Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN APPENDICITIS


DI RUANG IGD RSAD TK. II UDAYANA
PADA TANGGAL 10-16 OKTOBER 2022

OLEH:

SAMALINA ELIZABETH MANETDE, S.Kep

NIM. C1222044

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN APPENDICITIS

I. TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada umbai cacing akibat infeksi. Apendiksitis
yang parah menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga
perut atau peritonitis (infeksi selaput pembungkus rongga perut) (Bararah, 2013).
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering (Kowalak, 2015).
Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan
bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Price & Wilson, 2013)
Apendisitis merupakan inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner &
Suddarth, 2014).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan apendisitis adalah peradangan
akibat infeksi pada apendiks atau umbai cacing yang menyebabkan rasa nyeri pada
kuadran kanan bawah pada rongga abdomen.

B. Anatomi dan Fisiologi


Pencernaan makanan merupakan proses mengubah makanan dari ukuran
besar menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus serta memecah molekul makanan
yang kompleks menjadi molekul yang sederhana dengan enzim dan organ – organ
pencernaan. Proses pencernaan pada manusia dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu:
a. Pencernaan mekanik, adalah proses pengubahan makanan dari bentuk kasar
menjadi bentuk kecil atau halus. Proses ini dilakukan dengan menggunakan gigi
di dalam mulut.
b. Pencernaan kimiawi, adalah proses perubahan makanan dari zat yang kompleks
menjadi zat-zat yang lebih sederhana dengan enzim, yang terjadi mulai dari
mulut, lambung, dan usus. Enzim adalah zat kimia yang dihasilkan oleh tubuh
yang berfungsi mempercepat reaksi-reaksi kimiadalam tubuh (Sloane, 2015)

Adapun organ – organ yang berperan dalam sistem gastrointestinal yaitu:


1) Mulut (Oral).
Didalam mulut terjadi proses pencernaan secara kimiawi dan mekanik,
pencernaan makanan secara mekanik dibantu oleh gigi. Pencernaan makanan
secara kimiawi dibantu oleh enzim ptialin yang berfungsi untuk mengubah
makanan dalam mulut yang mengandung zat karbohidrat (amilum) menjadi
gula sederhana (maltosa) (Sloanae, 2015).
2) Gigi
Manusia memiliki empat jenis gigi untuk berbagi tugas mengunyah makanan
yaitu:
a) Gigi seri: berbentuk pipih dan tajam untuk memotong makanan.
b) Gigi taring: ujungnya yang runcing untuk mencabik dan menyobek
makanan.
c) Gigi premolar (geraham depan): bentuknya berlekuk-lekuk untuk
mengiris dan melembutkan makanan.
d) Gigi molar (geraham belakang): bentuknya berlekuk-lekuk untuk
melembutkan makanan.
3) Lidah
Dibagi atas 3 bagian: radiks lingua, dorsum lingua, dan apeks lingua (ujung
lidah)
a) Pada bagian belakang lidah terdapat epiglotis yang berfungsi untuk
menutup jalan napas pada saat menelan makanan, sehingga makanan
masuk ke esofagus, tidak ke jalan nafas.
b) Fungsi: untuk mengaduk makanan, membentuk suara, alat pengecap dan
menelan.

4) Kelenjar Ludah
Kelenjar ludah menghasilkan ludah atau air liur (saliva). Kelenjar ludah dalam
mulut ada tiga pasang, yaitu:
a) Kelenjar parotis, terletak di bawah telinga.Kelenjar parotis menghasilkan
ludah yang berbentuk cair.
b) Kelenjar submandibularis, terletak di rahang bawah.
c) Kelenjar sublingualis, terletak di bawah lidah.
Kelenjar submandibularis dan kelenjar sublingualis menghasilkan getah
yang mengandung air dan lendir.
Ludah berfungsi untuk memudahkan penelanan makanan,
membasahi, dan melumasi makanan sehingga mudah ditelan. Selain itu,
ludah juga melindungi selaput mulut terhadap panas, asam, dan basa.
5) Faring.
a) Merupakan organ yang menghubungkan cavum oris dengan esofagus.
b) Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe
yang banyak menganding limposit untuk pertahanan tubuh terhadap
infeksi
c) Terletak persimpangan jalan napas dengan jalan makanan
d) Bagiannya: nasofaring, orofaring, dan laringofaring
e) Fungsi: Mendorong makan ke esofagus
6) Kerongkongan.
a) Kerongkongan atau esofagus merupakan saluran penghubung antara
rongga mulut dan lambung.
b) Panjang ± 25 cm mulai dari faring – kardiak gaster
c) Terdiri dari lapisan : 1) Lap. Mukosa, 2) Lap. sub mukosa, 3) Lap. otot
sirkuler (Pleksus Meissner), 4) Lap. Otot longitudinal (Pleksus
Auerbach/Mienterikus), Serosa.
d) Fungsinya yaitu sebagai jalan bagi makanan yang telah dikunyah dari
mulut menuju lambung. Gerakan kerongkongan membawa makanan ke
lambung dibantu oleh gerakan peristaltik (Sloane, 2015).
7) Lambung.
Lambung atau ventrikulus merupakan kantung besar yang terletak di
sebelah kiri rongga perut sebagai tempat retjadinya sejumlah proses
pencernaan. Lambung terdiri dari tiga bagian, yaitu: bagian atas (kardiak),
bagian tengah yang membulat (fundus) dan bagian bawah (pilorus). Ujung
kardiak dan pilorus terdapat klep atau sfingter yang mengatur masuk dan
keluarnya makanan ke dan dari lambung. Dinidng lambung terdiri dari otot –
otot yang tersusun melingkar, memanjang, dan menyerong. Dinding lambung
mengandung sel – sel kelenjar yang berfungsi sebagai kelenjar pencernaan
yang menghasilkan getah pencernaan. Getah lambung mengandung air lendir
(musin), asam lambung, enzim renin, dan ensim pepsinogen. Asam lambung
berfungsi untuk membunuh kuman penyakit atau bakteri yang masuk bersama
makanan dan juga berfungsi untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin,
pepsin berfungsi untuk memcah protein menjadi pepton dan protease dan
enzim renin befungsi untuk mengumpalkan protein susu (kasein) yang
terdapat pada susu (Sloane, 2015).
8) Usus halus (intestinum)
Bagian dari sistem cerna makanan yang berpangkal pada pilorus dan
berakhir pada caekum. P: ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan makanan dan absorpsi zat- zat makanan. Fungsi usus halus
adalah:
a) Menerima zat makanan yang sudah dicerna/ diserap melalui kapiler dan
limfe
b) Menyerap protein dalam bentuk asam amino
c) Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida dan lemak dalam bentuk
gliserol dan asam lemak

