Anda di halaman 1dari 29

BAB I

TINJAUAN TEORITIS
1. Kosep Medis
1.1 Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolik yang ditandai
dengan hiperglikemia akibat gangguan sekresi dan atau kerja insulin
(Huether & McCance, 2018) Dan juga merupakan penyakit kronis
progresif yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, yang mengarah ke
hiperglikemia (kadar glukosa darah yang tinggi) (Black, 2014). Diabetes
Melitus disebabkan oleh kurangnya aktivitas insulin yaitu penyakit dengan
etiologi kompleks yang bermanifestasi hasil dari kelainan biokimia yang
disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mengontrol metabolisme
karbohidrat (Govan et al, 1986).
Diabetes Melitus Tipe II, sebelumnya disebut NIDDM (Non
Insuline Dependent Diabetes Melitus) atau Diabetes Melitus Onset Dewasa
merupakan respons terbatas sel beta terhadap hiperglikemia, yang menjadi
faktor mayor dalam perkembangannya. Sel beta terpapar secara kronis
terhadap kadar glukosa darah tinggi menjadi secara progresif kurang efisien
ketika merespons peningkatan glukosa lebih lanjut (Black, 2014).
Diabetes Melitus Tipe II adalah gangguan metabolisme yang
ditandai dengan hiperglikemi yang disebabkan oleh kegagalan relative sel
beta dan resistensi insulin, dengan faktor reisiko berhubungan dengan usia,
obesitas, riwayat dan keluarga (Nurarif, 2015).
Diabetes tipe 2 (sebelumnya bernama non-insulin-dependent)
merupakan berakibat dari ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan
benar terhadap aksi insulin yang diproduksi oleh pankreas. Diabetes tipe 2
jauh lebih umum dan menyumbang sekitar 90% dari semua kasus diabetes
di seluruh dunia. Hal ini terjadi paling sering pada orang dewasa, namun
juga saat ini tercatat berkembang pada remaja (WHO, 2017).
Diabetes adalah masalah dimana kadar glukosa darah naik lebih
tinggi dari biasanya. Ini juga disebut hyperglycemia. Diabetes tipe 2 adalah

1
bentuk diabetes yang paling umum. Pada diabetes tipe 2, tubuh tidak
menggunakan insulin dengan benar. Ini disebut resistensi insulin. Pada
awalnya, pankreas membuat insulin ekstra untuk menebusnya. Tapi, seiring
berjalannya waktu tidak bisa bertahan dan tidak bisa cukup insulin untuk
menjaga kadar gula darah pada tingkat normal (ADA / American Diabetes
Association, 2017).
Diabetes mellitus tipe 2 adalah kelainan metabolik yang
menyebabkan hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi) karena tubuh: (1)
Tidak efektif dalam menggunakan insulin yang telah dihasilkannya; juga
dikenal sebagai resistensi insulin, (2) Tidak mampu menghasilkan cukup
insulin. Diabetes tipe 2 ditandai oleh tubuh yang tidak mampu
memetabolisme glukosa (gula sederhana). Hal ini menyebabkan tingginya
kadar glukosa darah yang dari waktu ke waktu bisa merusak organ tubuh
(Diabetes Digital Media, 2017).

1.2 Anatomi Fisiologi


1.2.1 Anatomi Pankreas
Pankreas terletak di bagian belakang perut dan di anterior vertebra
lumbal pertama dan kedua yang membentang secara lateral dari duodenum
kearah limpa(Lewis, 2017; Moini, 2016). Pankreas merupakan organ yang
berbentuk berudu memanjang sekitar 15 cm dan beratnya sekitar 80 gram 3
ons. Luas kepala pancreas terletak di dalam lingkaran yang dibentuk oleh
duodenum usus. Badan pancreas yang lebih tipis meluas kearah limpa,
sedangkan ekornya tampak pendek dan terus-menerus membulat dan
berbatasan dengan limpa. (Moini, 2016)

2
Gambar 1.1. Anatomi Pankreas
( http://www.diabetes.co.uk/type2-diabetes.html )

Pankreas merupakan retroperitoneal, terkait dengan kuatnya dinding


rongga perut pada bagian posterior. Pancreas memiliki fungsi eksokrin dan
enokrin Saluran pankreatik yang lebih kecil dihubungkan dengan duodenum
ditempat yang sama dimana saluran empedu dari hati dan kantong empedu
serta sendi duodenum. Duktus asesori pancreas yang lebih kecil bermuara
ke duodenum, proksimal pada duktus pancreas utama. Pergerakan peristaltic
pengeluaran jus pancreas dikendalikan oleh spinterhepatopankreatik.
(Lewis, 2014; Moini, 2016)
Bagian hormon dari pankreas disebut sebagai pulau Langerhans.
Pulau ini memiliki kurang dari 2% kelenjar dan terdiri dari empat jenis sel
yang mengsekresi hormon yaitu sel β, sel α, sel Delta, dan sel Pankreatic
Polypeptide (PP). Sel β memproduksi dan mensekresi insulin dan terletak
ditengah pulau Langerhans dan merupakan jenis sel predominan (80% sel);
sel α penghasil glokogen (20% sel) terletak ditepi pulau Langerhans; sel
Delta (D) yang mengeluarkan somatostain, terletak diantara kedua jenis sel
ini dan jumlahnya sedikit dan sel PP (sel F) penghasil polipeptida pancreas
terutama terletak di pulau Langerhans di lobus posterior caput pancreatic,
suatu bagian yang secara embrionik berasal dari tunas ventral sehingga
menerima darah dari sumber yang berbeda. (Lewis, 2017)

