Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIABETES MILITUS

Oleh :

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA USADA BALI
2021
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau
gangguan metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi urin, kerja insulin, atau kedua – duanya
(American Diabetes Association, 2017).
Diabetes mellitus klinis adalah sindroma gangguan
metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai
akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas
biologis dari insulin atau keduanya (Margareth dalam Varena, 2019).
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik sistemik yang
mempengaruhi pengaturan glukosa tubuh (Tjok & Made, 2020).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes
mellitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh
ketidakstabilan pankrean memproduksi insulin sehingga
mengakibatkan meningkatan glukosa dalam darah.

B. ANATOMI FISIOLOGI

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya


sangat mirip dengan kelenjar ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 –
100 gram. Letak pada daerah umbilical, dimana kepalanya dalam
lekukan duodenum dan ekornya menyentuh kelenjar lympe,
mengekskresikannya insulin dan glikogen ke darah. Pankreas terdiri
dari :
a. Kepala pankreas merupakan bahagian paling besar terletak di
sebelah kanan umbilical dalam lekukan duodenum.
b. Badan pankreas merupakan bagian utama organ itu letaknya
sebelah lambung dan depan vertebra lumbalis pertama.
c. Ekor pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang
sebenarnya menyentuh lympa.
Pankreas terdiri dari jaringan :
1) Acini yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.
2) Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar,
tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama
yaitu sel alfa, beta dan delta yang satu sama lain dibedakan
dengan struktur dan sifat pewarnaannya. Sel beta mengekresi
insulin, sel alfa mengekresi glukagon, dan sel-sel delta
mengekresi somatostatin.
Fungsi pankreas :
a. Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang
membentuk getah pankreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-
jenis enzim dari pankreas adalah :
1) Amylase ; menguraikan tepung menjadi maltosa atau
maltosa dijadikan polisakarida dan polisakarida
dijadikan sakarida kemudian dijadikan monosakarida.
2) Tripsin ; menganalisa pepton menjadi polipeptida
kemudian menjadi asam amino.
3) Lipase ; menguraikan lemak yang sudah diemulsi
menjadi asam lemak dan gliserol gliserin.
b. Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk
hormon dalam pulau langerhans yaitu kelompok pulau-pulau
kecil yang tersebar antara alveoli-alveoli pancreas terpisah dan
tidak mempunyai saluran. Dua hormon yang dihasilkan
pankreas adalah :
1) Insulin
Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808
untuk manusia. Insulin terdiri dari dua rantai asam amino,
satu sama lain dihubungkan oleh ikatan disulfide. Sekresi
insulin diatur oleh glukosa darah dan asam amino yang
memegang peranan penting. Perangsang sekresi insulin
adalah glukosa darah. Kadar glukosa darah adalah 80 –
90 mg/ml. Adapun efek utama insulin terhadap
metabolisme karbohidrat, yaitu :
a) Menambah kecepatan metabolisme glukosa
b) Mengurangi konsentrasi gula darah
c) Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan.
2) Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-
sel alfa pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi yang
berlawanan dengan insulin. Fungsi yang terpenting adalah :
meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah. Glukagon
merupakan protein kecil mempunyai berat molekul 3842
dan terdiri dari 29 rantai asam amino. Dua efek glukagon
pada metabolisme glukosa darah :
a) Pemecahan glikogen (glikogenolisis)
b) Peningkatan glukosa (glukogenesis)
Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa darah
mempunyai efek yang jelas berlawanan pada sekresi glukagon
dibandingkan pada sekresi insulin, yaitu penurunan glukosa darah
dapat menghasilkan sekresi glukagon, bila glukagon darah turun 70
mg/100 ml darah pancreas mengekresi glukosa dalam jumlah yang
sangat banyak yang cepat memobilisasi glukosa dari hati. Jadi
glukagon membantu melindungi terhadap hypoglikemia.