Getah intenstinum:
a) Enterokinase: menghasilkan enzim proteolitik, mengaktifkan
tripsinogen menjadi tripsin
b) Eripsin: menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino
c) Laktase: laktosa menjadi monosakarida
d) Maltase: maltose menjadi glukosa
e) Sukrose: sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa
f) Tripsin: pepton menjadi asam amino
Usus halus terdiri dari:
a) Usus dua belas jari (duodenum)
P: ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda, melengkung kekiri, pada
lengkungan terdapat pancreas. Pada bagian kanan terdapat muara
saluran empedu (duktus koledokus dan saluran pankreas (duktus
wirsungi/duktus pankreatikus yang disebut “ampula vateri”. Dinding
duodenum mempunyai lapisam mukosa yang banyak mengandung
kelenjar (Kelenjar Brunner) yang menghasilkan getah intestium
Pada usus dua belas jari, terjadi seluruh proses pencernaan
karbohidrat, lemak, dan protein. Selanjutnya proses penyerapan
(absorbsi) akan berlangsung di usus kosong dan sebagian besar diusus
penyerapan.
b) Usus kosong (jejenum) dan Usus penyerapan (ileum).
Panjang jejunum + ileum ± 6 meter, 2/5 bagian atas adalah
jejunum dengan p ± 2,3 m, dan ileum ± 4-5 m. Lekukan jejunum dan
ileum melekat pada dinding abdomen posterior yang berbentuk kipas
disebut mesenterium. Pada mesenterium ini keluar masuk arteri dan
vena mesenterika superior dan saraf limfe. Bagian akhir ileum
berhubungan dengan caecum dengan lubangnya yang disebut orifisium
ileosekalis dan juga terdapat katup yang disebut “Valvula Baukhini”,
berfungsi untuk mencegah isi kolon masuk kembali ke ileum.
Pada proses penyerapan karbohidrat diserap dalam bentuk
glukosa, lemak diserap dalam bentuk asam lemak dan gliserol, dan
protein diserap dalam bentuk asam amino, sedangkan vitamin dan
mineral tidak mengalami pencernaan dan dapat langsung diserap oleh
usus halus. Pada dinding usus penyerapan terdapat jonjot – jonjot usus
yang disebut vili, vili berfungsi memperluas daerah penyerapan usus
halus sehingga sari – sari makanan dapat terserap lebih banyak dan cepat
(Brunner & Suddart, 2015).
9) Usus besar (Kolon)
a) Panjang: ± 1½ m, lebar 5-6 cm. Lapisan dari dalam keluar terdiri dari:
lapisan mukosa, lapisan otot sirkuler, lapisan otot longitudinal, jaringan
ikat
b) Fungsi: menyerap vitamin, air & memadatkan feses, tempat tinggal
bakteri E-coli (menghasilkan vitamik K yang berperan penting dalam
proses pembekuan darah), dan tempat feses.
c) K. asenden memiliki p: 13 cm, disebelah kanan, membujur ke atas dari
ileum ke bawah hati.
d) Di bawah hati melengkung kekiri lanjut ke k. transversum (± 38 cm).
e) K. desendens (± 25 cm), dibagian abdomen kiri dari atas kebawah dan
bersambungan dengan kolon sigmoid.
f) Usus besar terdiri dari apendiks (bagian mendatar, bagian menurun dan
berakhir di anus. Perjalanan makanan sampai diusus besar dapat mencapai
antara 4 – 5 jam, lalu disimpan diusus besar selama 24 jam.
g) Didalam usus besar, feses didorong secara teratur dan lambat oleh gerakan
peristaltik menuju ke rektum. Gerakan peristaltik ini dikendalikan oleh
otot polos (otot tak sadar) (Sloane, 2015).
10) Appendiks
a) Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-
kira 10 cm dan berpangkal pada sekum.
b) Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada
bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu
dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks.

Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1–2 ml per


hari.lendir normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya
mengalirkan ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks
tampaknya berperan pada patogenesis apendiks. Imunoglobulin
sekreator yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lympoid
Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks
adalah IgA. Imunoglobulin ini berperan sebagai pelindung terhadap
infeksi (Brunner & Suddart, 2015).
11) Rektum dan Anus
a) Rektum terletak dibawah k. sigmoid, yang menghubungkan kolon dengan
anus.
b) Anus terletak dalam rongga pelvis, didepan os sakrum dan koksigeus.
Menghubungkan rektum dengan dunia luar. Terletak di dasar pelvis
c) Terdapat 3 sfingter: S. ani internus (kerja tidak menurut kehendak), S.
levator ani (kerja tidak menurut kehendak), dan S. ani eksternus (bekerja
menurut kehendak)
d) Otot sfingter disusun oleh otot polos dan otot lurik. Akibat dari adanya
kontraksi otot dinding perut yang diikuti dengan mengendurnya otot
sfingter anus dan kontraksi kolon serta rektum mengakibatkan feses
terdorong ke luar anus (Sloane, 2015).

C. Etiologi
Penyebab terjadinya apendisitis dapat terjadi karena adanya makanan keras yang
masuk ke dalam usus buntu dan tidak bisa keluar lagi. Setelah isi usus tercemar dan
usus meradang timbulah kuman-kuman yang dapat memperparah keadaan.
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. berbagai hal sebagai faktor
pencetusnya:
a. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan cacing
askaris.
b. Penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E. hystolitica.
c. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan makanan yang
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menarik bagian intrasekal, yang berakibat timbulnya
tekanan intrasekal dan terjadi penyumbatan sehingga meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon.
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
a. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya fekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus.
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid
pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendiks yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks (Nurarif & Kusuma, 2015).

D. Manifestasi Klinis
Beberapa manifestasi klinis yang sering muncul pada apendisitis antara lain
sebagai berikut :
1. Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium disekitar umbilikus atau
periumbilikus. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri beralih ke kuadaran
kanan bawah ke titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilikus dan
spina anterior ileum) nyeri terasa lebih tajam.
2. Bisa disertai nyeri seluruh perut apabila sudah terjadi perionitis karena
kebocoran apendiks dan meluasnya pernanahan dalam rongga abdomen
3. Mual
4. Muntah
5. Nafsu makan menurun
6. Konstipasi
7. Demam
(Mardalena 2017 ; Handaya, 2017)
E. Patofisiologi
Apendisitis umumnya disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, benda asing, fekalit, striktur lantaran fibrosis
akibat adanya peradangan sebelumnya, atau adanya neoplasma. Obstruksi
tersebut mengakibatkan mukus yg diproduksi mukosa mengalami sebuah
bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai sebuah keterbatasan sehingga menyebabkan
adanya penekanan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut dapat menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan adanya edema, diapedesis bakteri, & ulserasi mukosa. Disaat
inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan adanya nyeri
epigastrium.
Apabila sekresi mukus terus berlanjut, maka tekanan dapat terus meningkat.
Hal tersebut dapat menyebabkan adanya obstruksi vena, edema bertambah, &
bakteri dapat menembus dinding. Peradangan yg timbul meluas & mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan adanya rasa nyeri di daerah kanan
bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Apabila selanjutnya aliran arteri terganggu dapat terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan adanya gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Apabila dinding yang telah rapuh itu pecah, maka dapat
terjadi apendisitis perforasi.
Apabila seluruh proses di atas berjalan dengan lambat, omentum & usus yg
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks sehingga timbul suatu massa lokal
yang biasa disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan
menjadi abses/menghilang. Pada anak-anak, lantaran omentum lebih pendek &
apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut didukung
dengan daya tahan tubuh yang masih kurang atau lemah dan memudahkan
terjadinya perforasi. Namun pada orang tua perforasi sangat mudah terjadi
lantaran telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, Arief, 2015).
F. Pathway
Hiperplasia, fekolit (massa dari feses), tumor apendiks, benda asing

Sumbatan fungsional apendiks

Pengosongan apendiks terhambat

Apendiks terlipat dan tesumbat

Mucus terperangkap di lumen apendiks Proses inflamasi pada apendiks

Inflamasi lumen Peningkatan tekanan intraluminal

Peregangan dinding apendiks


Suhu tubuh meningkat
Penurunan aliran darah
apendikuler
Hipertermia
Iskemik apendiks

Ulserasi pada apendiks

Apendisitis

Pertahanan tubuh membatasi Apendiktomi


proses peradangan

Apendiks tertutup Efek anastesi Luka insisi Ansietas


omentum usus halus umum
Kerusakan Pintu masuk
Pembentukan massa Pasien tirah jaringan kuman
infitrat apendiks baring

Ujung saraf Resiko


Penurunan
terputus Infeksi
Absorpsi cairan Peregangan usus ekspansi paru
usus menurun yang terus menerus
Sesak nafas
Kerusakan Nyeri
Sekresi lambung Iskemia dan peningkatan integritas
meningkat permeabilitas pembuluh darah Ketidakefektifan jaringan
pola nafas
Mual dan muntah Cairan dan elektrolit pindah ke lumen usus