3
Gambar 1.2. Pulau-pulau Langerhans
( http://www.diabetes.co.uk/type2-diabetes.html )

Pulau-pulau Langerhans ini jauh lebih banyak mendapat


vaskularisasi dibandingkan dengan jaringan pancreas eksokrin. Aliran darah
diperkirakan mengalir dari bagian tengah pulau Langerhans ke perifer
sehingga insulin yang dihasilkan sel β sentral dapat menghambat pelepasan
glukogen oleh sel α di prefer. Darah dari pulau Langerhans kemudian
mengalir ke vena porta hepatica. Karena itu, produk-produk sekretorik sel
pulau Langerhans mengalir langsung ke hati, yakni tempat kerja utama
glucagon dan insulin, sebelum menuju sirkulasi sistemis.

4
1.2.2 Fisiologi Pankreas

Gambar 1.3 : Fisiologi Pankreas

5
Insulin adalah pengatur utama metabolisme dan penyimpanan
karbohidrat, lemak dan protein. Insulin memfasilitasi transportasi glukosa
untuk melintasi membrane sel pada beberapa jaringan, namun otak, saraf,
lensa mata, heatosit, eritosit dan sel di mukosa usus serta tubulus ginjal
tidak tergantung pada insulin dalam pengambilan glukosa. (Lewis, 2014)
Insulin disintesis dan disekresikan oleh sel β dan memiliki efek
autokrin (self-regulating) yang mengubah transkrip insulin dan gen
glukokinase pada sel β. Insulin merupakan protein yang terdiri atas dua
rantaipeptide yaitu rantai α dan β yang dihubungkan oleh dua ikatan
disulfide precursor insulin, praproinsulin disintesis di ribosom dan
memasuki reticulum endoplasma sel β, tempat zat ini segera diuraikan oleh
enzim-enzim mikrosom untuk membentuk proinsulin. Proinsulin yang
terdiri atas rantai α dan β yang disatukan oleh peptide C.(Bilous &
Donnelly, 2010; Lewis, 2014)
Waktu paruh yang dimiliki insulin dalam melakukan sirkulasinya
selama 3-5 hari dan dikatabolisme di hati dan ginjal. Hati mengatabolisme
sekitar 50% insulin saat hormone ini pertama kali melewatinya dan setelah
disekresikan dari pancreas ke dalam vena porta. Sebaliknya, peptide C dan
proinsulin hanya dikatabolisme oleh ginjal sehingga memiliki waktu paruh
tiga sampai empat kali lebih lama daripada waktu paru insulin itu sendiri.

1.2.3 Regulasi Sekresi


Glukosa adalah stimulant fisiologi utama dalam pengeluaran
insulin dari sel β, dimana terjadi pada karakteristik pola biphasic akut ayng
disebut sebagai ‘fase pertama’ yang berlangsung hanya beberapa menit
diikuti secara berkelanjutan ‘fase kedua’. Tahap pertama melibatkan
pelepasan fusi membrane plasma kecil, granul siap untuk dilepaskan; granul
mengeluarkan isinya sebagai respon terhadap kedua zat seperti nutrisi dan
non nutrisi. Sebaliknya sekresi insulin fase kedua ditimbulkan secara
eksklusif oleh nutrisi. Respon dosis glukosa insulin ditentukan terutama
oleh aktifitas glukokinase yang mengatur dan membatasi laju metabolisme

6
glukosa dalam sel β.Tingkat glukosa dibawah 5 mmol/L (90mg/dl) tidak
mempengaruhi pelepasan insulin; rangsangan setengah maksimal terjadi
pada 8 mmol/L (144 mg/dl). (Bilous & Donnelly, 2010)
Glukosa harus dimetabolisme dalam sel β untuk merangsang
sekresi insulin. Glukosa memasuki sel β melalui protein transporter dan
kemudian diberi fosfolirasi oleh glukokinase yang bertindak sebagai sensor
glukosa yang meenggabungkan sekresi insulin ke tingkat glukosa yang ada.
Glikolisis dan metabolismemitokondria menghasilkan adenosine
triphosphate (ATP), yang menutup saluran kalium ATP (TATP). Hal ini
menyebabkan depolarisasi membrane sel plasma β sehingga masuknya
kalsium ekstraseluler melalui saluran dengan voltase tekanan di membrane.
Peningkatan kalsium sitosolik memicu translokasi granul dan eksositosis.
Sulphonylureas merangsang sekresi insulin dengan meningkatkan
komponen saluran KATP dan lalu menutupnya. Glukokinase merupakan
suatu enzim dengan afinitas yang rendah terhadap glukosa yang aktivitasnya
diataur oleh glokosa, mengontrol tahap pertama metabolism glukosa:
fosforilasi glukosa untuk membentuk glukosa 6-fosfat (Bilous & Donnelly,
2010)

1.3 Mekanisme kerja


Reseptor insulin yang terdapat pada hati, otot dan lemak
menimbulkan efeknya melalui pengikatan dengan reseptor insulin yang
terdapat pada permukaan sel sasaran. Insulin receptor substrate (IRS) yang
mengaktifkan dan memperkuat molekul-molekul sinyal di hilir sehingga
menimbulakan efek-efek biologis insulin (translokasi transporter glukosa
GLUT4 ke membrane plasma sel otot dan lemak).

