B
Dengan DIC
(Disseminated Intravascular Coagulation)
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Imun dan Hematologi
Disusun oleh :
Alfi Novianti
220110090140
Asep Mustofa
220110097001
Cek Syahdiyah
220110090086
Elvia Fitriany
220110090091
Nurhadijah
220110090136
220110090129
220110090138
Ria Inriyana
220110090118
Suci Amalya.F
220110090130
Kelompok Tutor 1
A 2009
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Jalan Raya Bandung-Sumedang km. 21 Jatinangor
2010/2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dapat terjadi hampir pada semua orang
tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait
dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli,
disfungsi organ, dan perdarahan. Koagulasi intravaskular diseminata atau lebih populer
dengan istilah aslinya, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan diagnosis
kompleks yang melibatkan komponen pembekuan darah akibat penyakit lain yang
mendahuluinya. Keadaan ini menyebabkan perdarahan secara menyeluruh dengan
koagulopati konsumtif yang parah. Banyak penyakit dengan beraneka penyebab dapat
menyebabkan DIC, namun bisa dipastikan penyakit yang berakhir dengan DIC akan memiliki
prognosis malam.
Meski DIC merupakan keadaan yang harus dihindari, pengenalan tanda dan gejala berikut
penatalaksanaannya menjadi hal mutlak yang tak hanya harus dikuasai oleh hematolog,
namun hampir semua dokter dari berbagai disiplin. DIC merupakan kelainan perdarahan yang
mengancam nyawa, terutama disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis,
trauma masif, serta sepsis bakterial. Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik
yang akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah. Endotoksin dari bakteri gram negatif
akan mengaktivasi beberapa langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang akan
memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang
teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombi dan
emboli pada mikrovaskular.
Fase awal DIC ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan secondary
fibrinolysis. Pembentukan fibrin yang terus menerus disertai jumlah trombosit yang terus
menurun menyebabkan perdarahan dan terjadi efek antihemostatik dari produk degradasi
fibrin. Pasien akan mudah berdarah di mukosa, tempat masuk jarum suntik/infus, tempat
masuk kateter, atau insisi bedah. Akan terjadi akrosianosis, trombosis, dan perubahan
pregangren pada jari, genital, dan hidung akibat turunnya pasokan darah karena vasospasme
atau mikrotrombi. Pada pemeriksaan lab akan ditemui trombositopenia, PT dan aPTT yang
gangguan system respirasi, dengan menerapkan teori dan prinsip ilmu keperawatan.
Mahasiswa mampu melakukan simulasi pengelolaan beberapa kasus klien dengan
BAB II
ISI
2.1 Anatomi dan Fisiologi Darah
2.1.1 Darah Manusia
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup(kecuali tumbuhan)
tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan
tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh
terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata
hemo- atau hemato- yang berasal dari bahasa Yunani haima yang berarti darah.
Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa
metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan
mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari system endokrin juga
diedarkan melalui darah..
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai
merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh
hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk
heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Manusia memiliki
sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir dalam pembuluh darah dan
disirkulasikan oleh jantung.
Darah dipompa oleh jantung menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme
berupa karbon dioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh arteri pulmonalis, lalu
dibawa kembali ke jantung melalui vena pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan ke seluruh
tubuh oleh saluran pembuluh darah aorta. Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh
melalui saluran halus darah yang disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian kembali ke
jantung melalui pembuluh darah vena cava superior dan vena cava inferior. Darah juga
mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk
diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni.
Eosinofil, mengandung granola berwama merah (Warna Eosin) disebut juga Asidofil.
alergi.
Netrofil, (ada dua jenis sel yaitu Netrofil Batang dan Netrofil Segmen). Disebut juga
C.Trombosit
(KEPING DARAH) Disebut pula sel darah pembeku. Jumlah sel pada orang dewasa
sekitar 200.000 500.000 sel/cc. Di dalam trombosit terdapat banyak sekali faktor pembeku
(Hemostasis) antara lain adalah Faktor VIII (Anti Haemophilic Factor) Jika seseorang
secara genetis trombositnya tidak mengandung faktor tersebut, maka orang tersebut
menderita Hemofili. Proses Pembekuan Darah Trombosit yang menyentuh permukaan yang
kasar akan pecah dan mengeluarkan enzim Trombokinase (Tromboplastin). Prosesnya adalah
sebagai berikut;
TROMBOSIT pecah => TROMBOPLASTIN
PROTROMBIN => TROMBIN
FIBRINOGEN => FIBRIN
Pada masa embrio (janin) sel-sel darah dibuat di dalam Limpa dan Hati (extra
medullary haemopoiesis). Setelah embrio sudah cukup usia, fungsi itu diambil alih oleh
Sumsum Tulang.
