Anda di halaman 1dari 27

4

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Dan Fisiologi
1. Anatomi

Sumber : http://biologigonz.blogspot.com/2010/05/pancreas.html

Pankreas adalah kelenjar terengolasi berukuran besar dibalik


kurvatura besar lambung. Pankreas terlatak di retroperitonial rongga
abdomen bagian atas, dan terbentang horizontal dari cincin duodenal ke
lien. Panjang sekitar 10-20 cm dan lebar 2,5-5 cm. Pankreas mendapat
pasokan darah dari arteri mesenterika superior dan splenikus.
a. Kelenjar pankreas
Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip dengan
kelenjar ludah panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari
deudenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gr. Terbentang
pada vertebral lumbalis I & II dibelakang lambung.
b. Bagian-bagian pankreas
1) Kepala pankreas
Terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan
deudenum yang melingkarinya.
2) Badan pankreas
Merupakan bagian utama dan ini letaknya dilbelakang lambung dan
di depan vertebra umbalis utama.
3) Ekor pankreas
Bagian yang runcing disebelah kiri yang sebenarnya menyentuh
limpa.
c. Saluran Pankreas
Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi
pankreas ke dalam duodenum.
1) Ductus Wirsung, yang bersatu dengan ductus chole dukus, kemudian
masuk ke dalam duodenum melalui sphincter oddi.
2) Ductus Sartonni, yang lebih kecil langsung masuk ke dalam
duodenum di sebelah atas sphincter oddi.
d. Pulau-pulau langerhan
Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing
pulau berbeda-beda yang menjadi system endokrinologis dari pankreas
terbesar dari seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total
pankreas. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50μ, sedangkan
yang terbesar 300μ, terbanyak adalah yang besarnya 100-225μ. jumlah
semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta. Pulau
langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu:
1) Sel-sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20-40 %: memproduksi
glikagon yang menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormone yang
mempunyai “anti insulin like activity”.
2) Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80 %, membuat insulin.
3) Sel-sel D (delta), jumlanya sekitar 5-15 %, membuat samatostatin.
Masing-masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur
dan sifat pewarnaan. di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini
nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah
kapiler. pada penderita DM, sel beta sering ada tetapi berbeda
dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukan
reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.

5
2. Fisiologi
Pankreas berfungsi sebagai organ endokrin dan eksokrin.
a. Fungsi eksokrin pankreas (asinar)
Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan.
ketiga jenis makanan utama, protein, karbohidrat dan lemak. Getah
pankreas juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang
memegang peranan penting dalam menetralkan timus asam yang
dikeluarkan oleh lambung ke dalam duodenum. Enzim-enzim
proteolitik adalah tripsin, kamotripsin, karboksi, peptidase,
ribonuklease, deoksiribonuklease. Tiga enzim pertama memecahkan
keseluruhan dan secara parsial protein yang dicernakan, sedangkan
nuclease memecahkan kedua jenis asam nukleat, asam ribonukleat dan
deoksinukleat. Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amylase
pankreas, yang menghidrolisis pati, glikogen dan sebagian besar
karbohidrat lain kecuali selulosa untuk membentuk karbohidrat,
sedangkan enzim-enzim untuk pencernaan lemak adalah lipase pakreas
yang menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol, asam lemak dan
kolesterol esterase yang menyebabkan hidrolisis ester-ester kolesterol.
Produk gabungan sel-sel asinar mengalir melalui duktus pankreas,
yang menyatu melalui duktus empedu komunis dan masuk ke
deudenum dititik ampula hepato pankreas. Getah pankreas ini dikirim
kedalam deudenum melalui duktus pankreatikus, yang bermuara pada
papila vateri yang terletak pada dinding deudenum. Pankreas menerima
darah dari arteri pankreatika dan mengalirkan darahnya ke vena kava
inferior melalui vena pankreatika.
b. Fungsi endokrin pankreas.
Fungsinya sebagai organ endokrin didukung oleh pulau-pulau
langerhans. Pulau-pulau langerhans terdiri dari tiga jenis sel yaitu:
1) Sel α (alpha) yang menghasilkan glukagon
Efek glukagon ini juga sama dengan efek kortisol, GH dan
epineprin. Dalam meningkatkan kadar gula darah, glukagon

