Anda di halaman 1dari 7

KEPERAWATAN GERONTIK

“RINGKASAN MATERI PEMERIKSAAN PANCA INDRA PERABA DAN PENGHIDU


PADA LANSIA”

Oleh:
SAMALINA ELIZABETH MANETDE

C1118072

7C KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2021
PEMERIKSAAN PANCA INDRA

PERABA DAN PENGHIDU PADA LANSIA

A. PEMERIKSAAN SENSIBILITAS
1. Pemeriksaan Sensasi Taktil (Raba)
2. Pemeriksaan Sensasi Nyeri Superfisial
3. Pemeriksaan Sensasi Suhu
4. Pemeriksaan Sensasi Gerak dan Posisi
5. Pemeriksaan Sensasi Getar
6. Pemeriksaan Sensasi Tekan

B. HAL YANG DIPERHATIKAN DALAM PEMERIKSAAN SENSIBILITAS


1. Pasien dalam keadaan sadar penuh (duduk / berbaring/berdiri)
2. Pasien tidak sedang capek / lelah
3. Pasien tahu prosedur pemeriksaan
4. Pasien mendapatkan penjelasan
5. Amati tanda / gejala saat dilakukan pemeriksaan
6. Prinsip Kesimetrisan
7. Pemeriksaan dilakukan dengan tenang dan tidak terburu-buru
8. Hati – hati dalam mengambil kesimpulan

C. PERSIAPAN ALAT
1. Jarum berujung tajam dan tumpul (dapat digunakan jarum pentul atau jarum pada
palu refleks) untuk rasa nyeri superfisial
2. Kuas halus, kapas, bulu, tisu, atau bila terpaksa dengan ujung jari tangan yang
disentuhkan ke kulit secara halus sekali untuk rasa raba/taktil
3. Tabung yang diisi air dingin atau air panas untuk sensasi suhu. Lebih baik
menggunakan tabung dari metal daripada tabung gelas karena gelas merupakan
konduktor yang buruk. Untuk sensasi dingin menggunakan air bersuhu 5-10 derajat
Celsius dan sensasi panas diperlukan suhu 40-45 derajat Celsius. Suhu kurang dari 5
derajat Celsius dan lebih dari 45 derajat Celsius dapat menimbulkan rasa nyeri
4. Garpu tala berfrekuensi 128 atau 256 Hz untuk sensasi getar
5. Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi tidak memerlukan alat khusus.

D. PEMERIKSAAN SENSASI TAKTIL (RABA)


Alat yang dipakai adalah kapas, tisu, bulu, atau kuas halus. Prosedural
pemeriksaan sensasi taktil/raba adalah sebagai berikut:
1. Tutup mata pasien
2. Coba alat pada diri sendiri untuk mendapatkan perasaan akan seberapa kuat stimulasi
harus diberikan. Coba juga pada daerah yang berkulit lebih tebal seperti telapak tangan
atau telapak kaki karena membutuhkan sedikit tekanan ekstra dibandingkan lokasi
lainnya
3. Mulailah dari daerah yang dicurigai abnormal menuju daerah yang normal.
Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal yang kontralateral tetapi
sama (misalnya: lengan bawah volar kanan dengan kiri)
4. Minta pasien untuk mengatakan “ya” atau “tidak” apabila merasakan adanya
rangsang, dan sekaligus juga menyatakan tempat atau bagian tubuh mana yang
dirangsang

E. PEMERIKSAAN NYERI SUPERFISIAL


Nyeri merupakan sensasi yang paling baik untuk menentukan batas gangguan
sensorik. Alat yang digunakan adalah jarum berujung tajam dan tumpul. Prosedural
pemeriksaan sensasi nyeri superfisial adalah sebagai berikut :
1. Tutup mata pasien
2. Coba jarum pada diri pemeriksa terlebih dahulu untuk mendapatkan perasaan akan
seberapa kuat tekanan perlu dilakukan. Tekanan dilakukan seminimal mungkin
sehingga tidak menimbulkan perlukaan
3. Rangsang kulit pasien dengan ujung runcing dan ujung tumpul secara bergantian.
Pasien diminta menyatakan sensasinya sesuai yang dirasakan. Jangan arahkan pasien
dengan menanyakan pertanyaan seperti “Apakah anda merasakan ini?” atau “Apakah
ini runcing?”
4. Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal yang kontralateral tetapi
sama (misalnya: lengan bawah volar kanan dengan kiri)
5. Minta pasien menyatakan apakah terdapat perbedaan intensitas ketajaman rangsang di
daerah yang berlainan
6. Apabila dicurigai daerah yang sensasinya menurun/meninggi, maka rangsangan
dimulai dari daerah tersebut ke arah yang normal.