Plasma Darah Terdiri dari air dan protein darah : Albumin, Globulin dan Fibrinogen.
Cairan yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut Serum Darah. Protein dalam serum
inilah yang bertindak sebagai Antibodi terhadap adanya benda asing (Antigen).
Zat antibodi adalah senyawa Gama menjadi Globulin. Tiap antibodi bersifat spesifik terhadap
antigen dan reaksinya bermacam-macam.
http://www.google.co.id/search?hl=id&lr=lang_id&tbs=lr
%3Alang_1id&q=anatomi+fisiologi+darah&aq=o&aqi=g10&aql=&oq=&gs_rfai =
2.1.3
2.1.4
jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Dua jenis
penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh).
Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya
saja lebih jarang dijumpai. Transfusi darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat
menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal,
syok, dan kematian.
Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang
terkandung dalam darahnya, sebagai berikut:
Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di
permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam
serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat
menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.
Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah
merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya.
Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima darah dari
darah ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan
darah AB-positif tidak dapat ndonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif.
Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi
memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan golongan
darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah
ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang dengan golongan darah Onegatif
hanya
dapat
menerima
darah
dari
sesama
O-negatif.
Secara umum, golongan darah O adalah yang paling umum dijumpai di dunia,
meskipun di beberapa negara seperti Swedia dan Norwegia, golongan darah A lebih
dominan. Antigen A lebih umum dijumpai dibanding antigen B. Karena golongan
darah AB memerlukan keberadaan dua antigen, A dan B, golongan darah ini adalah
jenis yang paling jarang dijumpai di dunia. Ilmuwan Austria, Karl Landsteiner,
memperoleh penghargaan Nobel dalam bidang Fisiologi dan Kedokteran pada tahun
1930 untuk jasanya menemukan cara penggolongan darah ABO.
v Rhesus
Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan memanfaatkan
faktor Rhesus atau faktor Rh. Nama ini diperoleh dari monyet jenis Rhesus yang
diketahui memiliki faktor ini pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner. Seseorang yang
tidak memiliki faktor Rh di permukaan sel darah merahnya memiliki golongan darah
Rh-. Mereka yang memiliki faktor Rh pada permukaan sel darah merahnya disebut
memiliki golongan darah Rh+. Jenis penggolongan ini seringkali digabungkan dengan
penggolongan ABO. Golongan darah O+ adalah yang paling umum dijumpai,
meskipun pada daerah tertentu golongan A lebih dominan, dan ada pula beberapa
daerah dengan 80% populasi dengan golongan darah B.
2.1.5 Kecocokan factor
Rhesus amat penting karena ketidakcocokan golongan. Misalnya donor dengan Rh+
sedangkan resipiennya Rh-) dapat menyebabkan produksi antibodi terhadap antigen
Rh(D) yang mengakibatkan hemolisis. Hal ini terutama terjadi pada perempuan yang
pada atau di bawah usia melahirkan karena faktor Rh dapat mempengaruhi janin
pada saat kehamilan.
http://sp4669.wordpress.com/2008/07/24/anatomi-fisiologi-cairan-tubuh/
2.2 Anatomi dan Fisiologi Hemostasis
III
IV
V
VII
VIII
protrombin.
Globulin antihemofilik (AHG): suatu factor plasma yang berkaitan dengan factor III
IX
X
XI
AHG;mengaktifkan protrombin
Factor stuart power: suatu factor plasma dan serum; akselerator konversi protrombin
Plasma tromboplastin antecedent(PTA): suatu factor plasma yang diaktifkan oleh factor
XII
X
X
X
Trombosit memegang peranan penting dalam proses awal faal koagulasi yang akan berakhir
dengan pembentukan sumbat trombosit (platelet plug). Trombosit akan mengalami peristiwa
adhesi, aktivasi, dan agregasi.
Nilai normal hitung trombosit adalah 150.000-450.000/mm 3. Trombositopenia
didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm 3. Jumlah trombosit yang
rendah ini terjadi akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit.
