UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018
1
DAFTAR ISI
2
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN
FUNGSI SENSORIK
3
PEMERIKSAAN FUNGSI SENSORIK
(SENSIBILITAS)
I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan sensorik terdiri atas:
a. Pemeriksaan Eksteroseptif (Protopatik), terdiri atas:
I. Pemeriksaan perasa raba,
II. Pemeriksaan perasa nyeri, dan
III. Pemeriksaan perasa suhu.
b. Pemeriksaan Proprioseptif, terdiri atas:
I. Perasaan gerak (kinesthesia),
II. Perasaan sikap (statestesia), dan
III. Perasaan getar (palestesia).
c. Pemeriksaan Diskriminatif (Multimodalitas), terdiri atas:
I. Perasaan Stereognasis,
II. Perasaan Gramestesis,
III. Perasaan Barognosis,
IV. Perasaan Topognosis, dan
V. Perasaan Diskriminasi Spasial.
Pada pasien tanpa tanda atau gejala penyakit neurologis, pemeriksaan fungsi
sensorik (sensibilitas) dapat dilakukann dengan cepat, dengan memeriksa adanya
sensasi normal pada ujung jari tangan dan kaki. Pemeriksa dapat memilih apakah ia
mau memeriksa sentuhan ringan, nyeri, dan sensasi suhu atau getaran. Jika ini
semuanya normal, pemeriksaan sensorik lainnya tidak diperlukan. Jika ada gejala atau
tanda yang menunjukkan gangguan neurologis, harus dilakukan pemeriksaan lengkap.
4
II. TUJUAN
Tujuan Intruksional Umum (TIU):
Setelah melakukan latihan ketrampilan pemeriksaan fungsi sensorik (sensibilitas)
Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan kepada pasien dan
melakukan pemeriksaan eksteroseptif, proprioseptif dan pemeriksaan diskriminatif
(multimodalitas) dengan benar.
Tujuan Intruksional Khusus (TIK):
Setelah melakukan ketrampilan pemeriksaan fungsi sensorik, diharapkan
mahasiswa mampu :
• Menjelaskan tujuan dilakukannya pemeriksaan kepada pasien
• Melakukan pemeriksaan perasa raba dengan cara yang benar
• Melakukan pemeriksaan perasa nyeri dengan cara yang benar
• Melakukan pemeriksaan perasa suhu dengan cara yang benar
• Melakukan pemeriksaan perasaan gerak (kinesthesia) dengan cara yang benar
• Melakukan pemeriksaan perasaan sikap (statestesia) dengan cara yang benar
• Melakukan pemeriksaan perasaan getar (palestesia) dengan cara yang benar
• Melakukan pemeriksaan perasaan stereognosis dengan cara yang benar
• Melakukan pemeriksaan perasaan gramestesis dengan cara yang benar
• Melakukan pemeriksaan perasaan barognosis dengan cara yang benar
• Melakukan pemeriksaan perasaan topognosis dengan cara yang benar
• Melakukan pemeriksaan perasaan diskriminasi spasial dengan cara yang benar
III. TEORI
Seperti pada pemeriksaan motorik, pemeriksa membandingkan sisi yang satu
dengan sisi yang lain, dan proksimal dengan distal. Gangguan neurologic biasanya
menyebabkan gangguan sensorik yang mula-mula terlihat di bagian lebih distal
dibandingkan di bagian proksimal.
Tangan disuplai oleh nervus medianus, ulnaris, dan radialis. Nervus medianus
merupakan saraf sensasi utama karena mensuplai permukaan palmar jari tangan,
bagian tangan yang paling sering dipakai untuk meraba. Nervus ulnaris hanya
5
mensuplai sensasi pada satu setengah jari ulnar. Nervus radialis mempunyai distribusi
sensorik pada dorsum manus. Pada persarafan ini terjadi tumpang tindih yang besar
sekali.
1. PEMERIKSAAN EKSTEROSEPTIF
a. Pemeriksaan Perasa Raba
Untuk pemeriksaan ini, kita sentuh kulit penderita dengan kapas yang
ujungnya dipilin semakin kecil. Respons yang kita harapkan adalah, jawaban
"ya", bila kulitnya tersentuh. Sewaktu pemeriksaan kita banding-bandingkan
keadaan perasa raba disisi kanan dengan yang di sisi kiri atau di bagian
proksimal dengan yang di bagian distal. Bila terdapat suatu perbedaan,
misalnya di suatu daerah terasa lebih baik daripada di daerah lainnya, maka
pemeriksaan perasa raba di tempat itu harus dilakukan dengan lebih teliti dan
lebih mengkhusus. Bila perasa raba di suatu tempat adalah terganggu, maka
kita katakan bahwa telah terdapat anestesia atau hipestesi di daerah
tersebut. Jika sensasinya abnormal, lakukanlah pemeriksaan di bagian
proksimal sampai batas ketinggian gangguan sensorik dapat ditentukan.
Batas ketinggian gangguan sensorik adalah ketinggian medula spinalis di
bawah di mana terjadi penurunan sensasi secara jelas.
b. Pemeriksaan Perasa Nyeri
Untuk pemeriksaan perasa nyeri ini kita pergunakan jarum pentul. Penderita
hendaknya dapat membedakan antara "tajam atau tumpul." Bila perasa nyeri
itu terganggu, maka kita katakan bahwa di tempat tersebut terdapat
analgesia. Si pemeriksa memegang jarum itu seperti memegang pensil (lihat
gambar). Dengan sekali menusuk jarum itu pada kulit pasien dan sekali
menusuk dengan jari telunjuknya. Rangsang tusuk tajam dan tumpul dapat
diberikan secara berselingan.
