DIABETES MELLITUS
a. Anatomi Pankreas
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster
didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus
limpa diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan
dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang
lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior
berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus
unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung
kedalam darah.
b. Fisiologi Pankreas
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh
berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans.
Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang
merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat
meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :
1
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis
hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon,
somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau
langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah
peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan
normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan
reseptor insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua
untuk menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat
segera digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati
(Guyton & Hall, 1999)
Gambar
2: Fisiologi
Pankreas
B. Definisi
Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan
oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai
2
karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol (WHO).
Diabetes mellitus adalah kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smletzer C.Suzanne, 2001).
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein ( Askandar, 2000).
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah disebutkan sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa diabetes mellitus adalah gangguan metabolik yang timbul
pada seseorang akibat peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh
kekurangan insulin baik absolute maupun relatif.
C. Epidemiologi
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang menyerang kurang
lebih 12 juta orang. Tujuh juta dari 12 juta penderita diabetes tersebut sudah
terdiagnosis: sisanya tidak terdiagnosis. Di Amerika serikat kurang lebih
650.000 kasus diabetes baru didiagnosis setiap tahunnya (Healthy People 2000,
1990).
Data WHO menyebutkan bahwa, pada tahun 2000 terdapat sekitar 171
juta orang pasien DM di dunia dan diperkirakan jumlah ini akan meningkat
menjadi 366 juta orang pada tahun 2030. Sedangkan untuk kawasan Asia
Tenggara, terdapat sekitar 46 juta orang pasien DM pada tahun 2000 dan juga
diperkirakan akan terjadi peningkatan pada tahun 2030 menjadi 119 juta orang.
Jumlah ini juga termasuk prevalensi jumlah pasien DM di Indonesia, yaitu
sekitar 8 juta orang pada tahun 2000 dan diperkirakan akan mengalami
peningkatan pada tahun 2030menjadi sekitar 21 juta orang. Berdasarkan jumlah
ini, Indonesia menempatiurutan kedua setelah negara India (WHO, 2008).
3
D. Etiologi
Penyebab dari penyakit diabetes mellitus pada umumnya adalah karena
kekurangan insulin dan juga dipengaruhi oleh faktor herediter. Namun,
beberapa penyebab dapat muncul berdasarkan tipe – tipe dari diabetes itu
sendiri, diantaranya :
a. Diabetes tipe I:
a) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
c) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes Tipe II
Diabetes Tipe II atau NIDDM disebabkan oleh kegagalan relative sel
beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan gukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. sel beta tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi
relative insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi
insulin pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin
lain. Berarti sel beta pancreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
c. Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) : Disebabkan oleh hormon yang
disekresikan plasenta dan menghambat kerja insulin.
4
E. Patofisiologi
Diabetes mellitus mengalami defisiensi insulin menyebabkan glukagon
meningkat sehingga terjadi pemecahan glukagon (glukoneogenesis) yang
menyebabkan metabolism lemak meningkat kemudian terjadi proses
ketogenesis (pembentukan keton). Terjadinya peningkatan eton di dalam
plasma menyebabkan terbentuknya keton di dalam urin dan kadar natrium derta
Ph menurun sehingga terjadilah asidosis atau disebut juga ketoasidosis.
Meningkatnya metabolisme lemak menyebabkan cadangan lemak di dalam
tubuh menurun sehingga dapat menyebabkan penurunan berat badan.
Defisiensi insulin juga menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel
menurun sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat (hiperglikemia). Jika
konsentrasi glukosa dalam darah tinggi dan melebihi ambang batas, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya akan
munculnya glukosa dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan bersamaan dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebih (deuresis osmotik). Sebagai akibat dari
kehilangan cairan yang berlebih, seseorang dengan diabetes mellitus akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliura) dan rasa harus (polidipsia).
Penggunanan glukosa oleh sel yang menurun akan menyebabkan
peningkatan rasa lapar (polifagia) dan gangguan pembentukan energi sehingga
tubuh menjadi lemah.
