Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG ANGGREK


RUMAH SAKIT TINGKAT II UDAYANA

OLEH:

SAMALINA ELIZABETH MANETDE S.Kep


NIM. C1222O44

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA USADA BALI
2022
A. LAPORAN PENDAHULUAN (TINJAUAN TEORI)

1. DEFINISI

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan

herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan

atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari

kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada

metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme

lemak dan protein.

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan

hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,

lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau

penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi

kronis mikrovaskuler, dan neuropati (NANDA NIC-NOC, 2013).

2. ANATOMI FISIOLOGIS
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip

dengan kelenjar ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 – 100 gram. Letak pada

daerah umbilical, dimana kepalanya dalam lekukan duodenum dan ekornya

menyentuh kelenjar lympe, mengekskresikannya insulin dan glikogen ke darah.

a. Pankreas terdiri dari tiga bagian yaitu :

1) Kepala pankreas merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah

kanan umbilical dalam lekukan duodenum.

2) Badan pankreas merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah

lambung dan depan vertebra lumbalis pertama.

3) Ekor pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya

menyentuh lympa.

b. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :

1) Acini yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.

2) Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi

menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.

Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama yaitu

sel alfa, beta dan delta yang satu sama lain dibedakan dengan struktur

dan sifat pewarnaannya. Sel beta mengekresi insulin, sel alfa

mengekresi glukagon, dan sel-sel delta mengekresi somatostatin.

c. Fungsi pancreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu :

1) Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang

membentuk getah pancreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis

enzim dari pancreas adalah :


a) Amylase : menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa

dijadikan polisakarida dan polisakarida dijadikan sakarida

kemudian dijadikan monosakarida.

b) Tripsin : menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian

menjadi asam amino.

c) Lipase : menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam

lemak dan gliserol / gliserin.

2) Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon

dalam pulau langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebar

antara alveoli-alveoli pancreas terpisah dan tidak mempunyai saluran.

Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans

langsung diserap ke dalam kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang

membutuhkan hormon tersebut. Dua hormon penting yang dihasilkan oleh

pancreas adalah insulin dan glukagon.

1. Insulin

Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk

manusia. Insulin terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain

dihubungkan oleh ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa

darah dan asam amino yang memegang peranan penting. Perangsang

sekresi insulin adalah glukosa darah. Kadar glukosa darah adalah 80 – 90

mg/ml.
Mekanisme untuk mencapai derajat pengontrolan yang tinggi yaitu :

a. Fungsi hati sebagai sistem buffer glukosa darah yaitu meningkatkan

konsentrasinya setelah makan, sekresi insulin juga meningkat

sebanyak 2/3 glukosa yang di absorbsi dari usus dan kemudian

disimpan dalam hati dengan bentuk glikogen.

b. Sebagai sistem umpan balik maka mempertahankan glukosa darah

normal.

c. Pada hypoglikemia efek langsung glukosa darah yang rendah terhadap

hypothalamus adalah merangsang simpatis. Sebaliknya epinefrin

yang disekresikan oleh kelenjar adrenalin masih menyebabkan

pelepasan glukosa yang lebih lanjut dari hati. Juga membantu

melindungi terhadap hypoglikemia berat.

Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu :

a. Menambah kecepatan metabolisme glukosa

b. Mengurangi konsentrasi gula darah

c. Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan.

2. Glukagon

Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa

pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan

insulin. Fungsi yang terpenting adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa

dalam darah. Glukagon merupakan protein kecil mempunyai berat molekul

3842 dan terdiri dari 29 rantai asam amino.


Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah :

a. Pemecahan glikogen (glikogenolisis)

b. Peningkatan glukosa (glukogenesis)

Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa darah


mempunyai efek yang jelas berlawanan pada sekresi glukagon
dibandingkan pada sekresi insulin, yaitu penurunan glukosa darah dapat
menghasilkan sekresi glukagon, bila glukagon darah turun 70 mg/100 ml
darah pankreas mengekresi glukosa dalam jumlah yang sangat banyak yang
cepat memobilisasi glukosa dari hati. Jadi glukagon membantu melindungi
terhadap hypoglikemia.