Umumnya tidak ada manifestasi klinis hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3 (Baldy,
2006).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi
Pengertian Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan
dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang
diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
adalah suatu keadaan hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh bermacam penyakit
atau keadaan, dimana pada suatu saat darah merah bergumpal didalam kapiler diseluruh
tubuh. Penggumpalan darah dapat terjadi dalam waktu singkat, beberapa jam sampai satu
sampai dua hari (acute DIC) dan dapat juga dalam waktu yang lama, berminggu-minggu
sampai berbulan-bulan (chronic DIC). Pada DIC akut terjadi penggumpalan darah dalam
waktu singkat, hal ini mengaki-batkan sebagian besar bahan-bahan koagulasi, seperti
trombosit, fibrinogen dan lain faktor pembekuan (I sampai XIII) dipergunakan dalam proses
penggumpalan tersebut, oleh karena itu, keadaan ini disebut juga consumption coagulapathy
atau defibrinolysis syndrome. Kesemuanya ini berakibat terjadinya perdarahan dari yang
ringan
sampai
berat.
intravascular-coagulation/
http://razimaulana.wordpress.com/2009/11/14/dic-disseminated-
http://images.google.com/images?q=pembekuan+darah&hl=en&gl=id
3.2 Etiologi
Penyebab Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan, yang
biasanya dirangsang oleh suatu zat racun di dalam darah. Karena jumlah faktor pembekuan
berkurang, maka terjadi perdarahan yang berlebihan. Pembekuan darah biasanya terjadi
ketika ada kerusakan pembuluh darah. Trombosit segera mulai mematuhi tepi memotong
bahan kimia kapal dan lepaskan untuk menarik platelet bahkan lebih. Sebuah plug platelet
terbentuk, dan perdarahan berhenti eksternal. Selanjutnya, molekul kecil, yang disebut faktor
pembekuan, helai penyebab bahan melalui darah, fibrin disebut, untuk tetap bersatu dan segel
bagian dalam luka. Akhirnya, menyembuhkan memotong pembuluh darah dan bekuan darah
larut setelah beberapa hari.
http://translate.google.co.id/translate?
hl=id&sl=en&u=http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000573.htm&ei=3EewTJ
LVAoHOvQPmt9GcBA&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=2&ved=0CCAQ7gEwAQ
&prev=/search%3Fq%3DDisseminated%2BIntravascular%2BCoagulation%26hl%3Did
cerna. Dapat timbul pendarahan pada membran mukosa dan jaringan-jaringan bagian dalam,
serta pendarahan sekitar tempat cidera, vena pungsi, penyuntikan, dan pada setiap lubang.
Petekie dan ekimosis sangat sering terjadi. Manifestasi lainnya adalah berupa hipotensi
(syok), oliguria atau anuria, kejang dan koma, mual dan muntah, diare, nyeri abdomen, nyeri
punggung, dispnea dan sianosis. (McKay, 1983)
3.4 Klasifikasi
Penyebab DIC dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan akut atau kronis . DIC pun
dapat merupakan akibat dari kelainan tunggal atau multipel.
1. DIC akut:
Infeksi:
bakteri (gram negatif, gram positif, ricketsia)
virus (HIV, varicella, CMV, hepatitis, virus dengue)
fungal (histoplasma)
parasit (malaria)
Keganasan:
- Hematologi (AML)
- Metastase (mucin secreting adenocarcinoma)
- Trauma kepala berat: aktivasi tromboplastin jaringan.
- Kebakaran
- Reaksi Hemolitik
- Reaksi transfuse
- Gigitan ular
- Penyakit hati - Acute hepatic failure
2.
DIC kronik:
Keganasan : rumor solid, lekemi,
Obstetri : intrauterin fetal death, abrasio plasenta
Hematologi : sindrom mieloproliferatif
Vaskular: rematoid artritis, penyakit raynaud
Cardiovascular - infark miokard
Inflamasi; ulcerative colitis, penyakit crohn, sarcoidosis
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-marthayuli-5317-3-bab2.pdf
3.5 Komplikasi
Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC adalah orang
yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai komplikasi, Penderita
infeksi berat, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah
dimana bakteri
melepaskan endotoksin (suatu zat yang menyebabkan terjadinya Penderita leukemia tertentu
atau penderita kanker lambung, aktivasi pembekuan) pankreas maupun prostat.
