atau berjalan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan. Tidak semua
pemeriksaan sensoris dilakukan, tetapi hanya sesuai dengan kebutuhan kondisi pasien
berdasarkan anamnesis saat persiapan.
Contohnya, pada pasien trauma cukup dilakukan pemeriksaan modalitas untuk menentukan
sampai setinggi mana lesi dari trauma tersebut. Untuk mengetahui fungsi luhur, dilakukan
pemeriksaan diskriminatif atau kortikal. Pada pasien dengan keluhan khusus seperti
kesemutan pada pergelangan tangan, dilakukan pemeriksaan khusus seperti Tinel’s sign.[1,4]
Persiapan Pasien
Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan sistem sensorik adalah anamnesis
dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, diikuti dengan penjelasan mengenai prosedur
pemeriksaan yang akan dilakukan. Pastikan pasien sadar dan kooperatif.
Sebelum melakukan pemeriksaan sensorik, terlebih dahulu terangkan kepada pasien respons
apa yang diharapkan dari pasien (misalnya pada pemeriksaan posisi (proprioseptif), respons
yang diharapkan adalah “ke atas/ke bawah”).[1,5]
Anamnesis
Keluhan mengenai sensibilitas yang perlu ditanyakan mencakup ada tidaknya keluhan berikut
ini:
rangsang yang tidak nyeri dirasakan sebagai nyeri (disestesia atau parestesia yang nyeri)
modalitas sensorik normal tetapi tidak bisa mengenali benda pada perabaan tangan
(astereognosis)
Selain deskripsi keluhan, dokter juga harus menanyakan mengenai aspek-aspek keluhan
lainnya, yaitu:
1. Jarum berujung tajam dan tumpul (dapat digunakan jarum pentul atau jarum pada palu
refleks) untuk rasa nyeri superfisial
2. Kuas halus, kapas, bulu, tisu, atau bila terpaksa dengan ujung jari tangan yang disentuhkan ke
kulit secara halus sekali untuk rasa raba/taktil
3. Tabung yang diisi air dingin atau air panas untuk sensasi suhu. Lebih baik menggunakan
tabung dari metal daripada tabung gelas karena gelas merupakan konduktor yang buruk.
Untuk sensasi dingin menggunakan air bersuhu 5-10 derajat Celsius dan sensasi panas
diperlukan suhu 40-45 derajat Celsius. Suhu kurang dari 5 derajat Celsius dan lebih dari 45
derajat Celsius dapat menimbulkan rasa nyeri
4. Garpu tala berfrekuensi 128 atau 256 Hz untuk sensasi getar
5. Peralatan untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif: misalnya jangka untuk two point
tactile discrimination, kunci, uang logam, dan botol, untuk pemeriksaan stereognosis, pensil
untuk pemeriksaan graphestesi[1,2,5]
Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi tidak memerlukan alat khusus.
Posisi Pasien
Saat pemeriksaan sistem sensorik, pasien berbaring secara relaks. Pasien dapat pula dalam
posisi berdiri dan berjalan, sesuai metode pemeriksaan yang digunakan.
Prosedural
Sebelum masuk ke prosedural pemeriksaan sistem sensorik, perlu diingat bahwa tidak semua
pemeriksaan sensoris dilakukan secara simultan pada pasien tetapi disesuaikan dengan
kebutuhan kondisi pasien berdasarkan anamnesis yang dilakukan saat persiapan.
Contohnya, pada pasien trauma cukup dilakukan pemeriksaan modalitas untuk menentukan
sampai setinggi mana lesi dari trauma tersebut. Untuk mengetahui fungsi luhur, dilakukan
pemeriksaan diskriminatif atau kortikal. Pada pasien dengan keluhan khusus seperti
kesemutan pada pergelangan tangan, dilakukan pemeriksaan sistem sensorik khusus seperti
Tinel’s sign.[1,4]
Modalitas primer dari sensasi somatik (seperti rasa nyeri, raba, posisi, getar dan suhu)
diperiksa lebih dulu sebelum memeriksa fungsi sensorik diskriminatif/kortikal.
Nyeri merupakan sensasi yang paling baik untuk menentukan batas gangguan sensorik. Alat
yang digunakan adalah jarum berujung tajam dan tumpul. Prosedural pemeriksaan sensasi
nyeri superfisial adalah sebagai berikut:
1. Tutup mata pasien
2. Coba jarum pada diri pemeriksa terlebih dahulu untuk mendapatkan perasaan akan seberapa
kuat tekanan perlu dilakukan. Tekanan dilakukan seminimal mungkin sehingga tidak
menimbulkan perlukaan
3. Rangsang kulit pasien dengan ujung runcing dan ujung tumpul secara bergantian. Pasien
diminta menyatakan sensasinya sesuai yang dirasakan. Jangan arahkan pasien dengan
menanyakan pertanyaan seperti “Apakah anda merasakan ini?” atau “Apakah ini runcing?”
4. Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal yang kontralateral tetapi sama
(misalnya: lengan bawah volar kanan dengan kiri)
5. Minta pasien menyatakan apakah terdapat perbedaan intensitas ketajaman rangsang di daerah
yang berlainan
Apabila dicurigai daerah yang sensasinya menurun/meninggi, maka rangsangan dimulai dari
daerah tersebut ke arah yang normal.[1,2,5]
Pemeriksaan dilakukan dengan cara menekan tendon Achilles, fascia antara jari tangan IV
dan V atau testis. Pasien diminta untuk mengatakan apakah terasa sensasi nyeri atau tidak.[7]
Alat yang dipakai adalah kapas, tisu, bulu, atau kuas halus. Prosedural pemeriksaan sensasi
taktil/raba adalah sebagai berikut:
Alat yang digunakan adalah garpu tala berfrekuensi 128 atau 256 Hz. Prosedural pemeriksaan
ini adalah sebagai berikut:
Modifikasi dari tes ini adalah dengan menaik-turunkan kedua tangan dalam kondisi mata
tersebut dan pasien diminta menanyakan tangan mana yang posisinya lebih tinggi.[8]
Kedua tes di atas dapat dikombinasi dengan tes Romberg modifikasi. Prosedural tes Romberg
modifikasi adalah sebagai berikut:
1. Minta pasien berdiri dengan tumit kanan dan jari-jari kaki kiri berada pada satu garis lurus
dan kedua lengan ekstensi ke depan
2. Minta pasien menutup matanya
Bila ada gangguan proprioseptik pada kaki maka pasien akan jatuh pada satu sisi.[9]
Alat yang dipakai adalah tabung berisi air bersuhu 5-10 derajat Celsius untuk sensasi dingin
dan air 40-45 derajat Celsius untuk sensasi panas. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada
posisi apapun tapi lebih disarankan pada posisi berbaring. Prosedural pemeriksaan sensasi
suhu adalah sebagai berikut:
Syarat pemeriksaan ini adalah fungsi sensorik primer (taktil dan posisi) harus baik, mampu
memanipulasi objek, dan khusus pada tes barognosis tidak memiliki kelemahan otot tangan.
Terdapat tujuh gangguan fungsi sensorik kortikal yang masing-masing memiliki cara
pemeriksaan yang spesifik.
Gangguan ini diperiksa dengan dua rangsangan tumpul pada dua titik di anggota gerak secara
serempak, bisa memakai jangka atau calibrated two point esthesiometer. Pada anggota gerak
atas biasanya diperiksa pada ujung jari.
2. Gangguan Graphestesia:
Graphestesia adalah kemampuan untuk mengenali tulisan berdasarkan sensasi sentuhan pada
kulit. Alat yang digunakan adalah pensil atau jarum tumpul. Pemeriksaan graphesthesia
dilakukan dengan cara menulis beberapa angka pada bagian tubuh yang berbeda-beda dari
kulit pasien. Prosedural pemeriksaan ini adalah:
Stereognosis adalah kemampuan untuk mengenali obyek hanya berdasarkan sentuhan saja.
Prosedural pemeriksaan ini adalah:
1. Minta pasien untuk menutup mata
2. Minta pasien meraba benda yang disediakan dengan menggunakan jari-jarinya.
3. Tanyakan kepada pasien apa jenis benda yang telah diraba
Ketidakmampuan mengenal benda dengan rabaan disebut sebagai tactile agnosia atau
astereognosis. Pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan jika sensasi proprioseptik pasien tidak
baik.[1,12]
4. Gangguan Topografi/Topesthesia:
Topesthesia adalah kemampuan untuk melokalisasi rabaan pada bagian tubuh tertentu.
Gangguan topesthesia dikenal sebagai topognosia. Syarat pemeriksaan, kemampuan taktil
harus baik. Prosedur pemeriksaan ini adalah:
Barognosis adalah kemampuan membedakan berat antara dua benda. Gangguan barognosis
dikenal sebagai abarognosia. Syarat pemeriksaan, rasa gerak dan posisi sendi harus baik.
sebaiknya diusahakan bentuk dan besar bendanya kurang lebih sama tetapi beratnya berbeda.