3. ETIOLOGI
a. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya
memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap
sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :

1) Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai
kegagalan sel beta melepas insulin.
2) Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain
agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan
kehamilan.
3) Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
autoimunitas yang disertai pembentukan sel-sel antibodi antipankreatik
dan mengakibatkan kerusakan sel- sel penyekresi insulin, kemudian
peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4) Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan
jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang
terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
b. Gangren Kaki Diabetik
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik
dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen:
1) Genetik, metabolic
2) Angiopati diabetic
3) Neuropati diabetik
Faktor eksogen :
1) Trauma
2) Infeksi
3) Obat

4. MANIFESTASI KLINIS / TANDA DAN GEJALA


Gejala yang lazim terjadi pada diabetes mellitus pada tahap awal sering
ditemukan sebagai berikut :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat
sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi
osmotik diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit
sehingga klien banyak kencing
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
banyak karena poliuri, sehngga untuk mengeimbangi klien lebih banyak
minum
c. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami
starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan.
Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya
kan berada sampai pada pembuluh darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi
glukosa, maka tubuh berusaha mendapat peleburan zat dari bagian tubuh
yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar maka
tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien
dengan DM banyak makan akan tetap kurus.
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas (glukosa-sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukkan katarak.

5. PATOFISIOLOGI
a. Diabetes Melitus

Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan


dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:

1) Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang


mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200
mg/dl.
2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai
dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3) Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat


mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi
sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal
normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan
timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida,
potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul
polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan
mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta
cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan
energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan
oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi.

Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis,


penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan
memudahkan terjadinya gangren.

b. Gangren Kaki Diabetik

Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM


akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.

1) Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa
pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa
insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis
secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan
enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan
tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan
dan perubahan fungsi.

2) Teori Glikosilasi

Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi


pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin.
Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat
menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor –
faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan
timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati
merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati
perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun
motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma
tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan
motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga
merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien.
Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki.
Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar
maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada
jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat
berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri
hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut
akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat
asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (
Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD
akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor
angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau
pengobatan dari KD.
6. PATHWAY

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG / DIAGNOSTIK

Pemeriksaan Penunjang Untuk penegakan diagnosis DM tipe II yaitu


dengan pemeriksaan glukosa darah dan pemeriksaan glukosa peroral (TTGO).
Sedangkan untuk membedakan DM tipe II dan DM tipe I dengan pemeriksaan
C-peptide.

1. Pemeriksaan glukosa darah


a) Glukosa Plasma Vena Sewaktu
Pemeriksaan gula darah vena sewaktu pada pasien DM tipe II
dilakukan pada pasien DM tipe II dengan gejala klasik seprti poliuria,
polidipsia dan polifagia. Gula darah sewaktu diartikan kapanpun tanpa
memandang terakhir kali makan. Dengan pemeriksaan gula darah
sewaktu sudah dapat menegakan diagnosis DM tipe II. Apabila kadar
glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl maka penderita tersebut sudah
dapat disebut DM. Pada penderita ini tidak perlu dilakukan
pemeriksaan tes toleransi glukosa.
b) Glukosa Plasma Vena Puasa
Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita
dipuasakan 8-12 jam sebelum tes dengan menghentikan semua obat
yang digunakan, bila ada obat yang harus diberikan perlu ditulis dalam
formulir. Intepretasi pemeriksan gula darah puasa sebagai berikut :
kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, ≥126
mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan antara 110- 126 mg/dl
disebut glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Pemeriksaan gula
darah puasa lebih efektif dibandingkan dengan pemeriksaan tes
toleransi glukosa oral.
c) Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP) Tes dilakukan bila ada
kecurigaan DM.
Pasien makan makanan yang mengandung 100gr karbohidrat
sebelum puasa dan menghentikan merokok serta berolahraga.
Glukosa 2 jam Post Prandial menunjukkan DM bila kadar glukosa
darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya ≤ 140. Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi
< 200 mg/dl.
d) Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan
apabila pada pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar
140-200 mg/dl untuk memastikan diabetes atau tidak. Sesuai
kesepakatan WHO tahun 2006,tatacara tes TTGO dengan cara
melarutkan 75gram glukosa pada dewasa, dan 1,25 mg pada anak-
anak kemudian dilarutkan dalam air 250-300 ml dan dihabiskan dalam
waktu 5 menit. TTGO dilakukan minimal pasien telah berpuasa
selama minimal 8 jam. Penilaian adalah sebagai berikut: 1) Toleransi
glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl; 2) Toleransi glukosa terganggu
(TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl; dan 3)
Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus.
2. Pemeriksaan HbA1c

HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang


tersimpan dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai
dengan umur eritrosit. Kadar HbA1c bergantung dengan kadar glukosa
dalam darah, sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata kadar gula darah
selama 3 bulan. Sedangkan pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan
saat diperiksa, dan tidak menggambarkan pengendalian jangka panjang.
Pemeriksaan gula darah diperlukan untuk pengelolaaan diabetes terutama
untuk mengatasi komplikasi akibat perubahan kadar glukosa yang berubah
mendadak.

Tabel Kategori HbA1c yaitu :

HbA1c < 6.5 % Kontrol glikemik baik

HbA1c 6.5 -8 % Kontrol glikemik sedang

HbA1c > 8 % Kontrol glikemik buruk

8. PENATALAKSANAAN
a. Medis
Penatalaksanaan medis pada pasien dengan diabetes mellitus meliputi:
b. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3) Penghambat glukoneogenesis.
4) Penghambat glukosidase alfa.
c. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
d. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar
glukosa darah.
e. Keperawatanan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus
antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan
mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic, ringan.
Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan
penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik
yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin
diperlukan untuk kasus DM.

Tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus adalah


menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan
jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada
beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:

a) Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk
memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan
energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan
kadar lemak.
b) Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur
akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar
insulin.
c) Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara
mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya
secara optimal.
d) Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada
malam hari.
e) Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat
mempelajari keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes
yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu
sendiri.
f) Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan
berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas
12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada
penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi
yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%.
Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah
yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau
infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita
dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun
sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai
perawatan pasien secara total.
g) Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus.
Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi
roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang
istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta
kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan
karenamkaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga
akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri
masuk pada tempat luka.
h) Tindakan Bedah
i) Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan
pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
1) Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
2) Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.

B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS


1. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu di
data biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa. Data-data
tersebut harus yang seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam tahp berikutnya.
Misalnya meliputi nama pasien, umur, keluhan utama, dan masih banyak lainnya.
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola
mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan,
lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
Riwayat kesehatan lalu :
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung
seperti Infart miokard
Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
b. Pengkajian Pola Gordon
1. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan
tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita
DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan
mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari
2011).
2. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,
berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat
badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas
dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan
otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
5. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka,
sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
6. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati
rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan
mengalami penurunan, gangguan penglihatan.
7. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar
sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan
peran pada keluarga (self esteem).
8. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
9. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme
menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena
kanker prostat berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on
journal, Maret 2011)
10. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung
dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
11. Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan
ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
c. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi
mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan
kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita
DM mudah terjadi infeksi.
4. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
6. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.
7. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

2. DIAGNOSA KEPERWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami penyakit
diabetes militus:
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan
keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani.
b. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d kurang pengetahuan tenatang
manajemen diabetes
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah ke
perifer, proses penyakit (DM).
d. Resiko kekurangan volume cairan b.d diuresis osmotik.
e. Keletihan b.d metabolism fisik untuk produksi energi berat akibat kadar gula
darah tinggi.
f. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis luka
gengrene).
g. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan akibat hipoksia perifer.
h. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes mellitus).
i. Defisiensi pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan
pengobatan b.d kurangnya informasi
j. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
3. INTERVENSI

