Anda di halaman 1dari 34

Asuhan Keperawatan Pada Nn.

B
Dengan DIC
(Disseminated Intravascular Coagulation)
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Imun dan Hematologi

Disusun oleh :
Alfi Novianti

220110090140

Asep Mustofa

220110097001

Cek Syahdiyah

220110090086

Elvia Fitriany

220110090091

Nurhadijah

220110090136

Pepi Pratiwi Rianty

220110090129

Qonita Nur Miladi

220110090138

Ria Inriyana

220110090118

Suci Amalya.F

220110090130
Kelompok Tutor 1
A 2009

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Jalan Raya Bandung-Sumedang km. 21 Jatinangor

2010/2011

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dapat terjadi hampir pada semua orang
tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait
dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli,
disfungsi organ, dan perdarahan. Koagulasi intravaskular diseminata atau lebih populer
dengan istilah aslinya, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan diagnosis
kompleks yang melibatkan komponen pembekuan darah akibat penyakit lain yang
mendahuluinya. Keadaan ini menyebabkan perdarahan secara menyeluruh dengan
koagulopati konsumtif yang parah. Banyak penyakit dengan beraneka penyebab dapat
menyebabkan DIC, namun bisa dipastikan penyakit yang berakhir dengan DIC akan memiliki
prognosis malam.
Meski DIC merupakan keadaan yang harus dihindari, pengenalan tanda dan gejala berikut
penatalaksanaannya menjadi hal mutlak yang tak hanya harus dikuasai oleh hematolog,
namun hampir semua dokter dari berbagai disiplin. DIC merupakan kelainan perdarahan yang
mengancam nyawa, terutama disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis,
trauma masif, serta sepsis bakterial. Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik
yang akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah. Endotoksin dari bakteri gram negatif
akan mengaktivasi beberapa langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang akan
memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang
teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombi dan
emboli pada mikrovaskular.
Fase awal DIC ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan secondary
fibrinolysis. Pembentukan fibrin yang terus menerus disertai jumlah trombosit yang terus
menurun menyebabkan perdarahan dan terjadi efek antihemostatik dari produk degradasi
fibrin. Pasien akan mudah berdarah di mukosa, tempat masuk jarum suntik/infus, tempat
masuk kateter, atau insisi bedah. Akan terjadi akrosianosis, trombosis, dan perubahan
pregangren pada jari, genital, dan hidung akibat turunnya pasokan darah karena vasospasme
atau mikrotrombi. Pada pemeriksaan lab akan ditemui trombositopenia, PT dan aPTT yang

memanjang, penurunan fibrinogen bebas dibarengi peningkatan produk degradasi fibrin,


seperti D-dimer.
1.2 Identifikasi Kasus
Nn.B 17TAHUN dibawa oleh keluarganya ke RS dikarenakan mengalami perdarahan terus
menerus dari hidung,mulut dan area lainnya.Sebelum mengalami hal tersebut,klien menderita
panas tinggi selama 7hari dengan adanya bintik-bintik merah pada sekitar lipatan tangan.TD
100/60 mmHg.T=39C,RR=28x/menit,HR =90x/menit,hasil lab ternyata trombosit anak
sebesar 10,000 mm3.Protrombine time lebih dari 12,5 detik.Terapi diberi transfuse trombosit
1labu
1.3 Tujuan Umum
1. Mahasiswa mampu melakukan simulasi asuhan keperawatan pada kasus klien dengan
1

gangguan system respirasi, dengan menerapkan teori dan prinsip ilmu keperawatan.
Mahasiswa mampu melakukan simulasi pengelolaan beberapa kasus klien dengan

gangguan system imunologi dan hematologi.


Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah-masalah yang memerlukan tindak lanjut
penelitian berkaitan dengan keperawatan klien gangguan imunologi dan hematologi.

Mahasiswa mampu mencari dan menerapkan hasil-hasil penelitian mutahir untuk


pengelolaan klien dengan masalah pada system imunologi dan hematologi.

Mahasiswa mampu mempromosikan kesehatan kepada masyarakat khususnya pada yang


mengalami gangguan system imunologi dan hematologi.

BAB II
ISI
2.1 Anatomi dan Fisiologi Darah
2.1.1 Darah Manusia
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup(kecuali tumbuhan)
tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan
tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh
terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata
hemo- atau hemato- yang berasal dari bahasa Yunani haima yang berarti darah.
Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa
metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan
mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari system endokrin juga
diedarkan melalui darah..
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai
merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh
hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk
heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Manusia memiliki
sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir dalam pembuluh darah dan
disirkulasikan oleh jantung.

Darah dipompa oleh jantung menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme
berupa karbon dioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh arteri pulmonalis, lalu
dibawa kembali ke jantung melalui vena pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan ke seluruh
tubuh oleh saluran pembuluh darah aorta. Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh
melalui saluran halus darah yang disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian kembali ke
jantung melalui pembuluh darah vena cava superior dan vena cava inferior. Darah juga
mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk
diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni.

2.1.2 Komposisi Darah Manusia

Terdiri dari dua komponen:


Korpuskuler adalah unsur padat darah yaitu sel-sel darah, Eritrosit, Lekosit, Trombosit.
a. Eritrosit (Sel Darah Merah)
Merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah pada pria dewasa sekitar 5 juta sel/cc
darah dan pada wanita sekitar 4 juta sel/cc darah. Berbentuk Bikonkaf, warna merah
disebabkan oleh Hemoglobin (Hb) fungsinya adalah untuk mengikat Oksigen. Kadar 1 Hb
inilah yang dijadikan patokan dalain menentukan penyakit Anemia. Eritrosit berusia sekitar
120 hari. Sel yang telah tua dihancurkan di Limpa 4. Hemoglobin dirombak kemudian
dijadikan pigmen Bilirubin (pigmen empedu).
b. Lekosit
(Sel Darah Putih) Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara 6000 9000 sel/cc
darah.. Fungsi utama dari sel tersebut adalah untuk Fagosit (pemakan) bibit penyakit/ benda
asing yang masuk ke dalam tubuh. Maka jumlah sel tersebut bergantung dari bibit
penyakit/benda asing yang masuk tubuh. Peningkatan jumlah lekosit merupakan petunjuk
adanya infeksi misalnya radang paru-paru. Lekopeni - Berkurangnya jumlah lekosit sampai
di bawah 6000 sel/cc darah. Lekositosis Bertambahnya jumlah lekosit melebihi normal (di
atas 9000 sel/cc darah).
Fungsi fagosit sel darah tersebut terkadang harus mencapai benda asing/kuman jauh
di luar pembuluh darah. Kemampuan lekosit untuk menembus dinding pembuluh darah
(kapiler) untuk mencapai daerah tertentu disebut Diapedesis. Gerakan lekosit mirip dengan
amoeba Gerak Amuboid. Jenis Lekosit Granulosit Lekosit yang di dalam sitoplasmanya
memiliki butir-butir kasar (granula). Jenisnya adalah eosinofil, basofil dan netrofil.
Agranulosit Lekosit yang sitoplasmanya tidak memiliki granola. Jenisnya adalah limfosit
dan monosit.

Eosinofil, mengandung granola berwama merah (Warna Eosin) disebut juga Asidofil.

Berfungsi pada reaksi alergi (terutama infeksi cacing).


Basofil, mengandung granula berwarna biru (Warna Basa). Berfungsi pada reaksi

alergi.
Netrofil, (ada dua jenis sel yaitu Netrofil Batang dan Netrofil Segmen). Disebut juga

sebagai sel-sel PMN (Poly Morpho Nuclear). Berfungsi sebagai fagosit.


Limfosit (ada dua jenis sel yaitu sel T dan sel B). Keduanya berfungsi untuk

menyelenggarakan imunitas (kekebalan) tubuh.


sel T4: imunitas seluler
sel B4: imunitas humoral
Monosit merupakan lekosit dengan ukuran paling besar

C.Trombosit
(KEPING DARAH) Disebut pula sel darah pembeku. Jumlah sel pada orang dewasa
sekitar 200.000 500.000 sel/cc. Di dalam trombosit terdapat banyak sekali faktor pembeku
(Hemostasis) antara lain adalah Faktor VIII (Anti Haemophilic Factor) Jika seseorang
secara genetis trombositnya tidak mengandung faktor tersebut, maka orang tersebut
menderita Hemofili. Proses Pembekuan Darah Trombosit yang menyentuh permukaan yang
kasar akan pecah dan mengeluarkan enzim Trombokinase (Tromboplastin). Prosesnya adalah
sebagai berikut;
TROMBOSIT pecah => TROMBOPLASTIN
PROTROMBIN => TROMBIN
FIBRINOGEN => FIBRIN
Pada masa embrio (janin) sel-sel darah dibuat di dalam Limpa dan Hati (extra
medullary haemopoiesis). Setelah embrio sudah cukup usia, fungsi itu diambil alih oleh
Sumsum Tulang.
Plasma Darah Terdiri dari air dan protein darah : Albumin, Globulin dan Fibrinogen.
Cairan yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut Serum Darah. Protein dalam serum
inilah yang bertindak sebagai Antibodi terhadap adanya benda asing (Antigen).

Zat antibodi adalah senyawa Gama menjadi Globulin. Tiap antibodi bersifat spesifik terhadap
antigen dan reaksinya bermacam-macam.

Antibodi yang dapat menggumpalkan antigen => Presipitin.


Antibodi yang dapat menguraikan antigen => Lisin.
Antibodi yang dapat menawarkan racun => Antitoksin.

http://www.google.co.id/search?hl=id&lr=lang_id&tbs=lr
%3Alang_1id&q=anatomi+fisiologi+darah&aq=o&aqi=g10&aql=&oq=&gs_rfai =
2.1.3

Fungsi Darah Manusia


Transportasi (sari makanan, oksigen, karbondioksida, sampah dan air)
Termoregulasi (pengatur suhu tubuh)
Imunologi (mengandung antibodi tubuh)
Homeostasis (mengatur keseimbangan zat, pH regulator)

2.1.4

Golongan Darah Manusia


Golongan darahadalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan

jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Dua jenis
penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh).
Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya
saja lebih jarang dijumpai. Transfusi darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat
menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal,
syok, dan kematian.
Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang
terkandung dalam darahnya, sebagai berikut:

Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di
permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam
serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat

menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.
Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah
merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya.
Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima darah dari

orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif


Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan
B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang
dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan

darah ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan

darah AB-positif tidak dapat ndonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif.
Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi
memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan golongan
darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah
ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang dengan golongan darah Onegatif

hanya

dapat

menerima

darah

dari

sesama

O-negatif.

Secara umum, golongan darah O adalah yang paling umum dijumpai di dunia,
meskipun di beberapa negara seperti Swedia dan Norwegia, golongan darah A lebih
dominan. Antigen A lebih umum dijumpai dibanding antigen B. Karena golongan
darah AB memerlukan keberadaan dua antigen, A dan B, golongan darah ini adalah
jenis yang paling jarang dijumpai di dunia. Ilmuwan Austria, Karl Landsteiner,
memperoleh penghargaan Nobel dalam bidang Fisiologi dan Kedokteran pada tahun
1930 untuk jasanya menemukan cara penggolongan darah ABO.