6
merangsang glikogenolisis (pemecahan glukogen menjadi glukosa)
dan meningkatkan transportasi asam amino dari otot serta
meningktakan glukoneogenesis (Pemecahan glukosa dari yang
bukan karbohidrat). Dalam metabolisme lemak, glukagon,
meningkatkan lipolisis (Pemecahan lemak).
2) Sel β (betha) yang menghasilkan insulin
Insulin sebagai hormon anabolik terutama akan meningkatkan
difusi glukosa melalui membran sel jaringan. Efek metabolik penting
lainnya dari hormon insulin adalah sebagai berikut:
a) Efek pada hepar
(1) Meningkatkan sintesa dan penyimpanan glukosa.
(2) Menghambat glikogenolisis, glukoneogenesis dan ketogenesis.
(3) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas
dihepar.
b) Efek pada otot
(1) Meningkatkan sintesa protein
(2) Meningkatkan tranportasi asam amino
(3) Meningkatkan glikogenesis
c) Efek pada jaringan lemak
(1) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas
(2) Meningkatkan penyimpanan trigliserida
(3) Menurunkan lipolisis
3) Sel deltha yang menghasilkan somatostatin namun fungsinya belum
jelas diketahui. Hasil dari sistem endokrin ini langsung dialirkan
kedalam peredaran darah dibawa ke jaringan tanpa melewati duktus
untuk membantu metabolisme karbohidrat.
2.2 Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) dari bahasa Yunani: diabainein yang artinya
“tembus” atau “pancuran air”, dan kata Latin mellitus, “rasa manis”, yang
umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan
hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan

7
bervariasi, terutama setelah makan. Diabetes melitus merupakan penyakit
kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak, berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler
dan neurologis (Long, 1996).
Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah
(Smeltzer, 2002).
Dari berbagai definisi diatas tentang Diabetes Melitus diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa Diabetes Melitus adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh gangguan hormonal (dalam hal ini adalah hormon insulin
yang dihasilkan oleh pankreas) dan melibatkan kelainan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein dimana seseorang tidak dapat memproduksi
cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan
baik, karena proses autoimmun, dipengaruhi secara genetik dengan gejala
yang pada akhirnya menuju tahap perusakan imunologi sel–sel yang
memproduksi insulin.
2.3 Etiologi
Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan
pasti tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab
utama dan faktor herediter memegang peranan penting.
1. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia
sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes, yang
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar
gula darah). Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus
IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari
lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga
pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans
pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat
respon autoimmun, dimana antibodi sendiri akan menyerang sel beta

8
pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya
penyakit ini (Brunner & Suddart, 2002).
2. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran
terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar.
Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya
NIDDM sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight
membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya
hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai
kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau
mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan
riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan
utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan
sekunder berupa program penurunan berat badan, olahraga dan diet. Oleh
karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi
pada tahap awal tanda-tanda/gejala yang ditemukan adalah kegemukan,
perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat badan,
bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM,
usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah (Brunner &
Suddart, 2002)
2.4 Patofisiologi
1. DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas
menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans.
Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post
prandial. Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan
muncul glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik)
sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia). Defesiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi penurunan berat badan

9
akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia). Akibat yang lain
yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan)
dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan
lemak dan terjadi peningkatan keton yang dapat mengganggu
keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin,
2000).
2. DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada
reseptor kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja
glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan
glukosa. Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM
tipe II (Corwin, 2000).

10
WOC Diabetes Melitus
DM TIPE 1 (IDDM) DM TIPE 2 NIDDM
- Genetik -Usia
- Imunologi -Obesitas
- Lingkungan -Riwayat Keluarga

Reaksi Autoimun Jumlah sel β pankreas↓


Konsumsi gula ↓ Kualitas dan
berlebihan kuantitas insulin
DIABETES MELLITUS

Sistem Sistem muskulus Sistem Sistem Sistem Sistem


s
pencernaan keletal perkemihan pernafasan kardiovaskular persarafan

Glukagon ↑ Glukosa diubah Penebalan Penebalan Penebalan Glukosa diubah


oleh aldose dinding arteri dinding dinding arteri oleh aldose
reduktase renalis kapiler coronaria reduktase
Glukoncogenesi menjadi sorbitol menjadi sorbitol

