 jam 1. Identifkasi
metabolisme di Kestabilan gula kemungkinan
dalam darah. darah penyebab
Defenisi: Variasi meningkat/dapat hiperglikemia
kadar glukosa darah dipertahankan 2. Identifikasi
naik/turun dari rentang dengan kriteria situasi yang
normal. hasil: menyebabkan
Penyebab: 1. Koordinasi kebutuhan insulin
Hiperglikemia meningkat meningkat (mis.
1. Disfungsi 2. Kesadaran penyakit kambuhan)
pangkreas meningkat 3. Monitor kadar
2. Resistensi insulin 3. Mengantuk glukosa darah, jika
3. Gangguan menurun perlu
toleransi glukosa 4. Pusing menurun 4. Monitor tanda
darah 5. Lelah/lesu dan gejala
4. Gangguan menurun hiperglikemia (mis.
glukosa darah 6. Keluhan lapar poliuri, polidipsia,
puasa menurun polivagia,
Hipoglikemia 7. Gemetar kelemahan, malaise,
1. Penggunaan menurun pandangan kabur,
insulin atau obat 8. Berkeringat sakit kepala)
glikemik oral menurun 5.Monitor intake dan
2. Hiperinsulinemia 9. Mulut kering output cairan
(mis. Insulinoma) menurun 6.Monitor keton
3. Endokrinopati 10. Rasa haus urine, kadar analisa
(mis. Kerusakan menurun gas darah, elektrolit,
adrenal atau 11. Kesulitan tekanan darah
pituitari) bicara menurun ortostatik dan
4. Disfungsi hati 12. Kadar glukosa frekuensi nadi
5. Disfungsi ginjal dalam darah Terapeutik
kronis membaik 1.Berikan asupan
6. Efek agen 13. Kadar glukosa cairan oral
farmakologis dalam urin 2.Konsultasi dengan
7. Tindakan membaik medis jika tanda
pembedahan 14. Palpitasi dan gejala
neoplasma membaik hiperglikemia tetap
8. Gangguan 15. Perilaku ada atau memburuk
metabolok membaik 3.Fasilitasi ambulasi
bawaan (mis. 16. Jumlah urin jika ada hipotensi
Gangguan membaik ortostatik
penyimpanan Edukasi
lisosomal, 1. Anjurkan olahraga
galaktosemia, saat kadar glukosa
gangguan darah lebih dari 250
penyimpanan mg/dL
glikogen) 2. Anjurkan monitor
kadar glukosa darah
secara mandiri
3. Anjurkan
kepatuhan terhadap
diet dan olahraga
4. Ajarkan indikasi
dan pentingnya
pengujian keton
urine, jika perlu
5. Ajarkan
pengelolaan
diabetes (mis.
penggunaan insulin,
obat oral, monitor
asupan cairan,
penggantian
karbohidrat, dan
bantuan professional
kesehatan)
6. Ajarkan pasien
untuk melakukan
gerakan dari PMR
(Progressive muscle
relaxation) dua kali
sehari dengan waktu
10-15 menit.
Kolaborasi
1.Kolaborasi
pemberian insulin,
jika perlu
2.Kolaborasi
pemberian cairan IV,
jika perlu
3.Kolaborasipemberia
n kalium, jika perlu
Manajemen
Hipoglekemia
Observasi
1. Identifkasi tanda
dan gejala
hipoglikemia
2. Identifikasi
kemungkinan
penyebab
hipoglikemia
Terapeutik
1.Berikan
karbohidrat
sederhana, jika perlu
2.Batasi glucagon,
jika perlu
3.Berikan
karbohidrat
kompleks dan
protein sesuai diet
4.Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
5.Pertahankan akses
IV, jika perlu
6.Hubungi layanan
medis, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan
membawa
karbohidrat
sederhana setiap saat
2. Anjurkan
memakai identitas
darurat yang tepat
3. Anjurkan monitor
kadar glukosa darah
4. Anjurkan
berdiskusi dengan
tim perawatan
diabetes tentang
penyesuaian
program pengobatan
5. Jelaskan interaksi
antara diet,
insulin/agen oral,
dan olahraga
6. Anjurkan
pengelolaan
hipoglikemia(tanda
dan gejala, faktor
risiko dan
pengobatan
hipoglikemia)
7. Ajarkan
perawatan mandiri
untuk mencegah
hipoglikemia (mis.
mengurangi insulin
atau agen oral
dan/atau
meningkatkan
asupan makanan
untuk berolahraga

Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian dextros,
jika perlu
2. Kolaborasi
pemberian glucagon,
jika perlu
2 Mual berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Mual
denganaktivitas tindakan Observasi
lambung keperawtan dalam 1. Identifikasi
meningkat,kontraksi waktu 4x8 jam pengalaman mual
asam lambung. maka tingkat mual 2. Identifikasi
Defenisi : Perasaan menurun/ teratasi isyarat nonverbal
tidak nyaman pada dengan kriteria ketidak nyamanan
bagian belakang hasil: (mis. Bayi, anak-
tenggorokam atau 1. Mualmembaik anak, dan mereka
lambung yang dapat 2. Asupan nutrisi yang tidak dapat
mengakibatkan membaik berkomunikasi
muntah. 3. Obs TTVTD: secara efektif)
Penyebab: (100/60 - 3. Identifikasi
1. Distensi pada 130/80 dampak mual
lambung mmHg), Pols: terhadapkualitas
2. Gangguan 60-100 hidup (mis. Nafsu
pada esofagus x/menit), makan, aktivitas,
3. Gangguan Temp: (36-37 kinerja, tanggung
biokimia dejarat jawab peran, dan
(mis : celcius) (RR: tidur)
uremia,ketoas 20-22x/menit) 4. faktor penyebab
dosis diabetik) mual (mis.
4. Iritasi Pengobatan dan
lambung prosedur)
5. Gangguan 5. Identifikasi
pangkreas antiemetik untuk
6. Peregangan mencegah mual
kapsul limpa (kecuali mual pada
7. Tumor kehamilan)
terlokalisasi 6. Monitor mual
(mis. (mis. Frekuensi,
Neuroma durasi, dan tingkat
akustik, tumor keparahan)
otak 7. Monitor asupan
primeratau nutrisi dan kalori
sekunder, Terapeutik
metastasis 1. Kendalikan
tulang didasar faktor lingkungan
tengkorak) penyebab mual (mis.
8. Peningkatanin Bau tak sedap,
tra abdominal suara, dan
(mis. rangsangan visual
Keganasan yang tidak
intraabdomen) menyenangkan)
9. Peningktan 2. Kurangi atau
intracranial hilangkan keadaan
10. Peningktan penyebab mual (mis.
itra orbital Kecemasan,
(mis. ketakutan,
Glaukoma) kelelahan)
11. Mabuk 3. Berikan makan
perjalanan dalam jumlah kecil
12. Kehamilan dan menarik
13. Aroma tidak Edukasi
sedap 1. Anjurkan istirahat
14. Rasa dan tidur yang
makanan/minu cukup
man yang 2. Anjurkan sering
tidak enak membersihkan
15. Stimulus mulut, kecuali jika
merangsang mual
3. Anjurkan makanan
penglihatan tinggi karbohidrat
tidak dan rendah lemak
menyenangka 4. Ajarkan
n penggunaan teknik
16. Factor nonfarmakologis
psikologis untuk mengatasi
(mis. mual
Kecemasan,ke (mis.Biofeedback,
takutan,stres) hipnosis, relaksasi,
17. Efek agen terapi musik,
farmakologis akupresur)
18. Efek toksin Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
antiemetik, jika perlu
3 Resiko Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
ketidakseimbangan tindakan Observasi
nutrisi; kurang dari keperawatan 1. Identifikasi status
kebutuhan tubuh selama 4 x 8 jam nutrisi
berhubungan dengan dengan kriteria 2. Identifikasi alergi
penurunan masukan hasil: status nutrisi dan intoleransi
oral, anoreksia, membaik makanan
mual, peningkatan 1. Pasien mampu 3. Identifikasi
metabolisme protein memahani diet makanan yang
dan lemak . Diabetes disukai
Defenisi:Asupan Mellitus 4. Identifikasi
nutrisi tidak cukup 2. Pasien mampu kebutuhan kalori
untuk memenuhi menerapkan dan jenis nutrient
kebutuhan diet 5. Identifikasi
metabolisme 3. Pasien mampu perlunya
. memenuhi diet penggunaan selang
Penyebab: nasogastrik
1. Ketidakmamp 6. Monitor asupan
uan menelan makanan
makanan 7. Monitor berat
2. Ketidakmamp badan
uan mencerna 8. Monitor hasil
makanan pemeriksaan
3. Ketidakmamp laboratorium
uan Terapeutik
mengabsorbsi 1. Lakukan oral
nutrien hygiene sebelum
4. Peningkatan makan, jika perlu
kebutuhan 2. Fasilitasi
metabolisme menentukan
5. Faktor pedoman diet (mis.
ekonomi (mis. Piramida makanan)
finansial tidak 3. Sajikan makanan
mencukupi) secara menarik dan
6. Faktor suhu yang sesuai
psikologis 4. Berikan makan
(mis. stres, tinggi serat untuk
keengganan mencegah
untuk makan) konstipasi
5. makanan tinggi
kalori dan tinggi
protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika
perlu
7. Hentikan
pemberian makan
melalui selang
nasigastrik jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan (mis.
Pereda nyeri,
antiemetik), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika
perlu.
4 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Pemantauan
efektif berhubungan tindakan Respirasi
dengan penurunan keperawatan Observasi
energi selama 4 x 8 jam 1. Monitor frekuensi,
Defenisi: Inspirasi pola nafas tidak irama, kedalaman,
dan/ atau ekspirasi efektif teratasi dan upaya napas
yang tidak dengan kriteria 2. Monitor pola napas
memberikan ventilasi hasil (mis.bradipnea,
adekuat 1.Pola napas takipnea,
Penyebab: normal hiperventilasi,
1. Depresi pusat 2.Tidak kussmaul, cheyne-
pernapasan menggunakan stokes, biot,
2. Hambatan upaya otot otot bantu ataksik)
napas (mis.nyeri pernapasan 3. Monitor
saat bernapas, 3.Frekuensi napas kemmpuan batuk
kelemahan otot normal efektif
pernapasan) 4.Fase ekspirasi 4. Monitor adanya
3. Deformitas tidak memanjang produksi sputum