1.4 Efek Insulin


Insulin berperan penting dalam hemeostasis pembakaran dengan
merantarai perubahannya melalui efek pada jaringan utama: hati, otot, dan
lemak. Di jaringan-jaringan ini, insulin mendorong penyimpangan bahan
bakar (anabolisme) dan mencegah penguraian serta pengeluarannya yang

7
telah tersimpan (katabolisme). Ketiadaan insulin secara total mengakibatkan
tidak adanya kehidupan, dan hal yang sama berlaku apabila kelebihan
insulin. Di hati, insulin mendorong penyimpanan bahan bakar dengan
merangsang sintesis dan penyimpanan glikogen. Insulin menghambat
pengeluaran glokosa oleh hati sehingga terhambatnya glukoneogenesis
(sintesis glukosa) dan glikogenolisis (penguraian glikogen). Dengan
merangsang glikolisis membuat metabolisme glukosa menjadi piruvat,
sehingga mendorong pembentukan precursor untuk sintesis asam lemak.
Selain itu, insulin merangsang lipogenesis, yang menyebabkan peningkatan
sintesis lipoprotein berdensitas sangat rendah (VLDL), partikel yang
menyalurkan trigliserida ke jaringan lemak untuk disimpan. Insulin juga
menghambat oksidasi asam lemak dan pembentukan badan keton
(ketogenesis), merupakan alternative yang hanya diproduksi di hati dan
dapat digunakan oleh otak jika glukosa tidak tersedia.
Perubahan Biokimia dan Dampak Klinis (Govan at al.,1986) :
a. Ketidakmampuan mengontrol metabolism Karbohidrat, menyebabkan :
Hyperglikemia Glycosuria
 
Peningkatan Osmolaritas Plasma  Diuresis Osmotik

Hypovolemia
Haus Kehilangan Natrium &
Kalium
Polidipsi
b. Peningkatan Katabolisme Lemak :

Peningkatan produksi KoA-Asetil
(sebuah molekukl penting dalam proses metabolism yang berfungsi
dalam reaksi biokimia)

Mengubah Badan Keton (aseton+ asam Hidroksibutirat)

Ketosis Asidosis  Mensekresi asam dalam kombinasi


 dengan Na+ dan K +
Penipisan Elektrolit yang lanjut

8
c. Peningkatan katabolisme asam amino menghambat sintesis protein
dan menyebabkan penurunan berat badan meskipun banyak makan
(polyphagia)
1.5 Etiologi Diabetes Melitus Tipe 2 (Huether & McCance, 2019)

Gambar 1.4 : Penyebab Multiorgan dan Akibat Hiperglikemia Kronik pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 (GLP-1 Glucagon –Like Peptide 1;GIP,Gastric

9
Inhibitory Polypeptide; IL, Interleukin; PVD,Peripheral Vascular Disease; TNF,
Tumor Necrosis Factor )

1.6 Komplikasi Diabetes Melitus (Huether & McCance, 2019)


a. Komplikasi Akut Diabetes Melitus
1) Hipoglikemia :
Berisiko pada pasien yang menggunakan insulin, pada pasien dengan
kadar glukosa fluktuatif cepat, pada pasien tipe 2 dengan terapi
Sulfonilurea.
Gejala Klinis :
Keluhan Adrenergik: Keluhan Neurogenik :
1. Pucat - Lemah
2. Berkeringat - Irritability
3. Takikardia - Sakit Kepala
4. Berdebar-debar - Sulit berkonsentrasi
5. Terasa lapar - Gangguan penglihatan
6. Gelisah - Pusing
7. Lemas - Terasa lapar
8. Tremor - Bingung
9. Defek sensorik atau motorik sementara
10. Kejang
11. Koma
12. Kematian
13. Laboratorium: Kadar glukosa <30mg/dl pada bayi baru lahir, dan < 55-60
mg/dlpada dewasa.
2) Ketoasidosis Diabetikum: Syndrome Coma Diabeticum
Berisiko pada pasien tipe 1 pada pasien yang belum terdiagnosa DM
Gejala klinis :
1. Malaise - Nyeri perut
2. Mulut kering - Lemah
3. Sakit kepala - Sesak napas
4. Polyuria - Kusmaull

10
5. Polidipsi - Napas bau buah dan aseton
6. Penurunan BB
7. Mual
8. Muntah
9. Pruritus
10. Laboratorium: Kadar glukosa >250mg/dl, konsentrasu bicarbonate rendah,
gap anion meningkat, kadar -hidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton
meningkat

3) Hyperglycemic hyperosmolar State : Koma hyperosmolar hiperglikemia


nonketonik
Berisiko pada pasien DM Tipe 2 usia lanjut atau usia sangat muda, individu
yang belum terdiagnosa DM, usia lanjut atau usia sangat muda, yang belum
terdiagnosis DM,
Tanda & Gejala
1. Polyuria - Penurunan Berat Badan
2. Polidipdia - lemah
3. Hipovolemi - Mual, muntah
4. Dehidrasi - Nyeri perut
5. Hipotensi - Hipotermi
6. Takikardia - Stupor
7. Hipoperfusi - Koma
8. Kejang -
9. Kadar glukosa > 600 mg/dl, ketosis ringan, serum osmolaritas >320 mOms/L,
ureum kreatinin meningkat

b. Komplikasi Kronik Diabetes mellitus


1) Mikrovaskuler Retinopati
2) Nefropati
3) Neuropati
4) Makrovaskuler
5) Infeksi