Hiperglikemia yang terjadi dapat berpengaruh pada pembuluh darah
sehingga suplai makaanan dan oksigen ke perifer menurun hingga
menyebabkan luka yang terjadi pada pasien diabetes tidak sembuh – sembuh.
Berkurangnya dan tidak adekuatnya suplai makanan dan oksigen menyebabkan
terjadinya infeksi dan terjadinya ulkus / ganggren. Gangguan pada pembuluh
darah ini juga menyebabkan terjadinya gangguan seperti neuropati, nefropati
dan retinopati. Gangguan mikrovaskular (pembuluh darah) menyebabkan aliran
darah ke retina menurun sehingga suplai makanan dan oksigen menurun,
akibatnya pandangan mata menjadi kabur.
5
PATOFISIOLOGI DIABETES MELLITUS
Penyakit Insufisiensi
DM DM Obesitas, gaya
Autoimun insulin Resistensi
Tipe I Tipe II hidup, usia,
(genetic) Insulin
riwayat klg DM,
pola makan
Polifagi
Glukosa intrasel menurun
Glukagon Meningkat Pembentukan
Risiko
Hiperglikemia Gangguan Energi (ATP)
Ketidakstabilan
Pembuluh terganggu
Glukoneogenesis kadar glukosa Glukosuria
Darah
darah
Metabolisme lemak Suplai darah
meningkat Deuresis Osmotik Lemah/ lemas
ke pereifer
menurun
Gangguan
Ketogenesis Poliuria
Pola Tidur Intoleransi
Aktivitas
PH menurun
Polidipsia Dehidrasi Luka sulit sembuh
PK : Ketoasidosis
Aktivitas
Kekurangan Volume Ulkus / gangren
Fisik
Cairan
menurun
Cadangan Lemak dan
Protein menurun Kerusakan Integritas
Jaringan Konstipasi
BB menurun
Ketidakseimbangan Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Mikrovaskuler
Gangguan
Penglihatan Retinopati
(Pandangan kabur)
Nefropati Neuropati
Resiko jatuh
PK : GGK
6
F. Manifestasi Klinis
a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau
hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau
cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari
hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi
sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus
teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum
(polidipsia).
c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi
rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak
makan (poliphagia).
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan
cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel
akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofi dan
penurunan secara otomatis.
e. Malaise atau kelemahan (Brunner & Suddart, 2002)
7
Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi atau lingkungan (misalnya
virus)
Sering memiliki antibodi sel pulau Langarhans
Sering memiliki antibodi terhadap insulin sekalipun belum pernah
mendapatkan terapi insulin.
Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen.
Memerlukan insulun untuk mempertahannkan kelangsungan hidup.
Cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin.
Komplikasi akut hiperglikemia: ketoasidosis diabetik
c. Gestasional diabetes
Awitan selama kehamilan biasanya terjadi pada trimester kedua atau
ketiga.
Risiko terjadinya komplikasi perinatal diatas normal, khususnya
makrosomia (bayi yang secara abnormal berukuran besar).
8
Diatasi dengan diet, dan insulin (jika diperlukan) untuk
mempertahankan secara ketat kadar glukosa darah normal.
Terjadi pada sekitar 2%-5% dari seluruh kehamilan.
Intoleransi glukosa terjadi untuk sementara waktu tetapi dapat kambuh
kembali: pada kehamilan berikutnya, 30-40% akan mengalami diabetes
yang nyata (biasanya tipe II) dalam waktu sepuluh tahun (jika obesitas).
Faktor risiko mencakup: obesitas, usia diatas 30 tahun, riwayat diabetes
dalam keluarga, pernah melahirkan bayi yang besar (lebih dari 4,5 kg)
Pemeriksaan skrining (tes toleransi) harus dilakukan pada SEMUA
wanita hamil dengan usia kehamilan di antara 24-28 minggu.