dinding dada 5.Pengembangan 5. Monitor adanya
4. Deformitas tulang dada simetris sumbatan jalan
dada 6.Irama napas napas
5. Gangguan teratur 6. Palpasi
neuromuscular kesimetrisan
6. Penurunan energi ekspansi paru
7. Obesitas posisi 7. Auskultasi bunyi
tubuh yang napas
menghambat 8. Monitor saturasi
ekspanis paru oksigen
8. Sindrom 9. Monitor nilai AGD
hipoventilasi 10. Monitor hasil X-
9. Kerusakan ray thoraks
inervasi Teraupetik
diafragma 1. Atur interval
10. Kecemasan pemantauan
Gejala dan tan respirasi sesuai
mayor kondisi pasien
Subjektif : Dispnea 2. Dokumentasikan
Objektif: hasil pemantauan
1. Penggunaan otot Edukasi
bantu 1. Jelaskan tujuan dan
2. Fase ekspirasi prosedur
memanjang pemantauan
3. Pola nafas 2. Informasikan hasil
abnormal pemantauan
(mis.talkipnea, Terapi Oksigen
bradipnea, Observasi
hiperventilasi, 1. Monitor kecepatan
kussmaul, aliran oksigen
chynen-stokes) 2. Monitor posisi alat
Gejala dan tanda terapi oksigen
minor 3. Monitor aliran
Subjektif: Ortopnea oksigen secara
Objektif: periodic dan
1. Pernapasan pastikan fraksi
pursed-lip yang diberikan
2. Pernapasan cukup
cuping hidung 4. Monitor efektifitas
3. Diameter thoraks terapi oksigen
anterior-posterior (mis.oksimetri,
meningkat AGD), jika perlu
4. Ventilasi semenit 5. Monitor kemapuan
menurun melepaskan
5. Kapasitas vital oksigen saat makan
menurun 6. Monitor tanda –
6. Tekanan ekspirasi tanda hipoventilasi
menurun 7. Monitor tanda dan
7. Tekanan inspirasi gejala toksikasi
menurun oksigen dan
8. Ekskursi dada atelektasis
berubah 8. Monitor tingkat
Kondisi Klinis kecemasan akibat
Terkait terapi oksigen
1. Depresi sistem 9. Monitor integritas
saraf pusat mukosa hidung
2. Cedera kepala akibat pemasangan
3. Traumati thoraks oksigen
4. Gullian barre Teraupetik
syndrome 1. Bersihkan secret
5. Sclerosis multiple pada mulut, hidung
6. Myasthenia gravis dan trakea, jika
perlu
2. Pertahankan
kepatenan jalan
napas
3. Siapkan dan atur
peralatan
pemberian oksigen
4. Tetap berikan
oksigen saat pasien
ditransportasi
5. Gunakan perangkat
oksigen yang
sesuai dengan
tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan
oksigen di rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan
oksigen saat
aktivitas dan/ atau
tidur.
5 Risiko cidera Setelah dilakukan Manajemen
berhubungan dengan tindakan Keselamatan
penurunan fungsi keperawatan Lingkungan
penglihatan. selama 4x24 jam Observasi:
Defenisi: Berisiko keparahan dan 1. Identifikasi
mengalami bahaya cedera yang kebutuhan
atau kerusakan fisik diamati atau keselamatan
yanng menyebabkan dilaporkan 2. Monitor perubahan
seseorang tidak lagi menurun. status keselamatan
sepenuhnya sehat atau Dengan kriteria lingkungan
dalam kondisi baik hasil: Terapeutik:
Faktor Risiko : 1. Kejadian cedera 1. Hilangkan bahaya
Eksternal menurun keselamatan, Jika
1. Terpapar patogen 2. Luka/ Lecet memungkinkan
2. Terpapar zat kimia menurun 2. Modifikasi
toksik 3. Perdarahan lingkungan untuk
3. Terpapar agen menurun meminimalkan
nosokomial 4.Fraktur menurun risiko
4. Ketidakamanan 3. Sediakan alat bantu
transportasi kemanan linkungan
Internal: (mis. Pegangan
1. Ketidaknormalan tangan)
profil darah 4. Gunakan perangkat
2. Perubahan orientasi pelindung (mis.
afektif Rel samping, pintu
3. Perubahan sensasi terkunci, pagar)
4. Disfungsi autoimun Edukasi
5. Disfungsi biokimia Ajarkan individu,
6. Hipoksia jaringan keluarga dan kelompok
7. Kegagalan risiko tinggi bahaya
mekanisme pertahanan lingkungan
tubh Pencegahan Cidera
8. Malnutrisi Observasi:
9.Perubahan fungsi 1. Identifikasi obat
psikomotor yang berpotensi
10. Perubahan fungsi menyebabkan
kognitif cidera
Kondisi Klinis 2. Identifikasi
Terkait: kesesuaian alas
1. Kejang kaki atau stoking
2.Singkop elastis pada
3. Vertigo ekstremitas bawah
4. Gangguan Terapeutik:
penglihatan 1. Sediakan
5. Gangguan pencahayaan yang
pendengaran memadai
6. Penyakit parkinson 2. Sosialisasikan
7. Hipotensi pasien dan
8. Kelainan versus keluarga dengan
vestibularis lingkungan rawat
9. Retardasi mental inap
3. Sediakan alas kaki
antislip
4. Sediakan urinal
atau urinal untk
eliminasi di dekat
tempat tidur, Jika
perlu
5. Pastikan barang-
barang pribadi
mudah dijangkau
6. Tingkatkan
frekuensi observasi
dan pengawasan
pasien, sesuai
kebutuhan
Edukasi
1. Jelaskan alasan
intervensi
pencegahan jatuh
ke pasien dan
keluarga
2. Anjurkan berganti
posisi secara
perlahan dan
duduk beberapa
menit sebelum
berdiri
6 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen
berhubungan dengan tindakan Hipertermia
infeksi/tindakan keperawatan 4x24 Observasi
invasif jam maka suhu 1. Identifkasi
Defenisi: Suhu tubuh dalam batas normal penyebab
meningkat diatas nilai dengan krteria hipertermi (mis.
rentang normal hasil: dehidrasi terpapar
Penyebab 1. Suhu tubuh lingkungan panas
1. Dehidrasi dalam batas penggunaan
2. Terpapar normal incubator)