Risiko Syok
Dehidrasi Kekurangan volume cairan
Gangguan rasa nyaman : mual
G. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik
a. Pemeriksaan darah rutin: untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi.
b. Pemeriksaan foto abdomen: untuk mengetahui adanya komplikasi pasca
pembedahan.
c. Barium enema.
Suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui
anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan
diagnosis banding.
d. Laparoscopi.
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan
dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini
dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan
tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga
dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix (Kowalak, 2016).
e. Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap → Ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Jika terjadi
peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah
mengalami perforasi (pecah).
2) Test protein reaktif (CRP). → Ditemukan jumlah serum yang meningkat.
3) Pemeriksaan urine.
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai
gejala klinis yang hampir sama dengan apendisitis.
f. Radiologi
1) Pemeriksaan ultrasonografi → Ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Cukup membantu dalam
penegakkan diagnosis apendisitis.
2) CT-scan → Ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta
perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum.
g. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah adalah :
1) Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda
kunci diagnosis.
2) Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri
lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat
tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
3) Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.
4) Rovsing sign (+) adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila
dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan
oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi
yang berlawanan.
5) Psoas sign (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.
6) Obturator sign (+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal
tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium (Nurarif & Kusuma, 2015).
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita apendisitis yaitu dengan tindakan
pembedahan/Apendiktomi
1. Pengertian Apendiktomi
Apendiktomi adalah intervensi bedah untuk melakukan
pengangkatan bagian tubuh yang mengalami masalah atau mempunyai
penyakit. Apendiktomi dapat dilakukan dengan dua metode pembedahan
yaitu pembedahan secara terbuka/ pembedahan konveksional
(laparotomi) atau dengan menggunakan teknik laparoskopi yang
merupakan teknik pembedahan minimal infasif dengan metode terbaru
yang sangat efektif (Berman& kozier, 2012 dalam Manurung, Melva dkk,
2019)
Laparoskopi apendiktomi adalah tindakan bedah invasive minimal
yang paling banyak digunakan pada apendisitis akut. Tindakan ini cukup
dengan memasukkan laparoskopi pada pipa kecil (trokar) yang dipasang
melalui umbilikus dan dipantau melalui layar monitor. Sedangkan
Apendiktomi terbuka adalah tindakan dengan cara membuat sayatan pada
perut sisi kanan bawah atau pada daerah Mc Burney sampai menembus
peritoneum.
2. Tahap Operasi Apendiktomi
1) Tindakan sebelum operasi
a. Observasi pasien
b. Pemberian cairan melalui infus intravena guna mencegah
dehidrasi dan mengganti cairan yang telah hilang
c. Pemberian analgesik dan antibiotik melalui intravena
d. Pasien dipuasakan dan tidak ada asupan apapun secara oral
e. Pasien diminta melakukan tirah baring
2) Tindakan Operasi
a. Perawat dan dokter menyiapkan pasien untuk tindakan
anastesi sebelum dilakukan pembedahan
b. Pemberian cairan intravena ditujukan untuk meningkatkan
fungsi ginjal adekuat dan menggantikan cairan yang telah
hilang.
c. Aspirin dapat diberikan untuk mengurangi peningkatan suhu.
d. Terapi antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi.
3) Tindakan pasca operasi
a. Observasi TTV
b. Sehari pasca operasi, posisikan pasien semi fowler, posisi ini
dapat mengurangi tegangan pada luka insisi sehingga
membantu mengurangi rasa nyeri
c. Sehari pasca operasi, pasien dianjurkan untuk duduk tegak
ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien
dapat berdiri tegak dan duduk diluar kamar
d. Pasien yang mengalami dehidrasi sebelum pembedahan
diberikan cairan melalui intravena. Cairan peroral biasanya
diberikan bila pasien dapat mentoleransi
e. Dua hari pasca operasi, diberikan makanan saring dan pada
hari berikutnya dapat diberikan makanan lunak.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien.
Meliputi: nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.
2. Riwayat Kesehatan.
a. Keluhan Utama.
Klien dengan pre dan post op apendisitis biasanya memiliki keluhan adanya nyeri.
Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilikus. Nyeri perut
yang klasik pada apendisitis adalah nyeri yang dimulai dari ulu hati, lalu setelah
4-6 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang.
1) Sejak kapan keluhan dirasakan: biasanya klien mengatakan nyeri muncul
tidak diketahui apa sebabnya.
2) Berapa lama keluhan terjadi: biasanya klien mengatakan nyeri timbul seperti
ditusuk-tusuk dan hilang timbul.
3) Bagaimana sifat dan hebatnya keluhan: biasanya klien mengatakan nyeri yang
dirasakan sangat mengganggu aktivitas, sehingga aktivitas pasien harus
dibantu keluarga.
4) Dimana keluhan timbul: nyeri pada perut kanan bawah merambat sampai
epigastrum seperti tanda-tanda maag.
5) Keadaan apa yang memperberat dan memperingan: biasanya klien
mengatakan nyeri muncul ketika merubah posisi, bertambah nyeri saat batuk,
miring ke kanan ataupun saat diraba.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu.
Untuk mengetahui riwayat tindakan operasi abdomen yang lalu. Kebiasaan
makan makanan rendah serat yang dapat menimbulkan konstipasi sehingga
meningkatkan tekanan intrasekal yang menimbulkan timbulnya sumbatan fungsi
appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman folar kolon sehingga menjadi
appendisitis akut.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Apakah keluarga dan klien beresiko terhadap penyakit yang bersifat genetik atau
familial.
3. Pola Fungsi Gordon.
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Timbulnya perubahan pemeliharaan kesehatan karena di rawat di rumah sakit.
b. Pola nutrisi dan metabolism
Klien pre op akan terganggu nutrisi dan metabolismenya akibat rasa nyeri yang
disertai mual dan muntah.
Klien yang di lakukan anasthesi tidak boleh makan dan minum sebelum
flatus
c. Pola eliminasi
Setelah sakit biasanya klien dengan apendisitis BAB 4-5x sehari dengan
konsistensi agak cair. Setelah menjalani post operasi appendiks, pasien masih
menggunakan dower chateter karena masih dalam pengaruh anastesi, dan
pasien akan dilatih untuk berkemih.
d. Pola aktivitas dan latihan
Umumnya klien mengalami keterbatasan dalam beraktivitas / bergerak karena
rasa nyeri pre dan postop apendisitis. Pada post op
adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah. Namun,
setelah 6 jam pasien diharapkan pasien sudah mampu untuk bergerak miring
kanan dan miring kiri dan dilanjutkan dengan duduk kemudian berjalan.
e. Pola tidur dan istirahat
Adanya rasa nyeri pre dan post op apendisitis dapat mengganggu kenyamanan
pola istirahat tidur klien.
f. Pola kognitif perceptual
Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba dan
penghidung tidak mengalami gangguan.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Klien pre op dapat mengalami cemas karena rasa nyeri yang tidak kunjung
hilang dan ketidaktahuan tentang perawatan post operasi appendiks.
h. Pola hubungan dan peran
Dengan adanya keterbatasan dalam beraktivitas / bergerak kemungkinan
penderita tidak bisa melakukan perannya secara baik dalam keluarganya serta
dalam komunitas masyarakat. Pada klien post op yang harus menjalani
perawatan di rumah sakit maka dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien
baik dalam keluarga, tempat kerja dan masyarakat.
i. Pola reproduksi seksual
Klien tidak mengalami masalah produksi karena bekas operasi tidak ada
hubungannya dengan alat reproduksi.
j. Pola penanggulangan stress
Setres dapat dialami klien karena kurang pengetahuan tentang perawatan post
operasi. Gali adanya stress pada klien dan mekanisme koping klien terhadap
stress tersebut
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya nyeri pre dan post operasi memerlukan adaptasi klien dalam
menjalankan ibadah.