v Rhesus

Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan memanfaatkan
faktor Rhesus atau faktor Rh. Nama ini diperoleh dari monyet jenis Rhesus yang
diketahui memiliki faktor ini pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner. Seseorang yang
tidak memiliki faktor Rh di permukaan sel darah merahnya memiliki golongan darah
Rh-. Mereka yang memiliki faktor Rh pada permukaan sel darah merahnya disebut
memiliki golongan darah Rh+. Jenis penggolongan ini seringkali digabungkan dengan
penggolongan ABO. Golongan darah O+ adalah yang paling umum dijumpai,
meskipun pada daerah tertentu golongan A lebih dominan, dan ada pula beberapa
daerah dengan 80% populasi dengan golongan darah B.
2.1.5 Kecocokan factor
Rhesus amat penting karena ketidakcocokan golongan. Misalnya donor dengan Rh+
sedangkan resipiennya Rh-) dapat menyebabkan produksi antibodi terhadap antigen
Rh(D) yang mengakibatkan hemolisis. Hal ini terutama terjadi pada perempuan yang
pada atau di bawah usia melahirkan karena faktor Rh dapat mempengaruhi janin
pada saat kehamilan.
http://sp4669.wordpress.com/2008/07/24/anatomi-fisiologi-cairan-tubuh/
2.2 Anatomi dan Fisiologi Hemostasis

Hemostasis adalah penghentian perdarahan oleh sifat fisiologis vasokonstriksi dan


koagulasi atau secara bedah (Dorland, 2002). Komponen penting yang terlibat dalam proses
hemostasis terdiri atas pembuluh darah, trombosit, kaskade faktor koagulasi, inhibitor
koagulasi, dan fibrinolisis.
Hemostasis bertujuan untuk menjaga agar darah tetap cair di dalam arteri dan vena,
mencegah kehilangan darah karena luka, memperbaiki aliran darah selama proses
penyembuhan luka. Hemostasis juga bertujuan untuk menghentikan dan mengontrol
perdarahan dari pembuluh darah yang terluka.
Permeabilitas, fragilitas dan vasokonstriksi merupakan sifat yang dimiliki oleh pembuluh
darah. Peningkatan permeabilitas mengakibatkan keluarnya darah berupa petekie, purpura,
dan ekimosis yang besar. Peningkatan fragilitas menyebabkan ruptur yang berefek sama
seperti peningkatan permeabilitas, namun disertai dengan perdarahan hebat pada jaringan
yang lebih dalam (Suharti, 2006).
A. Komponen Prothrombotik (Prokoagulan)
Hemostasis normal dapat dibagi menjadi dua tahap:
a. Hemostasis primer (primary hemostasis) dan
b. Hemostasis sekunder (secondary hemostasis)
Pada hemostasis primer yang berperan adalah komponen vaskuler dan komponen trombosit.
Disini terbentuk sumbat trombosit (platelet plug) yang berfungsi segera menutup kerusakan
dinding pembuluh darah. Sedangkan pada hemostasis sekunder yang berperan adalah protein
pembekuan darah, juga dibantuoleh trombosit. Disini terjadi deposisi fibrin pada sumbat
trombosit sehingga sumbat ini menjadi lebih kuat yang disebut sebagai stable fibrin plug.
Proses koagulasi pada hemostasis sekunder merupakan suatu rangkaian reaksi dimana
terjadi pengaktifan suatu prekursor protein (zymogen) menjadi bentuk aktif. Bentuk aktif ini
sebagian besar merupakan serine protease yang memecah protein pada asam amino tertentu
sehingga protein pembeku tersebut menjadi aktif. Sebagai hasil akhir adalah pemecahan
fibrinogen menjadi fibrin yang akhirnya membentuk fibrin ikat silang (cross linked fibrin).
Proses ini jika dilihat secara skematik tampak sebagai suatu air terjun (waterfall) atau sebagai
suatu tangga (cascade).
Proses koagulasi dapat dimulai melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik (extrinsic
pathway) dan jalur intrinsik (intrinsic pathway). Jalur ekstrinsik dimulai jika terjadi
kerusakan vaskuler sehingga faktor jaringan (tissue factor) mengalami pemaparan terhadap
komponen darah dalam sirkulasi. Thrombin mempunyai fungsi sentral dalam faal koagulasi,
oleh karena thrombin mempunyai berbagai macam fungsi.

B. Komponen Antithrombotik (Antikoagulan)


Faal hemostasis merupakan proses yang sangat terkendali dan berkeseimbangan serta
terbatas hanya di tempat kerusakan dinding pembuluh darah, tidak boleh meluas secara
sistemik. Pembentukan fibrin berlebihan (sifat prothrombotik) menyebabkan thrombosis,
sedangkan pembentukan fibrin yang tidak adekuat menyebabkan perdarahan. Mekanisme
yang mengendalikan pembentukan fibrin berlebihan adalah:
1. Sel endotil intak (unpertubed endothelium) bersifat antithrombotik sehingga tidak
memungkinkan perluasan thrombus ke luar daerah injury.
2. Antikoagulan alamiah (natural anticoagulant), yaitu kompleks yang terdapat dalam
sirkulasi normal yang berfungsi menghambat proses koagulasi.
Antikoagulan alamiah terdiri dari:
a. Sistem TAT (thrombin-antithrombin).
b. Sistem protein C dan protein S.
c. Tissue factor pathway inhibitor (TFPI).
d. Sistem Protein Z.
3. Sistem fibrinolisis yang dapat menghancurkan (lisis) fibrin yang sudah terbentuk Sistem
thrombin-antithrombin Antithrombin (AT), dulu dikenal sebagai AT-III, suatu serine protease
inhibitor yang mengendalikan koagulasi dengan menginaktivasi thrombin dan prokoagulan
lain seperti faktor Xa, IXa dan XIIa. Inaktivasi thrombin oleh AT akan diperkuat oleh adanya
kofaktor pada permukaan endotil yaitu heparan sulfat (suatu glycosaminoglycan), atau
adanya heparin yang berasal dari luar. Defek AT sebagian besar bersifat herediter tetapi dapat
juga bersifat didapat. Defek AT menyebabkan aktivitas thrombin berlebihan sehingga
mendorong terjadinya thrombosis.
Bila pembuluh darah mengalami cedera atau ruptur, hemostasis terjadi melalui
beberapa cara:
1) konstriksi pembuluh darah
2) pembentukan sumbat platelet (trombosit)
3) pembentukan bekuan darah sebagai hasil dari pembekuan darah
4) akhirnya terjadi pertumbuhan jaringan fibrosa ke dalam bekuan darah untuk menutup
lubang pada pembuluh secara permanen (Guyton and Hall, 2007).
Empat langkah utama koagulasi darah untuk menghasilkan fibrin adalah:
1. Langkah pertama: proses awal yang melibatkan jalur intrinsik dan ekstrinsik yang
menghasilkan tenase kompleks yang mengaktivasi faktor X.