Penyempitan Penyempitan Penyempitan


Lemak
Pe↑ sorbitol dan dan kekuatan dan kekuatan dan kekuatan di Pe↑ sorbitol dan
pe↓ mio insonitol di arteri renalis di kapiler arteri coronaria pe↓ mio inositol
Ketogenesis paru

Gangguan pada Aliran darah Aliran darah ke Gangguan pada


Ketonemia ke ginjal tidak Aliran darah jantung tidak
sel Schwan dan ke paru tidak sel Schwan dan
akson lancar lancar akson
lancar
pH ↓
Suplai nutrisi Suplai nutrisi Suplai nutrisi
Demielinasi dan oksigen dan oksigen Degenerasi
Mual muntah dan oksigen
terhambat terhambat akson
terhambat

Kelemahan pada
MK: Ketidak Nefron Perfusi ke Neuropati
ekstremitas Kematian
seimbangan mengalami
eskemik
jaringan jantung ↓ perifer
nutrisi kurang
parenkim
dari
Tirah baring paru
kebutuhan
Kerusakan Jantung Parestesia. baal,
tubuh
glomerolus mengalami sensibilitas
dan tubulus Gangguan iskemik nyeri berkurang
MK:Gangguan ren ventilasi,
MK: Gangguan difusi, perfusi
s integritas kulit mobilitas fisik

Infark miokard MK: Risiko


Gagal ginjal
cidera
MK:
Gangguan MK: Perubahan
Oliguri, anuri pola nafas, kenyamanan
kerusakan nyeri
pertukaran
MK:Gangguan gas
eliminasi urin

11
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group:
Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of
Glucosa Intolerance:
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Mellitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II
a) DMTTI yang tidak mengalami obesitas
b) DMTTI dengan obesitas
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi risiko statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita toleransi glukosa
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pankreas yang secara normal
menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai
akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar
glukosa darah. Diabetes Mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang
biasanya terjadi pada usia 30 tahun.
Diabetes Mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensivitas terhadap
insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.
2.6 Menifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2001) menifestasi Diabetes Mellitus adanya gejala yaitu:
1. Poliuri (sering kencing dalam jumlah banyak)
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane
dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat
atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi ke dalam
sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat
sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis
osmotik (poliuria).

12
2. Polidipsi (banyak minum)
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah
dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor
haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu
minum (polidipsia).
3. Polifagia (rasa lapar yang semakin besar)
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya
kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan
menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan
lebih banyak makan (polifagia).
4. Lemas
5. Berat Badan Menurun
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel
kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari
itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot
mengalami atrofi dan penurunan secara otomatis.
6. Kesemutan
7. Mata kabur
8. Impotensi pada pria
9. Gatal (Pruritus) pada vulva
10. Mengantuk (somnolen) yang terjadi beberapa hari atau beberapa minggu.
2.7 Komplikasi
Komplikasi DM terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik menurut Smeltzer (2002) yaitu:
1. Komplikasi akut, adalah komplikasi pada DM yang penting dan
berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka
pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah:
a. Diabetik Ketoasedosis (DKA)

13
Ketoasidosis diabetik merupakan defesiensi insulin berat dan akut dari
suatu perjalanan penyakit DM. Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh
tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata.
b. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hipermosolar Nonketonik merupakan keadaan yang didominasi
oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat
kesadaran. Salah satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak
tepatnya ketosis dan asidosis pada KHHN.
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi kalau kadar gula dalam darah turun dibawah 50-60
mg/dl keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau
preparat oral berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit.
2. Komplikasi Kronik
Efek samping Diabetes Mellitus pada dasarnya terjadi pada semua
pembuluh darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik) dibagi
menjadi 2:
a. Komplikasi Mikrovaskuler
1) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler
adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar
glukosa dalam darah meningkat, maka sirkulasi darah keginjal
menjadi menurun sehingga pada akhirnya bisa terjadi nefropati.
2) Penyakit Mata
Penderita DM akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan
keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan retinopati.
Katarak juga dapat disebabkan karena hiperglikemia yang
berkepanjangan menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan
lensa.
3) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem
sarafotonom medulla spinalis atau sistem saraf pusat. Akumulasi