Mintalah kepada pasien untuk menutup matanya, kemudian sentuhlah
pasien dengan ujung jarum. Beritahukan pasien ”Ini tajam” . Kemudian
sentuhlah pasien dengan jari telunjuk anda dan katakan ”Ini tumpul”. Mulailah
pemeriksaan sensasi nyeri pada jari kaki dan tangan, dan katakanlah, ”Apa
rasanya, tajam atau tumpul?” Jika pasien tidak kehilangan sensasi,
6
lanjutkanlah dengan pemeriksaan ini ke bagian proksimal untuk menentukan
batas ketinggian gangguan sensorik. Setiap pasien harus diperiksa dengan
jarum baru.
2. PEMERIKSAAN PROPRIOSEPTIF
a. Pemeriksaan Perasaan Gerak (Kinesthesia)
Perasaan gerak adalah perasaan gerak pasif dimana gerakan anggota
gerak pasien dilakukan oleh pemeriksa. Sensasi posisi atau propriosepsi
diperiksa dengan menggerakkan falang distal. Pemeriksa memegang falang
distal pada sisi lateralnya dan menggerakkannya ke atas sementara
memberitahukan pasien, “Ini atas”. Pemeriksa kemudian menggerakkan
falang distal ke bawah dan memberitahukan pasien, “Ini bawah”. Dengan
mata pasien tertutup, pemeriksa menggerakkan falangs distal naik turun dan
akhirnya berhenti, dan tanyakanlah, “Ini apa, atas atau bawah?” Pemeriksa
hanya memegang bagian sisi jari sehingga pasien tidak akan mendapat
petunjuk berdasarkan tekanan yang dialami jari tersebut. Jika tidak ada
7
gangguan sensasi posisi, pemeriksa harus melanjutkan sisa pemeriksa
berikutnya. Jika ada kehilangan sensasi, lakukanlah pemeriksaan selanjutnya
untuk menentukan batas gangguan propriosepsi.
8
pada sikap yang sama; atau satu tangan kita gerakkan secara pasif,
kemudian dengan mata tertutup ia disuruh memegang ibu jari tangan dengan
tangan lainnya.
Beberapa tes untuk memeriksa ataksia, misalnya tes tunjuk-hidung
(tangan menunjuk hidung) dan tes tumit- lutut (tumit ditempatkan pada lutut
yang satu lagi), bila tes tersebut dilakukan dengan mata tertutup merupakan
tes rasa gerak dan sikap. Rasa gerak dan rasa sikap dapat pula diperiksa
dengan memperhatikan bagaimana pasien bergerak dan berjalan. Seseorang
yang menderita gangguan rasa gerak dan rasa sikap pada ekstremitas
bawah tidak mengetahui bagaimana sikap kaki atau badannya. Misalnya,
pasien tabes dorsalis mampu berdiri dengan sikap tegak yang baik bila
matanya terbuka (ia melihat), namun jika matanya ditutup ia akan terhuyung
dan kemudian jatuh; hal ini disebabkan oleh gangguan pada rasa sikap. Pada
pemeriksaan Romberg, kita katakan bahwa tanda Romberg positif bila
seseorang mampu berdiri dengan kedua kaki rapat dan mata terbuka, namun
bila mata tertutup ia akan terhuyung dan jatuh. Tanda Romberg positif
merupakan salah satu gejala dini dari tabes dorsalis.
c. Perasaan getar (palestesia)
Sensasi getaran diperiksa dengan menggunakan garpu tala 128 Hz.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara menaruh gagang garpu tala kita yang
bergetar di atas sternum penderita. Bila penderita merasa adanya getaran,
maka ia akan mengatakan: "getar." Bila penderita tidak merasa adanya
getaran, mengatakan "tidak getar." Kemudian kita tekankan ujung gagang
garpu tala bergetar itu pada bagian dorsal falang terakhir dari ibu jari kaki,
maleolus, pada tuberositas tibiae, pada spina anterior superior, pada falang
akhir ibu jari tangan pada prosessus stiloideus radii dan ulnae, pada kondilus
humeri, pada olekranon dan pada akrcomion.
9
Gambar 3. Pemeriksaan perasa getar
10
Gambar 4. Pemeriksaan perasa gramestesia
11
penemuan ini dengan daerah yang sama pada ujung jari tangan lainnya. Karena
daerah tubuh yang berlainan mempunyai sensitivitas yang berbeda-beda,
pemeriksa harus mengetahui perbedaan ini. Di ujung jari tangan, diskriminasi 2
titik adalah2 mm. Lidah dapat membedakan 1 mm; jari kaki 3-8 mm; telapak
tangan 8-12 mm; punggung 40-60 mm. Ujung jari kedua tangan dibandingkan.
Lesi pada lobus parietalis akan menggaggu diskriminasi 2 titik.
IV. MATERIAL
Alat dan Bahan yang harus dipersiapkan untuk pemeriksaan fungsi sensorik
(sensibilitas) antara lain:
1. Jarum pentul atau peniti untuk sensasi nyeri
2. Kapas untuk sensasi raba
3. Tabung yang berisi air hangat (40-45°C) dan tabung yang berisi air dingin
(10-15°C)
4. Pensil
5. Garpu tala frekuensi 128 kH untuk sensasi getar
6. Benda-benda yang lazim diketahui orang dan bisa digenggam, misalnya
kancing, uang logam, dll untuk sensasi stereognosis.
12
V. PROSEDUR
No Prosedur Ket
1. Mempersiapkan alat dan bahan
2. Menjelaskan kepada pasien tentang pemeriksaan apa yang akan
dilakukan dan tujuan pemeriksaan
3. Meminta pasien rileks dengan posisi seenak mungkin dan
mengikuti instruksi pemeriksa.(usahakan pasien tidak melihat
lokasi pemeriksaan yang akan dilakukan)
4. Pemeriksaan Perasa Raba
a. Memilin kapas hingga bagian ujungnya lebih runcing
b. Menyentuhkan ujung kapas pada kulit yang akan diperiksa
c. Menanyakan respon pasien
d. Membandingkan sensasi raba sisi kanan dan kiri,
proksimal dan distal dengan cara yang sama.
e. Interpretasi hasil pemeriksaan.