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Domain 2. (00179) Manajemen Nutrisi (1100)
Nutrisi Ketidakseimbangan Definisi : menyediakan dan
Kelas 1. nutrisi, kurang dari meningkatkan intake nutrisi yang
Makan kebutuhan tubuh seimbang
Ketidakseimb Setelah dilakukan Aktivitas :
angan nutrisi, asuhan keperawatan, 1. Instruksikan kepada pasien
kurang dari diharapkan nutrisi mengenai kebutuhan nutrisi
kebutuhan pasien terpenuhi. 2. Tentukan jumlah kalori dan jenis
tubuh (1004) Status Nutrisi nutrisi yang dibutuhkan oleh
(00002) 1. Asupan makanan pasien untuk memenuhi
dan cairan dari skala kebutuhan gizi
2 (banyak 3. Ciptakan lingkungan yang
menyimpang dari optimal pada saat
rentang normal) mengkonsumsi makanan
ditingkatkan menjadi 4. Monitor kalori dan asupan
skala 4 (sedikit makanan pasien
menyimpang dari 5. Monitor kecenderungan
rentang normal) terjadinya kenaikan atau
penurunan berat badan pada
(1622) Perilaku
pasien
patuh : diet yang
disarankan

1. Memilih makanan
yang sesuai dengan
diet yang ditentukan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
2. Memilih minuman
yang sesuai dengan
diet yang ditentukan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatka menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)