2. Langkah kedua: pembentukan prothrombin activator (kompleks protrombinase) yang


akan memecah protrombin menjadi trombin.
3. Langkah ketiga: prothrombin activator merubah protrombin menjadi trombin.
4. Langkah keempat: trombin memecah fibrinogen menjadi fibrin serta mengaktifkan
F.XIII sehingga timbul fibrin yang stabil (Bakta, 2006).

Faktor-faktor koagulasi atau faktor pembekuan darah adalah protein


yang terdapat dalam plasma darah yang berfungsi dalam proses
koagulasi.
(Bakta,
2006).
I
II

Fibrinogen: perkusor fibrin(protein polimer)


Protrombin: perkusor dari thrombin enzim proteolitik dan mungkin akseletor-akseletor

III
IV
V

dari konversi protrombin lain.


Tromboplastin: suatu lipoprotein jaringan activator dari protrombin.
Kalsium: diperlukan untuk pengaktifan protrombin dan pembentukan fibrin.
Plasma akselerator globulin:suatu factor plasma yang mempercepat perubahan

VII

protrombin menjadi thrombin.


Akselerator konversi protrombin serum:suatu factor serum yang mempercepat perubahan

VIII

protrombin.
Globulin antihemofilik (AHG): suatu factor plasma yang berkaitan dengan factor III

IX

trombosit dan factor Christmas (IX):mengaktifkan protrombin


Factor Christmas:factor serum yang berkaitan dengan factor III trombosit dan VIII

X
XI

AHG;mengaktifkan protrombin
Factor stuart power: suatu factor plasma dan serum; akselerator konversi protrombin
Plasma tromboplastin antecedent(PTA): suatu factor plasma yang diaktifkan oleh factor

XII
X

Hageman (XII); akselerator pembentukan trombin


Factor Hageman:suatu factor plasma; mengaktifkan PTA (XI)
Factor yang menstabilkan fibrin: factor plasma: menimbulkan bekuan fibrin yang lebih

X
X

kuat yang tidak larut dalam urea


Factor Fletcher(prekalikrein):factor pengaktivasi kontak
Factor Fitzgerald (kininogen berat molekul tinggi); factor pengaktivasi kontak

Trombosit diproduksi di sumsum tulang dengan cara fragmentasi sitoplasma


megakariosit. Produksi trombosit diatur oleh hormon trombopoetin yang diproduksi oleh
hepar dan ginjal (Suharti, 2007).

Trombosit memegang peranan penting dalam proses awal faal koagulasi yang akan berakhir
dengan pembentukan sumbat trombosit (platelet plug). Trombosit akan mengalami peristiwa
adhesi, aktivasi, dan agregasi.
Nilai normal hitung trombosit adalah 150.000-450.000/mm 3. Trombositopenia
didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm 3. Jumlah trombosit yang
rendah ini terjadi akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit.
Umumnya tidak ada manifestasi klinis hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3 (Baldy,
2006).

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi
Pengertian Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan
dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang
diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
adalah suatu keadaan hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh bermacam penyakit
atau keadaan, dimana pada suatu saat darah merah bergumpal didalam kapiler diseluruh
tubuh. Penggumpalan darah dapat terjadi dalam waktu singkat, beberapa jam sampai satu
sampai dua hari (acute DIC) dan dapat juga dalam waktu yang lama, berminggu-minggu
sampai berbulan-bulan (chronic DIC). Pada DIC akut terjadi penggumpalan darah dalam
waktu singkat, hal ini mengaki-batkan sebagian besar bahan-bahan koagulasi, seperti
trombosit, fibrinogen dan lain faktor pembekuan (I sampai XIII) dipergunakan dalam proses
penggumpalan tersebut, oleh karena itu, keadaan ini disebut juga consumption coagulapathy
atau defibrinolysis syndrome. Kesemuanya ini berakibat terjadinya perdarahan dari yang
ringan

sampai

berat.

intravascular-coagulation/

http://razimaulana.wordpress.com/2009/11/14/dic-disseminated-

http://images.google.com/images?q=pembekuan+darah&hl=en&gl=id
3.2 Etiologi
Penyebab Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan, yang
biasanya dirangsang oleh suatu zat racun di dalam darah. Karena jumlah faktor pembekuan
berkurang, maka terjadi perdarahan yang berlebihan. Pembekuan darah biasanya terjadi
ketika ada kerusakan pembuluh darah. Trombosit segera mulai mematuhi tepi memotong
bahan kimia kapal dan lepaskan untuk menarik platelet bahkan lebih. Sebuah plug platelet
terbentuk, dan perdarahan berhenti eksternal. Selanjutnya, molekul kecil, yang disebut faktor
pembekuan, helai penyebab bahan melalui darah, fibrin disebut, untuk tetap bersatu dan segel
bagian dalam luka. Akhirnya, menyembuhkan memotong pembuluh darah dan bekuan darah
larut setelah beberapa hari.

http://translate.google.co.id/translate?
hl=id&sl=en&u=http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000573.htm&ei=3EewTJ
LVAoHOvQPmt9GcBA&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=2&ved=0CCAQ7gEwAQ
&prev=/search%3Fq%3DDisseminated%2BIntravascular%2BCoagulation%26hl%3Did