14
sorbitol dan perubahan-perubahan metabolik lain dalam sintesa
fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat
menimbulkan perubahan kondisi saraf.
b. Komplikasi Makrovaskuler
1) Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Akibat diabetes maka aliran darah akan melambat sehingga terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh
tubuh sehingga tekanan darah akan naik. Lemak yang menumpuk
dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri
(arteriosclerosis) dengan resiko penderita penyakit jantung koroner
atau stroke.
2) Pembuluh Darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf- saraf sensorik
keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak
terdeteksinya infeksi yang menyebabkan ganggren. Infeksi di mulai
dari celah-celah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel-sel kuku
kaki yang menebal dan kalus demikian juga pada daerah–daerah
yang terkena trauma.
2.8 Pemeriksaan Penunjang Dan Diagnostik
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan risiko
tinggi untuk Diabetes Melitus, yaitu kelompok usia tua (> 40 tahun), obesitas,
tekanan darah tinggi, riwayat keluarga Diabetes Melitus, riwayat kehamilan
dengan berat badan lahir bayi > 4.000 g, riwayat Diabetes Melitus pada
kehamilan, dan dislipidemia.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa
darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikiuti dengan
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk kelompok risiko tinggi
yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, perlu pemeriksaan penyaring
ulangan tiap tahun. Bagi pasien berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko,
pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

15
Cara pemeriksaan TTGO, adalah:
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4. Periksa glukosa darah puasa.
Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam
waktu 5 menit.
6. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
WHO (1985) menganjurkan pemeriksaan standar seperti ini, tetapi kita
hanya memakai pemeriksaan glukosa darah 2 jam saja.
Diagnosis:
Keluhan dan gejala khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah
sewaktu > 200 mg/dl atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus. Bila hasil pemeriksaan
glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO diperlukan untuk memastikan
diagnosis Diabetes Melitus. Untuk diagnosis Diabetes Melitus dan gangguanh
toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban
glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali
abnormal untuk konfirmasi diagnosis Diabetes Melitus pada hari yang lain
atau TTGO yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas
hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis,
berat badan yang menurun cepat, dll.
2.9 Penataksanaan
1. Penatalaksanaan Secara Keperawatan
a. Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan
pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai

16
keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualitas
hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan diabetes (Bare & Suzanne, 2002).
b. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan
kecukupan gizi baik yaitu:
1) Karbohidrat sebanyak 60–70 %.
2) Protein sebanyak 10–15 %.
3) Lemak sebanyak 20–25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis,
penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu:
Barat Badan Ideal = (TB-100) -10%, sehingga didapatkan:
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal.
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal.
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal.
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali
kelebihan kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita
25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas
(10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi,
kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan
kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi
tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu:
1) Makanan pagi sebanyak 20%.
2) Makanan siang sebanyak 30%.
3) Makanan sore sebanyak 25%.
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.

17
c. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu)
selama kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan
kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olah raga ringan adalah
berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan cepat
selama 20 menit dan olahraga berat jogging.
2. Penatalaksaan secara Medis
a. Obat Hipoglikemik
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara:
a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
b) Menurunkan ambang sekresi insulin.
c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit
lebih. Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi
renal dan orangtua karena resiko hipoglikema yang
berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga
dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai
obat tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien
yang berat lebih (imt 27-30) dapat juga dikombinasikan dengan
golongan sulfonylurea.
3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah:
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun
NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk ke
dalam ketoasidosis.
b) DM dengan kehamilan / DM gestasional yang tidak terkendali
dengan diet (perencanaan makanan).

18
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral
dosif maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan
dosis rendah dan dinaikkan perlahan–lahan sesuai dengan hasil
glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau metformin telah
diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran
glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi
sulfonylurea dan insulin.
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian (Doengoes, 2001)
a. Aktivitas / istrahat.
Tanda:
1) Lemah, letih, susah, bergerak/susah berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
2) Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.
3) Letargi / disorientasi, koma.
b. Sirkulasi
Tanda:
1) Adanya riwayat hipertensi: infark miokard akut, kesemutan pada
ekstremitas dan tachicardia.
2) Perubahan tekanan darah postural: hipertensi, nadi yang menurun /
tidak ada.
3) Disritmia, krekel : DVJ
c. Neurosensori
Gejala: Pusing/pening, gangguan penglihatan, disorientasi: mengantuk,
lifargi, stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan,
kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan,
gangguan memori (baru, masa lalu) :kacau mental, refleks
fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
d. Nyeri / Kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis
dengan palpitasi: Tampak sangat berhati – hati.

