TINJAUAN TEORITIS
1. Kosep Medis
1.1 Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolik yang ditandai
dengan hiperglikemia akibat gangguan sekresi dan atau kerja insulin
(Huether & McCance, 2018) Dan juga merupakan penyakit kronis
progresif yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, yang mengarah ke
hiperglikemia (kadar glukosa darah yang tinggi) (Black, 2014). Diabetes
Melitus disebabkan oleh kurangnya aktivitas insulin yaitu penyakit dengan
etiologi kompleks yang bermanifestasi hasil dari kelainan biokimia yang
disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mengontrol metabolisme
karbohidrat (Govan et al, 1986).
Diabetes Melitus Tipe II, sebelumnya disebut NIDDM (Non
Insuline Dependent Diabetes Melitus) atau Diabetes Melitus Onset Dewasa
merupakan respons terbatas sel beta terhadap hiperglikemia, yang menjadi
faktor mayor dalam perkembangannya. Sel beta terpapar secara kronis
terhadap kadar glukosa darah tinggi menjadi secara progresif kurang efisien
ketika merespons peningkatan glukosa lebih lanjut (Black, 2014).
Diabetes Melitus Tipe II adalah gangguan metabolisme yang
ditandai dengan hiperglikemi yang disebabkan oleh kegagalan relative sel
beta dan resistensi insulin, dengan faktor reisiko berhubungan dengan usia,
obesitas, riwayat dan keluarga (Nurarif, 2015).
Diabetes tipe 2 (sebelumnya bernama non-insulin-dependent)
merupakan berakibat dari ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan
benar terhadap aksi insulin yang diproduksi oleh pankreas. Diabetes tipe 2
jauh lebih umum dan menyumbang sekitar 90% dari semua kasus diabetes
di seluruh dunia. Hal ini terjadi paling sering pada orang dewasa, namun
juga saat ini tercatat berkembang pada remaja (WHO, 2017).
Diabetes adalah masalah dimana kadar glukosa darah naik lebih
tinggi dari biasanya. Ini juga disebut hyperglycemia. Diabetes tipe 2 adalah
1
bentuk diabetes yang paling umum. Pada diabetes tipe 2, tubuh tidak
menggunakan insulin dengan benar. Ini disebut resistensi insulin. Pada
awalnya, pankreas membuat insulin ekstra untuk menebusnya. Tapi, seiring
berjalannya waktu tidak bisa bertahan dan tidak bisa cukup insulin untuk
menjaga kadar gula darah pada tingkat normal (ADA / American Diabetes
Association, 2017).
Diabetes mellitus tipe 2 adalah kelainan metabolik yang
menyebabkan hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi) karena tubuh: (1)
Tidak efektif dalam menggunakan insulin yang telah dihasilkannya; juga
dikenal sebagai resistensi insulin, (2) Tidak mampu menghasilkan cukup
insulin. Diabetes tipe 2 ditandai oleh tubuh yang tidak mampu
memetabolisme glukosa (gula sederhana). Hal ini menyebabkan tingginya
kadar glukosa darah yang dari waktu ke waktu bisa merusak organ tubuh
(Diabetes Digital Media, 2017).
2
Gambar 1.1. Anatomi Pankreas
( http://www.diabetes.co.uk/type2-diabetes.html )
3
Gambar 1.2. Pulau-pulau Langerhans
( http://www.diabetes.co.uk/type2-diabetes.html )
4
1.2.2 Fisiologi Pankreas
5
Insulin adalah pengatur utama metabolisme dan penyimpanan
karbohidrat, lemak dan protein. Insulin memfasilitasi transportasi glukosa
untuk melintasi membrane sel pada beberapa jaringan, namun otak, saraf,
lensa mata, heatosit, eritosit dan sel di mukosa usus serta tubulus ginjal
tidak tergantung pada insulin dalam pengambilan glukosa. (Lewis, 2014)
Insulin disintesis dan disekresikan oleh sel β dan memiliki efek
autokrin (self-regulating) yang mengubah transkrip insulin dan gen
glukokinase pada sel β. Insulin merupakan protein yang terdiri atas dua
rantaipeptide yaitu rantai α dan β yang dihubungkan oleh dua ikatan
disulfide precursor insulin, praproinsulin disintesis di ribosom dan
memasuki reticulum endoplasma sel β, tempat zat ini segera diuraikan oleh
enzim-enzim mikrosom untuk membentuk proinsulin. Proinsulin yang
terdiri atas rantai α dan β yang disatukan oleh peptide C.(Bilous &
Donnelly, 2010; Lewis, 2014)
Waktu paruh yang dimiliki insulin dalam melakukan sirkulasinya
selama 3-5 hari dan dikatabolisme di hati dan ginjal. Hati mengatabolisme
sekitar 50% insulin saat hormone ini pertama kali melewatinya dan setelah
disekresikan dari pancreas ke dalam vena porta. Sebaliknya, peptide C dan
proinsulin hanya dikatabolisme oleh ginjal sehingga memiliki waktu paruh
tiga sampai empat kali lebih lama daripada waktu paru insulin itu sendiri.