3.3 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari penyakit ini bergantung pada luas dan lamanya trombi fibrin,
organ-organ yang terlibat, dan nekrosis serta pendarahan yang ditimbulkan. Organ-organ
yang sering terlibat adalah ginjal, otak, hipofise, paru-paru, dan adrenal, dan mukosa saluran

cerna. Dapat timbul pendarahan pada membran mukosa dan jaringan-jaringan bagian dalam,
serta pendarahan sekitar tempat cidera, vena pungsi, penyuntikan, dan pada setiap lubang.
Petekie dan ekimosis sangat sering terjadi. Manifestasi lainnya adalah berupa hipotensi
(syok), oliguria atau anuria, kejang dan koma, mual dan muntah, diare, nyeri abdomen, nyeri
punggung, dispnea dan sianosis. (McKay, 1983)
3.4 Klasifikasi
Penyebab DIC dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan akut atau kronis . DIC pun
dapat merupakan akibat dari kelainan tunggal atau multipel.
1. DIC akut:

Infeksi:
bakteri (gram negatif, gram positif, ricketsia)
virus (HIV, varicella, CMV, hepatitis, virus dengue)
fungal (histoplasma)
parasit (malaria)
Keganasan:
- Hematologi (AML)
- Metastase (mucin secreting adenocarcinoma)
- Trauma kepala berat: aktivasi tromboplastin jaringan.
- Kebakaran
- Reaksi Hemolitik
- Reaksi transfuse
- Gigitan ular
- Penyakit hati - Acute hepatic failure

2.

DIC kronik:
Keganasan : rumor solid, lekemi,
Obstetri : intrauterin fetal death, abrasio plasenta
Hematologi : sindrom mieloproliferatif
Vaskular: rematoid artritis, penyakit raynaud
Cardiovascular - infark miokard
Inflamasi; ulcerative colitis, penyakit crohn, sarcoidosis
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-marthayuli-5317-3-bab2.pdf

3.5 Komplikasi
Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC adalah orang
yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai komplikasi, Penderita
infeksi berat, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah

dimana bakteri

melepaskan endotoksin (suatu zat yang menyebabkan terjadinya Penderita leukemia tertentu
atau penderita kanker lambung, aktivasi pembekuan) pankreas maupun prostat.

Orang-orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi Pria yang telah Penderita
cedera kepala yang hebat untuk menderita DIC, terkena gigitan ular berbisa. Komplikasi
menjalani pembedahan prostat obstetrik bisa menyebabkan DIC, terutama pada keadaan
abrupsi plasenta dan emboli cairan amnion. Cairan amnion itu sendiri dapat mengaktivasi
koagulasi, sehingga jika terdapat sumbatan seperti pada preeklamsia dan sindrom HELLP
(hemolysis, elevated liver function, low platelet), juga akan terjadi koagulasi sistemik. DIC
biasanya menjadi komplikasi sekunder penyakit-penyakit tersebut.
http://razimaulana.wordpress.com/2009/11/14/dic-disseminated-intravascular-coagulation/
Bekuan yang banyak terbentuk akan menyebabkn obstruksi/ hambatan aliran darah
dismua organ tubuh. Dapat tejadi kegagalan organ yang luas, dengan angka kematian 50%.

http://www.google.co.id/images?hl=id&q=Disseminated%20Intravascular
%20Coagulation&um=1&ie=UTF-8&source=og&sa=N&tab=wi
3.6 Farmakologi
Pemberian antikoagulan misalnya heparin. Indikasi pemberian heparin:
1. Bila penytakit tidak dapat di hilangkan dalam waktu yang singkat.
2. Pasien masih disertai perdaahan walaupun penyakit dasar sudah di hilangkan. Hal ini
karena KID sendiri menggangu proses koagulasi.
3. Bila ada tanda /ditakutkan terjadi thrombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal
hati, sindrom gagal nafas.
Cara pemberian heprin klasik pada KID di mulai dengan dosis permulaan 100200/kgBB intravena dan dosis selanjutny di tentukan berdasarkan APTT atau masa
pembekuan yang di periksa 2-3 jam sesudah pemberian heprin. Target APTT 1,5-2,5 kali
control atau masa pembekuan 2-3 kali control.Bila APTT kurang dari 1,5 kali control atau
MP kurang 2 kali control, dosis heparin dinaikkan. Bila lebih dari 2,5 kali APTT control atau
MP lebih dari 3 kali control mak di ulang 2 jam.kemudian bila APTT atau MP tetap lebih dari
2,5/3 kali control maka dosis dinaikkan sedangkan bila kurang, dosis diturunkan. Heparin
diberikan tiap 4-6 jam dandisis diberikan berkisar 20.000-30.000/hari.
Akhir akhir ini dianjurkan heparin subkutan dosis 80-100/kg tiap 4-6 jam, bergantung
pada keadaan klinis, tempat dan beratnya perdaran, thrombosis dan berat badan pasien.
Heparin juga dapat di berikan dengan kombinasi AT III atau antiagregasi trombosit.
Pemberian heparin intravena kontinu 20000-30000/24 jam, segera menghentikan proses
koagukasi. Namun perlu di ingat risiko perdarahan yang harus diwaspadai.
Kontra indakasi pemberian heparin sub kutan maupun intra vena pada DIC yaitu pasien
dengan perdaraha susunan saraf pusat, gagal hati fulminan dan kasus kebidanan tertentu. DIC
fulminan juga dilaporkan berhasil diobati dengan pemberian AT III tiap 8 jam. Dosis yang di
butuhkan dapat dihitung dengan jumlah total yang dibutuhkan =(kenaikan kadar yang
diingikan dikurangi kadar permulaan) x 0,6 x berat badan. Kadar yang diinginkan biasanya
125%. Juga dilaporkan obat baru pada DIC yang potensial berguna yaitu hirudin rekombinan,
defriotide dan gabexate. Apalagi ancaman DIC cukup serius, yakni menyebabkan kematian
hingga dua kali lipat dari risiko penyakit tersebut tanpa DIC. Semakin parah kondisi DIC,
semakin besar pula risiko kematian yang harus dihadapi.

Pemberian antibiotika.

Sukrisman.2006.Hatologi.Jakarta.EGC

3.7 Non Farmakologi


Terapi anti thrombin (AT)-III dan potein C.
Terapi subtitusi: Bila trombosit turun sapai 25000 atau kurang pemberian trombosit

konsentrat perlu di berikan.