lingkungan panas 2. Akral hangat 2. Monitor suhu
3. Proses penyakit 3. Kulit tidak tubuh
(mis. infeksi, kemerahan 3. Monitor
kanker) kadarelektrolit dan
4. Ketidaksesuaian haluaran urine
pakaian dengan Terapeutik
suhu lingkungan 1. Sediakan
5. Peningkatan laju lingkungan yang
metabolisme dingin
6. Respon trauma 2. Longgarkan atau
7. Aktivitas lepaskan pakaian
berlebihan 3. Basahi dan kipasi
Gejala dan Tanda permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
Mayor 5. Ganti linen setiap
Subjektif hari atau lebih
(tidak tersedia) sering jika
Objektif mengalami
Suhu tubuh diatas nilai hiperhidrosis
normal (keringat berlebih)
Gejala dan Tanda 6. Lakukan
Minor pendinginan
Subjektif(tidak eksternal (mis.
tersedia) selimut hipotermia
Objektif atau kompres
1.Kulit merah dingin pada dahi,
2.Kejang leher, dada,
3.Takikardi abdomen,aksila)
4.Takipnea 7. pemberian
5.Kulit terasa hangat antipiretik atau
Kondisi Klinis aspirin
Terkait 8. Batasi oksigen, jika
1.Proses infeksi perlu
2.Hipertiroid Edukasi
3.Stroke Anjurkan tirah baring
4.Dehidrasi Kolaborasi
5.Trauma Kolaborasi cairan dan
6.Prematuritas elektrolit intravena,
jika perlu
7 Kekurangan volume Setelah dilakukan Keseimbangan cairan
cairan berhubungan tindakan meningkat
dengan osmosis. keperawtan dalam Observasi
Defenisi: Berisiko 4x24 jam 1. Monitor status
mengalami penurunan, keseimbangan hidrasi ( mis, frek
peningkatan atau cairan meningkat nadi, kekuatan
pecepatan perpindahan dengan kriteria nadi, akral,
cairan dari hasil: pengisian kapiler,
intravaskuler, 1.Obs TTV dalam kelembapan
interstisial atau rentang normal mukosa, turgor
intraseluler 2. Turgorkulit kulit, tekanan
Faktor Resiko: elastis darah)
1. Prosedur 3.Intake dan Output 2. Monitor berat
pembedahan seimabang badan harian
mayor 3. Monitor hasil
2. Trauma/ pemeriksaan
perdarahan laboratorium (mis.
3. Luka bakar Hematokrit, Na, K,
4. Apheresis Cl, berat jenis
5. Asites urin , BUN)
6. Obstruksi 4. Monitor status
intestinal hemodinamik
7. Peradangan ( Mis. MAP, CVP,
pankreas PCWP jika
8. Penyakit tersedia)
ginjal dan Terapeutik
kelenjar 1. Catat intake output
9. Disfungsi dan hitung balans
intestinal cairan dalam 24
jam
2. Berikan  asupan
cairan sesuai
kebutuhancairan
intravena bila perlu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
diuretik,  jika perlu
Pemantauan Cairan
Observasi
1. Monitor frekuensi
dan kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi
nafas
3. Monitor tekanan
darah
4. Monitor berat
badan
5. Monitor waktu
pengisian kapiler
6. Monitor elastisitas
atau turgor kulit
7. Monitor jumlah,
waktu dan berat
jenis urine
8. Monitor kadar
albumin dan
protein total
9. Monitor hasil
pemeriksaan serum
(mis. Osmolaritas
serum, hematocrit,
natrium, kalium,
BUN)
10. Identifikasi tanda-
tanda hipovolemia
(mis. Frekuensi
nadi meningkat,
nadi teraba lemah,
tekanan darah
menurun, tekanan
nadi menyempit,
turgor kulit
menurun,
membrane mukosa
kering, volume
urine menurun,
hematocrit
meningkat, haus,
lemah, konsentrasi
urine meningkat,
berat badan
menurun dalam
waktu singkat)
11. Identifikasi tanda-
tanda
hypervolemia
9mis. Dyspnea,
edema perifer,
edema anasarka,
JVP meningkat,
CVP meningkat,
refleks
hepatojogular
positif, berat badan
menurun dalam
waktu singkat)
12. Identifikasi factor
resiko
ketidakseimbangan
cairan (mis.
Prosedur
pembedahan
mayor,
trauma/perdarahan,
luka bakar,
apheresis,
obstruksi intestinal,
peradangan
pankreas, penyakit
ginjal dan kelenjar,
disfungsi
intestinal)
Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi
pasien
2. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
8 Gangguan integritas Setelah dilakikan Perawatan Integritas
kulit berhubungan tindakan Kulit
dengan penurunan keperawatan Observasi
vaskularisasi/ganggu selama 4x24 jam Identifikasi penyebab
an sirkulasi. integritas kulit dan gangguan integritas
Defenisi jaringan meningkat, kulit (mis. Perubahan
Kerusakan kulit dengan kriteria sirkulasi, perubahan
(dermis dan/atau hasil: status nutrisi,
epidermis) atau 1.Kejadian luka peneurunan
jaringan (membran lecet menurun kelembaban, suhu
mukosa, kornea, fasia, 2. Luka dapat lingkungan ekstrem,
otot, tendon, tulang, sembuh dengan penurunan mobilitas)
kartilago, kapsul sendi cepat Terapeutik
dan/atau ligamen). 3. Tidak ada infeksi 1. Ubah posisi setiap
Penyebab pada kulit 2 jam jika tirah
1. Perubahan baring
sirkulasi 2. Lakukan pemijatan
2. Perubahan pada area
status nutrisi penonjolan tulang,
(kelebihan jika perlu
atau 3. Bersihkan perineal
kekurangan) dengan air hangat,
3. Kekurangan/ terutama selama
kelebihan periode diare
volume cairan 4. Gunakan produk
4. Penurunan berbahan petrolium
mobilitas atau minyak pada
5. Bahan kimia kulit kering
iritatif 5. Gunakan produk
6. Suhu berbahan
lingkungan ringan/alami dan
yang ekstrem hipoalergik pada
7. Faktor kulit sensitif
mekanis  (mis. 6. Hindari produk
Penekanan berbahan dasar
pada tonjolan alkohol pada kulit