19
e. Keamanan
Gejala:
1) Kulit kering, gatal: Ulkus kulit, demam diaporesis.
2) Menurunnya kekuatan immune / rentang gerak, parastesia / paralysis
otot termasuk otot – otot pernapasan (jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam).
3) Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi
oliguria / anuria jika terjadi hipololemia barat).
4) Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun: Hiperaktif (diare).
f. Pemeriksaan Diagnostik
Gejala:
1) Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
2) Aseton plasma : positif secara menyolok.
3) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
4) Osmolaritas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m
osm/l.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare,
muntah, poliuria, evaporasi.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan defisiensi insulin/penurunan intake oral : anoreksia, abnominal
pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone
stress, epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi
leukosit/gangguan sirkulasi.
e. Resiko gangguan persepsi sensoris: penglihatan berhubungan dengan
perubahan fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin
atau karena ketidak seimbangan elektrolit.

20
f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi,
perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan
energi, infeksi, hipermetabolik.
g. Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
h. Penurunan rawat diri berhubungan dengan kelemahan.
i. Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi
(Doengoes, 2001)
3. Perencanaan / Intervensi
a. NDX: Defisit volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare,
muntah, poliuria, evaporasi
Tujuan: Klien akan mendemonstrasikan hidrasi adekuat, dengan
kriteria:
1) Nadi perifer dapat teraba, turgor kulit baik.
2) Vital sign dalam batas normal, keluaran urine lancar.
3) Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
Tabel: 2.1
Intervensi Rasional
1. Kaji pengeluaran urin 1. Membantu dalam memperkirakan
kekurangan volume total, tanda
dan gejala mungkin sudah ada
pada beberapa waktu sebelumnya,
adanya proses infeksi
mengakibatkan demam dan
keadaan hipermetabolik yang
menigkatkan kehilangan cairan.
2. Pantau tanda-tanda vital 2. Perubahan tanda-tanda vital dapat
diakibatkan oleh rasa nyeri dan
merupakan indikator untuk menilai
keadaan perkembangan penyakit.

21
3. Monitor pola napas. 3. Paru-paru mengeluarkan asam
karbonat melalui pernapasan
menghasilkan alkalosisrespiratorik,
ketoasidosis pernapasan yang
berbau aseton berhubungan dengan
pemecahan asam aseton dan asetat.
4. Observasi frekuensi dan 4. Koreksi hiperglikemia dan asidosis
kualitas pernafasan. akan mempengaruhi pola dan
frekuensi pernapasan. Pernapasan
dangkal, cepat, dan sianosis
merupakan indikasi dari kelelahan
pernapasan, hilangnya kemampuan
untuk melakukan kompensasi pada
asidosis.
5. Timbang berat badan 5. Memberikan perkiraan kebutuhan
akan cairan pengganti fungsi ginjal
dan keefektifan dari terapi yang
diberikan.
6. Pemberian cairan sesuai 6. Tipe dan jenis cairan tergantung
dengan indikasi pada derajat kekurangan cairan dan
respon.

b. NDX: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan intake oral:
anoreksia, abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik
akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau
karena proses luka.
Tujuan: Klien akan mengkonsumsi secara tepat jumlah kebutuhan
kalori atau nutrisi yang di programkan dengan kriteria:
1) Peningkatan barat badan.
2) Pemeriksaan albumin dan globulin dalam batas normal.

22
3) Turgor kulit baik, mengkonsumsi makanan sesuai
program.
Intervensi:
Tabel: 2.2
Intervensi Rasional
1. Timbang berat badan 1. Penurunan berat badan menunjukkan
tidak ada kuatnya nutrisi klien.
2. Auskultasi bowel sound 2. Hiperglikemia dan ketidak
seimbangan cairan dan elektrolit
menyebabkan penurunan motilifas
usus. Apabila penurunan motilitas
usus berlangsung lama sebagai
akibat neuropati syaraf otonom yang
berhubungan dengan sistem
pencernaan.
3. Berikan makanan lunak 3. Pemberian makanan oral dan lunak
/ cair. berfungsi untuk meresforasi fungsi
usus dan diberikan pada klien
dengan tingkat kesadaran baik.
4. Observasi tanda 4. Metabolisme HK akan menurunkan
hipoglikemia misalnya: kadar glokosa dan bila saat itu
penurunan tingkat diberikan insulin akan menyebabkan
kesadaran, permukaan hipoglikemia.
teraba dingin, denyut
nadi cepat, lapar,
kecemasan dan nyeri
kepala.
5. Berikan insulin 5. Akan mempercepat pengangkutan
glukosa kedalam sel.