Antifibrinolisis: seperti asam traneksamik,atau epsilon amino caproic acid (EACA)

hanya diberikan bila jelas thrombosis tidak ada dan fibrinolisis yang sangat nyata.
Agen-agen kemoterapeutik.

Sukrisman.2006.Hatologi.Jakarta:EGC

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
Data Demografi
Nama

: Nn. B

Umur

: 17 tahun

Kelamin

: Perempuan

Anamnesa
Keluhan utama

: pendarahan terus menerus dari hidung, mulut, dan area lainnya

Riwayat sekarang

: klien mengalami panas tinggi selama 7 hari dengan adanya bintik-

bintik merah pada sekitar lipatan tangan


Riwayat kesehatan masa lalu : ----Riwayat kesehatan keluarga : ----Riwayat kesehtan lingkungan : ----Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: klien lemas

TTD
TD

= 100/60 mmHg

N = 120/80 mmHg

HR

= 90x/mnt

N = 80-100 x/mnt

RR

= 28x/mnt

N = 12-24 x/mnt

= 39 C

N = 36,5 37,5 C

Antrometri
BB = TB = Pemeriksaan Sistem
Inspeksi
:
Palpasi
:
Perkusi
:
Auskultasi
:
Pemeriksaan Penunjang

-------------------------

Hasil lab : Trombosit=10.000/mm

N: 150.000 mm

Pemeriksaan Diagnostik:
1. Pemeriksaan D-dimer.
D-dimer adalah produk pemecahan fibrin (FDP) yang berasal dari lisis plasmin. Adanya
fragmen ini menunjukkan adanya trombin dan plasmin (fibrinolisis). Uji Antibodi
monoklonal memiliki spesifitas yang paling baik dan paling terpercaya untuk mendiagnosis
DIC.
2. Kadar Antithrombin III.
Fungsi antithronuin III fungsional menurun pada DIC. Pemeriksaan substrat sintetis
merupakan uji yang terpercaya dan berguna untuk monitoring diagnosis dan terapi.
3. Fibrinogen dan fibrin degradation product (FDP).
Produk degradas meningkat sebagai akibat aktivasi fibrinolitik. Uji ini bukan untuk
menegakkan diagnosis DIC, oleh karena kadar inmeningkat pada 85100% penderita.
4. Fibrinopeptide A.
Pemeriksaan cara ELISA atau radioimmunoassay digunakan untuk mengukur fibrinopeptide
A (FPA). FPA merupakan hasil pemecahan dari fibrinogen yang menunjukkan aktivitas dari
trombin. Pada DIC terdapat peningkatan kadar FPA
5. Jumlah trombosit.
Jumlah trombosit menurun bervariasi. Pada umumnya ditemukan pada hapusan darah tepi.
Berkurangnya fungsi trombosit sering tampak dan tak diperlukan pemeriksaan lebih lanjut.
6. Fibrinogen.
Uji trombin time digunakan untuk mengukur kadar fibrinogen. Fibrinogen adalah reaktan
fase akut dan biasanya meningkat paling awal. Sebagai akibat dari penyakit yang mendasari.
7. Prothrombin time.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menambahkan suatu bahan yang berasal dari jaringan
(biasanya dari otak, plasenta dan paru-paru) pada plasma sitrat dan dengan memberikan
kelebihan Ca2+, kemudian diukur waktu terbentuknya bekuan. Pemanjangan Masa
Protrombin berhubungan dengan defisiensi faktor- faktor koagulasi jalur ekstrinsik seperti
faktor VII, faktor X, faktor V, protrombin dan fibrinogen, kombinasi dari faktor-faktor ini,
atau oleh karena adanya suatu inhibitor.

Uji prothrombin time (PT) untuk menguji faktor ekstrinsik dan jalur umum
(common pathways).

PT dapat normal, memanjang dan memendek pada DIC.

Secara umum bukan mcrupakan uji yang dapat dipercaya untuk D1C oleh
karena 50-75% penderita dapat memanjang.

8. Activated partial thromboplastin time (aPTT)


Pemeriksaan ini dilakukan dengan menambahkan aktifator seperti kaolin, ellegic acid
atau celite dan juga fosfolipid standard untuk mengaktifkan faktor kontak pada plasma sitrat.
Lalu ditambahkan ion kalsium dan diukur waktu sampai terbentuknya bekuan.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi kelainan kadar dan fungsi faktor faktor
koagulasi jalur intrinsik ; prekallikrein, HMWK, faktor XII, faktor XI, faktor IX, faktor VIII
dan aktifitas jalur bersama ; faktor X, faktor V, protrombin dan fibrinogen, serta adanya
inhibitor.

Pemeriksaan aPTT untuk menguji faktor intrinsic dan common


pathways.

Nilanya tak dapat diperkirakan pada DIC.

Bukan merupakan uji yang dapat dipercaya untuk diagnosis DIC, oleh
karena 50-60% penderita dapat memanjang

9. Thrombin time.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menambahkan trombin eksogen pada plasma
sitrat, lalu dilakukan waktu terjadinya bekuan. Defesiensi atau abnormalitas fibrinogen dan
adanya heparin atau fibrin (ogen) degradatioan product (FDP) adalah yang paling sering
menyebabkan perpanjangan TT.

Digunakan untuk mengukur perubahan fibrinogen menjadi fibrin.

Seharusnya memanjang pada DIC.

10. Uji Protamine

Uji protamine adalah uji parakoaguian untuk mendeteksi fibrin monomer


di plasma.

Seharusnya postif pada nenderita DIC

11.Penurunan faktor koagulasi.

Faktor V, VII, VIII, IX, X, XIII, Protein C.

Price, Sylvia A. 2006. Patofisisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. EGC:
Jakarta
4.2 Patofisiologi

4.3 Analisis data


Data Fokus
Do : Ds : perdarahan terus
menerus dari
hidung, mulut,
dan area lainnya.