5. Pemeriksaan Perasa Nyeri
a. Meminta pasien untuk menutup matanya.
b. Menyentuh kulit pasien dengan ujung jarum dan ujung jari
dan memberitahukan sensasi apa yang dirasakan.
c. Memeriksa sensasi nyeri pada jari kaki dan tangan
d. Menanyakan sensasi yang di rasakan pasien
e. Membandingkan sensasi nyeri sisi kanan dan kiri,
proksimal dan distal dengan cara yang sama.
f. Interpretasi hasil pemeriksaan
6. Pemeriksaan Perasa Suhu
a. Menyentuh kulit pasien dengan tabung yang berisi air
panas dan air dingin secara bergantian.
b. Menanyakan sensasi yang di rasakan pasien
c. Membandingkan sensasi suhu sisi kanan dan kiri,
proksimal dan distal dengan cara yang sama.
d. Interpretasi hasil pemeriksaan
7. Pemeriksaan Perasa Gerak (Kinesthesia)
a. Meminta pasien menutup matanya, kemudian memegang
13
falang distal pada sisi lateralnya.
b. Memberi instruksi kepada pasien dengan menggerakkan
falang distal ke atas sementara memberitahukan pasien,
“Ini atas”, kemudian menggerakkan falang distal ke bawah
dan memberitahukan pasien, “Ini bawah”.
c. Menggerakkan falangs distal naik turun dan akhirnya
berhenti, dan menanyakan, “Ini apa, atas atau bawah?”
d. Jika tidak ada gangguan sensasi posisi, pemeriksa harus
melanjutkan sisa pemeriksa berikutnya. Jika ada
kehilangan sensasi, lakukanlah pemeriksaan selanjutnya
untuk menentukan batas gangguan propriosepsi.
e. Interpretasi hasil pemeriksaan
8. Pemeriksaan Perasa Sikap
a. Memposisikan pasien dalam keadaan berbaring dengan
mata yang tertutup.
b. Menggerakkan kaki pasien secara pasif.
c. Meminta pasien menunjukkan di mana letak ibu jari atau
tumitnya.
d. Interpretasi hasil pemeriksaan
9. Pemeriksaan Perasa Getar
a. Menggetarkan garpu tala dan menempelkan gagangnya
di atas sternum penderita.
b. Memberi tahu pasien bila merasa adanya getaran, maka ia
akan mengatakan: "getar" dan bila tidak merasa adanya
getaran, mengatakan "tidak getar."
c. Memindahkan ujung gagang garpu tala yang bergetar itu
pada bagian dorsal falang terakhir dari ibu jari kaki,
maleolus, pada tuberositas tibiae, pada spina anterior
superior, pada falang akhir ibu jari tangan pada prosessus
stiloideus radii dan ulnae, pada kondilus humeri, pada
olekranon dan pada akrcomion.
d. Menanyakan pasien apakan dia merasakan getaran itu.
e. Interpretasi hasil pemeriksaan
14
10. Pemeriksaan Perasa Stereognosis
a. Meletakkan suatu benda yang dipakainya sehari-hari di
tangan penderita.
b. Dalarn keadaan normal, penderita akan dapat mengenali
benda tersebut (misalnya kancing atau uang logam rupiah)
dengan mudah.
c. Interpretasi hasil pemeriksaan
11. Pemeriksaan Perasaan Gramestesia
a. Meminta pasien untuk menutup mata dan menjulurkan
tangannya.
b. Menulis angka dari 0 sampai 9 di telapak tangan itu
menggunakan ujung yang tumpul dan angkanya dibuat
harus menghadap ke arah pasien.
c. Biasanya pasien akan dapat mengenali angka-angka
tersebut.
d. Membandingkan satu tangan dengan tangan yang lain.
e. Interpretasi hasil pemeriksaan
12. Pemeriksaan Perasaan Barognosis
a. Menutup mata pasien, kemudian menyodorkan benda-
benda berupa sekrup, kancing, karet, dan sumpal gabus
ke dalam tangan pasien.
b. Menyuruh pasien untuk membandingkan 2 benda mana
yang lebih berat atau lebih besar ukurannya.
c. Interpretasi hasil pemeriksaan
13. Pemeriksaan Perasa Topognosis
a. Menyentuhkan secara acak tangan pemeriksa di bagian
tubuh pasien.
b. Meminta pasien memberitahukan tempat pada tubuhnya
yang disentuh pemeriksa
c. Interpretasi hasil pemeriksaan
15
14. Pemeriksaan Perasaan Diskriminasi Spasial
a. Memegang 2 jarum dengan jarak 2–3 mm. Kemudian
menyentuhkan kedua jarum tersebut bagian yang tajam
pada ujung jari pasien.
b. Meminta pasien untuk menyebutkan jumlah peniti yang
dirasakannya.
c. Membandingkan pemeriksaan ini dengan daerah yang
sama pada ujung jari tangan lainnya, apakah interpretasi
yang dirasakan sama.
d. Interpretasi hasil pemeriksaan.
16
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN
FUNGSI MOTORIK
17
PEMERIKSAAN FUNGSI MOTORIK
I. PENDAHULUAN
Sistem motorik diperiksa dalam hal: massa otot, kekuatan otot dan tonus otot.
Pemeriksaan motorik dimulai dengan inspeksi tiap daerah yang diperiksa. Bandingkan
kontur massa otot simetris. Inspeksi dipakai untuk menentukan atrofi otot dan adanya
fasikulasi. Periksa kekuatan otot dengan menyuruh pasien bergerak secara aktif
melawan tahanan pemeriksa. Bandingkan satu sisi dengan sisi lainnya.