C. ETIOLOGI/ PREDISPOSISI
Etiologi diabetes mellitus menurut Margareth (dalam Varena, 2019)
yaitu:
a. Diabetes mellitus tergantung insulin (DM tipe I)
a. Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi
diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini
ditentukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi oleh proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana
antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta
pancreas sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan
bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destruksi sel beta
pankreas. Faktor lingkungan diyakini memicu
perkembangan DM tipe I. Pemicu tersebut dapat berupa
infeksi virus (campak, rubela, atau koksakievirus B4)
atau bahkan kimia beracun, misalnya yang dijumpai di
daging asap dan awetan. Akibat pajanan terhadap virus
atau bahan kimia, respon autoimun tidak normal terjadi
ketika antibody merespon sel beta islet normal seakan-
akan zat asing sehingga akan menghancurkannya
(Priscilla LeMone, dkk, 2016).
b. Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DM tipe II)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum
diketahui, faktor genetik diperkirakan memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin. Resistensi ini
ditingkatkan oleh kegemukan, tidak beraktivitas, penyakit,
obat-obatan dan pertambahan usia. Pada kegemukan, insulin
mengalami penurunan kemampuan untuk mempengaruhi
absorpsi dan metabolisme glukosa oleh hati, otot rangka, dan
jaringan adiposa. DM tipe II yang baru didiagnosis sudah
mengalami komplikasi.
Menurut Priscilla LeMone, dkk, 2016 adapun faktor-
faktor resikoDM tipe II yaitu:
a. Riwayat DM pada orang tua dan saudara kandung.
Meski tidak ada kaitan HLA yang terindentifikasi, anak
dari penyandang DM tipe II memiliki peningkatan
resiko dua hingga empat kali menyandang DM tipe II
dan 30% resiko mengalami intoleransi aktivitas
(ketidakmampuan memetabolisme karbihodrat secara
normal).
b. Kegemukan, didefinisikan kelebihan berat badan
minimal 20% lebih dari berat badan yang diharapkan
atau memiliki indeks massa tubuh (IMT) minimal 27
kg/m. Kegemukan, khususnya viseral (lemak abdomen)
dikaitkan dengan peningkatan resistensi insulin.
c. Tidak ada aktivitas fisik.
d. Ras/etnis.
e. Pada wanita, riwayat DM gestasional, sindrom ovarium
polikistik atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari
4,5 kg.
f. Hipertensi (≥ 130/85 pada dewasa), kolesterol HDL ≥
35 mg/dl dan atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dl.

D. KLASIFIKASI
Berdasarkan klasifikasi WHO dibagi menjadi beberapa tipe yaitu :
a. Diabetes Mellitus type insulin, Insulin Dependen Diabetes
Mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil
Onset Diabetes (JOD), penderita tergantung pada pemberian
insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan
mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia
muda dapat disebabkan karena keturunan.
b. Diabetes Mellitus type II, Non Insulin Dependen Diabetes
Mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity
Onset Diabetes (MOD) terbagi dua yaitu :
1) Non obesitas
2) Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta
pancreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan
perifer. Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun)
atau anak dengan obesitas.
c. Diabetes tipe lain
1) Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pancreas,
kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan
reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain.
2) Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia
diantaranya furasemid, thyasida diuretic glukortikoid,
dilanting dan asam hidotinik.
3) Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi
glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam
NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi
hormon pertumbuhan dan hormon chorionik
somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk
mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.

E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi diabetes mellitus (Brunner & Suddarth, 2013)
a. DM tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas
menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pankreas
telah dihancurkan dengan proses autoimun. Hiperglikemia
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah
dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsenterasi glukosa dalam darah cukup tinggi,
ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosaria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, klien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga menganggu metabolisme protein
dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Klien
dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat
menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelemahan dan kelelahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenelisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukosaneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam
amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produksi samping pemecahan
lemak.
b. DM tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan
insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka
kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri
khas diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin yang
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi
pada diabetes tipe II.
F. PATHWAY
Reaksi autoimun Obesitas, usia, genetik