tulang, kering
gesekan) atau Edukasi
faktor elektris 1. Anjurkan
(elektrodiater menggunakan
mi, energi pelembab (mis.
listrik Lotin, serum)
bertegangan 2. Anjurkan minum
tinggi) air yang cukup
8. Efek samping 3. Anjurkan
terapi radiasi meningkatkan
9. Kelembaban asupan nutrisi
10. Proses 4. Anjurkan
penuaan meningkat asupan
11. Neuropati buah dan sayur
perifer 5. Anjurkan
12. Perubahan menghindari
pigmentasi terpapar suhu
13. Perubahan ektrime
hormonal 6. Anjurkan
14. Kurang menggunakan tabir
terpapar surya SPF minimal
informasi 30 saat berada
tentang upaya diluar rumah.
memperthanka Perawatan Luka
n/melindungi Observasi
integritas 1. Monitor
jaringan karakteristik luka
(mis:
drainase,warna,uku
ran,bau
2. Monitor tanda –
tanda infeksi
Terapeutik
1. Lepaskan balutan
dan plester secara
perlahan
2. Cukur rambut di
sekitar daerah luka,
jika perlu
3. Bersihkan dengan
cairan NACL atau
pembersih non
toksik,sesuai
kebutuhan
4. Bersihkan jaringan
nekrotik
5. Berikan salep yang
sesuai di kulit /lesi,
jika perlu
6. Pasang balutan
sesuai jenis luka
7. Pertahan kan
teknik seteril saaat
perawatan luka
8. Ganti balutan
sesuai jumlah
eksudat dan
drainase
9. Jadwalkan
perubahan posisi
setiap dua jam atau
sesuai kondisi
pasien
10. Berikan diet
dengan kalori 30-
35 kkal/kgBB/hari
dan protein1,25-1,5
g/kgBB/hari
11. Berikan suplemen
vitamin dan
mineral (mis
vitamin A,vitamin
C,Zinc,Asam
amino),sesuai
indikasi
12. Berikan terapi
TENS(Stimulasi
syaraf
transkutaneous), jik
a perlu
Edukasi
1. Jelaskan tandan
dan gejala infeksi
2. Anjurkan
mengonsumsi
makan tinggi
kalium dan protein
3. Ajarkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
prosedur
debridement(mis:
enzimatik biologis
mekanis,autolotik),
jika perlu
2. Kolaborasi
pemberian
antibiotik, jika
perlu
9 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi
berhubungan dengan tindakan Observasi
kelemahan keperawatan 1. Identifikasi
Defenisi: selama 4 x 8 jam gangguan fungsi
Ketidakcukupan dengan kriteria tubuh yang
energi untuk hasil: mengakibatkan
melakukan aktivitas 1. Mampu kelelahan
sehari – hari melakukan 2. Monitor kelelahan
Penyebab: mobilisasi bertahap fisik dan emosional
1. Ketidakseimbanga 2. Obs TTV dalam 3. Monitor pola dan
n antara suplai rentang normal jam tidur
dan kebutuhan 3. Luka lecett idak 4. Monitor lokasi dan
oksigen tejadi ketidaknyamanan
2. Tirah baring selama melakukan
3. Kelemahan aktivitas
4. Imobilitas Teraupetik
5. Gaya hidup 1. Sediakan
monoton lingkungan
Gejala dan Tanda nyaman dan rendah
Mayor stimulus
Subjektif: Mengeluh (mis.kebisingan,
lelah cahaya, suara dan
Objektif: Frekuensi kunjungan)
jantung meningkat ˃ 2. Lakukan latihan
20% dari kondisi rentang gerak aktif/
istirahat pasif, jika perlu
Gejala dan Tanda 3. Berikan aktivitas
Minor distraksi yang
Subjektif: menenangkan
1. Dyspnea saat/ 4. Fasilitasi duduk di
setelah aktivitas sisi tempat tidur,
2. Merasa tidak jika tidak dapat
nyaman setelah berpindah atau
beraktivitas berjalan
3. Merasa lemah Edukasi
Objektif: 1. Anjurkan
1. Tekanan darah melakukan
berubah ˃ 20% aktivitas secara
dari kondisi bertahap
istirahat 2. Anjurkan
2. Gambaran EKG menghubungi
menunjukkan perawat jika jika
aritmia saat/ tanda dan gejala
setelah aktivitas kelelahan tidak
3. Gambaran EKG berkurang
menunjukkan 3. Ajarkan strategi
iskemia koping untuk
4. Sianosis mengurangi
Kondisi Klinis kelelahan
Terkait Kolaborasi
1. Anemia Kolaborasi dengan ahli
2. Gagal jantung gizi tentang cara
kongestif meningkatkan asupan
3. Penyakit jantung makanan.
coroner
4. Aritmia
5. Penyakit Paru
Obstruktif Kronis
(PPOK)
6. Gangguan
metabolic
7. Gangguan
muskuloskletal
10 Risiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
berhubungan dengan tindakan Observasi
penyakit keperawatan Monitor tanda dan
kronis/tindakan selama 4 x 24 jam gejala infeksi local dan
invasif risiko infeksi sistemik
Defenisi: Berisiko teratasi dengan Teraupetik
mengalami kriteria hasil 1. Batasi jumlah
peningkatan terserang 1. Bebas dari pengunjung
organisme patogenik tanda –tanda 2. Cuci tangan
Faktor Risiko infeksi sebelum dan
1. Penyakit kronis 2. Tanda - tanda sesudah kontak
(mis.diabetes vital dalam dengan pasien dan
mellitus) batas normal lingkungan pasien
2. Peningkatan 3. Jumlah Edukasi
paparan leukosit 1. Jelaskan tanda dan
organisme dalam batas gejala infeksi
pathogen normal 2. Ajarkan cara
lingkungan mencuci tangan
3. Ketidakadekuatan dengan benar
pertahanan tubuh 3. Ajarkan etika
primer batuk
a. Perubahan 4. Ajarkan
sekresi PH meningkatkan
b. Penurunan asupan nutrisi
kerja siliaris 5. Ajarkan
c. Merokok meningkatkan
4. Ketidakadekuatan asupan cairan
pertahanan
sekunder:
a. Penurunan
hemoglobin
b. Leukopenia
c. Supresi
respon
inflamasi
Kondisi Klinis Tekait
1. Penyakit paru
obstuktif kronis
(PPOK)
2. Tindakan invasif
3. Leukositopenia
2.2.4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh

perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan

diantaranya: Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana

setelah dilakukan validasi: keterampilan interpesonal, teknikal

dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi

yang tepat, keamanaan fisik dan psikologis klien dilindungi serta

dokumentasi intervensi dan respon pasien (Budiyanna Keliat,

2016). Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara

konkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi

masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada klien

(Budiyanna Keliat, 2016).

2.2.5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan,

dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus

menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim

kesehatan lainnya(US. Midar H, DKK, 2016). Tujuan dari

evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana

keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan

pengkajian ulang (US. Midar H, DKK, 2016).


2.3. Konsep Intervensi Inovasi PMR ( Progressive Muscle Relaxation)/Teknik

Relaksasi Otot Progresif

1.3.1 Pengertian

Teknik relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik

relaksasi sederhana yang bertujuan untuk mendapatkan

relaksasi pada otot melalui 2 langkah yaitu memberi

ketegangan pada sekelompok otot dan menghentikan

ketegangan lalu memusatkan perhatian pada bagaimana otot

tersebut menjadi rileks, merasakan sensasi rileks setelah

ketegangan (Richmond, 2007; Mashudi, 2011).

Menurut Herodes (2015), teknik relaksasi otot progresif

adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan

imajinasi, ketekunan, atau sugesti. Berdasarkan keyakinan

bahwa tubuh manusia berespons pada kecemasan dan

kejadian yang merangsang pikiran dengan ketegangan otot

(Davis, 2016). Teknik relaksasi otot progresif memusatkan

perhatian pada suatu aktivitas otot dengan mengidentifikasi

otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan

melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan

relaks (Herodes, 2015).  Teknik relaksasi otot progresif

merupakan suatu terapi relaksasi yang diberikan kepada

klien dengan menegangkan otot-oto tertentu dan kemudian

relaksasi. Relaksasi progresif adalah salah satu cara dari


teknik relaksasi mengombinasikan latihan napas dalam dan

serangkaian seri kontraksi dan relaksasi otot tertentu.