II. TUJUAN
Tujuan Intruksional Umum (TIU):
Setelah melakukan latihan ketrampilan pemeriksaan fungsi motorik, diharapkan
mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan kepada pasien dan melakukan
pemeriksaan fungsi motorik ekstremitas atas dan ekstremitas bawah dengan benar
Tujuan Intruksional Khusus (TIK):
Setelah melakukan ketrampilan pemeriksaan fungsi motoriks, diharapkan
mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan tujuan dilakukannya pemeriksaan kepada pasien
2. Melakukan pemeriksaan inspeksi ekstremitas atas dengan cara yang benar
3. Melakukan pemeriksaan abduksi lengan dengan cara yang benar
4. Melakukan pemeriksaan fleksi lengan bawah dengan cara yang benar
5. Melakukan pemeriksaan ekstensi lengan bawah dengan cara yang benar
6. Melakukan pemeriksaan ekstensi pergelangan tangan dengan cara yang
benar
7. Melakukan pemeriksaan fleksi pergelangan tangan dengan cara yang benar
8. Melakukan pemeriksaan adduksi jari dengan cara yang benar
9. Melakukan pemeriksaan abduksi jari dengan cara yang benar
18
10. Melakukan pemeriksaan adduksi ibu jari dengan cara yang benar
11. Melakukan pemeriksaan penilaian tonus ekstremitas atas dengan cara yang
benar
12. Melakukan pemeriksaan inspeksi ekstremitas bawah dengan cara yang benar
13. Melakukan pemeriksaan adduksi pinggul dengan cara yang benar
14. Melakukan pemeriksaan abduksi pinggul dengan cara yang benar
15. Melakukan pemeriksaan fleksi lutut dengan cara yang benar
16. Melakukan pemeriksaan ekstensi lutut dengan cara yang benar
17. Melakukan pemeriksaan dorsifleksi pergelangan kaki dengan cara yang
benar
18. Melakukan pemeriksaan fleksi plantar pergelangan kaki dengan cara yang
benar
19. Melakukan pemeriksaan dorsifleksi ibu jari kaki dengan cara yang benar
20. Melakukan pemeriksaan fleksi plantar ibu jari kaki dengan cara yang benar
21. Melakukan pemeriksaan penilaian tonus ekstremitas bawah dengan cara
yang benar
III. TEORI
Pemeriksaan ekstremitas superior dan inferior hendaknya selalu mencakup
pemeriksaan tentang :
1. Tenaga otot
Bila kita dapatkan, bahwa tenaga atau kekuatan otot satu anggota tubuh
menurun, maka dikatakan, bahwa terdapat paresis pada anggota tubuh tersebut.
Bila tenaga pada anggota tubuh tersebut hilang sama sekali, maka dikatakan,
bahwa terdapat paralisis pada anggota tubuh tersebut. Kelumpuhan total yang
mengenai separuh tubuh (di sisi kanan atau kiri) dinamakan hemiparalisis atau
hemiplegia. Bila dalam keadaan ini tidak terjadi kelumpuhan total tetapi tenaga
itu hanya menurun saja, maka keadaan ini kita namakan hemiparesis.
Tenaga atau kekuatan otot itu dapat dinilai menurut beberapa derajat :
19
➢ Derajat 0: Berarti paralisis total dengan kata lain tidak ada kontraksi sama
sekali pada otot tersebut.
➢ Derajat 1 : Pada palpasi, teraba ada sedikit kontraksi pada otot, tetapi
kontraksi ini tidak menirnbulkan gerakan
➢ Derajat 2 : Otot itu hanya dapat digerakan bila gaya berat dihilangkan.
➢ Derajat 3 : Gerakan otot dapat dilakukan melawan gaya berat, tetapi tidak
dapat melawan tahanan ringan dari si pemeriksa.
➢ Derajat 4 : Gerakan otot dapat dilakukan melawan gaya berat, tahanan
ringan dan tahanan sedang dari si pemeriksa.
➢ Derajat 5 : Kekuatan otot normal dimana gerakan otot dapat dilakukan
melawan tahanan rnaksimal dari si pemeriksa
Untuk dapat menilai tenaga atau kekuatan suatu otot, maka si penderita
ditugaskan untuk melakukan suatu gerakan tertentu pada satu sendi. Sementara
gerakan itu dilakukan, maka kita dengan tangan kita berusaha menahan gerakan
tersebut. Dari tenaga yang perlu kita keluarkan untuk rnenahan gerakan
tersebut, dapatlah dinilai kekuatan otot si penderita. Contoh-contoh pemeriksaan
gerakan otot dapat dilihat pada gambar.
20
Abduksi paha L4,5, S1
Fleksi lutut L4,5, S1,2
Ekstensi lutut L3,4
Dorsofleksi kaki L4,5
Plantarfleksi kaki S1
Inversi kaki L4
Eversi pergelangan kaki L5, S1
Dorsifleksi jari kaki L5
21
Gambar 6. Penilaian tenaga otot trapezius bagian bawah
22
Gambar 8. Penilaian tenaga otot deltoideus
23
Gambar 10. Penilaian tenaga otot infraspinatus
24
Gambar 12. Penilaian tenaga otot latissimus dorsi
25
Gambar 14. Penilaian tenaga otot biseps brakhii
b. Sendi siku :
26
Gambar 16. Penilaian tenaga otot brakhioradialis
27
Gambar 19. Penilaian tenaga otot fleksor karpi radialis
28
Gambar 22. Penilaian tenaga abduktor jari I
29
Gambar 26. Penilaian tenaga otot interossei palmaris
30
Gambar 29. Penilaian tenaga otot lumbrikalis jari II
31
2. Pada ekstremitas inferior
a. Sendi panggul
32
Gambar 35. Penilaian tenaga otot aduktor dan abduktor tungkai
b. Sendi lutut :
33
c. Sendi kaki
34
Gambar 41. Penilaian tenaga otot fleksor digitorum longus
2. Tonus
Untuk menilai keadaan tonus suatu otot dapat dilakukan dengan cara
melakukan fleksi dan ekstensi pada sendi yang digerakkan oleh otot tersebut,
seperti misalnya untuk menilai tonus otot biseps kita lakukan fleksi dan ekstensi
pada sendi siku.Gerakan-gerakan ini dapat pula kita lakukan pada sendi-sendi
yang lain seperti misalnya sendi lutut, sendi pergelangan tangan, pergelangan
kaki dan lain-lain. Gerakan fleksi dan ekstensi itu kita lakukan dengan kecepatan
yang berbeda-beda.Sementara kita melakukan gerakan-gerakan itu penderita
harus dalam keadaan santai. Sebaiknya kita beritahu padanya, supaya ia
melemaskan tungkai atau lengan yang akan diperiksa.
