Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN ISOLASI SOSIAL

DISUSUN OLEH :

KELAS 3.1

NI KOMANG DIANA PRATIWI (P07120016003)

ISTRI AGUNG DYAH UTAMI PINATIH (P07120016031)

NI PUTU PRASTIWI FATMASARI (P07120016035)

NI MADE WINDA NURSANTI (P07120016037)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLTEKKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK

2018/2019

i
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul ”Asuhan Keperawatan Jiwa
dengan Isolasi Sosial”.
Penulis mengucapkan rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini tepat waktu. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan
makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara
penulisannya. Namun, demikian penulis telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan
baik dan oleh karenanya penulis dengan rendah hati dan dengan terbuka
menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.
“Om Shanti Shanti Shanti Om”

Denpasar, September 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................2
C. Tujuan Penulisan..............................................................................2
D. Manfaat Penulisan............................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA........................................................................4
A. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa dengan Isolasi Sosial..................4
1. Pengertian Isolasi Sosial..............................................................4
2. Etiologi.........................................................................................4
3. Psikopatologis............................................................................10
4. Manifestasi Perilaku...................................................................10
5. Rentang Respon.........................................................................11
6. Penatalaksanaan.........................................................................14
B. Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Isolasi Sosial.............19
1. Pengkajian..................................................................................19
2. Diagnosa Keperawatan...............................................................21
3. Intervensi dan Implementasi......................................................22
4. Evaluasi......................................................................................30
BAB III PENUTUP......................................................................................34
A. Simpulan........................................................................................34
B. Saran..............................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................36

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang


didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia
sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang
maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan
menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa melalui
pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah,
mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa individu,
keluarga dan masyarakat (Riyadi & Purwanto, 2009).

Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang


menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang
mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (WHO dalam Kusumawati,
2010). Kriteria sehat jiwa meliputi sikap positif terhadap diri sendiri,
tumbuh kembang dan aktualisasi diri, integrasi
(keseimbangan/keutuhan), otonomi, persepsi realitas, kecakapan dalam
beradaptasi dengan lingkungan (Depkes, 2000 dalam Kusumawati,
2010).

Seseorang harus memiliki hubungan interpersonal yang sehat,


mengalami kedekatan dengan orang lain sambil menjaga identitas
mereka sendiri secara terpisah untuk menemukan kepuasan dalam
hidup. Kedekatan atau keintiman ini termasuk kepekaan terhadap
kebutuhan orang lain, komunikasi terbuka terkait perasaan, penerimaan
terhadap orang lain sebagai individu yang dihargai dan terpisah serta
pemahaman empati. Seseorang yang mengalami kesulitan ekstrim dalam

1
berhubungan intim dengan orang lain mungkin memiliki perilaku yang
merupakan ciri khas dari gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian
adalah seperangkat pola atau sifat yang menghambat kemampuan
seseorang untuk mempertahankan hubungan yang bermakna, perasaan
puas dan menikmati hidup. Salah satu dari gangguan kepribadian yaitu
isolasi sosial (menarik diri).

Isolasi social atau menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang
mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan
orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar. Pada
pasien dengan perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan yang
ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien melakukan
usaha untuk melindungi diri sehingga ia menjadi pasif dan
berkepribadian kaku, pasien menarik diri juga melakukan pembatasan
(isolasi diri), termasuk juga kehidupan emosionalnya, semakin sering
pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan yang dialami dalam
mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan orang lain.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar keperawatan jiwa dengan isolasi sosial?


2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan jiwa dengan isolasi sosial?
C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai asuhan keperawatan jiwa
dengan isolasi sosial.
2. Tujuan Khusus