(1854) Pengetahuan :
diet yang sehat

1. Intake nutrisi yang


sesuai dengan
kebutuhan individu
dari skala 2
(pengetahuan
terbatas)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (pengetahuan
banyak)
2 Domain 2. (00002) Resiko Manajemen Hiperglikemi (2120)
Nutrisi ketidakstabilan kadar 1. Monitor kadar gula daraah,
Kelas 4. glukosa darah sesuai indikasi
Metabolisme 2. Monitor tanda dan gejala
Resiko Setelah dilakukan hiperglikemi: poliuria, polidipsi,
ketidakstabila asuhan keperawatan, polifagi, kelemahan, latergi,
n kadar diharapkan malaise, pandangan kabur atau
glukosa darah ketidakstabilan kadar sakit kepala.
(00179) glukosa darah normal.
(2300) Kadar glukosa 3. Monitor ketourin, sesuai
darah indikasi.
4. Brikan insulin sesuai resep
1. Glukosa darah dari
5. Dorong asupan cairan oral
skala 2 (deviasi yang
6. Batasi aktivitas ketika kadar
cukup besar dari kisaran
glukosa darah lebih dari
normal) ditingkatkan
250mg/dl, khusus jika ketourin
menjadi skala 4 (deviasi
terjadi
ringan sedang dari
7. Dorong pemantauan sendiri
kisaran normal)
kadar glukosa darah
(2111) Keparahan 8. Intruksikan pada pasien dan
Hiperglikemia keluarga mengenai manajemen
diabetes
1. Peningkatan glukosa
9. Fasilitasi kepatuhan terhadap
darah dari skala 2
diet dan regimen latihan
(berat) ditingkatkan
Pengajaran: Peresepan Diet
menjadi skala 4 (ringan)
(5614)
(1619) Manajemen 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
diri : diabetes mengenai diet yang disarankan
2. Kaji pola makan pasien saat ini
1. Memantau glukosa
dan sebelumnya, termasuk
darah dari skala 2
makanan yang di sukai
(jarang menunjukkan)
3. Ajarkan pasien membuat diary
ditingkatkan menjadi
makanan yang dikonsumsi
skala 4 (sering
4. Sediakan contoh menu makanan
menunjukkan)
yang sesuai
5. Libatkan pasien dan keluarga
3 Domain 4. (00204) Pengecekan Kulit (3590)
Aktivitas dan Ketidakefektifan 1. Gunakan alat pengkajian untuk
istirahat. perfusi jaringan perifer mengidentifikasi pasien yang
Kelas 4.
Respon Setelah dilakukan berisiko mengalami kerusakan
Kardiovaskul asuhan keperawatan, kulit.
er/ pulmonal diharapkan 2. Monitor warna dan suhu kulit
Ketidakefektif ketidakefektifan perfusi 3. Periksa pakaian yang terlalu
an perfusi jaringan perifer pasien ketat
jaringan dapat berkurang. 4. Monitor kulit dan selaput lendir
perifer (00204) (0401) Status sirkulasi terhadap area perubahan warna,
memar, dan pecah.
1. Parestesia dari skala
5. Ajarkan anggota
2 (cukup berat)
kelurga/pemberi asuhan
ditingkatkan menjadi
mengenai tanda-tanda
skala 4 (ringan)
kerusakan kulit, dengan tepat.
2. Asites dari skala 2
Manajemen Sensasi Perifer (2660)
(cukup berat)
1. Monitor sensasi tumpul atau
ditingkatkan menjadi
tajam dan panas dan dingin
skala 4 (ringan)
(yang dirasakan pasien)
(0407) Perfusi 2. Monitor adanya Parasthesia
jaringan : perifer dengan tepat
3. Intruksikan pasien dan keluarga
1. Parestsia dari skala 2
untuk memeriksa kulit setiap
(cukup berat)
harinya
ditingkatkan menjadi
4. Letakkan bantalan pada
skala 4 (ringan)
bagian tubuh yang terganggu
(0409) Koagulasi untuk melindungi area
darah tersebut
Perawatan Kaki (1660)
1. Pembentukan bekuan
1. Diskusikan dengan pasien dan
dari skala 2 (deviasi
keluarga mengenai perawatan
cukup besar dari kisaran
kaki rutin
normal) ditingkatkan
menjadi skala 4 (deviasi
ringan dari kisaran 2. Anjurkan pasien dan keluarga
normal) mengenai pentingnya perawatan
kaki
(0802) Tanda-tanda
3. Periksa kulit untuk mengetahui
vital
adanya iritasi, retak, lesi, dll
1. Suhu tubuh dari skala 4. Keringkan pada sela-sela jari
2 (deviasi cukup besar dengan seksama
dari kisaran normal)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (deviasi ringan
dari kisaran normal)
4 Domain 4. (00093) Keletihan Manajemen Energi (0180)
Aktifitas/ 1. Kaji status fisiologis pasien yang
Istirahat Setelah dilakukan menyebabkan kelelahan
Kelas 3. asuhan keperawatan, 2. Anjurkan pasien mengungkapkan
Keseimbanga diharapkan keletihan perasaan secaraverbal mengenai
n Energi. pada pasien dapat keterbatasan yang dialami
Keletihan dikurangi. 3. Tentukan persepsi pasien/orang
(00093) (0002) Konservasi terdekat dengan pasien mengenai
energi penyebab kelelahan
4. Pilih intervensi untuk mengurangi
1. Mempertahankan
kelelahan baik secara
intake nutrisi yang
farmakologis maupun
cukup dari skala 2
nonfarmakologis
(jarang menunjukkan)
Manajemen Nutrisi (1100)
ditingkatkan menjadi
1. Tentukan status gizi pasien dan
skala 4 (sering
kemampuan pasien untuk
menunjukkan)
memenuhi kebutuhan gizi
(0005) Toleransi 2. Intruksikan pasien mengenai
terhadap aktivitas kebutuhan nutrisi
3. Atur diet yang diperlukan
1. Kekuatan tubuh 4. Anjurkan pasien mengenai
bagian atas dari skala 2 modifikasi diet yang diperlukan
(banyak terganggu) 5. Anjurkan pasien terkait dengan
ditingkatkan menjadi kebutuhan diet untuk kondisi
skala 4 (sedikit sakit.
terganggu)

2. Kekuatan tubuh
bagian bawah dari skala
2 (banyak terganggu)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sedikit
terganggu)

(0007) Tingkat
kelelahan

1. Kelelahan dari skala 2


(cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)