Orang-orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi Pria yang telah Penderita
cedera kepala yang hebat untuk menderita DIC, terkena gigitan ular berbisa. Komplikasi
menjalani pembedahan prostat obstetrik bisa menyebabkan DIC, terutama pada keadaan
abrupsi plasenta dan emboli cairan amnion. Cairan amnion itu sendiri dapat mengaktivasi
koagulasi, sehingga jika terdapat sumbatan seperti pada preeklamsia dan sindrom HELLP
(hemolysis, elevated liver function, low platelet), juga akan terjadi koagulasi sistemik. DIC
biasanya menjadi komplikasi sekunder penyakit-penyakit tersebut.
http://razimaulana.wordpress.com/2009/11/14/dic-disseminated-intravascular-coagulation/
Bekuan yang banyak terbentuk akan menyebabkn obstruksi/ hambatan aliran darah
dismua organ tubuh. Dapat tejadi kegagalan organ yang luas, dengan angka kematian 50%.
http://www.google.co.id/images?hl=id&q=Disseminated%20Intravascular
%20Coagulation&um=1&ie=UTF-8&source=og&sa=N&tab=wi
3.6 Farmakologi
Pemberian antikoagulan misalnya heparin. Indikasi pemberian heparin:
1. Bila penytakit tidak dapat di hilangkan dalam waktu yang singkat.
2. Pasien masih disertai perdaahan walaupun penyakit dasar sudah di hilangkan. Hal ini
karena KID sendiri menggangu proses koagulasi.
3. Bila ada tanda /ditakutkan terjadi thrombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal
hati, sindrom gagal nafas.
Cara pemberian heprin klasik pada KID di mulai dengan dosis permulaan 100200/kgBB intravena dan dosis selanjutny di tentukan berdasarkan APTT atau masa
pembekuan yang di periksa 2-3 jam sesudah pemberian heprin. Target APTT 1,5-2,5 kali
control atau masa pembekuan 2-3 kali control.Bila APTT kurang dari 1,5 kali control atau
MP kurang 2 kali control, dosis heparin dinaikkan. Bila lebih dari 2,5 kali APTT control atau
MP lebih dari 3 kali control mak di ulang 2 jam.kemudian bila APTT atau MP tetap lebih dari
2,5/3 kali control maka dosis dinaikkan sedangkan bila kurang, dosis diturunkan. Heparin
diberikan tiap 4-6 jam dandisis diberikan berkisar 20.000-30.000/hari.
Akhir akhir ini dianjurkan heparin subkutan dosis 80-100/kg tiap 4-6 jam, bergantung
pada keadaan klinis, tempat dan beratnya perdaran, thrombosis dan berat badan pasien.
Heparin juga dapat di berikan dengan kombinasi AT III atau antiagregasi trombosit.
Pemberian heparin intravena kontinu 20000-30000/24 jam, segera menghentikan proses
koagukasi. Namun perlu di ingat risiko perdarahan yang harus diwaspadai.
Kontra indakasi pemberian heparin sub kutan maupun intra vena pada DIC yaitu pasien
dengan perdaraha susunan saraf pusat, gagal hati fulminan dan kasus kebidanan tertentu. DIC
fulminan juga dilaporkan berhasil diobati dengan pemberian AT III tiap 8 jam. Dosis yang di
butuhkan dapat dihitung dengan jumlah total yang dibutuhkan =(kenaikan kadar yang
diingikan dikurangi kadar permulaan) x 0,6 x berat badan. Kadar yang diinginkan biasanya
125%. Juga dilaporkan obat baru pada DIC yang potensial berguna yaitu hirudin rekombinan,
defriotide dan gabexate. Apalagi ancaman DIC cukup serius, yakni menyebabkan kematian
hingga dua kali lipat dari risiko penyakit tersebut tanpa DIC. Semakin parah kondisi DIC,
semakin besar pula risiko kematian yang harus dihadapi.
Pemberian antibiotika.
Sukrisman.2006.Hatologi.Jakarta.EGC
hanya diberikan bila jelas thrombosis tidak ada dan fibrinolisis yang sangat nyata.
Agen-agen kemoterapeutik.