DM Tipe I DM Tipe II

Sel beta pankreas hancur Sel beta pankreas rusak

Defisiensi insulin

Anabolisme proses Liposis meningkat Penurunan pemakaian glukosa

Kerusakan pada antibodi Gliserol asam lemak bebas Hiperglikemia

Kekebalan tubuh
Ateroklerosis Katogenesis Poliphagi Viskolita darah

Neuropati sensori perifer Ketonuria Polidipsi Aliran darah melambat


Makro Mikro
veskuler vaskuler
Klien merasa sakit Ketoasidosis Poliurea Iskemik jaringan
pada luka
j Jantung serebral Ginjal
Nyeri abdomen Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan
Ketidakefektifan Gula Darah
Miokard infark Neuropati Perifer
Nyeri Akut

Nekrosis luka

Ganggren

Aktivitas terganggu
Kerusakan
integritas kulit
Intoleransi aktivitas
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG/ DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis
dan memantau DM mencakup glukosa darah puasa, pemeriksaan
toleransi glukosa oral, dan hemoglobin terglikolisasi. Pemeriksaan
albumin dalam urine digunakan untuk mendeteksi awitan awal
kerusakan ginjal (Efendi et al., 2021)
a. Pemantauan glukosa darah
Penyandang DM harus dipantau kondisinya setiap hari dengan
memeriksa kadar glukosa darah. Tersedia dua tipe
pemeriksaan. Tipe pertama, yang digunakan jauh sebelum
adanya alat yang dapat mengukur glukosa darah secara
langsung, adalah pemeriksaan glukosa dan keton dalam urine.
b. Pemeriksaan keton dan glukosa dalam urine
Pada keadaan sehat, glukosa tidak terdapat dalam urine karena
insulin mempertahankan glukosa serum di bawah ambang
batas ginjal 180 mh/dl. Pemeriksaan urine direkomendasikan
untuk memantau hiperglikemia dan ketoasidosis pada
penyandang DM tipe I yang mengalami hiperglikemia yang
tidak dapat dijelaskan selama sakit atau hamil. Keton dapat di
deteksi lewat pemeriksaan urine dan mencermikan adanya
DKA.
c. Pemantauan mandiri glukosa darah
Pemantauan mandiri glukosa darah (self monitoring of blood
glucose, SMBG) memungkinkan penyandang DM untuk
memantau dan mencapai kontrol metabolik. SMBG
direkomendasikan tiga kali atau lebih per hari bagi pasien DM
tipe I yang menggunakan injeksi insulin multiple atau terapi
pompa insulin. Pemantauan oleh pasien DM tipe II tidak
menggunakan insulin harus cukup untuk membantu mereka
mencapai tujuan glukosa.
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi
terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik
pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal
(euglikemia), tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada
pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM
yaitu:
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita.
b. Mengarahkan pada berat badan normal.
c. Menormalkan pertumbuhan DM dewasa muda.
d. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati
diabetik.
e. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan
penderita.
Prinsip diet DM adalah:
a. Jumlah sesuai kebutuhan.
b. Jadwal diet ketat.
c. Jenis: boleh dimakan/tidak.
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita
DM adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake),
apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan,
berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor
insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan
reseptornya
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi
dan sore.
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply
oksigen..
d. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam
darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih
baik.
c. Penyuluhan Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit
(PKMPS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan
kepada penderita DM melalui bermacam-macam atau media
misalnya leaflet, poster, TV, kaset, video, diskusi kelompok,
dan sebagainya.
d. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
a) Kerja OAD tingkat preseptor:
pankreatik, ekstra pankreas.
b) Kerja OAD tingkat reseptor.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik,
tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektifitas insulin, yaitu:
a) Biguanida pada tingkat prereseptor
ekstra pankreatik
 Menghambat absorpsi
karbohidrat.
 Menghambat glukoneogenesis di
hati.
 Meningkatkan afinitas pada
reseptor insulin.
b) Biguanida pada tingkat reseptor:
meningkatkan jumlah reseptor insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor:
mempunyai efek
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
DM tipe I, DM tipe II yang pada saat tertentu
tidak dapat dirawat dengan OAD, DM
kehamilan, DM dan gangguan faal hati yang
berat, DM dan infeksi akut (selulitis, gangren),
DM dan TBC paru akut, DM dan koma lain
pada DM, DM operasi, DM patah tulang, DM
dan underweight, dan DM dan penyakit graves.
e. Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pankreas segmen dari donor
hidup saudara kembar identik. (Simamora, 2020)