F. PEMERIKSAAN SENSASI SUHU


Alat yang dipakai adalah tabung berisi air bersuhu 5-100 C untuk sensasi dingin dan
air 40-450 C untuk sensasi panas. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada posisi apapun
tapi lebih disarankan pada posisi berbaring. Prosedural pemeriksaan sensasi suhu adalah
sebagai berikut :
1. Minta pasien untuk menutup mata
2. Coba terlebih dahulu tabung panas/dingin pada diri pemeriksa untuk memastikan
sensasi panas/dingin yang dirasakan cukup, tidak kurang atau berlebihan
3. Tempelkan tabung pada kulit pasien lalu minta pasien menyatakan apakah sensasi yang
dirasakan dingin atau panas

G. PEMERIKSAAN GERAK DAN POSISI


Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi bertujuan untuk memperoleh kesan pasien
terhadap gerakan dan pengenalan terhadap arah gerakan, kekuatan, lebar atau luas gerakan
(range of movement) sudut minimal yang pasien sudah mengenali adanya gerakan pasif,
dan kemampuan pasien untuk menentukan posisi dalam ruangan. Pemeriksaan ini tidak
memerlukan alat khusus: Prosedural pemeriksaan sensasi gerak adalah sebagai berikut:
1. Tutup mata pasien
2. Minta pasien untuk mengangkat kedua lengan di depan pasien menghadap ke atas dan
mempertahankan kedua lengan pada posisi tersebut
3. Jika terdapat gangguan proprioseptik, maka lengan akan turun dan menuju ke arah
dalam tanpa disadari oleh pasien.
Modifikasi dari tes ini adalah dengan menaik-turunkan kedua tangan dalam kondisi
mata tertutup dan pasien diminta menanyakan tangan mana yang posisinya lebih tinggi.
Kedua tes di atas dapat dikombinasi dengan tes Romberg modifikasi. Prosedural tes
Romberg modifikasi adalah sebagai berikut:
1. Minta pasien berdiri dengan tumit kanan dan jari-jari kaki kiri berada pada satu garis
lurus dan kedua lengan ekstensi ke depan
2. Minta pasien menutup matanya
3. Bila ada gangguan proprioseptik pada kaki maka pasien akan jatuh pada satu sisi.
4. Prosedural pemeriksaan posisi dapat dilakukan dengan cara berikut:
5. Pasien dapat duduk atau berbaring, mata pasien ditutup
6. Jari-jari pasien harus benar-benar dalam keadaan relaksasi dan terpisah satu sama lain
7. Jari pasien digerakkan secara pasif oleh pemeriksa, dengan sentuhan seringan mungkin
sehingga tekanan terhadap jari-jari tersebut dapat dihindari. Pastikan pasien tidak
melakukan gerakan aktif seringan apapun pada jari-jari yang sedang digerakkan oleh
pemeriksan
8. Pasien diminta untuk menyatakan apakah ada perubahan posisi jari atau adakahgerakan
pada jarinya
9. Cara lain adalah dengan menempatkan jari-jari salah satu pasien pada posisi tertentu
dan meminta pasien diminta menirukan posisi tersebut pada jari yang lain.

H. PEMERIKSAAN SENSASI GETAR


Alat yang digunakan adalah garpu tala berfrekuensi 128 atau 256 Hz. Prosedural
pemeriksaan ini adalah sebagai berikut:
1. Getarkan garpu tala dengan memukulkan pada benda padat/keras
2. Letakkan pangkal garpu tala pada daerah dengan tulang yang menonjol seperti ibu jari
kaki, pergelangan tangan, maleolus lateralis/medialis, prosesus spinosus vertebra, siku,
bagian lateral klavikula, lutut, tibia, atau sendi-sendi jari
3. Bandingkan antara kanan dan kiri
4. Catat intensitas dan lamanya vibrasi
5. Untuk penentuan lebih cermat, garpu tala kemudian dipindahkan pada bagian tubuh
yang sama pada pemeriksa. Apabila pemeriksa masih merasakan getaran, berarti rasa
getar pasien sudah menurun

I. PEMERIKSAAN SENSASI TEKAN


Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
1. Menekan tendon Achilles
2. Menekan fascia antara jari tangan IV dan V atau testis
3. Pasien diminta untuk mengatakan apakah terasa sensasi nyeri atau tidak

J. INTRO GAGGUAN PENGHIDU


1. Lebih sering ditemukan pada jenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki
(hiposmia) 61% wanita dan 39% laki-laki.
2. Gangguan penghidu pada usia > dari 65 tahun sebesar 65%. Penelitian lain
mendapatkan gangguan penghidu pada usia > dari 50 tahun sebesar 24%.
3. Gangguan penghidu juga ditemukan pada perokok, dimana ditemukan kerusakan
neuroepitel olfaktorius. Pada analisis imunohistokimia ditemukan adanya apoptosis
proteolisis pada neuroepitel olfaktorius
4. Obat-obatan juga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan penghidu seperti obat
golongan makrolide, anti jamur, protein kinase inhibitor, ACE inhibitor, dan proton
pump inhibitor
5. Gangguan atau hilangnya fungsi penghidu terjadi pada ~15% pasien dengan trauma
kepala