2
Adapun tujuan khusus penulisan dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui tentang konsep dasar keperawatan jiwa dengan
isolasi sosial.
b. Untuk mengetahui tentang konsep asuhan keperawatan jiwa dengan
isolasi sosial.
D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu
Keperawatan Jiwa, khususnya materi asuhan keperawatan jiwa
dengan isolasi sosial.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi mahasiswa Jurusan Keperawatan
dalam asuhan keperawatan jiwa dengan isolasi sosial.
b. Memberikan pemahaman bagi mahasiswa lainnya mengenai
konsep dasar keperawatan jiwa dengan isolasi sosial dan konsep
asuhan keperawatan jiwa dengan isolasi sosial.
c. Memberikan pemahaman bagi penulis mengenai konsep dasar
keperawatan jiwa dengan isolasi sosial dan konsep asuhan
keperawatan jiwa dengan isolasi sosial.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa dengan Isolasi Sosial
1. Pengertian Isolasi Sosial
Menurut Stuart and Sundeen (1998) dalam Herman, Ade (2011)
Isolasi social adalah suatu gangguan kepribadian yang tidak
fleksibel, tingkah maladaptive, dan mengganggu fungsi individu
dalam hubungan socialnya.
Menurut Dermawan dan Rusdi (2013) Isolasi sosial adalah
individu yang mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan
hubungan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya secara wajar
dalam khalayaknya sendiri yang tidak realistis.
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain mengatakan sikap negative atau
mengancam (Nanda-1, 2012 dalam Dalami, Ermawati dkk 2014).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal
yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan prilaku maladaktif dan mengganggu fungsi seseorang
dalam berhubungan (Depkes RI, 2000 dalam Dalami, Ermawati dkk
2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan
bahwa isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam
dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
3. Etiologi
Menurut Herman, Ade (2011) terjadinya gangguan ini
dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya perkembangan dan
sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak
percaya pada diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah,
pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan
keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan
perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih suka
berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari
terabaikan.
Menurut Dalami, Ermawati dkk (2014) etiologi isolasi social
meliputi:
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan
sosial berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang
mulai dari usai bayi sampai dewasa lanjut untuk dapat
mengembangkan hubungan sosial yang positif, diharapkan
setiap tahapan perkembangan dapat dilalui dengan sukses.
Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang
perkembangan respon sosial maladaptif.
Pada dasarnya kemampuan hubungan sosial berkembang
sesuai dengan proses tumbuh kembang individu mulai dari
bayi sampai dengan dewasa lanjut. Untuk mengembangkan
hubungan sosial yang positif, setiap tugas perkembangan
setiap daur kehidupan diharapkan dilalui dengan sukses.
Kemampuan berperan serta dalam proses hubungan diawali
dengan kemampuan tergantung pada masa bayi dan
berkembang pada masa dewasa dengan kemampuan saling
tergantung (tergantung dan mandiri), mengenai tahap
perkembangan tersebut akan diuraikan secara rinci setiap
tahap perkembangan.
a) Masa bayi
Bayi sangat tergantung pada orang lain dalam
pemenuhan kebutuhan biologis dan psikologisnya. Bayi

5
umumnya menggunakan komunikasi yang sangat
sederhana dalam meyampaikan akan kebutuhannya.
Respon lingkungan (ibu dan pengasuh) terhadap
kebutuhan bayi harus sesuai agar berkembang rasa
percaya diri bayi terhadap orang lain.
Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui
ketergantungan pada orang lain akan mengakibatkan rasa
tidak percaya pada diri sendiri dan orang lain, serta
menarik diri
b) Masa prasekolah
Anak prasekolah mulai memperluas hubungan sosialnya
di luar lingkungan keluarga khususnya ibu atau
pengasuh. Anak menggunakan kemampuan berhubungan
yang telah diiliki untuk berhubungan dengan lingkungan
diluar keluarga. Dalam hal ini anak membutuhkan
dukungan dan bantuan dari keluarga khususnya
pemberian pengakuan yang positif terhadap perilaku anak
yang adaptif. Hal ini merupakan dasar rasa otonomi yang
berguna untuk mengembangkan kemampuan hubungan
interdependen.
Kegagalan anak dalam berhubungan dengan lingkungan
disertai respon keluarga yang negative akan
mengakibatkan anak menjadi tidak mampu mengontrol
diri, tidak mandiri (tergantung), ragu, menarik diri dari
lingkungan, kurang percaya diri, pesimis, takut
perilakunya salah.
c) Masa Sekolah
Anak mulai mengenal hubungan yang luas khususnya
lingkungan sekolah. Pada usia ini anak mulai mengenal
bekerja sama, kompetisi, serta kompromi. Koflik sering