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin Diabetes
Mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi :
biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat
kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal
yang perlu dikaji pada klien degan Diabetes Mellitus :
a. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
koma.
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri,
kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit
kering, merah, dan bola mata cekung.
c. Eliminasi
Poliuri, nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan
pucat.
d. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
e. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah
otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun
dan terjadi impoten pada pria.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
iskemik jaringan
c. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik
d. Kerusakan itegritas kulit berhubungan dengan nekrosis luka
e. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnose Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan ASKEP selama 3 1. Manajemen sensasi 1. Manajemen
perfusi jaringan X 24jam diharapkan kondisi pasien perifer sensasi perifer
perifer mulai membaik dengan criteria hasil a. Monitor adanya a. Agar
berhubungan : parasthesia dengan tepat mengetahui ada
dengan iskemik 1. Perfusi jaringan (mis. Mati rasa, tingling, atau tidaknya
jaringan a. Edema perifer hiperthesia, hipothesia parasthesia
dipertahankan pada skala dan tingkat nyeri) b. Agar
3 ( sedang) ditingkatkan b. Dorong pasien untuk mengetahui
keskala 5 (tidak ada) menggunakan bagian bagian tubuh
b. Muka pucat tubuh yang tidak mana yang tidak
dipertahankan pada skala terganggu dalam rangka terganggu
3 (sedang) ditingkatkan mengetahui tempat dan c. Agar perawat
keskala 5 (tidak ada) permukaan suatu benda mengetahui ada
2. Tanda-tanda vital c. Instruksikan pasien dan atau tidaknya
a. Denyut jantung apical keluarga untuk kelainan pada
dipertahankan pada skala memeriksa adanya kulit.
3 ( deviasi sedang dari kerusakan kulit setiap 2. Manajemen
kisaran normal) harinya elektrolit/cairan
ditingkatkan keskala 5 2. Manajemen a. Supaya
(tidak ada deviasi dari elektrolit/cairan mengetahui
kisaran normal) a. Monitor perubahan adanya
b. Tekanan darah sistolik status paru dan kelebihan cairan
dipertahankan pada skala jantung yang atau tidak
3 ( deviasi sedang dari menunjukan b. Agar
kisaran normal) kelebihan cairan atau mengetahui
ditingkatkan keskala 5 dehidrasi keadaan umum
(tidak ada deviasi dari b. Monitor ttv yang pasien
kisaran normal) sesuai c. Supaya
c. Tekanan darah diastolic c. Pantau adanya gejala mengetahui ada
dipertahankan pada skala overhidrasi yang atau tidaknya
3 ( deviasi sedang dari memburuk atau overhidrasi
kisaran normal) dehidrasi
ditingkatkan keskala 5
(tidak ada deviasi dari
kisaran normal)
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan askep selama 3 x 1. Manajemen nyeri 1. Nyeri
berhubungan 24 jam diharapkan nyeri pasien a. Lakukan pengkajian merupakan
dengan agen dapat teratasi dengan kriteria hasil: nyeri komprehensif pengalaman
cedera fisik 1. Kontrol Nyeri yang meliputi lokasi, subyektif dan
a. Mengenali kapan nyeri karakteristik, harus
terjadi dipertahankan onset/durasi, dijelaskan
pada skala 2 (jarang frekuensi, kualitas, oleh pasien.
menunjukan) intensitas atau Identifikasi
ditingkatkan pada skala beratnya nyeri karakteristik
4 (sering menunjukan) b. Berikan informasi nyeridan
b. Menggambarkan faktor mengenai nyeri, faktor yang
penyebab dipertahankan seperti penyebab berhubungan
pada skala 2 (jarang nyeri, berapa lama merupakan
menunjukkan) nyeri akan suatu hal yang
ditingkatkan pada skala dirasakan, dan amat penting
4 (sering menunjukkan) antisipasi dari untuk memilih
c. Menggunakan ketidaknyamanan intervensiyang
pengurangan nyeri tanpa akibat prosedur. cocok dan
analgesic dipertahankan c. Ajarkan prinsip- untuk