(Kustanti dan Widodo, 2018). Penggunaan relaksasi dalam

bidang klinis telah dimulai semenjak awal abad 20 ketika

Edmund Jacobson melakukan penelitian dan dilaporkan

dalam sebuah buku Progressive Relaxation yang diterbitkan

oleh Chicago University Press pada tahun 1938. Jacobson

menjelaskan mengenai hal-hal yang dilakukan seseorang

pada saat tegang dan rileks. Pada saat tubuh dan pikiran

rileks, secara otomatis ketegangan yang seringkali membuat

otot-otot mengencang akan diabaikan (Zalaquet & mcCraw,

2000 dalam ramdhani & Putra, 2009). Progressive muscle

relaxation adalah terapi relaksasi dengan gerakan

mengencangkan dan melemaskan otot–otot pada satu bagian

tubuh pada satu waktu untuk memberikan perasaan relaksasi

secara fisik. Gerakan mengencangkan dan melemaskan

secara progresif kelompok otot ini dilakukan secara berturut-

turut (Synder & Lindquist, 2012). Pada latihan relaksasi ini

perhatian individu diarahkan untuk membedakan perasaan

yang dialami saat kelompok otot dilemaskan dan

dibandingkan ketika otot-otot dalam kondisi tegang. Dengan

mengetahui lokasi dan merasakan otot yang tegang, maka

kita dapat merasakan hilangnya ketegangan sebagai salah


satu respon kecemasan dengan lebih jelas (Chalesworth &

Nathan, 2016).

Terapi ini didasarkan pada keyakinan bahwa tubuh berespon

pada kecemasan yang merangsang pikiran dan kejadian

dengan ketegangan otot, oleh karena itu dengan adanya

relaksasi otot progresif yang bekerja melawan ketegangan

fisiologis yang terjadi sehingga kecemasan bisa teratasi

( Davis dkk, 2016). Terapi relaksasi merupakan sarana

psikoterapi efektif sejenis terapi perilaku yang

dikembangkan oleh Jacobson dan Wolpe untuk mengurangi

kecemasan dan ketegangan otot-otot, syaraf yang bersumber

pada objek-objek tertentu (Goldfried dan Davidson, 1976

dalam Subandi, 2012).

1.3.2 Teori Terapi Relaksasi Otot Progresif

Salah satu kebutuhan dasar klien adalah kebutuhan

tidur dan istirahat. Sekitar 60% klien mengalami insomnia

atau sulit tidur. Stress terhadap tugas maupun permasalahan

lainnya yang tidak segera diatasi dapat menimbulkan

kecemasan dalam diri seseorang. Kecemasan dapat

berakibat pada munculnya emosi negative, baik terhadap

permasalahan tertentu maupun kegiatan sehari-hari

seseorang bila tidak diatasi. Semua ini dapat menyebabkan

gangguan tidur atau insomnia. Insomnia pada klien dapat


diatasi dengan cara nonmedikasi yaitu dengan terapi

relaksasi sehingga seseorang kembali pada saraf normal

(Alim, 2009). Salah satu terapi relaksasi adalah dengan

terapi relaksasi otot progresif yang dapat membuat tubuh

dan pikiran terasa tenang,relaks, dan memudahkan untuk

tidur (Susanti, 2009).

1.3.3 Tujuan Terapi RelaksasiOtot Progresif

Menurut Herodes (2010), Alim (2015), dan Potter (2015), tujuan

dari teknik ini adalah untuk:

1. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan

punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju

metabolic.

2. Mengurangi disritmia jantung, kebutuhan oksigen;

3. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien

sadar dan tidak memfokuskan perhatian serta relaks;

4. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi;

5. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress

6. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme

otot, fobia ringan, gagap ringan, dan

7. Membangun emosi positif dari emosi negatif.

8. Menginhibisi hipotalamus untuk mengganti sekresi CRH

(Corticotropin- releasing hormone). Sehingga sekresi ACTH (


Andrenocorticotropic hormone) dan kortisol juga berhenti. Hal

ini akan berdampak pada penurunan glukosa darahpasien.

1.3.4 Indikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif

1. Pasien yang mengalami gangguan tidur (insomnia).

2. Pasien yang sering mengalami stress.

3. Pasien yang mengalami kecemasan.

4. Pasien yang mengalami depresi.

1.3.5 Kontraindikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif

1. Pasien yang mengalami keterbatasan gerak, misalnya tidak

bisa menggerakkan badannya.

2. Pasien yang menjalani perawatan tirah baring (bed rest).

1.3.6 Hal-hal yang perlu dilakukan

Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

melakukan kegiatan terapi relaksasi ototprogresif.

1. Jangan terlalu menegangkan otot berlebihan karena dapat

melukai diri sendiri.

2. Dibutuhkan waktu sekitar 20-50 detik untuk membuat otot-

otot rileks.

3. Perhatikan posisi tubuh. Lebih nyaman dengan mata

tertutup. Hindari dengan posisi berdiri.

4. Menegangkan kelompok otot dua kali tegangan.

5. Melakukan pada bagian kanan tubuh dua kali, kemudian

bagian kiri dua kali.


6. Memeriksa apakah pasien benar-benar rileks.

7. Terus-menerus memberikan instruksi.

8. Memberikan instruksi tidak terlalu cepat dan tidak terlalu

lambat.