2. Kehilangan selera
makan dari skala 2
(cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)

(0008) Keletihan : efek


yang menganggu

1. Penurunan energi
dari skala 2 (cukup
besar) ditingkatkan
menjadi skala 4
(ringan)
2. Perubahan status
nutrisi dari skala 2
(cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)
5 Domain 11. (00044) Kerusakan Pengecekan kulit (3590)
Keamanan/ integritas jaringan 1. Gunakan alat pengkajian untuk
Perlindungan Setelah dilakukan mengidentifikasi pasien yang
Kelas 2. asuhan keperawatan, berisiko mengalami kerusakan
Cidera Fisik diharapkan kerusakan kulit.
(lanjutan) integritas jaringan dapat 2. Monitor warna dan suhu kulit
Kerusakan berkurang. 3. Periksa pakaian yang terlalu
integritas (0401) Status sirkulasi ketat
jaringan 4. Monitor kulit dan selaput lendir
1. Kekuatan nadi dorsal
(000444) terhadap area perubahan warna,
pedis kanan dari skala 2
memar, dan pecah.
(deviasi cukup besar
5. Ajarkan anggota
dari kisaran normal)
kelurga/pemberi asuhan
ditingkatkan menjadi
mengenai tanda-tanda
skala 4 (deviasi ringan
kerusakan kulit, dengan tepat.
dari kisaran normal)

2. Kekuatan nadi dorsal


pedis kiri dari skala 2
(deviasi cukup besar
dari kisaran normal)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (deviasi ringan
dari kisaran normal)
(0407) Perfusi
jaringan : perifer

1. Pengisian kapiler jari


dari skala 2 (deviasi
yang cukup besar dari
kisaran normal)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (deviasi ringan
dari kisaran normal)

2. Pengisian kapiler jari-


jari kaki dari skala 2
(deviasi yang cukup
besar dari kisaran
normal) ditingkatkan
menjadi skala 4 (deviasi
ringan dari kisaran
normal)

(1101) Integritas
jaringan : kulit dan
membran mukosa

1. Perfusi jaringan dari


skala 2 (banyak
terganggu) ditingkatkan
menjadi skala 4 (sedikit
terganggu)

2. Integritas kulit dari


skala 2 (banyak
terganggu) ditingkatkan
menjadi skala 4 (sedikit
terganggu)

(1102) Penyembuhan
luka : primer

1. Memperkirakan
kondisi tepi luka dari
skala 2 (terbatas)
dotingkatkan menajdi
skala 4 (besar)

6. Domain 12. (00132) Nyeri akut Manajemen Nyeri (1400)


Kenyamanan Definisi : Pengurangan atau reduksi
Kelas 1. Setelah dilakukan nyeri sampai pada tingkat
Kenyamanan asuhan keperawatan, kenyamanan yang dapat diterima
Fisik diharapkan nyeri akut oleh pasien.
Nyeri Akut pada pasien berkurang. Aktivitas :
(00132) (1605) Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif terhadap pasien
1. Mengenali kapan
2. Observasi adanya petunjuk
nyeri terjadi dari skala 2
nonverbal mengenai
(jarang menunjukkan)
ketidakanyamanan
ditingkatkan menjadi
3. Gali pengetahuan dan
skala 4 (sering
kepercayaan pasien mengenai
menunjukkan)
nyeri
2. Menggambarkan 4. Evaluasi pengalaman nyeri
faktor penyebab dari pasien di masa lalu yang
skala 2 (jarang meliputi riwayat nyeri kronik
menunjukkan) pasien ataupun keluarga
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering 5. Tentukan kebutuhan frekuensi
menunjukkan) untuk melakukan pengkajian
ketidaknyamanan pasien
(3016) Kepuasan
6. Kurangi faktor yang dapat
klien : Manajemen
meningkatkan nyeri pada pasien
nyeri
7. Gunakan tindakan pengontrol
1. Nyeri terkontrol dari nyeri sebelum nyeri pada pasien
skala 2 (agak puas ) bertambah berat
ditingkatkan menjadi 8. Dukung pasien untuk istirahat
skala 4 (sangat puas ) atau tidur untuk menurunkan
rasa nyeri
2. Tingkat nyeri
dipantau secara reguler
dari skala 2 (agak puas )
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sangat puas )
7 Domain 11. (00004) Resiko infeksi Kontrol Infeksi (6540)
Keamanan/ Definisi: Meminimalkan Infeksi
Perlindungan Setelah dilakukan 1. Ganti peralatan perawatan per
Kelas 1. asuhan keperawatan, pasien sesuai protokol institusi
Infeksi diharapkan tidak terjadi 2. Anjurkan pasien mengenai
Resiko infeksi infeksi pada pasien. teknik mencuci tangan dengan
(00004) (1908) Deteksi risiko tepat
3. Pastikan penanganan aseptik dari
1. Mengenali tanda dan
semua saluran IV
gejala yang
Perlindungan Infeksi (6550)
mengindikasikan risiki
Definisi: Pencegahan dan deteksi
dari skala 2 (jarang
dini infeksi pada pasien beresiko
mnunjukkan)
1. Monitor kerentanan terhadap
ditingkatkan menjadi
infeksi
skala 4 (sering 2. Berikan perawatan klit yang
menunjukkan) tepat Periksa kulit dan selaput
lendir untuk adanya kemerahan,
2. Memonitor
kehangatan ektrim, atau drainase
perubahan status
3. Ajarkan pasien dan keluarga
kesehatan skala 2
bagaimana cara menghindari
(jarang mnunjukkan)
infeksi
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)