Tonus yang menurun dinamakan hipotoni, dan yang lenyap sama sekali
dinamakan atoni. Bi1a ada kelumpuhan otot yang dibarengi oleh tonus yang
menurun maka kita katakan bahwa penderita memperlihatkan paralisis flaksid.
Tonus yang meningkat dinamakan hipertoni. Bila ada kelumpuhan otot yang
dibarengi oleh tonus yang meningkat maka kita katakan bahwa penderita itu
rnemperlihatkan paralisis spastik.
35
Spastisitas itu dapat kita perlihatkan seperti berikut. Anggota tubuh
misalnya lengan, yang biasanya dalam posisi fleksi, kita lempangkan. Dalam
melakukan ekstensi ini, kita akan merasakan adanya suatu tahanan. Tetapi
tahanan ini tiba-tiba lenyap sehingga sekonyong-konyong gerakan ekstensi yang
dilakukan tidak mendapat perlawanan lagi. Adanya suatu tahanan yang lantas
hilang dengan sekonyong-konyong sewaktu dilakukan ekstensi tersebut dinamai
fenomena pisau lipat atau clasp knife phenomenon. Sementara itu, posisi
anggota tubuh bawah biasanya dalarn keadaan ekstensi. Untuk memperlihatkan
spastisitas tersebut, kita lakukan fleksi pada tungkai tersebut. Bila tahanan yang
kita rasakan lenyap
36
rasakan adanya tahanan yang tersendat-sendat. Ini dinamakan fenomen roda-
bergigi atau cog-wheel phenomenon.
Tonus yang menurun
Pada keadaan tonus otot yang menurun dirasakan kendor pada palpasi,
anggota gerak dapat digoyang-goyang dengan mudah, dan tidak ada tahanan
sewaktu dilakukan fleksi atau ekstensi.
37
Mintalah pasien untuk menjulurkan lengan di depannya dengan telapak
tangan menghadap ke bawah. Letakkan tangan anda pada sisi lateral lengan
pasien. Suruhlah pasien untuk mengabduksikan lengannya melawan tahanan
tangan anda. Tindakan ini memeriksa abduksi lengan oleh nervus aksilaris dari
radiks C5-C6.
38
4. PEMERIKSAAN EKSTENSI LENGAN BAWAH
Mintalah pasien untuk mengabduksikan lengannya dan
mempertahankannya di pertengahan di antara fleksi dan ekstensi. Sokonglah
lengan pasien dengan memegang pergelangan tangannya. Suruhlah pasien
mengekstensikan lengannya melawan tahanan Anda. Tindakan ini menguji
ekstensi lengan bawah yang dipersarafi oleh nervus radialis dari radiks C5-C6.
39
5. PEMERIKSAAN EKSTENSI PERGELANGAN TANGAN
Suruhlah pasien mengepalkan tinju dan mengekstensikan pergelangan
tangannya, sementara Anda berusaha mendorongnya ke atas. Tindakan ini
menguji ekstensi pergelangan tangan dengan nervus radialis dari radiks C6-C8.
40
7. PEMERIKSAAN ADDUKSI JARI
Pasien diminta untuk memegang jari telunjuk dan tengah pemeriksa yang
diekstensikan dan meremasnya sekuat mungkin. Pemeriksa harus
membandingkan kekuatan kedua tangan. Pemeriksa harus melepaskan cincin
yang dipakainya, yang dapat menimbulkan rasa tidak enak. Tindakan ini menguji
adduksi jari tangan oleh nervus medianus dari radiks C7-T1.
41
Mintalah pasien untuk mengekstensikan tangannya dengan telapak
tangan menghadap ke bawah dan membuka jari-jari tangannya selebar mungkin.
Beritahuka pasien untuk melawan tahanan usaha Anda untuk mempersatukan
jari-jari itu. Tindakan ini menguji abduksi jari tangan oleh nervus ulnaris dari
radiks C8-T1.
42
10. PENILAIAN TONUS EKSTREMITAS ATAS
Tonus ekstremitas atas dinilai dengan melakukan fleksi dan ekstensi pada
ekstremitas itu secara pasif untuk menentukan jumlah resistensi terhadap
gerakan pemeriksa. Meningkatnya resistensi, seperti pada pincang atau
flasiditas, berarti penurunan tonus otot. Penurunan resistensi, seperti pada
pincang atau flasiditas, berarti penurunan tonus otot. Tonus normal mempunyai
sensasi halus. Pada penyakit ekstrapiramidal, palpasi otot proksimal selama
gerakan pasif untuk menemukan adanya cogwheeling, suatu sentakan seperti
roda bergigi yang timbul bila ada gerakan.
43
12. PEMERIKSAAN ABDUKSI PINGGUL
Letakkan kedua tangan Anda pada bagian lateral lutut pasien. Mintalah
kepada pasien untuk membuka tungkainya dengan melawan tahanan Anda.