pada skala 3 (kadang – prinsip manajemen mengevaluasi
kadang menunjukan) nyeri. keefektifan
ditingkatkan ke skala 5 d. Pertimbangakan tipe dari terapi
(secara konsisten dan sumber nyeri yang diberikan
menunjukan) ketika memilih 2. Informasi
2. Tingkat Nyeri strategi penurunan yang benar
a. Mengernyit nyeri. dapat
dipertahankan pada e. Ajarkan penggunaan menurunkan
skala 3 (sedang) teknik non kecemasan
ditingkatkan ke skala 5 farmakologi dimana
(tidak ada) f. Kolaborasi dengan kecemasan
b. Berkeringat berlebihan pasien, orang merupakan
dipertahankan pada terdekat dan tim salah satu
skala 3 (sedang) kesehatan lainnya faktor nyeri
ditingkatkan ke skala 5 untuk memilih dan 3. Strategi
(tidak ada) mengimplementasik penurunan
an tindakan penurun nyeri yang
nyeri tepat dapat
nonfarmakologi, meminimalkan
sesuai kebutuhan nyeri
4. Tehnik non
farmakologi
seperti tehnik
nafas dalam
dapat
meredakan
nyeri
3. Kerusakan Setelah dilakukan asuhan 1. Pengecekan kulit a. Perubahan warna
itegritas kulit keperawatan selama 3 X 24 jam a. Amati warna, yang terjadi pada
berhubungan diharapkan tidak terjadi kerusakan kehangatan, bengkak, kulit dapat
dengan nekrosis itegritas kulit. Noc label : pulasi, tekstur, edema, diindetifikasi
luka 1. Integritas jaringan : kulit & dan ulserasi pada sebagai tanda
membran mukosa ekstremitas kerusakan kulit
a. Integritas kulit dipertahankan b. Monitor kulit adanya b. Ruam dan lecet
pada skala 4 (sedikit ruam dan lecet yang tidak
terganggu) ditingkatkan ke c. Monitor kulit adanya ditangani dengan
skala 5 (tidak terganggu) kekeringan yang tepat akan
b. Tekstur dipertahankan pada berlebihan dan mengakibatan
skala 4 (sedikit terganggu) kelembaban kerusakan
ditingkatkan ke skala 5 (tidak d. Monitor infeksi, integritas kulit
terganggu) terutama di daerah c. Untuk mengetahui
c. Ketebalan dipertahankan edema adanya kekeringan
pada skala 4 (sedikit e. Lakukan langkah – dan
terganggu) ditingkatkan ke langkah untuk kelembambaban
skala 5 (tidak terganggu) mencegah kerusakan yang berlebihan
lebih lanjut (misalnya d. Terjadinya infeksi
melapisi kasur, yang tidak
menjadwalkan ditangani dapat
reposisi) mempeburuk
f. Ajarkan anggota integritas kulit
keluarga/pemberi e. Agar tidak terjadi
asuhan mengenai kerusakan lebih
tanda – tanda lanjut
kerusakan kulit f. Agar keluarga
dengan tepat mengetahui tanda
– tanda kerusakan
kulit.
4. Intoleransi Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Energi 1. Pertambahan usia
Aktivitas keperawatan selama 3x24 jam a. Kaji status fisiologis dapat
berhubungan intoleran aktivitaspasien dapat pasien yang mengakibatkan
dengan berkurang dengan kriteria hasil: menyebabkan kemunduran sel –
imobilitas 1. Daya Tahan kelelahan sesuai sel dalam tubuh
a. Melakukan aktivitas dengan konteks usia 2. Pengungkapan
rutin pasien dipertahan dan perkembangan secara verbal
kan pada skala 1 atau b. Anjurkan pasien dapat membatu
sangat terganggu mengungkapkan perawat memilih
ditingkatkan ke skala 5 perasaan secara intervensi
atau tidak terganggu verbal mengenai 3. Aktivitas yang
b. Aktivitas fisik pasien keterbatasan yang ringan dapat
dipertahan kan pada dialami memperbaiki
skala 1 atau sangat c. Anjurkan pasien system dalam
terganggu ditingkatkan memilih aktivitas- tubuh
ke skala 5 atau tidak ktivitas yang 4. Relaksasi penting
terganggu membangun agar otot tidak
c. Kelelahan passion ketahanan tegang
dioertahankan pada d. Berikan kegiatan 5. ROM dapat
skala 1 atau berat pengalihan yang memperbaiki
ditingkatkan ke skala 5 menenangkan untuk sirkulasi
atau tidak ada meningkatkan
relaksasi
e. Lakukan ROM aktif/
pasif untuk
menghilangkan
ketegangan otot
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan
yang dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk
membantu pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta
masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun
dalam rencana keperawatan (Nursalam, 2011).