6
terjadi dengan orang tua karena pembatasan dan
dukungan yang tidak konsisten. Teman dengan orang
dewasa diluar keluarga (guru, oramg tua, teman)
merupakan sumber pendukung yang penting bagi anak.
Kegagalan dalam membina hubungandengan teman
disekolah, kurangnya dukungan guru dan pembatasan
serta dukungan yang tidak konsisten dari orang tua
mengakibatkan anak frustasi terhadap kemampuannya,
putus asa, merasa tidak mampu dan menarik diri dari
lingkungan.
d) Masa Remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim
dengan teman sebaya dan sejenis dan umumnya memiliki
sahabat karib. Hubungan dengan teman sangat
tergantung, sedangkan hubungan dengan orang tuaa
mulai independent. Kegagalan membina hubungan
dengan teman dan kurangnya dukungan orang tua, akan
mengakibatkan keraguan akan identitas,
ketidakmampuan mengidentifikasi karir dan rasa percaya
diri kurang.
e) Masa Dewasa Muda
Pada masa ini individu mempertahankan hubungan
interdependent dengan orang tua dan teman sebaya.
Individu belajar mengambil keputusan dengan
memperhatikan saran dan pendapat orang lain seperti
memilih pekerjaan, memilih karir, melangsungkan
pernikahan.
Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah,
pekerjaan, perkawinan akan mengakibatkan individu

7
menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain, putus
asa akan karir.
f) Masa Dewasa Tengah
Individu pada masa dewasa tengah umumnya tengah
umumnya telah pisah tempat tinggal dengan orang tua,
khususnya individu yang telah menikah. Jika ia telah
menikah maka peran menjadi orang tua dan mempunyai
hubungan antar orang dewasa merupakan situasi tempat
menguji kemampuan hubungan interdependent. Individu
yang perkembangannya baik akan dapat mengembangkan
hubungan dan dukungan yang baru.
Kegagalan pisah tempat dengan orang tua, membina
hubungan yang baru, dan mendapat dukungan dari orang
dewasa lain akan mengakibatkan perhatian hanya tertuju
pada diri sendiri, produktifitas dan kreatifitas berkurang,
perhatian pada orang lain berkurang.
g) Masa Dewasa Lanjut
Pada masa ini individu akan mengalami kehilangan, baik
itu kehilangan fungsi fisik, kegiatan, pekerjaan, teman
hidup (teman sebaya dan paasangan), anggota keluarga
(kematian orang tua). Individu tetap memerlukan
hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Individu
yang mengalami perkembangan yang baik dapat
menerima kehilangan yang terjadi dalam hidupnya dan
mengakui bahwa dukungan orang lain dapat membantu
dalam menghadapi kehilangannya.
Kegagalan individu untuk menerima kehilangan yang
terjadi pada kehidupan serta menolakbantuan yang
disediakan untuk membantu akan mengakibatkan
perilaku menarik diri.

8
2) Faktor biologis
Faktor genetic dapat berperan dalam respon sosial maladaftif.
3) Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan
berhubungan. Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak
mendukung pendekatan terhadap orang lain, tidak
mempunyai anggota masyarakat yang kurang produktif
seperti lanjut usia, orang cacat dan penderita penyakit kronis.
Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan
sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya
mayoritas.
4) Faktor dalam keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang
dalam gangguan berhubungan, bila keluarga hanya
menginformasikan hal-hal yang negative akan mendorong
anak mengembangkan harga diri rendah. Adanya dua pesan
bertentangan disampaikan pada saat yang bersamaan,
mengakibatkan anak menjadi enggan berkomunikasi dengan
orang lain.
b. Faktor prisipitasi
1) Faktor eksternal, contohnya stress sosiokultural
Stess dapat ditimbulkan oleh karena menurunya stabilitas
unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya
karena dirawat di rumah sakit.
2) Faktor internal contohnya stressor psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya.
Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi.