4. Pemeriksaan Fisik.
a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah dan menahan sakit.
b. Kesadaran pasien : Composmentis.
c. Vital sign:
TD : Biasanya ditemukan dalam batas normal
Nadi : Terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat
Pernafasan : Biasanya ditemukan frekuensi pernafasan meningkat
Suhu : Biasanya ditemukan Suhu tubuh menigkat karena
demam.
BB : Biasanya mengalami penurunan.
d. Mata: konjungtiva anemis
e. Mulut dan bibir: mukosa bibir kering, mulut terasa pahit, sianosis
f. Pernafasan: adanya pernafasan dangkal, takipnea
g. Abdomen:
Auskultasi: penurunan atau tidak ada peristaltic usus
Palpasi: nyeri pada daerah kuadran kanan sekitar epigastrium dan umbilikus
yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney (setengah jarak
antara umbilikus dan tulang ileum kanan), ditemukan tanda Psoas dan Obturator
positif, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam bawah, nyeri
sekitar umbilicus, distensi abdomen.
Perkusi: Timpani saat diperkusi
h. Integumen: kulit tampak pucat, tugor kulit kering, sianosis, luka pembedahan
pada abdomen sebelah kanan bawah.
i. Ekstremitas: Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang
hebat, juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan
B. DIAGNOSA
a. Pre Operasi
1) Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif d/d kulit tampak kering,
membran mukosa kering, peningkatan suhu tubuh, peningkatan frekuensi nadi,
penurunan turgor kulit, mual dan muntah, dehidrasi.
2) Risiko syok b/d hipovolemia d/d dehidrasi, sianosis.
3) Ketidakefektifan pola nafas b/d efek anastesi umum, nyeri, posisi tubuh ysng
menghambat ekspansi paru, keletihan d/d penurunan ekspansi paru, sesak nafas,
pernafasan cuping hidung, takipnea.
4) Nyeri akut b/d agens cedera biologis: penigkatan tekanan intra luminal d/d
ekspresi wajah nyeri, sikap melindungi area nyeri, mengekspresikan prilaku
gelisah.
5) Gangguan rasa nyaman: mual b/d distensi lambung d/d mual, sensasi muntah,
keenganan terhadap makanan.
6) Hipertermi b/d inflamasi, sepsis (infeksi) d/d kulit terasa hangat.
7) Ansietas b/d prosedur pembedahan: apendiktomi d/d gelisah, wajah tegang,
lemah, mulut kering, letih.
b. Post Operasi
1) Ketidakefektifan pola nafas b/d efek anastesi umum, nyeri, posisi tubuh ysng
menghambat ekspansi paru, keletihan d/d penurunan ekspansi paru, sesak nafas,
pernafasan cuping hidung, takipnea.
2) Ansietas b/d prosedur pembedahan: apendiktomi d/d gelisah, wajah tegang,
lemah, mulut kering, letih.
3) Nyeri akut b/d agens cedera fisik: prosedur bedah d/d ekspresi wajah nyeri, sikap
melindungi area nyeri, mengekspresikan prilaku gelisah.
4) Hipertermi b/d inflamasi, sepsis (infeksi) d/d kulit terasa hangat.
5) Kerusakan integritas jaringan b/d prosedur bedah d/d jaringan rusak.
6) Resiko infeksi b/d adanya luka insisi akibat pembedahan operasi d/d prosedur
invasif.
C. INTERVENSI

