Disusun oleh:
Disusun oleh:
Mahasiswa
Mengetahui
(_____________ __________) (_ )
NIP: NIP:
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DAN HEMODIALISA DENGAN
KOMPLIKASI HIPOTENSI
1. Anatomi
Setiap ginjal panjangnya 6 sampai 7,5 sentimeter, dan tebal 1,5 sentimeter
sampai 2,5 sentimeter. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram. Bentuk ginjal
seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum menghadap ke tulang punggung. Siis
luarnya cembung. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada
hilum. Di atas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenal. Ginjal kanan lebih
pendek dan lebih tebal dari yang kiri
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis disebut kapsula renalis. Kapsula
renalis terdiri atas jaringan fibrus berwarna ungu tua. Lapisan luar terdapat lapisan
korteks (substansia kortekalis) dan lapisan sebelah dalam bagian medull (substansi
medularis) membentuk kerucut yang disebut renal pyramid. Puncak kerucut tadi
membentuk kaliks yang terdiri atas lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Masing-masing pyramid saling dilapisi oleh kolumna renalis, jumlah renalis 15-16
buah.
Garis-garis yang terlihat pada pyramid disebut tubulus nefron. Tubulus nefron
merupakan bagian terkecil ginjalyang terdiri atas glomerulus, tubulus proksimal
(tubulus kontorti satu), ansa henle, tubulus distal (tubulus kontorti dua) dan tubulus
urinarius (papilla vateri).
Pada setiap ginjal diperkirakan ada satu juta nefron, selama 24 jam dapat
menyaring darah 170 liter. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal.
Lubang-lubang yang terdapat pada pyramid renal masing-masing membentuk simpul
dan kapiler satu badan malfigi yang disebut glomerulus. Pembuluh aferen yang
bercabang membentuk kapiler menjadi vena renalis yang membawa darah dari ginjal
ke vena kava inferior.
Berkas kapiler erat tertanam dalam ujung atas yang lebar pada urinferus atau
nefron. Berkas kapiler tersebut terdiri dari:
a. Glomerulus
Glomerulus merupakan gulungan atau anyaman kepiler yang terletak di
dalam kapsula Bowman (ujung buntu tubulus gunjal yang bentuknya seperti
kapsula cekung menutupi glomerulus yang saling melilitkan diri). Glomerulus
menerima darah dari arteriola aferen dan meneruskan darah ke sistem vena
melalui arteriola eferen. Natrium dan kalium secara bebas difiltrasi dalam
glomerulus sesuai dengan konsentrasi dalam plasma. Sebanyak 10-20% kalium
plasma diperkirakan terikat oleh protein dan tidak bebas difiltrasi sehingga kalium
dalam keadaan normal.
Berikut penjelasan mengenai glomerulus:
1) Aparatus juksta glomerulus
Arteriol aferen dan ujung akhir ansa Henle asendens tebal, nefron yang
sama bersentuhan untuk jarak yang pendek. Pada titik persentuhan sel tubulus
(ansa Henle) asendens menjadi tinggi dinamakan medula densa, dinding
arteriola yang bersentuhan dengan ansa Henle menjadi tebal karena sel-selnya
mengandung butir-butir sekresi renin yang besar yang disebut sel juksta
glomerulus. Makula densa dan sel juksta gloerulus erat seklali hubungannya
dengan pengaturan volume cairan ekstrasel dan tekanan darah.