9
4. Psikopatologis
Menurut Stuart and Sundeen (1998) dalam Dalami, Ermawati
(2014) . Salah satu gangguan hubungan sosial diantaranya perilaku
menarik diri atau isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak
berharga, yang bisa dialami klien dengan latar belakang yang penuh
dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam
mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien
menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas
dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku
masa lalu serta tingkah laku primitif antara lain pembicaraan yang
autistik dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyantaan,
sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi.
5. Manifestasi Perilaku
a. Tanda dan gejala
Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi sosial
akan ditemukan data objektif meliputi (Dalami, Ermawati,
2014):
1) Apatis
2) Ekspresi wajah sedih
3) Afek tumpul
4) Menghindar dari orang lain
5) Klien tampak memisahkan diri dari orang lain
6) Komunikasi kurang
7) Klien tampak tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau
perawat
8) Tidak ada kontak mata atau kontak mata kurang
9) Klien lebih sering menunduk
10) Berdiam diri di kamar

10
11) Menolak berhubungan dengan orang lain
12) Tidak melakukan kegiatan sehari-hari
13) Meniru posisi janin pada saat lahir
Sedangkan untuk data subjektif sukar didapat, jika klien
monolak komunikasi, beberapa data subjektif adalah menjawab
dengan singkat dengan kata-kata ”tidak”, ”ya” dan ”tidak tahu”.
b. Mekanisme koping
Individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan
berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas.
Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan
yang spesifik (Gail, W Stuart, 2006 dalam Dalami, Ermawati, 2014).
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian
antisosial antara lain proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain,
koping yang behubungan dengan gangguan kepribadian ambang
splitting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain,
merendahkan orang lain dan identifikasi proyeksi.
c. Sumber koping
Menurut Gail W Stuart (2006) dalam Dalami, Ermawati (2014),
sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif
meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman,
hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal misalnya kesenian, musik atau
tulisan.
6. Rentang Respon
Menurut Dalami, Ermawati (2014) adapun rentang respon dari
isolasi sosial sebagi berikut:

11
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Solitude Kesepian Manipulasi


Autonom Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme
Saling ketergantungan

Keterangan rentang respon


a. Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial
dan kultural dimana individu tersebut menjelaskan masalah
dalam batas normal.
Adapun respon adaptif tersebut:
1) Solitude
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah
dilakukan dilingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara
mengawasi diri dan menentukan langkah berikutnya.
2) Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran.
3) Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana
individu tersebut mampu untuk memberi dan menerima.
4) Saling ketergantungan
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain
dalam hubungan interpersonal.
b. Respon maladaptif adalah respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma
sosial dan kebudayaan suatu tempat.

12
Karakteristik dari perilaku maladaptif tersebut adalah:
1) Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk
tidak berhubungan dengan orang lain untuk mencari
ketenangan sementara waktu.
2) Manipulasi
Adalah hubungan sosial yang terdapat pada individu yang
menganggap orang lain sebagai objek dan berorientasi pada
diri sendiri atau pada tujuan, bukan berorientasi pada orang
lain. Individu tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam.
3) Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan
kemampuan yang dimiliki.
4) Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu
belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai
penilaian yang buruk dan cenderung memaksakan kehendak.
5) Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, memiliki sikap
egosentris, pencemburu dan marah jika orang lain tidak
mendukung.

13
Pohon Masalah
Risti mencederai diri, orang lain, dan
lingkungan

Defisit perawatan diri GPS: Halusinasi

Intoleransi aktivitas Isolasi Sosial

Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif Koping keluarga tidak efektif


Sumber: Fitria (2009) dalam Herman, Ade (2011)
7. Penatalaksanaan
a. Terapi Psikofarmaka
Terapi Psikofarmaka menurut Rasmun (2001)
1) Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas,    kesadaran diri terganggu,
daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat
dalam fungsi -fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan
perasaan dan perilaku yang aneh atau, tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak
mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin.
Mekanisme kerja: Memblokade dopamine pada reseptor
paska sinap di otak khususnya sistem ekstra piramidal.