NO. DIAGNOSA TUJUAN &


INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1. Ketidakefektifan pola Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC MONITOR MONITOR 1. Untuk mengetahui
nafas berhubungan selama 3 x 24 jam di harapkan ketidak PERNAFASAN kedalaman, irama, dan
dengan keletihan otot efektipan pola nafas pasien dapat 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman kualitas saat bernafas
pernafasan diatasi dengan kriteria hasil : dan kualitas bernafas 2. Untuk mengetahui apakah
NOC LABEL STATUS 2. Monitir suara napas tambahan seperti terdapat suara nafas
PERNAFASAN ngorok atau mengi tambahan
1. Frekuensipernapasan 3. Monitir pola nafas (misalnya, bradpnea, 3. Untuk mengetahui
dipertahankan pada skala 2 takipneu, hiperventilasi, pernafasan bagaimana keadaan pola
ditingkatkan ke skala 4 kusmaul) nafas pasien
2. Irama pernapasan dipertahankan
pada skala 2ditingkatkan ke skala NIC LABEL MONITOR TTV 1. Untuk mengetahui apaka
4 1. Identifikasi kemungkinan penyebab dapat menimbulkan
3. Kedalaman inspirasi perubahan tanda – tanda vital terjadinya perubahan pada
dipertahankan pada skala 2 2. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan tanda – tanda vital
ditingkatkan ke skala 4 status pernafasan dengan tepat. 2. Untuk mengetahui rentang
nilai tanda- tanda vital
pasien
2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC LABEL MANAJEMEN NYERI
dengan agen cedera 3 x 24 jam diharapkan nyeri yang 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
1. Untuk mengetahui tingkat
biologis (iskemia dialami pasien dapat berkurang dengan yang meliputi lokasi, karakteristik,
dan lokasi nyeri yang
miokard) kriteria hasil : referensi, durasi, kualitas, ointensitas
dirasakan oleh pasien
NOC LABEL TINGKAT NYERI atau beratnya nyeri dan faktor pencetus.
2. Untuk mengurangi rasa nyeri
1. Nyeri yang dilaporkan 2. Pastikan perawatan analgesik bagi
pasien dan meberikan
dipertahankan pada skala 2 pasien dilakukan dengan pengetahuan
edukasi
ditingkatkan ke skala 4 yang ketat
3. Untuk meminimalkan nyeri
2. Menggosok area yang terkena 3. Kurangi atau eliminasi faktor-faktor
yang diakibatkan oleh faktor
dampak dipertahankan pada skala 2 yang dapat mencetuskan atau
lain
ditingkatkan ke skala 4 meningkatkan nyeri
4. Untuk meningkatkan
4. Ajarkan tehnik non farmakologi seperti
prawatan diri pada pasien
NOC LABEL TINGKAT hypnosis, relaksasi nafas dalam, terapi
secara mandiri
KETIDAKNYAMANAN musik, dll.
5. Untuk mengontrol nyeri
1. Nyeri dipertahankan pada skala 2 5. Dorong pasien untuk memonitor nyeri
pasien
ditingkatkan ke skala 4 dan menangani nyerinya dengan tepat
2. Meringis dipertahankan pada skala 2
ditingkatkan ke skala 4 NIC LABELMANAJEMEN 1. Untuk meningkatkan