E. EVALUASI
Menurut Nursalam (2011), evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis
yaitu:
a. Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut evaluasi berjalan dimana evaluai dikatakan
sampai dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi sumatif
Merupakan evaluasi akhir dimana metode evaluasi ini
menggunakan SOAP
S (Subjective) : informasi berupa ungkapan yang didapat
dari klien setelah
tindakan diberikan.
O (Objective) : informasi yang di dapat berupa hasil
pengamatan penilaian, pengukuran yang
dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
A (Analysis) : membandingkan antara informasi
subjective dan objective dengan tujuan dan
kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi,teratasi
sebagian, atau tidak teratasi.
P ( Planing) : rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analisa.
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, P., Heriyanto, H., & Busto, B. (2021). MELITUS TERHADAP STATUS
NUTRISI PADA PENDERITA DIABETES Penatalaksanaan Diabetes Melitus
terhadap. Jurnal Ilmiah Umum Dan Kesehatan, 6(1), 15–21.
Infodatin. 2014. Situasi Diabetes Melitus di Indonesia Tahun 2013. Jakarta Selatan:
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI
Gloria M. Bulechek, (et al).2013. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th
Edition. Missouri: Mosby Elsevier
LeMone, Priscilla, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Intergumen, Gangguan Endokrin, dan Gangguan Gastrointestinal Vol 2 Edisi 5.
Terjemahan oleh, Bhetsy Angelina, et al. 2015. Jakarta: EGC.
Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition.
Missouri: Mosby Elsevier
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi
2012-2014/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan
Nike Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Barrah Bariid, Monica
Ester, Dan Wuri Praptiani. Jakarta; EGC.
Padila. 2019. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Simamora, R. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Keluarga Tn “A” Di Wilayah
Kerja Puskesmas Rumbai Pesisir Pekanbaru (pp. 1–190).
http://repository.pkr.ac.id/455/1/KTI-Renika Simamora-P031714401064-DIII
Keperawatan.pdf
Smeltzer, S.C dan B,G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta : EGC
Tandra, Hans. 2018. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Tjok, P., & Made, S. (2020). Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Pada Pasien Diabetes Melitus Di Rsup
Sanglah. Medika Udayana, 9(8), 166.
Varena, M. (2019). Karya Tulis Ilmia Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus (p.
121).

Anda mungkin juga menyukai