Prosedur ini menguji abduksi pinggul oleh nervus gluteus superior dari radiks L4-
S1.
44
13. PEMERIKSAAN FLEKSI LUTUT
Mintalah kepada pasien untuk mengangkat lututnya dengan kaki terletak
di tempat tidur. Suruhlah pasien untuk menekan kakinya ke bawah ketika Anda
berusaha mengekstensikan tungkainya. Tindakan ini menguji fleksi lutut oleh
nervus ischiadicus dari radiks L4-S1.
45
14. PEMERIKSAAN EKSTENSI LUTUT
Suruhlah pasien untuk mengangkat lututnya dengan telapak kaki terletak
di atas tempat tidur. Letakkan tangan kiri Anda di bawah lutut. Mintalah kepada
pasien untuk meluruskan tungkai melawan resistensi tangan kanan Anda, yang
diletakkan pada tulang kering pasien. Prosedur ini menguji dorsifleksi ekstensi
lutut oleh nervus peroneus profundus dari radiks L2-L4.
46
16. PEMERIKSAAN FLEKSI PLANTAR PERGELANGAN KAKI
Sekarang letakkan tangan Anda pada telapak kaki dan mintalah kepada
pasien untuk melakukan fleksi plantar kaki pada pergelangan kaki dengan
melawan tahanan Anda. Prosedur ini menguji fleksi plantar pergelangan kaki
oleh nervus tibialis dari radiks L5-S2.
47
17. PEMERIKSAAN DORSIFLEKSI IBU JARI KAKI
Letakkan tangan Anda pada permukaan dorsal ibu jari kaki. Mintalah
kepada pasien untuk melakukan dorsifleksi ibu jari kaki dengan melawan
tahanan Anda. Prosedur ini menguji dorsifleksi ibu jari kaki oleh nervus peroneus
profundus dari radiks L4-S1.
48
19. PENILAIAN TONUS EKSTREMITAS BAWAH
Tonus pada ekstremitas bawah diperiksa seperti pada ekstremitas atas.
Pemeriksa harus memegang kaki dan secara pasif melakukan dorsifleksi dan
fleksi plantar beberapa kali dan mengakhirinya dengan dorsifleksi kaki. Jika tiba-
tiba terjadi dorsifleksi dan fleksi plantar secara berirama dan involunter, keadaan
ini disebut klonus pergelangan kaki dan sering disebut klonus pergelangan kaki
dan sering dijumpai pada keadaan yang disertai dengan peningkatan tonus. Jika
Anda menjumpai kelainan dalam kekuatan otot pada ekstremitan atas atau
bawah, Anda harus melakukan pemeriksaan yang lebih rinci.
IV. PROSEDUR
No Prosedur KET
1. Menjelaskan kepada pasien tentang pemeriksaan apa yang akan
dilakukan dan tujuan pemeriksaan
2. Meminta pasien rileks dengan posisi seenak mungkin dan
mengikuti instruksi pemeriksa.(usahakan pasien tidak melihat
lokasi pemeriksaan yang akan dilakukan)
3. Pemeriksaan Inspeksi Ekstremitas Atas
a. Meminta pasien duduk di tepi tempat tidur dengan
menghadap ke pemeriksa.
b. Menginspeksi kedua lengan dan tangan untuk melihat
kesimetrisan, ada tidaknya perbedaan ukuran
c. Menilai kesimetrisan kedua lengan dan tangan, apakah
ada pelayuan otot
5. Pemeriksaan Abduksi Lengan
a. Meminta pasien menjulurkan lengan di depannya dengan
telapak tangan menghadap ke bawah.
b. Meletakkan tangan pemeriksa pada sisi lateral lengan
pasien.
c. Meminta pasien untuk mengabduksikan lengannya
melawan tahanan tangan pemeriksa.
d. Menilai fungsi motorik lengan pasien.
49
6. Pemeriksaan Fleksi Lengan Bawah
a. Meminta pasien mengepalkan tinju dan memfleksikan
lengan bawahnya.
b. Pemeriksa harus memegang tinju atau pergelangan
tangan pasien.
c. Meminta pasien untuk menarik lengannya ke arah dirinya
sendiri dengan melawan tahanan pemeriksa.
d. Interpretasi hasil pemeriksaan.
7. Pemeriksaan Ekstensi Lengan Bawah
a. Meminta pasien mengepalkan tinju dan memfleksikan
lengan bawahnya.
b. Memegang tinju atau pergelangan tangan pasien.
c. Meminta pasien untuk menarik lengannya ke arah dirinya
sendiri dengan melawan tahanan pemeriksa
d. Interpretasi hasil pemeriksaan
8. Pemeriksaan Ekstensi Pergelangan Tangan
a. Meminta pasien untuk mengabduksikan lengannya dan
mempertahankannya di pertengahan di antara fleksi dan
ekstensi. Suruhlah pasien mengekstensikan lengannya
melawan tahanan Anda. .
b. Menyokong lengan pasien dengan memegang
pergelangan tangannya.
c. Meminta pasien mengekstensikan lengannya melawan
tahanan pemeriksa.
d. Interpretasi hasil pemeriksaan
9. Pemeriksaan Fleksi Pergelangan Tangan
a. Meminta pasien untuk mengepalkan tinjunya dan
memfleksikan pergelangan tangannya. sementara
b. Pemeriksa berusaha menarik kepalan tinju pasien ke
bawah
c. Interpretasi hasil pemeriksaan
10. Pemeriksaan Adduksi Jari
a. Meminta pasien untuk memegang jari telunjuk dan tengah
pemeriksa yang diekstensikan dan meremasnya sekuat
50
mungkin.
b. Membandingkan kekuatan kedua tangan. Pemeriksa
harus melepaskan cincin yang dipakainya, yang dapat
menimbulkan rasa tidak enak.