23
c. NDX: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.
Tujuan: Klien akan mempertahankan integritas kulit tetap utuh dan
terhindar dari inteksi dengan kriteria:
1) Tidak ada tanda – tanda infeksi.
2) Tidak ada luka.
3) Tidak ditemukan adanya perubahan warna kulit.
Intervensi:
Tabel: 2.3
Intervensi Rasional
1. Observasi tanda-tanda 1. Kemerahan, edema, luka drainase,
infeksi cairan dari luka menunjukkan
adanya infeksi.
2. Ajarkan klien untuk 2. Mencegah cross contamination.
mencuci tangan dengan
baik, untuk
mempertahankan
kebersihan tangan pada
saat melakukan
prosedur.
3. Pertahankan kebersihan 3. Gangguan sirkulasi perifer dapat
kulit terjadi bila menempatkan pasien
pada kondisi resiko iritasi kulit.
4. Dorong klien 4. Peningkatan pengeluaran urine
mengkonsumsi diet akan mencegah statis dan
secara adekuat dan mempertahankan PH urine yang
intake cairan 3000 dapat mencegah terjadinya
ml/hari. perkembangan bakteri.
5. Antibiotik bila ada 5. Mencegah terjadinya
indikasi perkembangan bakteri.

24
d. NDX: Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/
gangguan sirkulasi
Tujuan: Klien akan menunjukkan tidak adanya tanda “inteksi, dengan
kriteria:
1) Luka sembuh
b) Tidak ada edema sekitar luka.
3) Tidak terdapat pus, luka cepat mongering.
Intervensi:
Tabel: 2.4
Intervensi Rasional
1. Kaji keadaan kulit yang 1. Mengetahui keadaan peradangan
rusak untuk membantu dalam
menanggulangi atau dapat
dilakukan pencegahan.
2. Bersihkan luka dengan 2. Mencegah terjadinya inteksi
teknik septik dan sekunder pada anggota tubuh
antiseptik yang lain.
3. Kompres luka dengan 3. Selain untuk membersihkan luka
larutan Nacl dan juga untuk mempercepat
pertumbuhan jaringan.
4. Anjurkan pada klien agar 4. Kelembaban dan kulit kotor
menjaga predisposisi sebagai predisposisi terjadinya
terjadinya lesi. lesi.
5. Pemberian obat antibiotik 5. Antibiotik untuk membunuh
kuman.

e. NDX: Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan


dengan perubahan fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan
glukosa/insulin atau karena ketidakseimbangan elektrolit.
Tujuan: Klien akan mempertahankan fungsi penglihatan.
Intervensi:

25
Tabel: 2.5
Intervensi Rasional
1. Kaji derajat dan tipe 1. Mengidentifikasi derajat
kerusakan kerusakan penglihatan.
2. Latih klien untuk membaca 2. Mempertahankan aktivitas visual
klien.
3. Orientasi klien dengan 3. Mengurangi cedera akibat
lingkungan. disorientasi
4. Gunakan alat bantu 4. Melatih aktifitas visual secara
penglihatan bertahap.
5. Panggil klien dengan 5. Menurunkan kebingungan dan
nama, orientasikan membantu untuk
kembali sesuai dengan mempertahankan kontak dengan
kebutuhannya tempat, realita.
orang dan waktu.
6. Pelihara aktivitas rutin 6. Membantu memelihara panen
tetap berhubungan dengan
realitas dan mempertahankan
orientalasi pada lingkungannya.
7. Lindungi klien dari cidera 7. Pasien mengalami disorientasi
merupakan awal kemungkinan
timbulnya cedera, terutama
macam hari dan perlu
pencegahan sesuai indikasi.

f. NDX: Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi,


perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan
kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik
Tujuan: Klien akan menunjukkan perbaikan kemampuan aktivitas
dengan kriteria:
1) mengungkapkan peningkatan energi