G. Klasifikasi
Diabetes Mellitus dapat diklasifikasikan menjadi 3, diantaranya :
a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM) merupakan keadaan
dimana kadar glukosa yang tinggi akibat ketidakmampuan pancreas untuk
mensekresi insulin yang dalam fungsinya sebagai hormone yang membantu
mempermudah pergerakan glukosa dari darah menuju ke sel –sel tubuh.
b. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM) adalah
keadaan diamana pancreas mampu dan masih mengasilkan insulin namun
terjadinya ketidakefektifan untuk menstimulasi pengambilan glukosa.
c. Diabetes mellitus gestasional (GDM) adalah diabetes yang timbul selama
masa kehamilan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin bila tidak
ditangani dengan benar.
H. Komplikasi
Komplikasi DM terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik
1) Komplikasi Akut, adalah komplikasi akut pada DM yang penting dan
berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka
pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah:
a) Diabetik Ketoasedosis (DKA)
9
Ketoasidosis diabetik merupakan defesiensi insulin berat dan akut
dari suatu perjalanan penyakit DM. Diabetik ketoasidosis disebabkan
oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata
(Smeltzer,20002)
Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang penting
pada diabetes ketoasidosis: dehidrasi, kehilangan elektrolit, asidosis.
Ketosis dan asidosis merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis
menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan
nyeri abdomen. Napas pasien mungkin berbau aseton (bau manis spereti
buah) sebagai akibat dari peningkatan kadar badan keton. Selain itu
hiperventilasi (disertai pernafasan yang sangat dalam tetapi tidak
berat/sulit).Pernafasan kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk
mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan
keton.Perubahan status mental pada ketoasidosis diabetik bervariasi
antara pasien yang satu dan yang lainnya.Pasien dapat terlihat sadar,
mengantuk (letargik) atau koma, hal ini tergantung pada osmolaritas
plasma (konsentrasi partikel aktif -osmotis).
10
dieresis osmotik). Namun, sejumlah kecil insulin ini cukup untuk
mencegah pemecahan lemak. Penderita sindrom KHHN tidak akan
mengalami gejala sistem gastrointestinal yang berhubungan dengan
ketosis seperti pada penderita DKA. Pasien yang mengalami sindrom
KKHN biasanya dapat mentoleransi poliuria dan polidipsia selama
berminggu-minggu dan setelah terjadi perubahan neurologis atau setelah
penyakit yang mendasarinya semakin berat, barulah pasien (atau yang
lebih sering lagi, anggota keluarga atau petugas perawatan kesehatan
primer) datang untuk meminta pertolongan medis.Jadi, keadaan
hiperglikemia dan dehidrasi yang lebih parah pada sindrom KKHN,
terjadi akibat penanganan yang lambat.
Gambaran klinis sindrom KKHN terdiri atas gejala hipotensi,
dehidrasi berat (membrane mukosa kering, turgor kulit jelek), takikardi,
dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi (perubahan sensori, kejang-
kejang, hemiparesis). Keadaan ini makin serius dengan angka mortalitas
yang berkisar dari 5% hingga 30% dan biasanya berhubungan dengan
penyakit yang mendasarinya.
c) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi kalau kadar gula dalam darah turun dibawah
50-60 mg/dl keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin
atau preparat oral berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit
(Smeltzer, 2000)
Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori,
yaitu gejala adrenergik dan gejala system saraf pusat.
Pada hipoglikemia ringan, ketika kadar glukosa darah menurun,
system saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam
darah menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi,
kegelisahan dan rasa lapar.
Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah
menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk
bekerja dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi system saraf pusat
11
mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo,
konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara
pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang
tidak rasional, penglihatan ganda dan rasa ingin pingsan. Kombinasi
semua gejala ini (disamping gejala adrenergik) dapat terjadi pada
hipoglikemia sedang.