c. Interpretasi hasil pemeriksaan
11. Pemeriksaan Abduksi Jari
a. Meminta pasien untuk mengekstensikan tangannya
dengan telapak tangan menghadap ke bawah dan
membuka jari-jari tangannya selebar mungkin.
b. Meminta pasien untuk melawan tahanan usaha pemeriksa
untuk mempersatukan jari-jari itu.
c. Interpretasi hasil pemeriksaan
12. Pemeriksaan Adduksi Ibu Jari
a. Meminta pasien menyentuh pangkal jari kelingkingnya
dengan ujung ibu jari.
b. Meminta pasien melawan tahanan pemeriksa, sementara
kuku ibu jari pasien tetap sejajar dengan telapak tangan.
c. Interpretasi hasil pemeriksaan
13. Pemeriksaan Penilaian Tonus Ekstremitas Atas
a. Meminta kedua lengan pasien dalam keadaan rileks dan
melakukan fleksi dan ekstensi pada ekstremitas atas
pasien secara pasif.
b. Menentukan jumlah resistensi terhadap gerakan
pemeriksa.
c. Interpretasi hasil pemeriksaan
14. Pemeriksaan Inspeksi Ekstremitas Bawah
a. Meminta pasien berbaring terlentang, sama halnya
dengan ekstremitas atas, dibandingkan,
b. Membandingkan kedua ekstremitas apakah ada
kekakuan otot proksimal dan distal, demikian juga dengan
kesimetrisan satu tungkai dengan lainnya.
c. Interpretasi hasil pemeriksaan
51
15. Pemeriksaan Adduksi Pinggul
a. Meminta pasien untuk membuka tungkainya.
b. Meletakkan kedua tangan pemeriksa pada permukaan
medial lutut pasien.
c. Menyuruh pasien untuk mendekatkan tungkainya melawan
tahanan pemeriksa.
d. Interpretasi hasil pemeriksaan.
16. Pemeriksaan Abduksi Pinggul
a. Meletakkan kedua tangan pemeriksa pada bagian lateral
lutut pasien.
b. Meminta pasien untuk membuka tungkainya dengan
melawan tahanan pemeriksa.
c. Interpretasi hasil pemeriksaan.
17. Pemeriksaan Fleksi Lutut
a. Meminta pasien untuk mengangkat lututnya dengan kaki
terletak di tempat tidur.
b. Menyuruh pasien untuk menekan kakinya ke bawah ketika
pemeriksa berusaha mengekstensikan tungkainya.
c. Interpretasi hasil pemeriksaan.
18. Pemeriksaan Ekstensi Lutut
a. Meminta pasien untuk mengangkat lututnya dengan
telapak kaki terletak di atas tempat tidur.
b. Meletakkan tangan kiri pemeriksa di bawah lutut.
c. Meminta pasien untuk meluruskan tungkai melawan
resistensi tangan kanan pemeriksa, yang diletakkan pada
tulang kering pasien
d. Interpretasi hasil pemeriksaan
19. Pemeriksaan Dorsifleksi Pergelangan Kaki
a. Meletakkan tangan pemeriksa pada dorsum pedis pasien.
b. Meminta pasien melakukan dorsifleksi kaki pada
pergelangan kaki dengan melawan tahanan pemeriksa.
c. Interpretasi hasil pemeriksaan
20. Pemeriksaan Fleksi Plantar Pergelangan Kaki
a. Meletakkan tangan pemeriksa pada telapak kaki.
b. Meminta pasien untuk melakukan fleksi plantar kaki pada
pergelangan kaki dengan melawan tahanan pemeriksa.
c. Interpretasi hasil pemeriksaan
21. Pemeriksaan Dorsifleksi Ibu Jari Kaki
a. Maletakkan tangan pemeriksa pada permukaan dorsal ibu
jari kaki pasien.
52
b. Meminta pasien untuk melakukan dorsifleksi ibu jari kaki
dengan melawan tahanan pemeriksa.
c. Interpretasi hasil pemeriksaan.
22. Pemeriksaan Fleksi Plantar Ibu Jari Kaki
a. Meletakkan tangan pemeriksa pada permukaan plantar ibu
jari kaki pasien.
b. Memin pasien untuk melakukan fleksi plantar ibu jari
kakinya dengan melawan tahanan pemeriksa.
c. Interpretasi hasil pemeriksaan.
23. Pemeriksaan Penilaian Tonus Ekstremitas Bawah
a. Memegang kaki pasien dan secara pasif melakukan
dorsifleksi dan fleksi plantar beberapa kali dan
mengakhirinya dengan dorsifleksi kaki.
b. Interpretasi hasil pemeriksaan
53
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN
REFLEKS FISIOLOGIS
54
PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS
I. PENDAHULUAN
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa refleks ialah jawaban atas
rangsang. Refleks neurologik bergantung pada suatu lengkung refleks. Selain
lengkung tadi didapatkan pula hubungan dengan pusat yang lebih tinggi di otak yang
tugasnya memodifikasi refleks tersebut.
II. TUJUAN
Tujuan Intruksional Umum (TIU):
Setelah melakukan latihan keterampilan pemeriksaan refleks:
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refleks fisiologis, yang meliputi refleks
biseps, brakioradialis, triseps, lutut atau Knie Pees Reflex (KPR), tumit atau Achilles
Pees Reflex (APR), dinding abdomen dan plantar.