11
1.7 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2
Resistensi insulin merupakan penurunan respon jaringan yang sensitive
terhadap insulin (teritama hepar, otot, dan jaringan lemak) yang dikaitkan
dengan obesitas. Mekanisme yang berperan dalam abnormalitas jalur
sinyal insulin, kadar antagonis insulin yang tinggi, penurunan ekspresi
reseptor insulin dan gangguan protein pembawa glukosa (Huether &
McCance, 2019)
Obesitas berperan terhadap perkembangan resistensi insulin melalui
mekanisme Adipokin (leptin dan adiponektin) hormone yang dihasilkan
oleh jaringan lemak. Obesitas menyebabkan kadar leptin meningkat dan
kadar adiponektin menurun. Kemudian terjadi peningkatan kadar asam
lemak bebas dan akumulasi trigliserida dan kolesterol di intraseluler dan
menyebabkan penurunan respons jaringan terhadap insulin, gangguan
kerja inkterin, dan memicu terjadinya inflamasi. Sitokin pro-inflamasi
yang lepas dari adiposity intra abdomen menyebabkab resistensi insulin.
Obesitas ini berkaitan dengan hiperinsulinemia dan menurunkan densitas
reseptor insulin (Huether & McCance, 2019)
Penurunan massa dan fungsi sel beta yang masih normal
menyebabkab disfungsi sel beta dan defisiensi insulin relative. Kurangnya
responsive sel alfa terhadap hambatan oleh glukosa akan mengakibatkan
konsentrasi glukagon meningkat. Selanjutnya menyebabkan peningkatan
kadar glukosa darah melalui stimulus glikogenolisis dan glukoneogenesis
(Huether & McCance, 2019).

1.8 Pemeriksaan Diagnostik (Ignatavicius et al., 2016)


1. Pemeriksaan darah gula puasa
2. Pemeriksaan darah gula 2 jam setelah makan
3. HbA1c
4. Pemeriksaan Keton dan glukosa dalam urine
5. Pemeriksaan Hemotokrit atau darah lengkap

12
1.9 Penatalaksanaan
Pengaturan diet dan aktivitas fisik menjadi bagian penting dalam pencegahan
dan manjemen Diabetes Melitus tipe 2. Asupan makanan harus sesuai dengan
tingkat aktivitas fisik dengan meningkatkan komponen karbohidrat kompleks,
menurunkan komposisi lemak, dan mencukupi kebutuhan protein dan serat.
Pembedahan Bariatrik untuk pasien obesitas dapat mengendalikan glukosa
darah, menurunkan risiko kardiovaskuler, dan menurunkan berat badan.
Pemberian obat oral untuk intervensi lanjut (Huether & McCance, 2019)

Terapi Diabetes Mellitus Tipe 2


Perubahan pola hidup pasien dengan Diabetes Mellitus sangatlah menentukan
kualitas hidup pasien, yaitu pola makan yang baik dan olah raga teratur.
Dengan atau tanpa terapi farmakologik, pola makan yang seimbang dan olah
raga teratur (bila tidak ada kontraindikasi) merupakan kegiatan yang harus
dijalankan secara terus menerus.
Penatalaksanaan terapi obat-obatan pada pasien Diabetes Melitus :
a. Metformin
menurunkan “hepatic glucose output” dan menurunkan kadar glukosa
puasa. Monoterapi dengan metformin dapat menurunkan A1C sebesar
-1,5%. Efek samping obat yang sering dikeluhakan pasien adalah keluhan
gastrointestinal. Jenis obat ini dapat digunakan dan aman tanpa
menyebabkan hipoglikemia dan tidak menyebabkan penambhan berat
badan yang signifikan. Kontraindikasi untuk pemakaian metformin adalah
penurunan fungsi ginjal karena akan meningkatkan risiko asidosis laktik ;
komplikasi ini jarang terjadi tetapi fatal.
b. Sulfonilurea Sulfonilurea
Menurunkan kadar glukosa darah dengan cara meningkatkan sekresi
insulin. Tidak jauh berbeda dengan metformin, yaitu menurunkan A1C ~
1,5%. Efek yang tidak diinginkan adalah hipoglikemia yang bisa
berlangsung lama dan mengancam hidup. Episode hipoglikemia yang
berat lebih sering terjadi pada orang tua. Risiko hipoglikemia lebih besar
dengan chlorpropamide dan glibenklamid dibandingkan dengan