LINGKUNGAN: KENYAMANAN kesehatan pasien

1. Hindari gangguan yang tidak perlu dan 2. Untuk mengetahui sumber


berikan untuk waktu istirahat ketidak nyamanan pasien
2. Pertimbangkan sumber-sumber ketidak 3. Untuk meningkatkan rasa
nyamanan nyaman pasien
3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan 4. Untuk pemberian edukasi
mendukung sesuai dengan penurunan
4. Berikan sumber-sumber edukasi yang nyeri pasien
relafan dan berguna mengenai 5. Agar keluarga dapat
manajemen penyakit dan cidera membantu meningkatkan
5. Tentukan tujuan pasien dan keluarga rasa nyaman pasien
dalam mengelola lingkungan dan
kenyamanan yang optimal
3. Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC LABEL PENGURANGAN 1. Untuk meningkatkan
1 x 6 jam diharapkan pasien tidak KECEMASAN kenyamanan pasien dan
merasa gelisah dan khawatir dengan 1. Dorong keluarga untuk mendampingi pasien merasa tenang dan
keadaannya saat ini dengan kriteria klien dengan cara yang tepat aman serta merasa dianggap
Ansietas Berhubungan hasil : 2. Gunakan pendekatan yang tenang dan 2. Untuk memudahkan
Dengan prosedur meyakinkan membina hubungan dengan
NOC LABEL TINGKAT
pembedahan 3. Berikan objek yang menunjukan pasien
KECEMASAN
perasaan nyaman 3. Untuk meningkatkan
1. Perasaan gelisah dipertahankan
4. Dengarkan klien kenyamana pasien
pada skala 3 ditingkatkan ke skala 5
4. Untuk mengetahui
permasalahan dan perasaan
2. Wajah tegang dipertahankan pada 5. Jelaskan semua prosedur termasuk sensai yang sedang dialami oleh
skala 3 ditingkatkan ke skala 5 yang akan dirasakan yang mungkin akan pasien
NOC LABEL TANDA – TANDA dialami klien selama prosedur dilakukan 5. Untuk mencegah terjadinya
VITAL NIC LABEL TERAPI RELAKSASI penolakan oleh pasien
1. Suhu tubuh, tingkat pernafasan, 1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
tekanan darah sistolik dan diastolik, tanpa distraksi dengan lampu yang redup 1. Untuk meningkatkan
denyut nadi dipertahankan pada dan suhu lingkungan yang nyaman bagi kenyamanan yang dirasakan
skala 4 ditingkatkan ke skala 5 klien pasien pada lingkungan
2. Drong klien untuk mengambil posisi 2. Agar pasien merasa nyaman
yang nyaman dengan posisinya
3. Terapkan relaksasi musik dan bernafas 3. Untuk mengurangi rasa
pada klien. cemas dan meningkatkan
NIC LABEL MONITOR TTV ketenangan pada pasien.
1. Identifikasi kemungkinan penyebab
perubahan tanda – tanda vital 1. Untuk mengetahui apaka
2. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan dapat menimbulkan
status pernafasan dengan tepat. terjadinya perubahan pada
tanda – tanda vital
Untuk mengetahui rentang nilai
tanda- tanda vital pasien.
4. Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC LABEL PENGECEKAN KULIT 1. Untuk mengertahui keadaan
kulit berhubungan 3x24 jam kerusakan integritas kulit (HAL 311) kulit akibat terjadinya luka
dengan prosedur pasien teratasi dengan kriteria hasil : 1. Amati warna, bengkak, tekstur, edema, 2. Untuk mengetahui keadaan
pembedahan kehangatan, da ulserasi pada sekitar kulit luka apakah luka bersih atau
NOC LABEL INTEGRITAS
yang luka kotor
JARINGAN: KULIT &
2. Periksa kondisi luka dengan tepat 3. Untuk mengetahui apakah
MEMBRAN MUKOSA (HAL 107)
3. Monitor kulit dan selaput lendir terhadap terjadinya perubahan pada
1. Integritas kulit dipertahankan pada
area perubahan warna dan memar selaput lendir dan kulit
skala 3 ditingkatkan ke skala 4
4. Monitor infeksi terutama di daerah luka akibat dari luka
2. Nekrosis dipertahankan pada skala 3
5. Ajarkan anggota keluarga / pemberian 4. Untuk mengetahui keadaan
ditingkatkan ke skala 4
asuhan mengenai tanda – tanda luka apakah trbebas dari
3. Lesi pada kulit dipertahankan pada
kerusakan kulit, dengan tepat. infeksi atau menimbulkan
skala 3 ditingkatkan ke skala 4
ciri – ciri adanya infeksi
NIC LABEL PERAWATAN LUKA 5. Untuk meningkatkan
(HAL 373) pengetahuan keluarga dalam
1. Monitor karakteristik luka, termasuk merawat pasien.
drainase, warna, ukuran, dan bau
2. Ukur luas luka, yang sesuai 1. Untuk mengetahui keadaan
3. Singkirkan benda – benda yang luka pasien
tertanam pada luka (serpihan)
4. Bersihkan dengan normal saline atau 2. Untuk mengetahui apakah
pembersih yang tidak beracun, dengan ada pelebaran yang terjadi
tepat pada luka
Anjurkan pasien dan keluaraga untuk 3. Untuk menghindarai infeksi
mengenal tanda dan gejala infeksi tambahan pada luka akibat
adanya benda asing yang
tertanam pada luka
4. Untuk menjaga kebersihan
luka
Agar pasien dan keluarga
dapat meminimalkan
infeksi.
5. Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC LABEL: PERAWATAN DEMAM 1. Untuk mengetahui keadaan
dengan inflamasi, sepsis selama 3 x 24 jam diharapkan suhu (HAL 355) umum dan rentang suhu
(infeksi) tubuh normal dengan kriteria hasil: 1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital tubuh pasien apakah normal
NOC LABEL: TERMOREGULASI lainnya atau abnormal
(HAL 564) 2. Monitor warna kulit dan suhu 2. Untuk mengetahui kondisi
1. Hipertermia dipertahankan pada 3. Beri obat atau cairan IV (misalnya, kulit dan suhu tubuh pasien
skala 3 (cukup terganggu) antiperetik, agen anti bakteri, dan agen 3. Untuk menurunkan suhu
ditingkatkan ke skala 5 (tidak anti menggigil) tubuh pasien dalam batas
terganggu) normal, dan
NOC LABEL: TANDA-TANDA 4. Monitor asupan dan keluaran, sadari mempertahankan cairan
VITAL (HAL 563) perubahan kehilangan cairan yang tubuh
1. Suhu tubuh dipertahankan pada takdirasakan 4. Untuk mengetahui status
skala 3 (Deviasi yang sedang dari 5. Tutup pasien dengan selimut atau balance cairan
kisaran normal) ditingkatkan ke pakaian ringan tergantung pada fase 5. Untuk meningkatkan
skala 5 (Tidak ada deviasi dari demam (memberi selimut hangat untuk kenyamanan pada pasien
kisaran normal) fase dingin, menyediakan pakaian atau 6. Untuk mempertahankan
2. Denyut nadi dipertahankan pada linen tempat tidur ringan untuk demam intake cairan pada pasien
skala 3 (Deviasi yang sedang dari dan fase bergejolak) 7. Untuk mempertahankan
kisaran normal) ditingkatkan ke 6. Dorong konsumsi cairan kondisi pasien tetap optimal
skala 5 (Tidak ada deviasi dari 7. Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan
kisaran normal) aktivitas jika diperlukan. 1. Untuk mengetahui keadaan
Irama pernafasan dipertahankan tekanan darah, nadi, suhu,
pada skala 3 (Deviasi yang sedang NIC LABEL: MONITOR TANDA- dan status pernafasan
dari kisaran normal) ditingkatkan TANDA VITAL (HAL 237) Untuk mengetahui tingkat
ke skala 5 (Tidak ada deviasi dari 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan kelembaban dan suhu tubuh
kisaran normal) status pernafasan pasien
Monitor warna kulit, suhu, dan
kelembaban
6. Risiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC LABEL KONTROL INFEKSI NIC LABEL KONTROL
Berhubungan Dengan 1 x 6 jam diharapkan resiko infeksi INFEKSI
adanya luka insisi akibat pada pasien dapat diatasi dengan 1. Anjurkan pasien mengenai tehnik cuci 5. Anjurkan pasien mengenai
pembedahan operasi kriteria hasil : tangan dengan tepat tehnik cuci tangan dengan
2. Anjurkan pasien untuk minum antibiotic tepat
NOC LABEL KEPARAHAN
yang diresepkan 6. Anjurkan pasien untuk
INFEKSI
3. Ajarkan pasien dan keluarga pasien minum antibiotic yang
1. Kemerahan dipertahankan pada mengenai tanda gejala infeksi diresepkan
skala 2 ditingkatkan ke skala 4 4. Ajarkan pasien dan anggota keluarga 7. Ajarkan pasien dan