6
glukosa dalam sel β.Tingkat glukosa dibawah 5 mmol/L (90mg/dl) tidak
mempengaruhi pelepasan insulin; rangsangan setengah maksimal terjadi
pada 8 mmol/L (144 mg/dl). (Bilous & Donnelly, 2010)
Glukosa harus dimetabolisme dalam sel β untuk merangsang
sekresi insulin. Glukosa memasuki sel β melalui protein transporter dan
kemudian diberi fosfolirasi oleh glukokinase yang bertindak sebagai sensor
glukosa yang meenggabungkan sekresi insulin ke tingkat glukosa yang ada.
Glikolisis dan metabolismemitokondria menghasilkan adenosine
triphosphate (ATP), yang menutup saluran kalium ATP (TATP). Hal ini
menyebabkan depolarisasi membrane sel plasma β sehingga masuknya
kalsium ekstraseluler melalui saluran dengan voltase tekanan di membrane.
Peningkatan kalsium sitosolik memicu translokasi granul dan eksositosis.
Sulphonylureas merangsang sekresi insulin dengan meningkatkan
komponen saluran KATP dan lalu menutupnya. Glukokinase merupakan
suatu enzim dengan afinitas yang rendah terhadap glukosa yang aktivitasnya
diataur oleh glokosa, mengontrol tahap pertama metabolism glukosa:
fosforilasi glukosa untuk membentuk glukosa 6-fosfat (Bilous & Donnelly,
2010)
7
telah tersimpan (katabolisme). Ketiadaan insulin secara total mengakibatkan
tidak adanya kehidupan, dan hal yang sama berlaku apabila kelebihan
insulin. Di hati, insulin mendorong penyimpanan bahan bakar dengan
merangsang sintesis dan penyimpanan glikogen. Insulin menghambat
pengeluaran glokosa oleh hati sehingga terhambatnya glukoneogenesis
(sintesis glukosa) dan glikogenolisis (penguraian glikogen). Dengan
merangsang glikolisis membuat metabolisme glukosa menjadi piruvat,
sehingga mendorong pembentukan precursor untuk sintesis asam lemak.
Selain itu, insulin merangsang lipogenesis, yang menyebabkan peningkatan
sintesis lipoprotein berdensitas sangat rendah (VLDL), partikel yang
menyalurkan trigliserida ke jaringan lemak untuk disimpan. Insulin juga
menghambat oksidasi asam lemak dan pembentukan badan keton
(ketogenesis), merupakan alternative yang hanya diproduksi di hati dan
dapat digunakan oleh otak jika glukosa tidak tersedia.