2) Elektromikroskopis glomerulus
Glomerulus berdiameter 200 µm. Glomerulus dibentuk oleh invaginasi
anyaman kapiler yang menempati kapsula Bowman. Glomerulus mempunyai
dua lapisan seluler yang memisahkan darah dari dalam kapiler glomerulus dan
filtrat dalam kapsula Bowman, yaitu lapisan endotel kapiler dan lapisan epitel
khusus yang erletak di atas kapiler glomerulus. Kedua lapisan tersebut dilapisi
oleh lamina basalis, di samping itu terdapat sel-sel stelata yang disebut sel
masangial. Sel mangsial mirip dengan sel-sel parasit yang terdapat pada
dinding kapiler seluruh tubuh. Zat-zat ini bermuatan netral, berdiameter 4 nm,
dapat melalui membran glomurulus dan untuk zat yang lebih dari 8 nm hampir
semuanya terhambat. Di samping diameter bermuatan molekul, diamter juga
mempengaruhi daya tembus glomerulus sehingga tidak dapat melewati
glomerulus.
b. Tubulus proksimal konvulta
Merupakan tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula
Bowman dengan panjang 15 mm. Bentuk tubulus proksimal konvulta berkelok-
kelok menjalar dari korteks ke bagian medula dan kembali ke korteks. Sekitar 2/3
natrium yang telfiltrasi di glomerulus diabsorbsi secara isotonik bersama kloridan
dan melibatkan transportasi aktif natrium. Peningkatan reabsorbsi natrium akan
mengurangi pengeluaran air dan natrium. Hal ini dapat mengganggu pengenceran
dan pemekatan urine yang normal. Kalium direasorbsi lebih dari 70%,
kemungkinan dengan mekanisme transportasi aktif akan terpisah dari reabsorbsi
natrium.
c. Ansa Henle
Ansa Henle atau yang sering disebut lengkung Henle memiliki bentuk
lurus dan tebal, diteruskan ke segmen tipis selanjutya ke segmen tebal,
panjangnya 12 mm, total panjang ansa Henle 2-14 mm. Klorida secara aktif
diserap kembali pada cabang asendens ansa Henle dan natrium bergerak secara
pasif untuk mempertahankan kenetralan listrik.
Sekitar 25% natrium yag difiltrasi diserap kembali karena nefron bersifat
tidak permeabel terhadap air. Reabsorbsi klorida dan natrium di pars asendens
penting untuk pemekatan urine karena membantu mempertahankan integritas
gradiens konsentrasi medula. Kalium terfiltrasi sekitar 20-25% diabsorbsi pada
pars asendens lengkung Henle, proses pasti terjadi karena gradien elektrokimia
yang timbul sebagai akibat dari reabsorbsi aktif klorida pada segmen nefron ini.
d. Tubulus distal konvulta
Tubulus distal konvulta merupakan bagian tubulus ginjal yang berkelok-
kelok dan jauh letaknya dari kapsula Bowman. Tubulus ini memiliki panjang 5
mm. Tubulus distal dari masing-masing nefron bermuara ke duktus koligens yang
panjangnya 20 mm. Masing-masing duktus koligens berjalan melalui korteks dan
medula ginjal, bersatu membentuk suatu duktus belini seterusnya menuju kaliks
minor ke kaliks mayor. Akhirnya menggosokkan isinya ke dalam pelvis renalis
pada apek masing-masing piramid medula ginjal.
Panjang nefron keseluruhan ditambah dengan duktus koligens adalah 45-
65 mm. Nefron yang berasal dari glomerulus korteks (nefron korteks) mempunyai
ansa Henle yang memanjang ke dalam piramid medula. Dalam keadaan normal,
sekitar 5-10% natrium terfiltrasi mencapai daerah reabsorbsi di bagian distal.
Mekanisme pasti reabsorbsi natrium pada daerah ini ditukar dengan ion hidrogen
atau kalium di bawah pengaruh aldosteron.
Sekresi kalium terjadi secara murni. Suatu proses pasif yang terjadi karena
gradien elektrokimia yang ditimbulkan oleh perbedaan besar potensial pada
segmen nefron ini. Gradien ini dipertahankan oleh pertukaran aktif natrium dan
kalium pada membran basolateral sel tubulus. Mekanisme ini dikendalikan oleh
aldosteron yang mengendalikan tubulus distal terhadap sekresi kalium.
e. Duktus koligen medulla
Duktus koligen bukan merupakan saluran metabolik tidak aktif tetapi
pengaturan secara halus ekskresi natrium urine terjadi di sini dengan aldosteron
yang paling berperan terhadap reabsorbsi natrium. Peningkatan aldosteron
dihubungkan dengan peningkatan reabsorbsi natrium. Duktus ini memiliki
kemampuan mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Eksresi aktif kalium
diperlihatkan pada duktus koligen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.