2. Cairan [luka] yang berbau busuk mengenai bagaimana menghindari keluarga pasien mengenai

dipertahankan pada skala 2 infeksi tanda gejala infeksi

ditingkatkan ke skala 4 8. Ajarkan pasien dan anggota


NIC LABEL PERAWATAN LUKA keluarga mengenai
Nyeri dipertahankan pada skala 2
1. Monitor karakteristik luka, termasuk bagaimana menghindari
ditingkatkan ke skala 4
drainase, warna, ukuran, dan bau infeksi
2. Ukur luas luka, yang sesuai
3. Singkirkan benda – benda yang NIC LABEL PERAWATAN
tertanam pada luka (serpihan) LUKA
4. Bersihkan dengan normal saline atau 5. Monitor karakteristik luka,
pembersih yang tidak beracun, dengan termasuk drainase, warna,
tepat ukuran, dan bau
Ajarkan pasien dan keluaraga untuk 6. Ukur luas luka, yang sesuai
mengenal tanda dan gejala infeksi
7. Singkirkan benda – benda
yang tertanam pada luka
(serpihan)
8. Bersihkan dengan normal
saline atau pembersih yang
tidak beracun, dengan tepat
Ajarkan pasien dan keluaraga
untuk mengenal tanda dan
gejala infeksi
D. EVALUASI
Evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi
dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP.
Dimana evaluasi tersebut :
- Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan sampai
dengan tujuan tercapai. Selama melakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam,
pasien diharapakan:
- Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP:
S : Data yang didapatkan melalui keluhan pasien
O : Data yang diamati atau diobaservasi oleh perawat dan tenaga medis lainnya
A : Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan tindakan
P: Rencana yang akan dilakuakan, bila tujuan tersebut tidak tercapai
DAFTAR PUSTAKA

Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan NANDA NIC-NOC.(2015).Edisi


Revisi.Jakarta:EGC.

Bararah Taqqiyah. Jauhur Mohammad (2013). Asuhan Keperawatan: Panduan Lengkap


Menjadi Perawat Profesional Jilid 1. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Brunner & Suddart. (2013).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Prevalensi Apendisitis di Indonesia.

Kowalak, dkk . (2011). Buku Ajar Patofisiologi,Proses Penyakit, Tanda dan Gejala,
Penatalaksanaan, Efek Pengobatan dan Ilustrasi Berwarna. Jakarta : EGC.
Mansjoer, A. (2015) Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: CV. Trans Info Media

Nurarif, Huda Amin & Kusuma, Hardhi. (2014) .Handbook for Health Student.
Yogyakarta:Media Action Publishing.

Huda Nurarif, Amin. (2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda. Yogjakarta:Mediaction
Price & Wilson (2013) Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Sloane, E.(2014). Anatomi dan Fisiologi: untuk Pemula.Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C. (2015) Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

WHO (World Health Organization).Appendisitis.Tersedia di http://lib.ui.ac.id Diunduh


tanggal 26 Juni 2018.

Anda mungkin juga menyukai