Perubahan Biokimia dan Dampak Klinis (Govan at al.,1986) :
a. Ketidakmampuan mengontrol metabolism Karbohidrat, menyebabkan :
Hyperglikemia Glycosuria
Peningkatan Osmolaritas Plasma Diuresis Osmotik
Hypovolemia
Haus Kehilangan Natrium &
Kalium
Polidipsi
b. Peningkatan Katabolisme Lemak :
Peningkatan produksi KoA-Asetil
(sebuah molekukl penting dalam proses metabolism yang berfungsi
dalam reaksi biokimia)
Mengubah Badan Keton (aseton+ asam Hidroksibutirat)
8
c. Peningkatan katabolisme asam amino menghambat sintesis protein
dan menyebabkan penurunan berat badan meskipun banyak makan
(polyphagia)
1.5 Etiologi Diabetes Melitus Tipe 2 (Huether & McCance, 2019)
Gambar 1.4 : Penyebab Multiorgan dan Akibat Hiperglikemia Kronik pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 (GLP-1 Glucagon –Like Peptide 1;GIP,Gastric
9
Inhibitory Polypeptide; IL, Interleukin; PVD,Peripheral Vascular Disease; TNF,
Tumor Necrosis Factor )
10
5. Polidipsi - Napas bau buah dan aseton
6. Penurunan BB
7. Mual
8. Muntah
9. Pruritus
10. Laboratorium: Kadar glukosa >250mg/dl, konsentrasu bicarbonate rendah,
gap anion meningkat, kadar -hidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton
meningkat
11
1.7 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2
Resistensi insulin merupakan penurunan respon jaringan yang sensitive
terhadap insulin (teritama hepar, otot, dan jaringan lemak) yang dikaitkan
dengan obesitas. Mekanisme yang berperan dalam abnormalitas jalur
sinyal insulin, kadar antagonis insulin yang tinggi, penurunan ekspresi
reseptor insulin dan gangguan protein pembawa glukosa (Huether &
McCance, 2019)
Obesitas berperan terhadap perkembangan resistensi insulin melalui
mekanisme Adipokin (leptin dan adiponektin) hormone yang dihasilkan
oleh jaringan lemak. Obesitas menyebabkan kadar leptin meningkat dan
kadar adiponektin menurun. Kemudian terjadi peningkatan kadar asam
lemak bebas dan akumulasi trigliserida dan kolesterol di intraseluler dan
menyebabkan penurunan respons jaringan terhadap insulin, gangguan
kerja inkterin, dan memicu terjadinya inflamasi. Sitokin pro-inflamasi
yang lepas dari adiposity intra abdomen menyebabkab resistensi insulin.
Obesitas ini berkaitan dengan hiperinsulinemia dan menurunkan densitas
reseptor insulin (Huether & McCance, 2019)
Penurunan massa dan fungsi sel beta yang masih normal
menyebabkab disfungsi sel beta dan defisiensi insulin relative. Kurangnya
responsive sel alfa terhadap hambatan oleh glukosa akan mengakibatkan
konsentrasi glukagon meningkat. Selanjutnya menyebabkan peningkatan
kadar glukosa darah melalui stimulus glikogenolisis dan glukoneogenesis
(Huether & McCance, 2019).
12
1.9 Penatalaksanaan
Pengaturan diet dan aktivitas fisik menjadi bagian penting dalam pencegahan
dan manjemen Diabetes Melitus tipe 2. Asupan makanan harus sesuai dengan
tingkat aktivitas fisik dengan meningkatkan komponen karbohidrat kompleks,
menurunkan komposisi lemak, dan mencukupi kebutuhan protein dan serat.
Pembedahan Bariatrik untuk pasien obesitas dapat mengendalikan glukosa
darah, menurunkan risiko kardiovaskuler, dan menurunkan berat badan.
Pemberian obat oral untuk intervensi lanjut (Huether & McCance, 2019)
13
sulfonylurea generasi kedua yang lain. Sulfonilurea sering menyebabkan
penambahan berat badan sampai 2 kg.
c. Glinide : Untuk menstimulasi sekresi insulin dan menurunkan A1C
sebesar ~ 1,5 % Risiko peningkatan berat badan pada glinide menyerupai
sulfonylurea, akan tetapi risiko hipoglikemia nya lebih kecil.
d. Glukosidase
Menghambat pemecahan polisakharida di usus halus sehingga
monosakharida yang dapat diabsorpsi berkurang; dengan demikian
peningkatan kadar glukosa postprandial dihambat. Metformin lebih efektif
dari jenis obat ini. A1C dapat turun sebesar 0,5 - 0,8 %. Meningkatnya
karbohidrat di colon mengakibatkan meningkatnya produksi gas dan
keluhan gastrointestinal.
e. Thiazolidinedione (TZD)
Meningkatkan sensitivitas otot, lemak dan hepar terhadap insulin baik
endogen maupun eksogen. Efek TZD dalam menurunkan kadar glukosa
darah pada pemakaian monoterapi adalah penurunan A1C sebesar 0,5-1,4
%. Efek samping yang paling sering dikeluhkan adalah penambahan berat
badan dan retensi cairan sehingga terjadi edema perifer dan peningkatan
kejadian gagal jantung kongestif.
f. Insulin
Merupakan obat yang sudah lama digunakan untuk diabetes, paling efektif
dalam menurunkan kadar glukosa darah. Bila digunakan dalam dosis
adekuat, insulin dapat menurunkan setiap kadar A1C sampai mendekati
target terapeutik. Tidak seperti obat antihiperglikemik lain, insulin tidak
memiliki dosis maximal. Terapi insulin berkaitan dengan peningkatan
berat badan dan hipoglikemia.