Sukrisman.2006.Hatologi.Jakarta:EGC
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
Data Demografi
Nama
: Nn. B
Umur
: 17 tahun
Kelamin
: Perempuan
Anamnesa
Keluhan utama
Riwayat sekarang
: klien lemas
TTD
TD
= 100/60 mmHg
N = 120/80 mmHg
HR
= 90x/mnt
N = 80-100 x/mnt
RR
= 28x/mnt
N = 12-24 x/mnt
= 39 C
N = 36,5 37,5 C
Antrometri
BB = TB = Pemeriksaan Sistem
Inspeksi
:
Palpasi
:
Perkusi
:
Auskultasi
:
Pemeriksaan Penunjang
-------------------------
N: 150.000 mm
Pemeriksaan Diagnostik:
1. Pemeriksaan D-dimer.
D-dimer adalah produk pemecahan fibrin (FDP) yang berasal dari lisis plasmin. Adanya
fragmen ini menunjukkan adanya trombin dan plasmin (fibrinolisis). Uji Antibodi
monoklonal memiliki spesifitas yang paling baik dan paling terpercaya untuk mendiagnosis
DIC.
2. Kadar Antithrombin III.
Fungsi antithronuin III fungsional menurun pada DIC. Pemeriksaan substrat sintetis
merupakan uji yang terpercaya dan berguna untuk monitoring diagnosis dan terapi.
3. Fibrinogen dan fibrin degradation product (FDP).
Produk degradas meningkat sebagai akibat aktivasi fibrinolitik. Uji ini bukan untuk
menegakkan diagnosis DIC, oleh karena kadar inmeningkat pada 85100% penderita.
4. Fibrinopeptide A.
Pemeriksaan cara ELISA atau radioimmunoassay digunakan untuk mengukur fibrinopeptide
A (FPA). FPA merupakan hasil pemecahan dari fibrinogen yang menunjukkan aktivitas dari
trombin. Pada DIC terdapat peningkatan kadar FPA
5. Jumlah trombosit.
Jumlah trombosit menurun bervariasi. Pada umumnya ditemukan pada hapusan darah tepi.
Berkurangnya fungsi trombosit sering tampak dan tak diperlukan pemeriksaan lebih lanjut.
6. Fibrinogen.
Uji trombin time digunakan untuk mengukur kadar fibrinogen. Fibrinogen adalah reaktan
fase akut dan biasanya meningkat paling awal. Sebagai akibat dari penyakit yang mendasari.
7. Prothrombin time.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menambahkan suatu bahan yang berasal dari jaringan
(biasanya dari otak, plasenta dan paru-paru) pada plasma sitrat dan dengan memberikan
kelebihan Ca2+, kemudian diukur waktu terbentuknya bekuan. Pemanjangan Masa
Protrombin berhubungan dengan defisiensi faktor- faktor koagulasi jalur ekstrinsik seperti
faktor VII, faktor X, faktor V, protrombin dan fibrinogen, kombinasi dari faktor-faktor ini,
atau oleh karena adanya suatu inhibitor.
Uji prothrombin time (PT) untuk menguji faktor ekstrinsik dan jalur umum
(common pathways).
Secara umum bukan mcrupakan uji yang dapat dipercaya untuk D1C oleh
karena 50-75% penderita dapat memanjang.
Bukan merupakan uji yang dapat dipercaya untuk diagnosis DIC, oleh
karena 50-60% penderita dapat memanjang
9. Thrombin time.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menambahkan trombin eksogen pada plasma
sitrat, lalu dilakukan waktu terjadinya bekuan. Defesiensi atau abnormalitas fibrinogen dan
adanya heparin atau fibrin (ogen) degradatioan product (FDP) adalah yang paling sering
menyebabkan perpanjangan TT.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. EGC:
Jakarta
4.2 Patofisiologi
Do : Ds :
perdarahan terus
menerus dari
hidung, mulut,
dan area lainnya.
Bintik-bintik
merah disekitar
lipatan tangan
Do :
RR : 28 x/mnt
N : 90x/mnt
Ds : -
Do : Ds : -
Etiologi
Bekuan darah menumpuk di
vaskular
Fibrinolisis
Pendarahan di mulut
Masalah
Gangguan
Keseimbangan Cairan
berhubungan dengan
deficit cairan d.d
perdarahan
Fibrinolisis
Pendarahan di interna
Membran kulit
Ptechiae
Gangguan
Cairan plasma
ATP
Lelah, pusing
Intoleransi aktivitas
Cairan plasma
O2
Met anaerob
Asam laktat
Prostaglandin
Hipotalamus
Nyeri hebat
Resti nyeri
Intoleran
kulit
integritas
berhubungan
aktivitas
berhubungan
dengan
tinggi
berhubungan
nyeri
dengan
cairan
perdarahan
Status
INTERVENSI
hemodinamik Mandiri :
terpelihara
berhubungan
dengan
TUJUAN
deficit
d.d
RASIONAL
1. Mencegah
1. Hindari
perdarahan
prosedur
atau
aktivitas
yang
intracranial
dapat
meningkatkan
2. Mengurangi
tekanan
masalah
intracranial
dengan
(mis.