Do : Ds :
perdarahan terus
menerus dari
hidung, mulut,
dan area lainnya.
Bintik-bintik
merah disekitar
lipatan tangan
Do :
RR : 28 x/mnt
N : 90x/mnt
Ds : -

Do : Ds : -

Etiologi
Bekuan darah menumpuk di
vaskular

Fibrinolisis

Pendarahan di mulut

Defisit volume cairan

Gangguan Keseimbangan Cairan

Masalah
Gangguan
Keseimbangan Cairan
berhubungan dengan
deficit cairan d.d
perdarahan

Bekuan darah menumpuk di


vaskular

Fibrinolisis

Pendarahan di interna
Membran kulit

Ptechiae

Gangguan integritas kulit

Gangguan

Cairan plasma

ATP

Lelah, pusing

Intoleransi aktivitas
Cairan plasma

O2

Met anaerob

Asam laktat

Prostaglandin

Hipotalamus

Nyeri hebat

Resti nyeri

Intoleran

kulit

integritas
berhubungan

dengan perdarahan d.d


Ptechiae

aktivitas

berhubungan

dengan

cairan plasma meningkat


d.d perdarahan
Resiko

tinggi

berhubungan

nyeri
dengan

asam laktat meningkat


d.d perdarahan

4.4 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan Keseimbangan Cairan berhubungan dengan deficit cairan d.d perdarahan
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perdarahan d.d Ptechiae
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan cairan plasma meningkat d.d perdarahan
4. Resiko tinggi nyeri berhubungan dengan asam laktat meningkat d.d perdarahan
4.5 Intervensi
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Gangguan
Syok
Hipopolemik

cairan
perdarahan

Status

INTERVENSI
hemodinamik Mandiri :

terpelihara

berhubungan
dengan

TUJUAN

deficit
d.d

RASIONAL
1. Mencegah

1. Hindari

perdarahan

prosedur

atau

aktivitas

yang

intracranial

dapat
meningkatkan

2. Mengurangi

tekanan

masalah

intracranial

dengan

(mis.

agregasi

Batuk,

ketegangan
saat BAB)
2. Hindari

platelet dan
adhesi

pengobatan
yang
mengganggu
fungsi platelet
jika
memungkinkan
(mis.

ASA,

NSAIDs, betalactam
antibiotics)
Kolaborasi :
1. Berikan
heparin sesuai
dosis.

1. Heparin
berfungsi
sebagai
antikoagulan
2. Cairan yang
adequate

dapat
menormalk
2. berikan cairan
yang adequate,
yaitu

darah,

plasma, plasma

an kembali
hemodinaik.
3. Memnuhi
kekurangan

expander,

trombosit

elektrolit.

akibat
3. Tranfusi

proses

trombosit.

koagulasi
darah yang

Gangguan integritas
kulit

berhubungan

berlebihan.
1.Kaji
kulit,
dengan
1.
Identifikasi
Integritas kulit tetap

dengan perdarahan

utuh
Mukosa

d.d ptheciae

utuh

oral

tetap

perhatian khusus

yang

tepat

untuk

tulang

pada

setiap

yang menonjol,

area

yang

berisiko

pada

lipatan kulit
2.Posisikan dengan
hati-hati;

atau

gunakan

kasur

yang

menunjukan
tanda

mengurangi
tekanan
3.Gunakan
tebal

kerusakan kulit

awal

kerusakan
kain

(wool)

dapat
memfasilitasi
intervensi yang

untuk
melindungi

jari

tangan dan kaki,


sekitar

telinga,

sesuai

yang

dibutuhkan.

tepat

dan

mencegah
komplikasi
2-3
Perawatan
kulit

yang

sangat

teliti

dan
penggunaan

ukuran

untuk

mencegah
penekanan
pada

tulang

yang menonjol
menurunkan
resiko trauma
Intoleran

aktivitas Peningkatan

berhubungan
dengan

aktivitas
cairan

plasma menurun.

kulit
1. Meningkatkan

toleransi 1.Berikan
lingkungan yang

istirahat

tenang.

menurunklan

Pertahankan

kebutuhan

tirah baring bila

oksigen

diindikasikan.

dan menurunkan

Pantau

regangan jantung

dan

batasi

tubuh

dan paru

pengunjung.
2.Ubah posisi pasien
dengan perlahan
dan

untuk

pantau

terhadap pusing

2. Hipotensi
postural

atau

hipoksia serebral
dapat
menyebabkan
pusing,
berdenyut,

dan

peningkatan
3.Tingkatkan
aktifitas

resiko cedera
sesuai 3. Tingkatkan

dengan toleransi
4.Gunakan tekhnik
penghematan

aktifitas

sesuai

dengan toleransi
4. Mendorong

energi misalnya

pasien

mandi

dengan

melakukan

duduk,

duduk

untuk melakukan

banyak

dengan

membatasi

tugas-tugas

penyimpangan
energy

dan

mencegah
Resiko tinggi nyeri Tidak

kelemahan
1. Dapat menunjukkan

mengalami Mandiri :

berhubungan

tanda/gejala perdarahan 1.Perhatikan


dengan asam laktat Mempertahankan/perbaik
keluhan
an nilai laboratorium
meningkat
d.d
peningkatan

anemia dan respon

perdarahan

oksgenasi sel.

jantung

untuk

mempertahankan

kelelahan,
kelemahan,
observasi
takhikardia,
kuli/membrane
mukosa

pucat,

dipsnea,

dan

nyeri
dada.rencanakan
, ativitas klien
untuk
menghindari
kelemahan.
2.Observasi

2. Perdarahan

perdarahan terus
menerus

dari

tempat

dengan

mudah

karena

kerapuhan

kapiler
ganguan

pemebekuan

perdarahan/area
ekimosis karena
trauma

terjadi

atau

penusukan,

dapat

keci,

yang

dapat
memeperburuk
anemia

petechie
Kolaborasi :

1. Penekanan
1.Jumlah trombosit,
pembentukan
faktor
trombosit
dan
pembekuan
ketidakadekuatan

III

dan

VIII

mengganggu
pembekuan
potensial

dan
resiko

perdarahan. Catatan
peerdarahan

dapat

menjadi

sukit

teratasi pada tahap


akhir penyakit
2. Konsumsi
2.Kadar PT

protrombin
abnormal
menurunkan kadar
serum

dan

menggangu
pembekuan
4.6 Aspek Legal Etik
a. Non- Maleficence
Terpenuhi prinsip ini saat petugas kesehatan tidak melakukan sesuatu yang

membahayakan bagi pasien (do no harm) disadari atau tidak disadari.