26
2) mampu melakukan aktivitas rutin biasanya
3) menunjukkan aktivitas yang adekuat
4) melaporkan aktivitas yang dapat dilakukan
Intervensi:
Tabel: 2.6
Intervensi Rasional
1. Diskusikan dengan klien 1. Pendidikan dapat memberikan
kebutuhan akan aktivitas motivasi untuk meningkatkan
tingkat aktivitas meskipun
pasien mungkin sangat lemah.
2. Berikan aktivitas alternatif. 2. Mencegah kelelahan yang
berlebihan.
3. Pantau tanda-tanda vital 3. Mengindikasikan tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi
secara fisiologis.
4. Diskusikan cara menghemat 4. Pasien akan dapat melakukan
kalori selama mandi, lebih banyak kegiatan dengan
berpindah tempat dan penurunan kebutuhan akan
sebagainya. energi pada setiap kegiatan.
5. Tingkatkan partisipasi 5. Meningkatkan kepercayaan diri
pasien dalam melakukan yang positif sesuai tingkat
aktivitas sehari-hari yang aktivitas yang dapat ditoleransi
dapat ditoleransi. pasien.

g. NDX: Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).


Tujuan: Klien akan menunjukkan nyeri berkurang / teratasi dengan
kriteria:
1) Klien tidak mengeluh nyeri
2) Ekspresi wajah ceria
Intervensi:

27
Tabel: 2.7
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri 1. Nyeri disebabkan oleh
penurunan perfusi jaringan atau
karena peningkatan asam laktat
sebagai akibat defisit insulin.
2. Observasi tanda-tanda vital 2. Pasien dengan nyeri biasanya
akan dimanifestasikan dengan
peningkatan vital sign terutama
perubahan denyut nadi dan
pernafasan.
3. Ajarkan klien teknik 3. Nafas dalam dapat
relaksasi meningkatkan oksigenasi
jaringan.
4. Ajarkan klien tekhnik Gate 4. Memblokir rangsangan nyeri
Control pada serabut saraf.
5. Pemberian analgetik 5. Analgetik bekerja langsung pada
reseptor nyeri dan memblokir
rangsangan nyeri sehingga
respon nyeri dapat
diminimalkan.

h. NDX: Penurunan rawat diri berhubungan dengan kelemahan


Tujuan: Klien akan mendemonstrasikan penurunan rawat diri, dengan
kriteria:
1) Kuku pendek dan bersih
2) Kebutuhan dapat dioenuhi secara bertahap
3) Mandi sendiri tanpa bantuan
Intervensi:

28
Tabel: 2.8
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan klien 1. Mengidentifikasi tingkat toleransi
dalam pemenuhan rawat aktivitas klien.
diri
2. Berikan aktivitas secara 2. Melatih tingkat kemampuan rawat
bertahap diri secara bertahap.
3. Bantu klien dalam 3. Meningkatkan rasa nyaman klien
pemenuhan kebutuhan dan memperbaiki sirkulasi ke
sehari-hari perifer.
4. Bantu klien (memotong 4. Kuku panjang dapat digunakan
kuku) untuk menggaruk

i. NDx: Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit


dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan
interprestasi
Tujuan: Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya
dengan kriteria: Mengungkapkan pemahaman tentang
penyakitnya.
Intervensi:
Tabel: 2.9
Intervensi Rasional
1. Pilih berbagai strategi 1. Penggunaan cara yang berbeda
belajar tentang mengakses informasi,
meningkatkan penerapan pada
individu yang belajar.
2. Diskusi tentang rencana 2. Kesadaran tentang pentingnya
diet kontrol diet akan membantu
pasien dalam merencanakan
makan / mentaati program, serat

29
dapat memperlambat absorbsi
glukosa yang akan menurunkan
fluktuasi kadar gula dalam darah.
3. Diskusikan tentang faktor- 3. Diskusikan faktor-faktor yang
faktor yang memegang memegang peranan dalam
peranan dalam kontrol kontrol DM yang dapat
DM menurunkan berulangnya
kejadian ketoasidosis.

4. Implementasi
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai
dengan intervensi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien
dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara
mandiri maupun kolaborasi dan rujukan.
5. Evaluasi
Merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk mencapai kemampuan
klien dan tujuan dengan melihat perkembangan klien. Evaluasi klien
diabetes mellitus dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya pada tujuan.

30

Anda mungkin juga menyukai