13
sulfonylurea generasi kedua yang lain. Sulfonilurea sering menyebabkan
penambahan berat badan sampai 2 kg.
c. Glinide : Untuk menstimulasi sekresi insulin dan menurunkan A1C
sebesar ~ 1,5 % Risiko peningkatan berat badan pada glinide menyerupai
sulfonylurea, akan tetapi risiko hipoglikemia nya lebih kecil.
d. Glukosidase
Menghambat pemecahan polisakharida di usus halus sehingga
monosakharida yang dapat diabsorpsi berkurang; dengan demikian
peningkatan kadar glukosa postprandial dihambat. Metformin lebih efektif
dari jenis obat ini. A1C dapat turun sebesar 0,5 - 0,8 %. Meningkatnya
karbohidrat di colon mengakibatkan meningkatnya produksi gas dan
keluhan gastrointestinal.
e. Thiazolidinedione (TZD)
Meningkatkan sensitivitas otot, lemak dan hepar terhadap insulin baik
endogen maupun eksogen. Efek TZD dalam menurunkan kadar glukosa
darah  pada pemakaian monoterapi adalah penurunan A1C sebesar 0,5-1,4
%. Efek samping yang  paling sering dikeluhkan adalah penambahan berat
badan dan retensi cairan sehingga terjadi edema perifer dan peningkatan
kejadian gagal jantung kongestif.
f. Insulin
Merupakan obat yang sudah lama digunakan untuk diabetes, paling efektif
dalam menurunkan kadar glukosa darah. Bila digunakan dalam dosis
adekuat, insulin dapat menurunkan setiap kadar A1C sampai mendekati
target terapeutik. Tidak seperti obat antihiperglikemik lain, insulin tidak
memiliki dosis maximal. Terapi insulin berkaitan dengan peningkatan
berat badan dan hipoglikemia.

1.10 Patoflowdiagram ( Terlampir )

14
2. Konsep Asuhan Keperawatan
Pasien diabetes mellitus berjuang dengan masalah fisik dan psikologis
dalam mempertahankan kualitas hidupnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
baik dalam perawatan di rumah sakit maupun perawatan di rumah. Karena itu
diperlukan pengkajian yang lebih spesifik mengacu kepada kebutuhan pasien.
Sesuai dengan tinjauan kasus pada pasien diabetes melitus maka konsep
keperawatan yang digunakan adalah teori keperawatan defisit perawatan diri oleh
Dorothea E.Orem. Orem menyatakan bahwa keperawatan merupakan bagian dari
pelayanan yang diselenggarakan untuk memberikan perawatan langsung kepada
orang yang membutuhkan perawatan langsung akibat gangguan kesehatan pasien.
Perawatan diri adalah kegiatan, perilaku yang dipelajari, diinformasikan secara
objektif kepada seseorang yang dilakukan dalam situasi kehidupan yang konkret,
oleh orang itu sendiri atau orang lain. .
Tujuan dari perawatan diri adalah untuk mengatur faktor-faktor efektif
pada pertumbuhan dan kinerja pasien dalam kaitannya dengan kehidupan,
kesehatan, dan kesejahteraan. Perawatan diri dianggap sebagai prinsip yang
penting dan berharga karena menekankan peran aktif pasien dalam perawatan
kesehatan mereka sendiri, bukan pasif (Alligood, 2017).

2.1 Pengkajian Teori Keperawatan (Alligood, 2017).


Pengkajian yang digunakan melalui pendekatan teori Orem yaitu :
2.1.1 Universal self care requisites (kebutuhan perawatan diri universal), yang
meliputi kebutuhan udara, air, makanan, eliminasi, istirahat, dan interaksi
sosial serta menghadapi resiko yang mengancam kehidupan. Pada pasien
DM, kebutuhan tersebut mengalami perubahan yang dapat diminimalkan
dengan melakukan selfcare antara lain melakukan latihan/olahraga, diet
yang sesuai, dan pemantauan kadar glukosa darah.
2.1.2 Development self care requisites (kebutuhan perawatan diri
pengembangan), pasien dengan DM mengalami perubahan fungsi
perkembangan yang berkaitan dengan fungsi perannya. Perubahan fisik
pada pasien dengan DM antara lain, menimbulkan peningkatan dalam
berkemih, rasa haus, selera makan, keletihan, kelemahan, luka pada kulit

15
yang lama penyembuhannya, infeksi vagina, atau pandangan yang kabur
(jika kadar glukosanya tinggi).
2.1.3 Health deviation self care requisites (kebutuhan perawatan diri
penyimpangan kesehatan), kebutuhan yang berkaitan dengan adanya
penyimpangan kesehatan seperti adanya sindrom hiperglikemik yang
dapat menimbulkan kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi),
hipotensi, perubahan sensori, kejang-kejang, takikardi, dan hemiparesis.
Pada pasien dengan DM terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan
yang harus dipenuhi dengan kemampuan yang dimiliki. Pasien DM akan
mengalami penurunan pola makan dan adanya komplikasi yang dapat
mengurangi keharmonisan pasangan.

16
BAB II
TINJAUAN KASUS

Kasus
Seorang wanita berusia 65 tahun dilarikan ke ruang IGD dengan ambulans setelah
ditemukan koma oleh putrinya di kamar asramanya. Dia dikenal dengan diabetes
melitus yang tidak tergantung insulin (Diabetes tipe 2) yang telah terkontrol
dengan baik oleh diet, agen hipoglikemik (Daonil) dan obat yang membantu
sensitivitas insulin (Metformin). Putrinya mengingat bahwa pasien mengeluh
demam turun naik dan nyeri ulu hati selama 3 hari, disertai mual, anoreksia, diare
ringan, disuria dan nyeri perut semakin bertambah. Dia tampak agak pusing pagi
itu dan tidak pergi berbelanja. Dia tidak menggunakan insulin paginya oleh karena
tidak bisa makan/ sarapan. Putrinya kembali jam 3 sore dan mendapati pasien
berbaring di tempat tidur, bernapas dengan cepat, dan tidak menanggapi
pertanyaannya.
Pada pemeriksaan pasien tidak responsif, demam, kulit dan mukosa mulut kering,
dan pernapasan cepat dan dalam. Tekanan darah 100/60 mm / Hg posisi
terlentang, turun hingga 80/50 saat tempat tidur dinaikkan . Tampak vena leher
kolaps saat pasien berbaring. Denyut nadinya 120 x / mnt, pernapasannya 24 x /
mnt, dan suhu 38C. Pasien dengan gerakan minimal ketika perutnya ditekan.
Reflek tendon dalam bersifat hipoaktif.