Pada hipoglikemia berat, fungsi sistem saraf pusat mengalami
gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan
orang lain untuk mengatasi hipoglikemia yang dideritanya. Gejalanya
dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang,
sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
2) Komplikasi Kronik
Diabetes Mellitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah
diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik) dibagi menjadi 2 :
a. Mikrovaskuler
a) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan-perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktural dan fungsi
ginjal.Bila kadar glukosa dalam darah meningkat, maka
mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang
menyebabkan kebocoran protein darah dalam urine
(Smeltzer,2000)
b) Penyakit Mata
Penderita DM akan mengalami gejala pengelihatan sampai
kebutaan keluhan pengelihatan kabur tidak selalu disebabkan
neuropati. Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang
berkepanjangan menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan
lensa. (Long,1996)
c) Neuropati
12
Diabetes dapat mempengaruhi saraf- saraf perifer, sistem saraf
otonom medulla spinalis atau sistem saraf pusat. Akumulasi
sorbital dan perubahan- perubahan metabolik lain dalam sintesa
fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat
menimbulkan perubahan kondisi saraf.
b. Makrovaskuler
a) Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes maka
terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya ke
seluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik. Lemak yang
menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya
arteri (arteriosclerosis) dengan resiko penderita penyakit jantung
koroner atau stroke.
I. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadarglukosa darah,
tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuriasaja. Dalam
menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darahyang diambil
dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM,pemeriksaan yang
13
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan caraenzimatik dengan bahan
glukosa darah plasma vena. Untuk memastikandiagnosis DM, pemeriksaan
glukosa darah seyogyanya dilakukan dilaboratorium klinik yang terpercaya .
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan darah kapiler. Saat
ini banyak dipasarkan alatpengukur kadar glukosa darah cara reagen kering
yang umumnya sederhanadan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah memakaialat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan
denganbaik dan cara pemeriksaan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan.
Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering perludibandingkan
dengan cara konvensional.
a. Pemeriksaan darah
WHO merekomendasikan pengambilan sampel 2 jam sesudah
konsumsi glukosa yaitu :
Glukosa plasma sewaktu/ random > 200 mg/ dl (11,1 mmol/ L)
Glukosa plasma puasa/ nutcher > 140 mg/ dl (7,8 mmol/ L)
Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 g karbohidrat (2 jam postprandial/ pp) > 200 mg/dl
(11,1 mmol//L)
14
b. Pemeriksaan HbA1C
HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat.
Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa
darah pada penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan
HbA1C-nya )
c. Urine
Tes urine digunakan untuk mengetahui kandungan gula di dalam
urine. Tes ini meliputi uji Benedict dan uji Dipstick. Uji Benedict
digunakan untuk menentukan adanya glikogen dalam urine. Mula-mula
sampel urine dari penderita diabetes diambil. Kemudian ambillah 8 tetes
urine tersebut ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya sampel tersebut ditetesi
dengan pereaksi Benedict sebanyak 5 tetes. Kemudian sampel tersebut
dipanaskan sampai terbentuk warna. Sifat warna inilah yang memberikan
petunjuk kadar gula dalam urine. Pada hasil uji Benedict, jika warna yang
dihasilkan adalah merah bata, maka urine tersebut mengandung lebih dari
2% glukosa, yang artinya orang tersebut menderita penyakit diabetes.Pada
dasarnya uji Benedict untuk mengetahui kandungan senyawa aldehida.
Oleh karena itu, pada uji benedict akan memberikan warna bahkan jika ada
gula-gula lain yang terdapat dalam urine, seperti maltosa, galaktosa,
sukrosa fruktosa, dan lain-lain.
Uji Benedict tidak dapat digunakan untuk penderita hipogleikimia.