Reabsorbsi aktif kalium murni terjadi dalam duktus koligen medulla.
2. Fisiologi ginjal
a. Fungsi ginjal
b. Fisioligi ginjal
1) Filtrasi glomerular
Kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeable terhadap
protein plasma yang lebih besar dan cukup permeable terhadap air dan larutan
yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa dan sisa nitrogen.
Kapiler glomerulus mengalami kenaikan tekanan darah (90 mmHg vs 10-30
mmHg). Kenaikan ini terjadi karena arteriole aferen yang mengarah ke kapiler
glomerulus mempunyai diameter yang lebih besar dan memberikan sedikit
tahanan daripada kapiler yang lain. Secara proporsional arteriole aferen lebih
besar diameternya dari arteriole eferen. Berliter-liter darah didorong keruang
yang lebih kecil , mendorong air dan partikel kecil terlarut dari plasma masuk
kedalam kapsula Bowman’s. Tekanan darah terhadap dinding pembuluh ini
disebut tekanan hidrostatik (TH). Gerakan masuk kedalam kapsula Bowman’s
disebut filtrasi glomerulus dan materi yang masuk kedalam kapsula Bowman’s
disebut filtrat. Tiga faktor lain yang ikut serta dalam filtrasi : TH dan tekanan
osmotik (TO) dari filtrat dalam kapsula Bowman’s dan TO plasma. Tekanan
osmotik adalah tekanan yang dikeluarkan oleh air (pelarut lain) pada membran
semipermeable sebagai usaha untuk menembus membran kedalam area yang
mengandung lebih banyak molekul yang tidak dapat melewati membran
semipermeable.
b. Nefritis
Nefritis adalah peradangan pada nefron karena bakteri Stretococcus yang
masuk melalui saluran pernapasan. Dari saluran pernapasan, bakteri terbawa oleh
darah ke ginjal. Akibat adanya peradangan, protein yang masuk bersama urin
primer tidak dapat disaring, sehingga akan ikut keluar bersama urin. Nefritis
kronis biasanya terjadi pada orang lanjut usia yang ditandai dengan tekanan darah
tinggi, pengerasan pembuluh darah dalam ginjal, dan rusaknya glomelurus atau
tubulus.
c. Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan kelenjar
hipofisis gagal mensekresi hormone antidiuretic (ADH), sehingga ekskresi urin
meningkat. Pada umumnya, urin yang diekskresikan berjulan antara 4-6 liter
hingga 12-15 liter setiap hari, tergantung dari jumlah air minum yang diminum.
Penderita diabetes insipidus cenderung mengalami dehidrasi dan mengeluarkan
terlalu banyak elektrolit dari cairan tubuh. Akan tetapi, kecenderungan ini
diimbangi oleh perasaan ingin minum dan ingin makan makanan yang lebih
banyak mengandung garam. Penyakit ini umumnya ditimbulkan oleh tumor di
hipotalamus atau hipofisis yang mengakibatkan rusaknya bagian hipotalamus
yang mengatur sekresi hormone antidiuretic.
d. Diabates mellitus
Diabetes mellitus atau dikenal dengan kencing manis, yaitu terdapat nya
glukosa dalam urin yang disebabkan menurun nya sekresi hormone insuilin oleh
pancreas. Hal ini menyebabkan teganggunya proses perombakan glikogen
menjadi glukosa dan rabsorpsi glukosa dalam glomerulus.