(1902) Kontrol risiko

1. Mengidentifikasi
faktor risiko dari skala 2
(jarang mnunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)

2. Mengenali faktor
risiki skala 2 (jarang
mnunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
8 Domain 5. (00126) Defisiensi Fasilitasi Pembelajaran (5520)
Persepsi/ pengetahuan 1. Tekankan pentingnya mengikuti
Kognisi evaluasi medik, dan kaji ulang
Setelah dilakukan
Kelas 4. gejala yang memerlukan
asuhan keperawatan,
Defisiensi pelaporan segera ke dokter
diharapkan pengetahuan
pengetahuan 2. Diskusikam tanda/gejala DM,
pasien mengenai
(00124) contoh polidipsia, poliuria,
diabetes mellitus tipe 2 kelemahan, penurunan berat
bertambah. badan
(1820) Pengetahuan : 3. Gunakan bahasa yang umum
manajemen diabetes digunakan
4. Berikan informasi yang sesuai
1. Pencegahan
dengan lokus kontrol pasien
hiperglikemia dari skala
5. Berikan informasi sesuai tingkat
2 (pengetahuan terbatas)
perkembangan pasien
ditingkatkan menjadi
Modifikasi Perilaku (4360)
skala 4 (pengetahuan
1. Tentukan motivasi pasien
banyak)
untuk perubahan perilaku
2. Prosedur yang harus 2. Bantu pasien untuk
diikuti dalam mengobati mengidentifikasi kekuatan
hoperglikemia dari 3. Dukung untuk mengganti
skala 2 (pengetahuan kebiasaan yang tidak
terbatas) ditingkatkan diinginkan dengan kebiasaan
menjadi skala 4 yang diinginkan
(pengetahuan banyak) 4. Tawarkan penguatan yang
positif dalam pembuatan
(1621) Perilaku patuh :
keputusan mandiri pasien
diet yang sehat

1. Mencari informasi
tenyang panduan nutrisi
baku dari skala 2 (jarang
dilakukan) ditingkatkan
menjadi skala 4 (sering
dilakukan)

(1622) Perilaku patuh :


diet yang disarankan
1. Menggunakan
informasi gizi pada label
untuk menentukan
pilihan dari skala 2
(jarang menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)

2. Mengikuti
rekomendasi untuk
jumlah makanan per
hari dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)

(1632) Perilaku patuh :