Identitas Pasien :
Nama Pasien : Ny. D
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 65
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Diagnosa Medis : DM Tipe II

2.1.4 Anamnesa
a. Keluhan Utama :
Tidak sadar/Koma, bernapas cepat dan dalam

17
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien demam turun naik 3 hari sebelum masuk rumah sakit (smrs)
mual, anoreksia, diare ringan, dysuria, nyeri perut, dan pusing. Dan
beberapa jam smrs pasien tidak menggunakan insulin oleh karena
tidak sarapan.
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
Pasien dengan Diabetes Melitus Tipe 2, darah gula terkontrol baik
dengan diet dan terapi obat Daonil, Metformin.
d. Riwayat penyakit keluarga : Tidak diketahui

Pemeriksaan Fisik :
 Keadaan umum : Pasien tampak lemah
 Kesadaran : Coma
 Tekanan darah : 110/60 mmHg turun menjadi 80\50 mmHg
 Pernapasan : 24 kali/menit, Frekuensi Cepat dan dalam
 Nadi : 120 x/menit
 Suhu badan : 38oC
 Tugor kulit : Tidak elastis
 Kekuatan otot : Lemah, reflex tendon dalam: hipoaktif
 BB tidak diukur karena pasien tidak sadarkan diri

Hasil Pemeriksaan Diagnostik :


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan

Hematologi Rutin

Leukosit 20.0 5.00 – 10.00 ribu/ul

GLUCOSA

Glucosa 850 70 – 110 Mg/dL

GINJAL

Ureum 70 6 - 20 Mg/dl

18
Kreatinin 1.50 0.50 – 1.00 Mg/dl

ELEKTROLIT

Natrium 155 135-145 mEq/L

Kalium 3.30 3.5 – 5.0 mEq/L

Phospat

Clorida Dalam Batas


Normal
Kalsium

ANALISA GAS DARAH

pH 7.37 7.35-7.45

PaCO2 30 35-45 mmHg

HCO3 19 22-26 mEq/L

Serum Ketones Minimal

Serum Osmolality 375 275-299 mOsm/L

Terapi Obat-obatan : Daonil dan Metformin

2.2 Aplikasi Model Keperawatan Orem


A. Basic conditioning factors (faktor kondisi dasar)
No Faktor kondisi Data
1. Umur 65 tahun
2. Jenis Kelamin Perempuan
3. Status perkembangan Pasien berusia 65 tahun sehingga berdasarkan
status perkembangan dari WHO, pasien saat ini
berada dalam tahap perkembangan Lanjut Usia
(Usia 60 – 74)
4. Status Kesehatan Pasien menderita penyakit DM Tipe II,
5. Orientasi sosiokultural Tidak di ketahui
6. Fungsi sistem pelayanan Anak pasien mengatakan bahwa pasien berobat
kesehatan rutin ke fasilitas kesehatan
7 Fungsi sistem keluarga Anak pasien mengatakan bahwa pasien seorang
ibu rumah tangga
8. Pola hidup Anak pasien mengatakan ibu nya menjaga pola
makan nya (Diet) dan rutin mengkonsumsi obat

19
obat DM nya
9. Faktor lingkungan Anak pasien mengatakan bahwa pasien tinggal
di Asrama
10 Ketersediaan sumber Tidak di ketahui

B. Universal self care requisite ( kebutuhan perawatan diri universal)


No Kebutuhan Data
1 Pemenuhan kebutuhan udara DS:
 Anak pasien mengatakan bahwa pasien di
temukan tidak sadarkan diri dan napas cepat
DO:
 TD: 80/50 mmHg
 N: 120x/mnt
 RR: 24 x/mnt
 Pernapasan cepat dan dalam
2 Pemenuhan kebutuhan air DS: Tidak di ketahui
DO: Kulit nampak kering, mukosa kering
3 Pemenuhan kebutuhan makan DS:
 Anak pasien mengatakan bahwa pasien tidak
terbiasa dengan sarapan pagi
Dan sudah tiga hari mengeluh :
 Mual, muntah
 Anorexia
 Nyeri ulu hati
DO: Pasien tidak sadarkan diri
4 Pemenuhan kebutuhan DS : Anak pasien mengatakan sudah tiga hari ibu
eleminasi nya mengeluh Diare ( Ringan)
Dan Sakit perut
DO : Tidak di ketahui
5 Keseimbangan aktivitas dan DS: Anak pasien mengatakan pasien sudah tiga
istirahat hari mengeluh Demam turun naik dan Nyeri pada

20
Perut.
Dan mengeluh Pusing tadi pagi sehingga pasien
tidak bisa melakukan Aktivitas (Berbelanja )
DO: Ku Pasien tidak sadarkan Diri
Kekuatan Otot :Lemah
6 Pemeliharaan keseimbangan DS: Anak pasien mengatakan bahwa aktivitas di
diri dan interaksi sosial rumah hanya Berbelanja saja.
DO: Tidak di ketahui
7 Pencegahan faktor risiko/yang DS: Pasien ditemukan tidak sadar
mengancam  DO: Pasien nampak lemah tidak sadarkan diri
8 Peningkatan fungsi diri dan DS:
pengembangan dalam  Anak pasien mengatakan aktivitas ibu nya
kelompok sosial hanya ibu rumah tangga saja dan kegiatan nya
hanya berbelanja.