e. Albuminaria
Albuminaria yaitu terdapatnya molekul albumin dalam urin. Albuminaria
disebabkan oleh kerusakan pada alat filtrasi dalam ginjal sehingga protein dapat
lolos pada proses filtasi.
f. Kencing batu
Kencing batu atau batu ginjal, yaitu terbentukanya butiran-butiran dari
senyawa kalsium dan penimbunan asam urat, sehingga membentuk CaCO3
(kalsium karbonat) pada ginjal atau saluran urin. Kencing batu dapat terjadi
karena faktor hormone (yang dihasilkan kelenjar anak gondok paratiroid), atau
jika seseorang kurang minum atau sering menahan buang air kecil
B. Definisi CKD
Cronical Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan
gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel, dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah.
Hal ini terjadi karena terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min (Smeltzer
& Bare, 2000; Price, Wilson, 2002; Suyono, et al, 2001).
Adanya kelainan ginjal berupa kelainan struktural atau fungsional, yang ditandai
oleh kelainan patologi atau petanda kerusakan ginjal secara laboratorik atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan (radiologi), dengan atau tanpa penurunan fungsi ginjal yang
ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang berlangsung > 3 bulan.
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika
tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai
laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², sebagai berikut:
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
a. Kelainan patologik
b. Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan
pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal (Capernito, 2009).
C. Klasifikasi CKD
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test)
dapat digunakan dengan rumus berikut ini:
D. Etiologi
Penyebab GGK menurut Price& Wilson (2006), penyebab GGK dibagi menjadi
delapan kelas, antara lain:
Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein
yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka
gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan
menurunnya glomerulo filtrat rate (GFR) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan
peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein
dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea maupan vomitus yang menimbulkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin sampai ke
otak mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada
neurosensori. Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada
penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara
normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan
meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Penderita dapat menjadi sesak nafas, akibat
ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Dengan tertahannya natrium dan
cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume
cairan dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor balance cairannya. Semakin menurunnya
fungsi renal terjadi asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Terjadi penurunan produksi eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya
anemia. Sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit
terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktifitas. Dengan menurunnya
filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan
kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon
dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal
kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan
adanya hipertensi (Brunner dan Suddarth, 2001).
F. Pathway
G. Manifestasi klinis
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti kelainan hemopoeisis,
saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan
kardiovaskular (Sukandar, 2006).
1. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi
bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per
menit.
2. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.Patogenesis mual dan muntah
masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus
sehingga terbentuk amonia.Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan
mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera
mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
3. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien gagal ginjal kronik.Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari
mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya
hemodialisis.Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil
asimetris.Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun
anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau
deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome
akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada
beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder
atau tersier.
4. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan
segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik,
tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea
frost.
5. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.Kelainan selaput serosa
merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
6. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan
depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.Kelainan mental berat
seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai
pada pasien GGK.Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien
dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya
(personalitas).
7. Kelainan kardiovaskuler
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks.Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
H. Pemeriksaan penunjang
1. Urine
a. Volume: Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak keluar
(anuria)
b. Warna: Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri, lemak,
partikel koloid, forfat atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan menunjukan adanya
darah, HB, mioglobin.
c. Berat Jens Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal
berat).
d. Osmolitas Kurang dari 350 mosm/kg menunjukan kerusakan tubular, dan rasio
urine/serum sering 1:1
e. Clerance Creatinin: Mungkin agak menurun
f. Natrium: Lebih besar dari 40 m Eq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
g. Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
2. Darah :
a. BUN / Kreatin Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 16
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)
b. Hitung darah lengkap Ht : Menurun pada adanya anemia Hb: biasanya kurang ari
78 g/dL
c. SDM: Waktu hidup menurun pada defisiensi aritropoetin seperti pada azotemia.
d. GDA: pH: Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil
akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun, PCO2 menurun
e. Natrium Serum Mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan Natrium” atas normal
(menunjukan status dilusi hipernatremia).
f. Kalium Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan. Pada tahap akhir, perubahan
g. Magnesium / Fosfat Meningkat
h. Kalsium Menurun
i. Protein (khususnya Albumin) Kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau
penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial
j. Osmolalitas Serum Lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urine.