Prosedur pemeriksaan ini adalah:
Anosognosia adalah penolakan atau tidak adanya kesadaran terhadap bagian tubuh yang
lumpuh atau hemiplegia. Bila berat, pasien akan menolak adanya kelumpuhan tersebut dan
percaya bahwa dia dapat menggerakkan bagian-bagian tubuh yang lupuh tersebut.[1]
Alat yang digunakan adalah kapas, kepala jarum atau ujung jari. Cara pemeriksaan adalah:
1. merangsang secara serentak pada kedua titik di anggota gerak kanan dan kiri yang letaknya
setangkup, sementara itu mata ditutup
2. Mula-mula diraba punggung tangan pasien dan pasien diminta mengenal tempat yang diraba
3. Kemudian rabalah pada titik yang sama pada sisi tubuh yang berlawanan dan ulangi perintah
yang sama
4. Setelah itu lakukan perabaan pada kedua tempat tersebut dengan tekanan yang sama secara
serentak
5. Bila ada extinction phenomenon, maka pasien hanya akan merasakan rangsangan pada sisi
tubuh yang sehat saja[5,9]
Pemeriksaan Sensorik Khusus
Terdapat 2 macam pemeriksaan sensorik khusus, yaitu tes Tinel dan tes Phalen.
1. Tes Tinel
Umumnya digunakan untuk tes saraf medianus pada sindrom terowongan karpal. Alat yang
digunakan adalah palu refleks. Prosedur pemeriksaan ini adalah:
1. Posisikan tangan pasien yang terkena sindrom terowongan karpal pada posisi supinasi.
2. Lakukan perkusi menggunakan ujung jari/palu refleks pada area saraf medianus di tengah-
tengah terowongan karpal pada pergelangan tangan pasien
Hasil dinyatakan positif jika timbul disestesia (rasa parestesia dan nyeri yang menjalar mulai
dari tempat rangsang ke jari-jari telunjuk, tengah dan manis yang mirip aliran listrik). Hasil
positif ini menunjukkan pasien mengalami sindrom terowongan karpal.[7]
2. Tes Phalen
Pemeriksaan ini juga digunakan untuk tes saraf medianus pada sindrom terowongan karpal.
Prosedur pemeriksaan ini adalah: minta pasien menempelkan kedua punggung tangan dengan
posisi fleksi penuh selama 30-60 detik.
Maneuver ini akan menyebabkan peningkatan tekanan dalam terowongan karpal. Jika
terdapat gejala seperti nyeri atau kesemutan di daerah jempol, jari telunjuk, jari tengah, atau
jari manis, maka hasil tes Phalen dinyatakan positif. Hasil positif menunjukkan pasien
mengalami sindrom terowongan karpal.[7]
Interpretasi Hasil
Hasil pemeriksaan sistem sensorik perlu diinterpretasi untuk mengarahkan ke lokasi defek
dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan selanjutnya. Berikut keterangan hasil
pemeriksaan sistem sensorik:
1. Lesi mononeuropati akan mengenai kawasan saraf perifer tersebut (mis: nervus ulnaris)
2. Lesi polineuropati sindroma sensoriknya glove stocking paresthesia
3. Lesi mengenai akar saraf pada kornu dorsalis C6, maka sindroma sensoriknya mengenai
dermatoma C6 (lihat gambar 1.)
4. Lesi traseksi komplit pada myelum setinggi vertebra Th 8 maka terjadi sindroma sensorik
segmental setinggi segmen Th 10
5. Lesi separuh myelum (Brown Sequard Syndrome) akan menyebabkan gangguan proprioseptif
(rasa posisi dan getar) ipsilateral dan gangguan protopatik (nyeri, suhu, dan raba)
kontralateral
6. Lesi pada kanalis sentralis (syringomyelia) akan menyebabkan gangguan sensorik propatik
(nyeri dan suhu) tanpa disertai gangguan propioseptif yang disebut dengan disosiasi
sensibilitas
7. Lesi pada arteri spinalis anterior akan menyebabkan gangguan sensorik protopatik (nyeri suhu
dan raba) tanpa disertai gangguan proprioseptif
8. Lesi pada kolumna posterior akan menyebabkan gangguan proprioseptif
9. Lesi pada conus medularis akan menyebabkan gangguan saddle back anesthesia (simetris)
10. Lesi pada kauda ekuina akan menyebabkan gangguan seperti saddle back anesthesia tapi
tidak simetris
11. Lesi pada saraf medianus di terowongan karpal (sindrom terowongan karpal) akan
menyebabkan tes Tinel dan tes Phalen positif[1,10]
Follow Up
Setelah pemeriksaan selesai dilakukan, pemeriksa harus mencatat semua hasil pemeriksaan
pada rekam medis pasien. Follow up tergantung dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
Pemeriksaan ini memiliki makna penting dalam menentukan lokasi atau letak kelainan lesi
pada kelainan sistem saraf secara spesifik. Pemeriksaan ini juga dapat menentukan jenis
pemeriksaan penunjang lainnya untuk membantu menegakkan diagnosis, seperti darah
lengkap, foto rontgen, CT Scan, atau MRI.