14
2. Konsep Asuhan Keperawatan
Pasien diabetes mellitus berjuang dengan masalah fisik dan psikologis
dalam mempertahankan kualitas hidupnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
baik dalam perawatan di rumah sakit maupun perawatan di rumah. Karena itu
diperlukan pengkajian yang lebih spesifik mengacu kepada kebutuhan pasien.
Sesuai dengan tinjauan kasus pada pasien diabetes melitus maka konsep
keperawatan yang digunakan adalah teori keperawatan defisit perawatan diri oleh
Dorothea E.Orem. Orem menyatakan bahwa keperawatan merupakan bagian dari
pelayanan yang diselenggarakan untuk memberikan perawatan langsung kepada
orang yang membutuhkan perawatan langsung akibat gangguan kesehatan pasien.
Perawatan diri adalah kegiatan, perilaku yang dipelajari, diinformasikan secara
objektif kepada seseorang yang dilakukan dalam situasi kehidupan yang konkret,
oleh orang itu sendiri atau orang lain. .
Tujuan dari perawatan diri adalah untuk mengatur faktor-faktor efektif
pada pertumbuhan dan kinerja pasien dalam kaitannya dengan kehidupan,
kesehatan, dan kesejahteraan. Perawatan diri dianggap sebagai prinsip yang
penting dan berharga karena menekankan peran aktif pasien dalam perawatan
kesehatan mereka sendiri, bukan pasif (Alligood, 2017).
15
yang lama penyembuhannya, infeksi vagina, atau pandangan yang kabur
(jika kadar glukosanya tinggi).
2.1.3 Health deviation self care requisites (kebutuhan perawatan diri
penyimpangan kesehatan), kebutuhan yang berkaitan dengan adanya
penyimpangan kesehatan seperti adanya sindrom hiperglikemik yang
dapat menimbulkan kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi),
hipotensi, perubahan sensori, kejang-kejang, takikardi, dan hemiparesis.
Pada pasien dengan DM terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan
yang harus dipenuhi dengan kemampuan yang dimiliki. Pasien DM akan
mengalami penurunan pola makan dan adanya komplikasi yang dapat
mengurangi keharmonisan pasangan.
16
BAB II
TINJAUAN KASUS
Kasus
Seorang wanita berusia 65 tahun dilarikan ke ruang IGD dengan ambulans setelah
ditemukan koma oleh putrinya di kamar asramanya. Dia dikenal dengan diabetes
melitus yang tidak tergantung insulin (Diabetes tipe 2) yang telah terkontrol
dengan baik oleh diet, agen hipoglikemik (Daonil) dan obat yang membantu
sensitivitas insulin (Metformin). Putrinya mengingat bahwa pasien mengeluh
demam turun naik dan nyeri ulu hati selama 3 hari, disertai mual, anoreksia, diare
ringan, disuria dan nyeri perut semakin bertambah. Dia tampak agak pusing pagi
itu dan tidak pergi berbelanja. Dia tidak menggunakan insulin paginya oleh karena
tidak bisa makan/ sarapan. Putrinya kembali jam 3 sore dan mendapati pasien
berbaring di tempat tidur, bernapas dengan cepat, dan tidak menanggapi
pertanyaannya.
Pada pemeriksaan pasien tidak responsif, demam, kulit dan mukosa mulut kering,
dan pernapasan cepat dan dalam. Tekanan darah 100/60 mm / Hg posisi
terlentang, turun hingga 80/50 saat tempat tidur dinaikkan . Tampak vena leher
kolaps saat pasien berbaring. Denyut nadinya 120 x / mnt, pernapasannya 24 x /
mnt, dan suhu 38C. Pasien dengan gerakan minimal ketika perutnya ditekan.
Reflek tendon dalam bersifat hipoaktif.