Perawat juga harus melinduni diri dari bahaya pada mereka yang tidak mampu

melindungi dirinya sendiri, seperti anak kecil, tidak sadar,gangguan mental, dll.
b. Respect for Autonomy
Hak untuk menentukan diri sendiri, kemerdekaan, dan kebebasan.
Hak pasien untuk menentukan keputusan kesehatan untuk dirinya.
Otonomy bukan kebebasan absolut tetapi tergantung kondisi. Keterbatasan muncul

saat hak, kesehatan atau kesejahteraan orang lain terganggu.


c. Beneficence
Tujuan utama tim kesehatan untuk memberikan sesuatu yang terbaik untuk pasien.
Perawatan yang baik memerlukan pendekatan yang holistic pada pasien,meliputi
menghargai pada keyakinan, perasaan, keinginan juga padakeluarga dan orang yang
berarti.
d. Justice
Termasuk fairness dan equality

4.7 Universal Precaution


Melakukan tindakan pencegahan penyebaran infeksi dengan mencuci tangan.

- Cuci tangan higienis/rutin


>standar
>alternatif-> 100 ml alk 70%+ 1-2ml
gliserin 10 %
- Cuci tangan aseptik
Contoh: sabun / detergen diganti antiseptik
- Cuci tangan bedah

Melakukan tindakan pengendalian infeksi oleh seluruh petugas kesehatan.


Pengendalian infeksi secara konsisten dan mencegah penularan bagi petugas

kesehatan dan klien lainnya.


Melakukan pengolahan alat habis pakai,mencuci tangan,sanitasi ruangan desinfeksi
dan strelisasi untuk alat yang dipakai ulang.

BAB V
KESIMPULAN
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) bukanlah sebuah penyakit. Tapi DIC
adalah syndrome, yaitu kumpulan dari tanda dan gejalas penyakit sehingga menimbulkan
DIC. DIC itu sendiri adalah suatu keadaan dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di
seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan
berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan.
Karena banyak sekali kemungkinan gangguan produksi faktor pembekuan darah,
banyak pula penyakit yang akhirnya dapat menyebabkan kelainan ini. Garis start jalur
pembekuan darah ialah tersedianya protrombin (diproduksi di hati) kemudian diaktivasi oleh
faktor-faktor pembekuan darah, sampai garis akhir terbentuknya trombin sebagai tanda telah
terjadi pembekuan darah. Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam
setelah terjadinya bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme antigen-antibodi.
Satu-satunya terapi medikamentosa yang dipakai ialah pemberian antitrombosis,
yakni heparin. Obat kuno ini tetap diberikan untuk meningkatkan aktivitas antitrombin III
dan mencegah konversi fibrinogen menjadi fibrin. Obat ini tidak bisa melisis endapan
koagulasi, namun hanya bisa mencegah terjadinya trombogenesis lebih lanjut. Heparin juga
mampu mencegah reakumulasi clot setelah terjadi fibrinolisis spontan. Dengan dosis dewasa
normal heparin drip 4-5 U/kg/jam IV infus kontinu, pemberian heparin harus dipantau
minimal setiap empat jam dengan dosis yang disesuaikan. Bolus heparin 80 U tidak terlalu
sering dipakai dan tidak menjadi saran khusus pada jurnal-jurnal hematologi.
Namun pada keadaan akut pemberian bolus dapat menjadi pilihan yang bijak dan
rasional. Apalagi ancaman DIC cukup serius, yakni menyebabkan kematian hingga dua kali
lipat dari risiko penyakit tersebut tanpa DIC. Semakin parah kondisi DIC, semakin besar pula
risiko kematian yang harus dihadapi.

Daftar Pustaka

Price, Sylvia A. 2006. Patofisisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. EGC:
Jakarta.
Sukrisman.2006.Hatologi.Jakarta:EGC
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-marthayuli-5317-3-bab2.pdf
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/02/penatalaksanaan_demam_pada_anak
.pdf
http://translate.google.co.id/translate?
hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Disseminated_intravascular_coagulation&ei=
0SSnTLXkGY78vQOMs7z_DA&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=1&ved=0CCIQ7g
EwAA&prev=/search%3Fq%3DDIC%26hl%3Did
http://translate.googleusercontent.com/translate_c?
hl=id&sl=en&u=http://emedicine.medscape.com/article/779097-overview&prev=/search
%3Fq%3DDIC%26hl
%3Did&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhi25gGzAgKt9iyCDhWbDcRPdP7ong#targ
et1
http://www.google.co.id/images?hl=id&q=Disseminated%20Intravascular
%20Coagulation&um=1&ie=UTF-8&source=og&sa=N&tab=wi
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-marthayuli-5317-3-bab2.pdf
http://translate.google.co.id/translate?
hl=id&sl=en&u=http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000573.htm&ei=3EewTJ
LVAoHOvQPmt9GcBA&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=2&ved=0CCAQ7gEwAQ
&prev=/search%3Fq%3DDisseminated%2BIntravascular%2BCoagulation%26hl%3Did

http://www.google.co.id/search?hl=id&lr=lang_id&tbs=lr
%3Alang_1id&q=anatomi+fisiologi+darah&aq=o&aqi=g10&aql=&oq=&gs_rfai =
http://sp4669.wordpress.com/2008/07/24/anatomi-fisiologi-cairan-tubuh/

Anda mungkin juga menyukai