14
Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam
miksi, dan defikasi, hidung tersumbat,mata kabur, tekanan
intra okuler meninggi, gangguan irama jantung), gangguan
ekstra piramidal (distonia akut, akatshia,
sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan
endokrin, metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya
untuk pemakaian jangka panjang.
Kontra indikasi: Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi,
kelainan jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit SSP,
gangguan kesadaran disebabkan CNS Depresan.
2) Haloperidol (HP)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita
dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari –
hari.
Mekanisme kerja: Obat anti psikosis dalam memblokade
dopamine pada reseptor paska sinaptik neuron di otak
khususnya sistem limbik dan sistim ekstra piramidal.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan
otonomik (hipotensi,   antikolinergik/parasimpatik, mulut
kering, kesulitan miksi dan defikasi,    hidung tersumbat,
mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan    irama
jantung).
Kontra indikasi: Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi,
kelainan jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit SSP,
gangguan kesadaran.
3) Trihexy phenidyl (THP)
Indikasi: Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska
ensepalitis dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat
misalnya reserpin dan fenotiazine.

15
Mekanisme kerja: Obat anti psikosis dalam memblokade
dopamin pada reseptor p aska sinaptik nauron diotak
khususnya sistem limbik dan sistem ekstra piramidal.
Efek samping:  Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan
otonomik (hypertensi, anti kolinergik/ parasimpatik, mulut
kering, kesulitanmiksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata
kabur, tekanan intra oluker meninggi, gangguan irama
jantung).
Kontra indikasi:Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi,
kelainan jantung, fibris,  ketergantungan obat, penyakit SSP,
gangguan kesadaran.
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi,
ECT, Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan
rehabilitas.
b. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial
dapat diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP
dengan masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda.
Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social,
berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian
apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain,
mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan
berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian.
Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien
memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi
kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan

16
menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan
hariannya (Purba, dkk. 2008)
c. Terapi kelompok
Menurut Purba, dkk (2008), aktivitas pasien yang
mengalami ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1) Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
a) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien
sewaktu bangun tidur.
b) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu
semua bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan
dengan BAB dan BAK.
c) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi,
dalam kegiatan mandi dan sesudah mandi.
d) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan
dengan keperluan berganti pakaian.
e) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan
pada waktu, sedang dan setelah makan dan minum.
f) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang
berhubungan dengan kebutuhan kebersihan diri, baik
yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan,
rambut, kuku dan lain-lain.
g) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien
mengerti dan dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri,
seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam
sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat
ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.

17
h) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang
pasien untuk pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa
tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena
sering merupakan gejala primer yang muncul
padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan
gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien
mau mengawali tidurnya.
2) Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan
sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
a) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien
untuk melakukan hubungan sosial dengan sesama
pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan
kawannya dan sebagainya.
b) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku
pasien untuk melakukan hubungan sosial dengan
petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu
ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
c) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien
sewaktu berbicara dengan orang lain seperti
memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda
adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
d) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
kemampuan bergaul dengan orang lain secara kelompok
(lebih dari dua orang).
e) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang
berhubungan dengan ketertiban yang harus dipatuhi
dalam perawatan rumah sakit.

18
f) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan
dengan tata krama atau sopan santun terhadap kawannya
dan petugas maupun orang lain.
g) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku
pasien yang bersifat mengendalikan diri untuk tidak
mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah
sembarangan, tidak membuang puntung rokok
sembarangan dan sebagainya.
A. Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Isolasi Sosial
1. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa
factor presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki
klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan
tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pekerjaan, pendidikan, tangggal MRS, informan, tangggal pengkajian,
No Rumah klien dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak
interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari – hari,
dependen.
c. Factor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang
tidak realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelompok
sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba
misalnya harus dioperasi, kecelakaan dicerai suami, putus sekolah,
PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban perkosaan,
tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak

19
menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek Psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau
yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh,
persepsi negatif tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian
tubuh yang hilang, mengungkapkan keputusasaan,
mengungkapkan ketakutan.
b) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan
dan tidak mampu mengambil keputusan.
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit,
proses menua, putus sekolah, PHK.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
mencederai diri, dan kurang percaya diri.
3) Hubungan social
Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat, hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain.
4) Spiritual

20
Nilai dan keyakinan, kegiatan beribadah.
f. Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak
mata, kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan
kurang mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan
keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan
WC, membersikan dan merapikan pakaian.
3) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
4) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas
didalam dan diluar rumah
5) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
h. Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakan nya pada orang orang lain (lebih sering menggunakan
koping menarik diri).
i. Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
8. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan menjalin
hubungan yang memuaskan (SDKI, 2016).