3. Piolegram Intravena
a. Piolegram Retrograd : Menunujukkan abnormallitas pelvis ginjal dan ureter.
b. Arteriogram Ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular massa.
4. Sistouretrogram Berkemih: Menunjukan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam
ureter, terensi.
5. Ultrasono Ginjal : Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas.
6. Biopsi Ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histoligis.
7. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi
8. Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan
tumor selektif.
9. EKG : Mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa
I. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung
dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia).Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif.Terapi pemberian transfusi darah
harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama
(chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi
mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu
program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit.Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006dalam Alamang 2012).
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi
elektif.Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia
berat.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.Umumnya dipergunakan ginjal
buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel
(hollow fibre kidney).Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang
umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun.Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal.
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD,
yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien
yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasienpasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal
terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai
co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien
sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di
daerah yang jauh dari pusat ginjal.
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal
alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
J. Komplikasi
A. Definisi hemodialisa
B. Tujuan hemodialisa
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengmbil zat-zat nitrogen yang toksik dari
darah dan mengelurkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran darah yang penuh
dengan toksik dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser tempat darah
tersebut di bersihkan dan kemudian di kembalikan lagi ke tubuh pasien.
C. Prinsip hemodialisa
Ada tiga prinsip utama yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis,
dan ultrafiltrasi.
1. Toksin dan zat limbah di keluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari
darah yang memilki konsentrasi tinggi ke cairan yang konsentrasi rendah.
2. Air yang berlebihan akan di keluarkan dari tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat di kendalaikan dengan menciptakan gradien tekanan dengan
kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien)
ke tekanan yang loebih rendah (cairan dialisat).gradien ini dapat di tingkatkan
meleui tekanan negatif yang di kenal dengan ultrafiltrasi. Tekanan negatif ini di
terapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi
pengeluran air karena pasien tidak dapat mengekresikan ari kekuatan ini di perlukan
untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan).
E. Komplikasi hemodialisa
A. Definisi hipotensi
Dari segi pandangan fisiologi, IDH dapat dipandang sebagai suatu keadaan
ketidakmampuan dari system kardiovaskular dalam merespon penurunan volume darah
secara adekuat. Respon adekuate dari sistem kardiovaskular termasuk refleks aktivasi
sitem saraf simpatetik, termasuk takikardia dan vasokonstriksi arteri dan vena yang
merupakan respon dari cardiac underfilling dan hipovolemia. Mekanisme kompensasi ini
dapat terganggu pada beberapa pasien, yang akan menyebabkan mereka mempunyai
faktor resiko terjadinya IDH.
Manifestasi dari IDH bervariasi mulai dari asimptomatik sampai dengan syok.
Beberapa literature mengemukakan bahwa IDH ditandai dengan penurunan tekanan darah
sistolik ≥ 30 atau tekanan darah sistolik absolut dibawah 90 mmHg. Hipotensi pada
dialisis bisa muncul dengan beberapa gambaran klinis:
1. Akut (episodik) hipotensi, yaitu penurunan tekanan darah sistolik secara tiba-tiba
dibawah 90 mmHg atau paling tidak 20 mmHg diikuti dengan gejala klinis
2. Rekuren (berulang), dimana hipotensi terjadi pada 50% dari sesi dialisis
B. Etiologi
b. Buffer Dialisat
Asetat, pada dekade sebelumnya digunakan sebagai buffer dialisat,
mempunyai efek vasodilatasi, dan efek kardiodepresan. Pada beberapa studi
cross over yang kecil. Penurunan tekanan darah yang lebih besar atau insidensi
IDH yang lebih tinggi dijumpai pada penggunaan asetat dibandingkan dengan
bikarbonat. Suatu studi mengemukakan bahwa toleransi ultrafiltrasi lebih baik
dan signifikan dengan menggunakan bikarbonat dibandingkan dengan
penggunaan asetat.