agregasi
Batuk,
ketegangan
saat BAB)
2. Hindari
platelet dan
adhesi
pengobatan
yang
mengganggu
fungsi platelet
jika
memungkinkan
(mis.
ASA,
NSAIDs, betalactam
antibiotics)
Kolaborasi :
1. Berikan
heparin sesuai
dosis.
1. Heparin
berfungsi
sebagai
antikoagulan
2. Cairan yang
adequate
dapat
menormalk
2. berikan cairan
yang adequate,
yaitu
darah,
plasma, plasma
an kembali
hemodinaik.
3. Memnuhi
kekurangan
expander,
trombosit
elektrolit.
akibat
3. Tranfusi
proses
trombosit.
koagulasi
darah yang
Gangguan integritas
kulit
berhubungan
berlebihan.
1.Kaji
kulit,
dengan
1.
Identifikasi
Integritas kulit tetap
dengan perdarahan
utuh
Mukosa
d.d ptheciae
utuh
oral
tetap
perhatian khusus
yang
tepat
untuk
tulang
pada
setiap
yang menonjol,
area
yang
berisiko
pada
lipatan kulit
2.Posisikan dengan
hati-hati;
atau
gunakan
kasur
yang
menunjukan
tanda
mengurangi
tekanan
3.Gunakan
tebal
kerusakan kulit
awal
kerusakan
kain
(wool)
dapat
memfasilitasi
intervensi yang
untuk
melindungi
jari
telinga,
sesuai
yang
dibutuhkan.
tepat
dan
mencegah
komplikasi
2-3
Perawatan
kulit
yang
sangat
teliti
dan
penggunaan
ukuran
untuk
mencegah
penekanan
pada
tulang
yang menonjol
menurunkan
resiko trauma
Intoleran
aktivitas Peningkatan
berhubungan
dengan
aktivitas
cairan
plasma menurun.
kulit
1. Meningkatkan
toleransi 1.Berikan
lingkungan yang
istirahat
tenang.
menurunklan
Pertahankan
kebutuhan
oksigen
diindikasikan.
dan menurunkan
Pantau
regangan jantung
dan
batasi
tubuh
dan paru
pengunjung.
2.Ubah posisi pasien
dengan perlahan
dan
untuk
pantau
terhadap pusing
2. Hipotensi
postural
atau
hipoksia serebral
dapat
menyebabkan
pusing,
berdenyut,
dan
peningkatan
3.Tingkatkan
aktifitas
resiko cedera
sesuai 3. Tingkatkan
dengan toleransi
4.Gunakan tekhnik
penghematan
aktifitas
sesuai
dengan toleransi
4. Mendorong
energi misalnya
pasien
mandi
dengan
melakukan
duduk,
duduk
untuk melakukan
banyak
dengan
membatasi
tugas-tugas
penyimpangan
energy
dan
mencegah
Resiko tinggi nyeri Tidak
kelemahan
1. Dapat menunjukkan
mengalami Mandiri :
berhubungan
perdarahan
oksgenasi sel.
jantung
untuk
mempertahankan
kelelahan,
kelemahan,
observasi
takhikardia,
kuli/membrane
mukosa
pucat,
dipsnea,
dan
nyeri
dada.rencanakan
, ativitas klien
untuk
menghindari
kelemahan.
2.Observasi
2. Perdarahan
perdarahan terus
menerus
dari
tempat
dengan
mudah
karena
kerapuhan
kapiler
ganguan
pemebekuan
perdarahan/area
ekimosis karena
trauma
terjadi
atau
penusukan,
dapat
keci,
yang
dapat
memeperburuk
anemia
petechie
Kolaborasi :
1. Penekanan
1.Jumlah trombosit,
pembentukan
faktor
trombosit
dan
pembekuan
ketidakadekuatan
III
dan
VIII
mengganggu
pembekuan
potensial
dan
resiko
perdarahan. Catatan
peerdarahan
dapat
menjadi
sukit
protrombin
abnormal
menurunkan kadar
serum
dan
menggangu
pembekuan
4.6 Aspek Legal Etik
a. Non- Maleficence
Terpenuhi prinsip ini saat petugas kesehatan tidak melakukan sesuatu yang
melindungi dirinya sendiri, seperti anak kecil, tidak sadar,gangguan mental, dll.
b. Respect for Autonomy
Hak untuk menentukan diri sendiri, kemerdekaan, dan kebebasan.