aktivitas yang
disarankan

1. Membahas aktivitas
rekomendasi dengan
profesional kesehatan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
9 Domain 9. (00146) Ansietas Pengurangan kecemasan (5820)
Koping/ Definisi: Mengurangi tekanan,
Toleransi Setelah dilakukan ketakutan, firasat, maupun
Stress asuhan keperawatan, ketidaknyamanan terkait dengan
Kelas 2. diharapkan ansietas sumber-sumber bahaya yang tidak
Respon pasien berkurang. teridentifikasi
Koping (1211) Tingkat Akivitas:
Ansietas kecemasan 1. Gunakan pendekatan yang
(00146) tenang dan menyakinkan
1. Tidak dapat
2. Nyatakan dengan jelas harapan
beristirahat dari skala 2
terhadap perilaku klien
(cukup berat)
3. Pahami situasi krisis yang
ditingkatkan menjadi
terjadi dari perspektif klien
skala 4 (ringan)
4. Berikan informasi faktual tekait
2. Perasaan gelisah dari diagnosa, perawatan dan
skala 2 (cukup berat) prognosis
ditingkatkan menjadi 5. Berada disisi klien untuk
skala 4 (ringan) meningkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan
3. Gangguan tidur dari
6. Dorong keluarga untuk
skala 2 (cukup berat)
mendampingi klien dengan cara
ditingkatkan menjadi
yang tepat
skala 4 (ringan)
7. Berikan objek yang
(0907) Memproses menunjukkan perasaan aman
informasi 8. Puji/kuatkan perilaku yang baik
secara tepat
1. Menunjukkan proses
9. Identifikasi saat terjadinya
pikir yang terorganisir
perubahan tingkat kecemasan
dari skala 2 (banyak
10. Bantu klien mengidentifikasi
terganggu) ditingkatkan
situasi yang memicu kecemasan
menjadi skala 4 (sedikit 11. Dukung penggunaan mekanisme
terganggu) koping yang sesuai
12. Pertimbangkan kemampuan
(3009) Kepuasan
klien dalam mengambil
klien : perawatan
keputusan
psikologis
13. Intruksikan klien untuk
1. Informasi di berikan menggunakan teknik relaksasi
tentang perjalanan 14. Kaji untuk tanda verbal dan non
penyakit dari skala 2 verbal kecemasan
(agak puas) Peningkatan koping (5230)
ditingkatkan menjadi Definisi : Fasilitasi usaha kognitif
skala 4 (sangat puas) untuk meneglola stressor yang
dirasakan, perubahan, atu ancaman
2. Informasi di berikan
yang mengganggu dalam rangka
mengenai respon
memenuhi kebutuhan hidup dan
emosional yang biasa
peran
terhadap penyakit dari
Aktivitas:
skala 2 (agak puas)
1. Bantu pasien dalam memecah
ditingkatkan menjadi
tujuan kompleks menjadi lebih
skala 4 (sangat puas)
kecil, dan langkah yang dapat
dikelola
2. Dukung sikap pasien terkait
dengan harapan yang realistis
sebagai upaya untuk mengatasi
perasaan ketidakberdayaan
3. Cari jalan untuk memahami
prespektif pasien terhadap situasi
4. Kenali latar belakang
budaya/spiritual pasien
5. Dukung pasien untuk
mengklarifikasi kesalahpahaman
4. EVALUASI
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Dalam evaluasi
keperawatan menggunakan SOAP atau data subjektif, objektif, analisa dan planning
kedepannya. Jika masalah sudah teratasi intervensi tersebut dapat dihentikan, apabila
belum teratasi perlu dilakukan pembuatan planning kembali untuk mengatasi masalah
tersebut.
Evaluasi Keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah
sebagai berikut :
a. Kondisi tubuh pasien stabil, tidak terjadi gangrene, tidak terjadi nyeri
b. Turgor kulit normal, tidak terjadi lesi atau integritas jaringan
c. Tanda-tanda vital normal
d. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak
ada tanda-tanda malnutrisi.
e. Cairan dan elektrolit pasien diabetes normal.
f. Infeksi dan komplikasi tidak terjadi
g. Rasa lelah atau keletihan berkurang/penurunan rasa lelah
h. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi nya yang menderita
diabetes melitus, efek prosedur dan proses pengobatan.

Evaluasi ini merupakan evaluasi terhadap pasien dengan diabetes mellitus


dan apabila dari poin satu sampai dengan poin 8 tersebut sudah tercapai oleh
seorang pasien, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut sudah sehat dan
dapat meninggalkan rumah sakit. Tetapi pasien tetap harus memperhatikan kadar
gulu dalam darahnya, dengan cara makan makanan yang sehat, bergizi dan rendah
gula.
DAFTAR PUSTAKA

Adi, Soebagijo Soelistijo. 2015. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes


Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2015. Jakarta: PB. Perkeni

Ed. Herman T.H., & Komitsuru. S. 2014. Nanda Internasional Nursing Diagnosis,
Definition and Clasification 2015-2017. EGC. Jakarta.

Noor, Restyana Fatimah. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Volume 4 Nomor 5, Februari
2015.

Anda mungkin juga menyukai