Tujuan Intruksional Khusus (TIK):
Setelah melakukan ketrampilan pemeriksaan refleks, diharapkan mahasiswa mampu
melakukan:
1. Pemeriksaan refleks biseps dengan cara yang benar
2. Pemeriksaan refleks brakioradialis dengan cara yang benar
3. Pemeriksaan refleks triseps dengan cara yang benar
4. Pemeriksaan refleks lutut (KPR) dengan cara yang benar
5. Pemeriksaan refleks tumit (APR) dengan cara yang benar
6. Pemeriksaan refleks dinding abdomen dengan cara yang benar
7. Pemeriksaan refleks plantar dengan cara yang benar
55
III. TEORI
Lengkung refleks yang terdiri atas jalur aferen yang dicetus oleh reseptor dan
sistem eferen yang mengaktivasi organ efektor, serta hubungan antara kedua
komponen ini. Misalnya refleks tendon lutut timbul karena adanya rangsang (ketokan) –
reseptor - serabut aferen - ganglion spinal - neuron perantara - sel neuron motorik -
serabut eferen dan efektor (otot).
56
1. Relaksasi sempurna
Pasien harus rileks dengan posisi seenak mungkin. Anggota gerak yang akan
diperiksa harus terletak sepasif mungkin tanpa pasien perlu mengeluarkan tenaga
untuk mempertahankan posisinya.
2. Harus ada ketegangan optimal pada otot yang akan diperiksa
Untuk mencapai ini otot harus dalam pertengahan pemendekan minimal dan
kepanjangan maksimal. Hal tersebut dapat dicapai bila posisi pasien dan letak
anggota gerak diatur secara baik. Misalnya posisi yang baik untuk menimbulkan
refleks biseps, triseps dan brakioradialis ialah pasien dalam keadaan duduk, lengan
bawah dan tangan berada di atas paha.
3. Rangsangan regangan yang cukup
Penggunaan palu refleks merupakan suatu keharusan. Palu diketokkan di atas
tendon dengan kekuatan yang sama. Untuk ini cara pengetokkan palu perlu
diperhatikan yakni menjatuhkan palu dengan gerakan fleksi sendi tangan. Jari
pemeriksa sebaiknya ditaruh diatas tendon otot dan palu diketokkan di atas jari
tersebut. Cara ini mempunyai kelebihan karena pemeriksa dapat memastikan
keadaan rileksasi dan ketegangan optimal otot serta merasakan kontraksi ototnya.
4. Penguatan refleks
Konsentrasi pasien terhadap anggota yang akan diperiksa perlu dialihkan, karena
ini akan mempengaruhi hasil refleks. Pengalihan konsentrasi dapat dilakukan
dengan berbicara dengan pasien sambil memeriksa atau minta pasien untuk
menarik tangan kanan dengan tangan kirinya sekuatnya melalui jari-jari tangan
(Jendrassik). Ini untuk memeriksa anggota bawah. Untuk anggota atas pasien
dialihkan perhatiannya dengan meminta pasien supaya mengatupkan gigi-geliginya
sekuatnya atau menekan ke bawah tempat tidur dengan kedua pahanya.
57
Gambar 44. Pengalihan konsentrasi (Jendrassik)
PENILAIAN REFLEKS
Ada variasi yang luas dalam respon refleks. Hanya dengan pengalaman
pemeriksa akan dapat membuat penilaian yang baik tentang refleks normal.
Penilaian bergantung pada faktor-faktor:
1. Kecepatan kontraksi otot dan relaksasinya
2. Kekuatan kontraksi otot
3. Derajat pemendekan otot
Nilai refleks:
1. Arefleksia berarti tidak ada kontraksi otot
Refleks = 0
2. Hiporefleksia berarti ada kontraksi otot tetapi tidak terjadi gerakan pada sendinya
Refleks = +
3. Refleks normal = ++
4. Hiperrefleksi bila kontraksi dan gerakan sendi berlebih
Refleks = +++
58
massa otot. Pasien dengan hipotiroidisme mengalami penurunan relaksasi setelah
suatu refleks tendo profunda, yang disebut refleks tergantung.
Gambar 46.
59
3. CARA PEMERIKSAAN REFLEKS TRISEPS
Posisi hampir sama dengan refleks biseps, posisi lengan antara fleksi dan
ekstensi. Kita pegang lengan bawah pasien yang difleksikan setengah (semifleksi).
Oleh karena tendon pendek, kadang-kadang sukar mengetok sejumlah serabut
sekaligus. Sebaiknya pemeriksa melakukan dari arah samping belakang pasien untuk
mengamati kontraksi. Ketokan kira-kira 5 cm di atas siku, pada tendon insersi m.
triseps, yang berada sedikit di atas olekranon. Respon normal: ekstensi siku dan
tampak kontraksi otot triseps. Refleks ini menguji saraf pada radiks C6 – C8.
60
Gambar 48. Pemeriksaan Refleks Lutut
61
Gambar 50. Refleks dinding perut
62
pria) positif, maka akan timbul kontraksi dari otot kremaster, yang akan menimbulkan
tertariknya testes ke atas
63
IV. PROSEDUR
64
5. Mengetokkan palu refleks pada jari pemeriksa.
6. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien.
65
1. Dalam posisi duduk: melakukan dorsofleksi
optimal kaki pasien.
2. Dalam posisi baring: melakukan fleksi panggul
dan lutut pasien sambil sedikit rotasi paha ke
luar
3. Meminta pasien untuk menarik tangan kanan
dengan tangan kirinya sekuatnya melalui jari-
jari tangan (Jendrassik).
4. Mengetokkan palu reflerks di atas tendon tumit.
5. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien.
REFERENSI
1. DeJong, RN., The Neurologic Examination, 5th ed., J.B. Lippincott Company, 1997.
2. Fuller G., Neurological Examination Made Easy, Churchill Livingstone Inc., 1993.
3. Markam S., Penuntun Neurologi, Penerbit Binarupa Aksara, 1992.
4. Swartz Mark H, Buku Ajar Diagnostik Fisik, Alih Bahasa: dr. Petrus Lukmanto.
Cetakan I. 1995.
5. Lumbantobing Prof.DR.dr.SM, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Cetakan ke-7, Balai Penerbit: FKUI, Jakarta, 2005
66