Hak pasien untuk menentukan keputusan kesehatan untuk dirinya.
Otonomy bukan kebebasan absolut tetapi tergantung kondisi. Keterbatasan muncul
BAB V
KESIMPULAN
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) bukanlah sebuah penyakit. Tapi DIC
adalah syndrome, yaitu kumpulan dari tanda dan gejalas penyakit sehingga menimbulkan
DIC. DIC itu sendiri adalah suatu keadaan dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di
seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan
berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan.
Karena banyak sekali kemungkinan gangguan produksi faktor pembekuan darah,
banyak pula penyakit yang akhirnya dapat menyebabkan kelainan ini. Garis start jalur
pembekuan darah ialah tersedianya protrombin (diproduksi di hati) kemudian diaktivasi oleh
faktor-faktor pembekuan darah, sampai garis akhir terbentuknya trombin sebagai tanda telah
terjadi pembekuan darah. Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam
setelah terjadinya bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme antigen-antibodi.
Satu-satunya terapi medikamentosa yang dipakai ialah pemberian antitrombosis,
yakni heparin. Obat kuno ini tetap diberikan untuk meningkatkan aktivitas antitrombin III
dan mencegah konversi fibrinogen menjadi fibrin. Obat ini tidak bisa melisis endapan
koagulasi, namun hanya bisa mencegah terjadinya trombogenesis lebih lanjut. Heparin juga
mampu mencegah reakumulasi clot setelah terjadi fibrinolisis spontan. Dengan dosis dewasa
normal heparin drip 4-5 U/kg/jam IV infus kontinu, pemberian heparin harus dipantau
minimal setiap empat jam dengan dosis yang disesuaikan. Bolus heparin 80 U tidak terlalu
sering dipakai dan tidak menjadi saran khusus pada jurnal-jurnal hematologi.
Namun pada keadaan akut pemberian bolus dapat menjadi pilihan yang bijak dan
rasional. Apalagi ancaman DIC cukup serius, yakni menyebabkan kematian hingga dua kali
lipat dari risiko penyakit tersebut tanpa DIC. Semakin parah kondisi DIC, semakin besar pula
risiko kematian yang harus dihadapi.
Daftar Pustaka
Price, Sylvia A. 2006. Patofisisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. EGC:
Jakarta.
Sukrisman.2006.Hatologi.Jakarta:EGC
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-marthayuli-5317-3-bab2.pdf
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/02/penatalaksanaan_demam_pada_anak
.pdf
http://translate.google.co.id/translate?
hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Disseminated_intravascular_coagulation&ei=
0SSnTLXkGY78vQOMs7z_DA&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=1&ved=0CCIQ7g
EwAA&prev=/search%3Fq%3DDIC%26hl%3Did
http://translate.googleusercontent.com/translate_c?
hl=id&sl=en&u=http://emedicine.medscape.com/article/779097-overview&prev=/search
%3Fq%3DDIC%26hl
%3Did&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhi25gGzAgKt9iyCDhWbDcRPdP7ong#targ
et1
http://www.google.co.id/images?hl=id&q=Disseminated%20Intravascular
%20Coagulation&um=1&ie=UTF-8&source=og&sa=N&tab=wi
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-marthayuli-5317-3-bab2.pdf
http://translate.google.co.id/translate?
hl=id&sl=en&u=http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000573.htm&ei=3EewTJ
LVAoHOvQPmt9GcBA&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=2&ved=0CCAQ7gEwAQ
&prev=/search%3Fq%3DDisseminated%2BIntravascular%2BCoagulation%26hl%3Did
http://www.google.co.id/search?hl=id&lr=lang_id&tbs=lr
%3Alang_1id&q=anatomi+fisiologi+darah&aq=o&aqi=g10&aql=&oq=&gs_rfai =
http://sp4669.wordpress.com/2008/07/24/anatomi-fisiologi-cairan-tubuh/