Ada dua studi yang mencoba efek dari perubahan buffer asetat menjadi
bikarbonat. Pada salah satu dari kedua studi tersebut, merupakan non-
randomized cross-over trial, menyimpulkan terjadinya penurunan insidensi IDH
sebesar 50%. Selain itu, selama proses hemodiafiltrasi, sedikit terjadi instabilitas
hemodinamik pada penggunaan bikarbonat versus asetat sebagai buffer dialisat.
Lebih jauh, diperkirakan bahwa, konsentrasi bikarbonat pada dialisat
mempengaruhi stabilitas hemodinamik. Pada studi randomized cross-over trial,
insidensi IDH secara signifikan lebih rendah dengan menggunakan dialisat
bikarbonat. Bagaimanapun, pada percobaan ini, juga menggunakan konsentrasi
kalsium pada dialisat yang rendah (1.25 mmol/l).
Berikut ini adalah subgrup pasien dengan hemodialisis kronik yang harus
dievaluasi dengan hati-hati karena memiliki faktor resiko untuk terjadinya IDH:
Evaluasi jantung harus dilakukan pada pasien dengan frekuensi IDH yang
sering. Keadaan penyakit jantung, menyebabkan disfungsi sistolik dan disfungsi
diastolik dari jantung dapat meningkatkan resiko terjadinya IDH. Peningkatan
kontraktilitas miokardium merupakan respon fisiologik terhadap penurunan volume
darah, dimana respon ini dapat terganggu oleh disfungsi sistolik dari jantung.
Diastolic filling terganggu pada pasien IDH, dan disfungsi diastolik biasanya
berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kiri, namun bisa juga karena iskemia
miokardium atau fibrosis.
Pada studi kohort, 23 pasien (11 pasien, short daily dialysis; 12 pasien, long
nocturnal dialysis) dibandingkan dengan 22 HD konvensional (3x seminggu)
sebagai kontrol. Terjadi pengurangan insidensi dialysis-related symptoms pada short
daily dialysis. Namun studi oleh Fagugli et al pada pasien yang stabil, tidak ada
perbedaan IDH diantara short daily dialysis dan dialisis standar 3x seminggu.
Sebagai kesimpulan, ada bukti yang menunjukkan bahwa memperpanjang waktu
dialisis dapat menurunkan kejadian IDH, dengan penurunan laju ultrafiltrasi
sehingga penurunan tekanan darah sistolik tidak terlalu agresif pada pasiendengan
fungsi jantung terganggu.
1. Pengkajian
a. Keluhan
Klien dengan hemodialisis biasanya mengeluhkan: Lemas, pusing, gatal, baal-
baal, bengkak-bengkak, sesak, kram, BAK tidak lancar, mual, muntah, tidak nafsu
makan, susah tidur, berdebar, mencret, susah BAB, penglihatan tidak jelas, sakit
kepala, nyeri dada, nyeri punggung, susah berkonsentrasi, kulit kering, pandangan
gelap, nyeri otot, nyeri pada penusukkan jarum, rembes pada akses darah, keringat
dingin, batuk berdahak/tidak.
b. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Riwayat Pengembangan Keluhan Utama dengan perangkat PQRST dan
pengaruhnya terhadap aktivitas sehari-hari
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Menanyakan adanya riwayat infeksi saluran kemih, infeksi organ lain, riwayat
kencing batu/obstruksi, riwayat konsumsi obat-obatan, jamu, riwayat trauma
ginjal, riwayat penyakit endokrin, riwayat penyakit kardiovaskuler, riwayat darah
tinggi, riwayat kehamilan, riwayat dehidrasi, riwayat trauma.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menanyakan riwayat polikistik, diabetes, hipertensi, riwayat penyakit ginjal yang
lain. Cantumkan genogram min. tiga generasi.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas istirahat/tidur
a) Lelah,, lemah atau malaise
b) Insomnia
c) Tonus otot menurun
d) ROM berkurang
2) Sirkulasi
a) Palpitasi, angina, nyeri dada
b) Hipertensi, distensi vena jugularis
c) Disritmia
d) Pallor
e) Hipotensi/hipertensi, nadi lemah/halus
f) Edema periorbital-pretibial
g) Anemia
h) Hiperlipidemia
i) Hiperparatiroid
j) Trombositopeni
k) Pericarditis
l) Aterosklerosis
m) CHF
n) LVH
3) Eliminasi
a) Poliuri pada awal gangguan ginjal, olguri dan anuri pada fase lanjut
b) Disuri, kaji warna urin
c) Riwayat batu pada saluran kencing
d) Ascites, meteorismus, diare, konstipasi
4) Nutrisi/cairan
a) Edema, peningkatan BB
b) Dehidrasi, penurunan BB
c) Mual, muntah, anorexia, nyeri ulu hati
d) Efek pemberian diuretic
e) Turgor kulit
f) Stomatitis, perdarahan gusi
g) Lemak subkutan menurun
h) Distensi abdomen
i) Rasa haus
j) Gastritis ulserasi
5) Neurosensor
a) Sakit kepala, penglihatan kabur
b) Letih, insomnia
c) Kram otot, kejang, pegal-pegal
d) Iritasi kulit
e) Kesemutan, baal-baal
6) Nyeri/kenyamanan
a) Sakit kepala, pusing
b) Nyeri dada, nyeri punggung
c) Gatal, pruritus,
d) Kram, kejang, kesemutan, mati rasa
7) Oksigenasi
a) Pernapasan kusmaul
b) Napas pendek-cepat
c) Ronchi
8) Keamanan
a) Reaksi transfuse
b) Demam (sepsis-dehidrasi)
c) Infeksi berulang
d) Penurunan daya tahan
e) Uremia
f) Asidosis metabolic
g) Kejang-kejang
h) Fraktur tulang
9) Seksual
a) Penurunan libido
b) Haid (-), amenore
c) Gangguan fungsi ereksi
d) Produksi testoteron dan sperma menurun
e) Infertile
f. Pengkajian Psikososial
1) Integritaqs ego
2) Interaksi social
3) Tingkat pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya
4) Stress emosional
5) Konsep diri
g. Laboratorium
1) Urine lengkap
Darah lengkap meliputi: Hb,Hct, L, Trombosit, LED, Ureum pre dan post,
kreatinin pre dan post, protein total, albumin, globulin, SGOT-SGPT,
bilirubin, gama gt, alkali fosfatase, kalsium, fosfor, kalium, natrium, klorida,
gula darah, SI, TIBC, saturasi transferin, feritin serum, pth, vit D, kolesterol
total, HDL, LDL, trigliserida, asam urat, Hbs Ag, antiHCV, anti HIV, CRP,
astrup:pH/P02/pC02/HCO3
Biasanya dapat ditemukan adanya: anemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia,
hipokalsemi, ureumikum, kreatinin meningkat, pH darah rendah, GD klien
DM menurun
h. Radiologi
1) Ronsen, Usg, Echo: kemungkinan ditemukan adanya gambaran pembesaran
jantung, adanya batu saluran kencing/ginjal, ukuran korteks, gambaran
keadaan ginjal, adanya pembesaran ukuran ginjal, vaskularisasi ginjal.
2) Sidik nuklir dapat menentukan GFR
i. EKG
Dapat dilihat adanya pembesaran jantung, gangguan irama, hiperkalemi, hipoksia
miokard.
j. Biopsi
Mendeteksi adanya keganasan pada jaringan ginjal
2. Diagnosa keperawatan