Identitas Pasien :
Nama Pasien : Ny. D
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 65
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Diagnosa Medis : DM Tipe II
2.1.4 Anamnesa
a. Keluhan Utama :
Tidak sadar/Koma, bernapas cepat dan dalam
17
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien demam turun naik 3 hari sebelum masuk rumah sakit (smrs)
mual, anoreksia, diare ringan, dysuria, nyeri perut, dan pusing. Dan
beberapa jam smrs pasien tidak menggunakan insulin oleh karena
tidak sarapan.
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
Pasien dengan Diabetes Melitus Tipe 2, darah gula terkontrol baik
dengan diet dan terapi obat Daonil, Metformin.
d. Riwayat penyakit keluarga : Tidak diketahui
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : Pasien tampak lemah
Kesadaran : Coma
Tekanan darah : 110/60 mmHg turun menjadi 80\50 mmHg
Pernapasan : 24 kali/menit, Frekuensi Cepat dan dalam
Nadi : 120 x/menit
Suhu badan : 38oC
Tugor kulit : Tidak elastis
Kekuatan otot : Lemah, reflex tendon dalam: hipoaktif
BB tidak diukur karena pasien tidak sadarkan diri
Hematologi Rutin
GLUCOSA
GINJAL
Ureum 70 6 - 20 Mg/dl
18
Kreatinin 1.50 0.50 – 1.00 Mg/dl
ELEKTROLIT
Phospat
pH 7.37 7.35-7.45
19
obat DM nya
9. Faktor lingkungan Anak pasien mengatakan bahwa pasien tinggal
di Asrama
10 Ketersediaan sumber Tidak di ketahui
20
Perut.
Dan mengeluh Pusing tadi pagi sehingga pasien
tidak bisa melakukan Aktivitas (Berbelanja )
DO: Ku Pasien tidak sadarkan Diri
Kekuatan Otot :Lemah
6 Pemeliharaan keseimbangan DS: Anak pasien mengatakan bahwa aktivitas di
diri dan interaksi sosial rumah hanya Berbelanja saja.
DO: Tidak di ketahui
7 Pencegahan faktor risiko/yang DS: Pasien ditemukan tidak sadar
mengancam DO: Pasien nampak lemah tidak sadarkan diri
8 Peningkatan fungsi diri dan DS:
pengembangan dalam Anak pasien mengatakan aktivitas ibu nya
kelompok sosial hanya ibu rumah tangga saja dan kegiatan nya
hanya berbelanja.
23
4. Pertahankan untuk memberikan cairan paling
sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat
ditoleransi jantung jika pemasukan cairan
sudah dapat diberikan.
5. Tingkatkan lingkungan yang dapat
memberikan rasa nyaman. Selimuti klien
dengan selimut tipis.
6. Berikan terapi cairan sesuai dengan indikasi.
7. Pasang dan pertahankan kateter urin.
BAB III
PENUTUP
26
Diabetes melitus adalah penyakit yang dapat mempengaruhi seluruh organ-organ
vital dalam tubuh manusia karena pengaruh kadar gula darah yang tinggi.
Diabetes melitus juga merupakan penyakit yang dapat menurunkan kualitas hidup
seseorang. Intervensi yang paling baik dan hemat biaya untuk pasien diabetes
melitus adalah manajemen diri (self-management). Salah satu intervensinya
adalah edukasi, edukasi terbukti penting untuk meningkatkan pengetahuan dan
perilaku pasien terkait manajemen penyakitnya. Dengan edukasi, pasien dapat
mempraktikkan perilaku yang sehat untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dari
diabetes, serta dapat meningkatkan kualitas hidupnya meskipun dalam keadaan
dengan diabetes.
27
Daftar Pustaka
Gulanick, Meg & Myers, Judith L. (2014). Nursing Care Plans: Diagnoses,
Interventions and outcame. USA: Elsevier
Huether, S & McCance, K.L. (2019) Buku Ajar Patofisiologi (Edisi Keenam).
Utah: Elsevier.
Ignatavicius, M & Linda, W. (2016). Medical Surgical Nursing Patient-Centered
Collaborative Corp (6th Ed). US: Library of Congress Cataloging-in-
Publication Data.
Sudoyo, A,. Seityohadi, B., Alwi, I., Simadibrata K, M., Santinti, S. (2017). Buku
Ajar: Ilmu Penyakit Dalam (5th ed). Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
28
WHO. 2017. Diabetes Fact sheet Updated November 2017.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/
29