1.3.7 Langkah – langkah Melakukan Terapi Relaksasi Otot Progresif

a) Persiapan

         Persiapan alat dan lingkungan: kursi, bantal, serta lingkungan

yang tenang dan sunyi.

b)     Persiapan klien:

1) Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur, dan pengisian

lembar persetujuan terapi pada pasien

2) Posisikan tubuh pasien secara nyaman yaitu berbaring

dengan mata tertutup menggunakan bantal dibawah

kepala dan lutut atau duduk dikursi dengan kepala

ditopang, hindari posisi berdiri

3) Lepaskan asesoris yang digunakan seperti jam, sepatu

4) Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain

yang sifatnya mengikat ketat.


c) Prosedur

Tabel 2.3 Prosedur PMR

No Gerakan Langkah Kerja Foto


1. Gerakan 1: Ditujukan 1.Genggam tangan kiri sambil
untuk melatih otot membuat suatu kepalan.
tangan 2.Buat kepalan semakin kuat
sambil merasakan sensasi
ketegangan yang terjadi.
3.Pada saat kepalan
dilepaskan, klien dipandu
untuk merasakan relaks
selama 10 detik.
4.Gerakan pada tangan kiri
ini dilakukan dua kali
sehingga klien dapat
membedakan perbedaan
antara ketegangan otot dan
keadaan relaks yang dialami.
5.Prosedur serupa juga
dilatihkan pada tangan
kanan.
2. Gerakan 2: Ditujukan Tekuk kedua lengan ke
untuk melatih otot belakang pada pergelangan
tangan bagian belakang tangan sehingga otot di tangan
bagian belakang  dan lengan
bawah menegang, jari-jari
menghadap ke langit-langit.
Gerakan melatih otot tangan
bagian depan dan belakang
ditunjukkan pada gambar

3. Gerakan 3: Ditujukan 1.Genggam kedua tangan


untuk melatih otot sehingga menjadi kepalan.
biseps (otot besar pada 2. Kemudian membawa
bagian atas pangkal kedua kepalan ke pundak
lengan). sehingga otot biseps akan
menjadi tegang.

4. Gerakan 4: Ditujukan 1. Angkat kedua bahu


untuk melatih otot bahu setinggi-tingginya seakan-akan
supaya mengendur. hingga menyantuh kedua
telinga.
2. Fokuskan atas, dan leher.
5. Gerakan 5 dan 6: 1.Gerakkan otot dahi dengan
ditujukan untuk cara mengerutkan dahi dan
melemaskan otot-otot alis sampai otot terasa dan
wajah (seperti otot kulitnya keriput.
dahi, mata, rahang, dan 2.Tutup keras-keras mata
mulut). sehingga dapat dirasakan
disekitar mata dan otot-otot
yang mengendalikan gerakan
mata.

6. Gerakan 7: ditujukan Katupkan rahang, diikuti


untuk mengendurkan dengan menggigit gigi sehingga
ketegangan yang terjadi ketegangan disekitar otot
dialami oleh otot rahang.
rahang.

7. Gerakan 8: ditujukan Bibir dimoncongkan sekuat-


untuk mengendurkan kuatnya sehingga akan
otot-otot sekitar mulut. dirasakan ketegangan di sekitar
mulut.
8. Gerakan 9: Ditujukan 1.Gerakan diawali dengan
untuk merileksikan otot otot leher bagian belakang
leher bagian depan baru kemudian otot leher
maupun belakang. bagian depan.
2.Letakkan kepala sehingga
dapat beristirahat.
3.Tekan kepala pada
permukaan bantalan kursi
sedemikian rupa sehingga
dapat merasakan ketegangan
dibagian belakang leher dan
punggung atas

9. Gerakan 10:  Ditujukan 1.Gerakan membawa kepala


untuk melatih otot leher ke muka.
begian depan. 2.Benamkan dagu ke dada,
sehingga dapat merasakan
ketegangan di daerah leher
bagian muka
10. Gerakan 11: ditujukan 1. Angkat tubuh dari
untuk melatih otot sandaran kursi.
punggung 2. Punggung
dilengkungkan.
3. Busungkan dada, tahan
kondisi tegang selama
10 detik, kemudian
relaks.
4. Saat relaks, letakkan
tubuh kembali ke kursi
sambil membiarkan
otot menjadi lemas

11. Gerakan 12: ditujukan 1.Tarik napas panjang untuk


untuk melemaskan otot mengisi paru-paru dengan
dada. udara sebanyak-banyaknya.
2.Ditahan selama beberapa
saat, sambil merasakan
ketegangan di bagian dada
sampai turun ke perut,
kemudian dilepas.
3.Saat ketegangan dilepas,
lakukan napas normal
dengan lega.
4.Ulangi sekali lagi sehingga
dapat dirasakan perbedaan
antara kondisi tegang dan
relaks
12. Gerakan 13: ditujukan 1. Tarik dengan kuat perut
untuk melatih otot perut kedalam.
2. Tahan sampai menjadi
kencang dank eras selama 10
detik, lalu dilepaskan bebas.
3. Ulangi kembali seperti
gerakan awal perut ini

13. Gerakan 14-15: 1. Luruskan kedua telapak


ditujukan untuk melatih kaki sehingga otot paha terasa
otot-otot kaki (seperti tegang.
paha dan betis). 2. Lanjutkan dengan
mengunci lutut sedemikian
rupa sehingga ketegangan
pindah ke otot betis.
3. Tahan posisi tegang
selama 10 detik, lalu dilepas.
4. Ulangi setiap gerakan
masing-masing dua kali.

Anda mungkin juga menyukai