Sedangkan pada uji Dipstick digunakan untuk memastikan adanya gula
dalam urine. Pada dasarnya Dipsticks merupakan strip kertas yang
mengandung zat kimia tertentu dan akan berubah warna jika bereaksi
dengan gula. Perubahan warna yang terjadi tergantung pada bahan kimia
yang digunakan dalam pembuatan dipstick tersebut. Pada uji Dipstick
warna yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan warna yang terdapat
pada buku manual.
d. Kultur pus
15
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
J. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama pengobatan adalah untuk menormalkan atau mengontrol
kadar gula didalam darah, meliputi beberapa komponen, yaitu :
a) Obat Hipoglikemik Oral
1) Golongaan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan
denagan obat golongan lain, yaitu biguanid inhibitor alfa
glukosidase atau insulin. Obat golongan ini mempunyai efek
utama meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel beta pankreas,
karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe 2 dengan
berat badan berlebihan
b) Insulin
1) Indikasi insulin :
Pada DM tipe 1 yang tHuman Monocommponent Insulin (40 UI
dan 100 UI/ml injeksi) yang beredar adalah actrapid. Injeksi
16
insulin dapat diberikan kepada penderita DM tipeII yang
kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak berhasil dengan
penggunaan obat-obatan anti DM dengan dosis maksimal atau
mengalami kontra indikasi dengan obat-obatan tersebut. Bila
mengalami ketoasidosis, hiperosmolar asidosis laktat, stress berat
karena infeksi sistemik, pasien operasi berat , wanita hamil dengan
gejala DM yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian diet.
2) Jenis insulin
insulin kerja cepat (Rapid acting insulin). Jenisnya adalah
reguler insulin, cristalin zink, dan semilente
Insulin kerja sedang. Jenisnya adalah NPH (Netral Protamine
Hagerdon)
Insulin kerja lambat. Jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc
Insulin)
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga
2) Monitor kadar gula darah
3) Menjaga gaya hidup pasien
4) Menjaga keadaan kulit pasien
5) Menghindari pasien dari cedera
6) Memeriksa keadaan pasien secara rutin
7) Latihan fisik dapat mempermudah transportasi glukosa kedalam sel
karena kerja insulin meningkat dan menurunkan kadar gula dalam
darah.
17
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
18
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat
mempengaruhi status kesehatan penderita.Nausea, vomitus, berat badan
menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan.
6. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati
rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan
mengalami penurunan, gangguan penglihatan .
19
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan
peran pada keluarga ( self esteem ).
8. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
9. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme
menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena kanker
prostat berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on journal,
Maret 2011)
f. Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
20
g. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi
mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan
kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita
DM mudah terjadi infeksi.
4. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
6. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.
7. Sistem musculoskeletal
21
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi
B. Diagnosa
Diagnosa Keperawatan yang sering muncul pada pasien Diabetes Mellitus
adalah : (Nanda, 2006)
1. Kekurangan volume cairan b/d gejala poliuria dan dehidrasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d defisiensi
insulin
3. Perubahan persepsi sensori b/d ketidakseimbangan elektrolit, glukosa,
insulin
4. Gangguan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah vena/ arteri
5. Konstipasi b/d kurangnya aktivitas fisik
6. Intoleransi aktivitas b/d penurunan produksi metabolism energy, kelemahan
7. Gangguan pola tidur b/d frekuensi yang sering/ miksi yang sering/ poliuria
8. Kerusakan integritas jaringan b/d hiperglikemia, penurunan darah dan
oksigen ke jaringan
9. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d Diabetes Mellitus
10. Resiko jatuh b/d gangguan penglihatan, gangguan kabur
11. PK GGK
12. PK Ketoasidosis
C. Intervensi
1. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan gejala poliuria dan
dehidrasi