K. ISTILAH DALAM GAGGUAN PENGHIDU NO ISTILAH URAIAN PADA


KASUS
1. Anosmia : Hilangnya kemampuan menghidu pada kasus trauma di daerah frontal atau
oksipital. Selain itu anosmia dapat juga terjadi setelah infeksi oleh virus, tumorseperti
osteoma, atau meningioma dan akibat proses degenerasi pada orang tua.
2. Agnosia : tidak bisa menghidu satu macam odoran pada kasus trauma, Lansia
3. Partial Anosmia : ketidak mampuan menghidu beberapa odoran tertentu pada kasus
Trauma
4. Hiposmia : Penurunan kemampuan menghidu baik berupa sensitifitas ataupun kualitas
penghidu pada kasus obstruksi hidung, seperti pada rhinitis alergi, rhinitis vasomotor,
rhinitis atrofi, hipertrofi konka, deviasi septum, polip, tumor. Dapat juga
terjadi pada beberapa penyakit sistemis, misalnya diabetes, gagal ginjal dan gagal hati
serta pada pemakaian obat seperti antihistamin, dekongestan, antibiotika,
antimetabolite, anti peradangan dan antitiroid.
5. Disosmia : persepsi bau yang salah, termasuk parosmia dan phantosmia. Parosmia yaitu
perubahan kualitas sensasi penciuman, sedangkan phantosmia yaitu sensasi bau tanpa
adanya stimulus odoran/ halusinasi odoran pada kasus Gangguan pada lobus temporal
atau karena gangguan psikiatrik
6. Presbiomia : gangguan penghidu karena umur tua pada kasus Lansia
7. Hiperosmia : Kondisi lebih akut dari fungsi penghidu yang normal migren dan
beberapa kasus meningitis aseptic

L. PENYEBAB GANGGUAN PENGHIDU


1. Sumbatan Hidung & ISPA
Sumbatan hidung pada area ini atau diatasnya disebabkan oleh pembengkakan mukosa
yang parah, tumor, polip nasal, atau deformitas tulang yang dapat menyebabkan
hiposmia atau anosmia. ISPA menyebabkan obstruksi jalan nafas sekunder sampai
pembengkakan mukosa
2. Trauma Kepala
Pukulan pada bagian oksipital cenderung menimbulkan gangguan penghidu yang parah
dan sering daripada pukulan pada bagian frontal. Mekanisme fisiologis yang terlibat
yaitu terpotongnya fila olfaktorius dan terjadi memar pada bulbus olfaktorius dan
frontal
3. Usia
Keadaan ini mungkin berhubungan dengan masalah pada reseptor atau tingkat
neuronal, keadaan penyakit, agen farmakologis, dan perubahan pada hormonal dan
tingkat neurotransmitter
4. Paparan Neurotoxin
Sejumlah bahan kimia lingkungan dan industri berhubungan dengan gangguan fungsi
penghidu (senyawa logam, organic, debu, olahan metal, non metal, olahan pabrik)
5. Merokok
Diantara campuran dari 5.000 zat kimia yang terdapat pada rokok tembakau seperti
asam akrilik, akrolein, asetaldehid, dan khrom (VI) memiliki efek pada epitel
olfaktorius

M. DAGNOSIS GANGGUAN PENGHIDU


1. ANAMNESA
Ditanyakan riwayat trauma kepala, penyakit sinonasal, dan infeksi saluran nafas atas,
riwayat penyakit sistemik, riwayat penyakit neurodegeneratif, kebiasaan merokok,
dan semua faktor yang bisa menyebabkan gangguan penghidu
2. PEMERIKSAAN KEMOSENSORI PENGHIDU
a. Pemeriksaan Konvensional
b. UPSIT (University of Pennsylvania Smell Identification Test)
c. Tes Sniffin Sticks 4. Tes The Connectitut Chemosensory Clinical Research
Center (CCCRC).
d. Tes Odor Stick Identification Test for Japanese (OSIT-J)
e. Pemeriksaan elektrofisiologis fungsi penghidu. Pemeriksaan ini terdiri
dariOlfactory Event- Related Potentials (ERPs), dan Elektro-Olfaktogram
(EOG)
f. Biopsi neuroepitel olfaktorius.

N. PERSIAPAN PEMERIKSAAN PENGHIDU KONVENSIONAL


1. Pemeriksaan dilakukan pada ruangan dengan ventilasi udara yang baik (tidak
berbaudan kondisi tenang)
2. 15 – 60 menit sebelum tes, Pasien tidak boleh merokok,menggosok gigi,
makan,minum selain air putih
3. Pemeriksa mencuci tangan tanpa sabun
4. Pemeriksa menggunakan sarung tangan tidak berbau

O. PEMERIKSAAN PENGHIDU KONVENSIONAL


1. Menjelaskan Kepada pasien tentang pemeriksaan daya penciuman yang
akandilakukan dan meminta ijin
2. Memastikan tidak terdapat sumbatan intranasal (sinusitis, rhinitis atau sebab lain)
3. Meminta pasien menutup salah satu lubang hidung dan menutup mata
4. Meminta pasien untuk mencium bau bauan (odoran) menggunakan substansi yang
tidak iritatif dan familiar (ekstrak kopi, tembakau, coklat, vanili, minyak kayu
putih, dsb).
5. Pasien mengklarifikasi jenis bau yang diciumnya
6. Melaporkan hasil

Anda mungkin juga menyukai