21
3. Intervensi dan Implementasi

RENCANA TINDAKAN
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Isolasi Sosial Setelah dilakukan tindakan keperawatan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
selama 3 x 24 jam Klien dapat berinteraksi   Klien
dengan orang lain baik secara individu SP 1                                             
maupun secara berkelompok dengan kriteria 1. Bina hubungan saling percaya, dengan menggunakan prinsip
hasil : komunikasi terapeutik dengan cara :
1. Klien dapat membina hubungan saling a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
percaya. b. Perkenalkan diri dengan sopan
2. Dapat menyebutkan penyebab isolasi c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
sosial. disukai
3. Dapat menyebutkan keuntungan d. Jelaskan tujuan pertemuan
berhubungan dengan orang lain. e. Jujur dan menepati janji
4. Dapat menyebutkan kerugian tidak f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
berhubungan dengan orang lain. g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
5. Dapat berkenalan dan bercakap-cakap klien
dengan orang lain secara bertahap. 2. Identifikasi penyebab isolasi social
6. Terlibat dalam aktivitas sehari-hari a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
tanda-tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-
tanda serta penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
SP 2            
1. Diskusikan bersama Klien keuntungan berinteraksi dengan orang
lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan prang

23
lain.
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain
c. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain
1) beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan dengan orang lain
2) diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
d. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan:
1) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang

24
lain
2) Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang
lain melalui tahap :
a) Klien – Perawat
b) Klien – Perawat – Perawat lain
c) Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
d) Klien – Keluarga atau kelompok masyarakat
3) Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai.
4) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
5) Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien
dalam mengisi waktu
6) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7) Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam
kegiatan ruangan
e. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain
1) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila

25
berhubungan dengan orang lain
2) Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat
berhubungan dengan orang lain.
3) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien
mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan
oranglain
f. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
1) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
a) Salam, perkenalan diri
b) Jelaskan tujuan
c) Buat kontrak
d) Eksplorasi perasaan klien
2) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
a) Perilaku menarik diri
b) Penyebab perilaku menarik diri
c) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak
ditanggapi
d) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri

26
3) Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan
kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
4) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal satu kali seminggu
5) Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah
dicapai oleh keluarga
SP 3
1. Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
2. Beri kesempatan pada Klien mempraktekan cara berkenalan
dengan dua orang
3. Ajarkan Klien berbincang-bincang dengan dua orang tetang topik
tertentu
4. Anjurkan kepada Klien untuk memasukan kegiatan berbincang-
bincang dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian dirumah
SP 4
1. Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
2. Jelaskan tentang obat yang diberikan (Jenis, dosis, waktu,
manfaat dan efek samping obat)

27
3. Anjurkan Klien memasukan kegiatan bersosialisasi dalam jadwal
kegiatan harian dirumah
4. Anjurkan Klien untuk bersosialisasi dengan orang lain
  Keluraga
1. Diskusikan masalah yang dirasakan kelura dalam merawat Klien
2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami
Klien dan proses terjadinya
3. Jelaskan dan latih keluarga cara-cara merawat Klien
Tindakan Psikofarmaka
1. Beri obat-obatan  sesuai program
2. Pantau keefektifan dan efek sampig obat yang diminum
3. Ukur vital sign secara periodik
Tindakan Manipulasi Lingkungan
1. Libatkan dalam makan bersama
2. Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak
singkat tapi sering
3. Berikan reinforcement positif  setiap Klien berhasil melakukan
suatu tindakan