Tujuan : kekurangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil :
Tanda – tanda vital stabil
22
Turgor kulit baik
Capillary time kurang dari 2 detik
Intervensi :
a. Pantau tanda – tanda vital
Rasional : untuk mendeteksi adanya tanda – tanda dehidrasi : taikardia,
hipotensi, orthostatic
b. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine
Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti,
fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan
c. Timbang Berat Badan
Rasional : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan
yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti
d. Kolaborasi terapi cairan sesuai indikasi
Rasional : tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan
cairan dari respons pasien secara individual
23
Rasional : memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi pasien
d. Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
4. Gangguan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah vena/ arteri
Tujuan : tidak terjadi gangguan perfusi jaringan
Kriteria hasil :
Tanda –tanda vital stabil
Capillary refill time kurang dari 2 detik
24
Intervensi :
a. Catat penurunan nadi
Rasional : perubahan ini menunjukkan kemajuan/ proses kronis
b. Evaluasi sensasi bagian yang sakit
Rasional : sensasi sering menurun selama serangan/ kronis pada tahap
lanjut
c. Lihat dan kaji kulit untuk lesi, area ganggren
Rasional : lesi dapat terjadi dari ukuran jarum peniti sampai melibatkan
seluruh ujung jari dan mengakibatkan infeksi/ kerusakan/ kehilangan
yang serius
d. Berikan nutrisi dan vitamin yang tepat
Rasional : keseimbangan diet yang baik meliputi protein dan hidrasi
adekuat perlu untuk penyembuhan dan regenerasi jaringan
25
Rasional : Aktivitas yang menurun menyebabkan tonus otot dapat
bekerja lambat yang mempengaruhi defekasi
e. Anjurkan pasien tidak mengejan selama defekasi
Rasional : Mengejan dapat menimbulkan komplikasi lanjut berupa
perdarahan
f. Kolaborasi pemberian diet tinggi serat
Rasional : Makanan tinggi serat memperlancar saluran pencernaan
7. Gangguan pola tidur b/d frekuensi yang sering/ miksi yang sering/ poliuria
Tujuan : pola tidur tidak mengalami gangguan
Kriteria hasil :
26
Tidur 7 – 8 jam/ hari
Tidak Nampak kantung mata
Intervensi :
a. Batasi masukan cairan waktu malam dan berkemih sebelum berbaring
Rasional : istirahat pada malam hari tidak terganggu
b. Jelaskan pada pasien dan eluarga tentang penyebab gangguan tidur dan
kemungkinan cara untuk menghindarinya
Rasional : menghindari ansietas pada pasien karena sering berkemih
pada malam hari
27
Rasional : Kadar glukosa yang terpantau mencegah adanya komplikasi
seperti hipoglikemia
b. Pantau tanda dan gejala hipoglikemia
Rasional : Memantau dan mendeteksi dini tanda hipoglikemia yang
dapat mempengaruhi kesehatan pasien
c. Pantau tanda dan gejala hiperglikemia
Rasional : Memantau dan menentukan pemberian tindakan selanjutbnya
d. Kaji faktor yang dapat meningkatkan risiko ketidakseimbangan kadar
glukosa darah
Rasional : Menentukan faktor lain yang dapat menjadi pemberat dan
memicu ketidakseimbangan glukosa
e. Beri informasi mengenai penatalaksanaan diabetes
Rasional : Pemberian KIE membantu dan mendukung tingkat
kesembuhan pasien
f. Kolaborasi pemberian insulin
Rasional : Insulin menghambat glukkosa masuk ke dalam darah dan
mencegah terjadinya hiperglikemia
28
e. Identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan potensi
jatuh
f. Reorientasikan pasien dengan realitas lingkungan di sekeliling pasien
g. Bantu pasien saat ambulasi
h. Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengatur barang-barang dengan
baik
i. Anjurkan pasien mencari bantuan untuk pergerakan
D. Implementasi
Pada implementasi, perawat melakukan tindakan berdasarkan perencanaan
mengenai diagnosa yang telah dibuat sebelumnya.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap
proses keperawatan (Diagnosa, tujuan untervensi) harus di evaluasi, dengan
melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan
untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan tercapai atau
tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil
atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam
jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapun alternatif
tersebut adalah :
1. Tujuan tercapai
2. Tujuan tercapai sebagian
3. Tujuan tidak tercapai (Budi Anna Keliat, SKP, th 1994, hal 69)
29
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2002. Kepeawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta:
EGC
30