C. Developmental self care requisites (kebutuhan perawatan diri sesuai


dengan tahap perkembangan)
No Kebutuhan Data
1 Pemeliharaan  Semua kebutuhan ADL pasien
perkembangan lingkungan lakukan dengan MANDIRI
2 Pencegahan/pengelolaan  Anak selalu mengingatkan pasien
kondisi yang mengancam untuk minum Obat
perkembangan normal  Ana selalu mendampingi pasien di
rumah

2.3 Diagnosa Keperawatan (NANDA)


No Therapeutik self care Adequacy of self Nursing Diagnosis
demand care agency
1 DS:- Penatalaksanaan Ketidakefektifan
DO: - Kesadaran penurunan Perfusi Jaringan
menurun/ coma kesadaran Serebral berhubungan
-Akral dingin dengan penurunan
-TD: 80/50 mmHg aliran darah serebral
-N: 120x/mnt
2 DS :- Penatalaksanaan Defisit volume cairan
resusitasi cairan berhubungan dengan
21
 DO: Kesadaran hiperglikemia
menurun/ coma,
Glukosa darah
850mg/dl
 Vena leher kolaps
 Serum ketonis (+)
 Serum osmolality
375

3 DS: Inadekuat Ketidakseimbangan


 Anak pasien (Perlunya bantuan nutrisi kurang dari
mengatakan bahwa untuk mengatasi kebutuhan tubuh
ibunya sangat menjaga masalah penurunan berhubungan dengan
pola makannya intake nutrisi penurunan intake
 Anak pasien pasien) nutrisi, serta
mengatakan bahwa ketidakseimbangan
pasien tidak ada selera insulin
makan
 Anak pasien
mengatakan bahwa
pasien mengeluh
mual,muntah sudah 3
hari
DO:
 Tugor kulit tidak
elastis
4 DS: Inadekuat Defisiensi pengetahuan
 Anaka pasien (Perlunya bantuan keluarga berhubungan
mengatakan bahwa untuk mengatasi dengan informasi yang
kurang memahami masalah kurang kurang serta perubahan
penyakit yang pengetahuan status kesehatan pasien
diderita oleh pasien keluarga
 Anak pasien sehubungan dengan
perawatan pasien)
22
mengatakan bahwa
kurang memahami
perawatan yang dapat
dilakukan di rumah
untuk pasien
DO:
 Anak pasien nampak
banyak bertanya
sehubungan dengan
kondisi penyakit dan
perawatan pasien

2.4 Intervensi Keperawatan (Total and Parsial Care)


No Diagnosa Keperawatan Intervensi
1 Ketidakefektifan Perfusi NOC: Aliran darah ke jaringan otak adekuat
Jaringan Serebral NIC:
berhubungan dengan 1. Pantau tanda-tanda vital: Tekanan darah,
penurunan aliran darah Nadi, suhu, pernapasan
serebral 2. Pantau tingkat kesadaran dan orientasi pasien
3. Kaji tonus otot dan reflek korneal
4. Pantau perubahan pasien sebagai respons
terhadap stimulus
5. Kolaborasi pemberian oksigen
6. Kolaborasi pemberian obat-obatan dan cairan
untuk meningkatkan volume intravaskuler
2 Defisit volume cairan NOC : Hidrasi Adekuat
berhubungan dengan NIC :
hiperglikemia 1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya
perubahan tekanan darah
2. Kaji pola nafas seperti adanya pernafasan
kussmaul atau berbau keton.
3. Pantau frekuensi dan kualitas pernafasan,
penggunaan otot bantu nafas dan periode
apneu serta muncul sianosis.

23
4. Pertahankan untuk memberikan cairan paling
sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat
ditoleransi jantung jika pemasukan cairan
sudah dapat diberikan.
5. Tingkatkan lingkungan yang dapat
memberikan rasa nyaman. Selimuti klien
dengan selimut tipis.
6. Berikan terapi cairan sesuai dengan indikasi.
7. Pasang dan pertahankan kateter urin.

3 Ketidakseimbangan nutrisi NOC: Intake nutrisi adekuat dengan kriteria kadar


kurang dari kebutuhan tubuh glukosa dalam tingkat optimal
berhubungan dengan NIC:
penurunan intake nutrisi, 1. Kaji pola makan pasien
serta ketidakseimbangan 2. Diskusikan dengan pasien dan keluarga
insulin tentang faktor penyebab.
3. Kaji psikososial pasien yang berhubungan
dengan makan yang tidak selera
4. Motivasi klien untuk mengkonsumsi cukup
makanan yang mengandung kompleks
karbohidrat yang tinggi.
5. Timbang berat badan setiap hari.
6. Diskusikan kebutuhan diet dan tingkatkan
latihan sesuai program diet.
7. Libatkan keluarga dalam perencanaan makan
sesuai program diet dan indikasi.
8. Kolaborasi pemeriksaan gula darah, pH, HCO3
4 Defisiensi pengetahuan NOC: Nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil
keluarga berhubungan peningkatan tingkat energy
dengan informasi yang NIC:
kurang serta perubahan status 1. Kaji pola makan pasien
kesehatan pasien 2. Pantau berat badan setiap hari atau sesuai
indikasi
3. Tentukan program diet dan pola makan pasien
24
dan bandingkan dengan makanan yang
dihabiskan
4. Berikan makanan yang mengandung nutrien
kemudian upayakan pemberian yang lebih
padat yang dapat ditoleransi
5. Observasi tanda hipoglikemia atau
hiperglikemia
6. Ajarkan prosedur pemeriksaan gula darah
dengan finger stick
7. Kolaborasi pemeriksaan aseton