28
4. Orientasikan Klien pada waktu, tempat, dan orang sesuai
kebutuhannya

29
EvaluasiKemampuan pasien dan keluargaPENILAIAN KEMAMPUAN
PASIEN DAN KELUARGA
PASIEN DENGAN MASALAH ISOLASI SOSIAL
Nama pasien : .................
Ruangan : ...................
Nama perawat:...................
Petunjuk pengisian:
1) Berilah tanda (V) jika pasien dan keluarga mampu
melakukan kemampuan di bawah ini.
2) Tuliskan tanggal setiap dilakukan supervisi

Tanggal
No Kemampuan
A Pasien
1 Menyebutkan penyebab isolasi sosial
2 Menyebutkan keuntungan berinteraksi
dengan orang lain
3 Menyebutkan kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain
4 Berkenalan dengan satu orang
5 Berkenalan dengan dua orang atau lebih
6 Memiliki jadwal kegiatan berbincang-
bincang dengan orang lain sebagai salah
satu kegiatan harian
7 Melakukan perbincangan dengan orang
lain sesuai jadwal harian
B Keluarga
1 Menyebutkan pengertian, penyebab,
tanda dan gejala isolasi sosial

30
2 Menyebutkan cara-cara merawat pasien
dengan isolasi sosial
3 Mendemonstrasikan cara merawat
pasien dengan isolasi sosial
4 Menyebutkan tempat rujukan yang
sesuai untuk pasien isolasi sosial

a. Kemamapuan perawat
PENILAIAN KEMAMPUAN PERAWAT
DALAM MERAWAT PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL
Nama pasien : .................
Ruangan : ...................
Nama perawat:...................
Petunjuk pengisian:
Penilaian tindakan keperawatan untuk setiap SP dengan menggunakan
instrumen penilaian kinerja (No 04.01.01).
Nilai tiap penilaian kinerja masukkan ke tabel pada baris nilai SP.
Tanggal
No Kemampuan
A Pasien
SP I p
1 Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
2 Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan
berinteraksi dengan orang lain
3 Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain
4 Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu
orang
5 Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan
latihan berbincang-bincang dengan orang lain

31
dalam kegiatan harian
Nilai SP I p
SP II p
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Memberikan kesempatan kepada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang
3 Membantu pasien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai
salah satu kegiatan harian
Nilai SP II p
SP III p
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Memberikan kesempatan kepada berkenalan
dengan dua orang atau lebih
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
Nilai SP III p
B Keluarga
SP I k
1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien
2 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi
sosial yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3 Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi
sosial
Nilai SP I k
SP II k
1 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat
pasien dengan isolasi sosial
2 Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung kepada pasien isolasi sosial
Nilai SP II k
SP III
1 Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di

32
rumah termasuk minum obat (discharge planning)
2 Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
Nilai SP III k
Total nilai : SP p + SP k
Rata-rata

33
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan
cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
2. Etiologi isolasi social meliputi:
a. Faktor predisposisi
b. Faktor prisipitasi
3. Salah satu gangguan hubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri
atau isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang
bisa dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan
permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
4. Manifestasi Perilaku
a. Tanda dan gejala
b. Mekanisme koping
c. Sumber koping
5. Rentang respon dari isolasi sosial sebagi berikut:
a. Respon adaptif
b. Respon maladaptif
6. Penatalaksanaan
a. Terapi Psikofarmaka
b. Terapi Individu
c. Terapi kelompok
E. Saran
Dengan ditulisnya makalah ini nantinya dapat dimanfaatkan secara
optimal terkait dengan pengembangan mata kuliah Keperawatan Jiwa. Dan

34
penulis menyarankan materi-materi yang ada dalam tulisan ini
dikembangkan lebih lanjut agar dapat nantinya menghasilkan tulisan-tulisan
sejarah yang bermutu. Demikianlah makalah ini penulis persembahkan,
semoga dapat bermanfaat.

35
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, Ermawati dkk. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
2014. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Dermawan, D dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep Dan Kerangka
Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Herman, Ade. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Kusumawati, F dan Hartono, Y. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Purba, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikologi
Dan Gangguan Jiwa. Medan: Usu Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiater Terintegrasi Dengan
Keluarga. Jakarta: CV. Agung Prasetya.
Riyadi, Sujono dan Teguh Purwato. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
SDKI, DPP & PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definis
Dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: EGC.

36

Anda mungkin juga menyukai