2.5 Discharge Planning :


1. Memotivasi pasien untuk mematuhi diet yang sudah ditetapkan yakni
rendah lemak, rendah glukosa, tinggi serat sebagai cara efektif untuk
mengendalikan lemak darah, gula darah dan kolesterol.
2. Menjelaskan tanda-tanda hipoglikemia seperti mengantuk, bingung, lemas,
keringat dingin, mual, muntah.
3. Menjelaskan tanda-tanda hiperglikemia seperti lemas, mulut terasa manis,
polidipsi, keringat dingin, mual, muntah.
4. Minum obat secara teratur.
5. Mengajarkan prosedur pemeriksaan gula darah dengan menggunakan
finger stick
6. Menganjurkan untuk tetap kontrol gula darah secara rutin.
7. Menjelaskan pentingnya merawat kaki dan mencegah luka seperti tidak
memakai sepatu yang sempit, harus memakai alas kaki, hindari kulit yang
lembab.
8. Hindari merendam kaki berlama-lama, hindari merendam dengan air
panas.
9. Menjelaskan jangan menghentikan terapi obat tanpa konsultasi dengan
dokter.
10. Gunakan pelembab untuk kulit yang kering.
11. Pakai kaos kaki yang terawat dari bahan yang berkualitas baik.
12. Anjurkan klien untuk melakukan latihan kaki untuk mempertahankan
sirkulasi.
25
13. Informasikan kepada klien mengenai alas kaki.
14. Hindari berjalan tanpa alas kaki.
15. Anjurkan klien untuk memakai sepatu yang pas, tidak sempit.
16. Periksa sepatu setiap hari dari benda asing, bagian yang kasar.
17. Hindari memakai kaos kaki yang sempit.

BAB III

PENUTUP
26
Diabetes melitus adalah penyakit yang dapat mempengaruhi seluruh organ-organ
vital dalam tubuh manusia karena pengaruh kadar gula darah yang tinggi.
Diabetes melitus juga merupakan penyakit yang dapat menurunkan kualitas hidup
seseorang. Intervensi yang paling baik dan hemat biaya untuk pasien diabetes
melitus adalah manajemen diri (self-management). Salah satu intervensinya
adalah edukasi, edukasi terbukti penting untuk meningkatkan pengetahuan dan
perilaku pasien terkait manajemen penyakitnya. Dengan edukasi, pasien dapat
mempraktikkan perilaku yang sehat untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dari
diabetes, serta dapat meningkatkan kualitas hidupnya meskipun dalam keadaan
dengan diabetes.

Peran petugas kesehatan, khususnya perawat sangat penting mengetahui konsep


medis, konsep keperawatan, dan aplikasi teori keperawatan pada pasien dengan
Diabetes Melitus sehingga setiap kasus Diabetes Melitus yang terjadi pada pasien,
baik kasus kegawatdaruratan maupun non kedaruratan, perawat mampu
memberikan asuhan keperawatan professional, pendidikan kesehatan yang cepat,
dan tepat kepada pasien dan keluarganya.

27
Daftar Pustaka

ADA/American Diabetes Association. 2017. Type 2 Diabetes Mellitus.


http://www.diabetes.org/diabetes-basics/type-2/
Bilous, R., & Donnelly, R. (2010). Handbook of Diabetes (4th ed.). USA: Wiley-
Backwell.
Black. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi VIII. Buku III. Elsevier.
Singapore
Diabetes Digital Media. 2017. Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes.co.uk. the
global diabetes community. http://www.diabetes.co.uk/type2-
diabetes.html

Gulanick, Meg & Myers, Judith L. (2014). Nursing Care Plans: Diagnoses,
Interventions and outcame. USA: Elsevier
Huether, S & McCance, K.L. (2019) Buku Ajar Patofisiologi (Edisi Keenam).
Utah: Elsevier.
Ignatavicius, M & Linda, W. (2016). Medical Surgical Nursing Patient-Centered
Collaborative Corp (6th Ed). US: Library of Congress Cataloging-in-
Publication Data.

Lewis, S. L. (2017). Medical-Surgical Nursing (9th ed.). St.Louis, Missouri:


Elsevier Mosby.
Moini, J. (2016). Anatomy and Physiology for Health Professionals (2nd ed.).
Burlington: Jones & Bartlett Learning.
Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi. Jilid 3. Mediaction.Yogyakarta
PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1 Cetakan III (Revisi).

Jakarta : DPP PPNI

Sudoyo, A,. Seityohadi, B., Alwi, I., Simadibrata K, M., Santinti, S. (2017). Buku
Ajar: Ilmu Penyakit Dalam (5th ed). Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

28
WHO. 2017. Diabetes Fact sheet Updated November 2017.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/

29

Anda mungkin juga menyukai