Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering
dijumpai dalam praktek sehari-hari. Berdasarkan hasil pengumpulan data
Rumah Sakit Pendidikan dr. Piringadi, para peneliti memperkirakan bahwa
terdapat 3% kasus dengan penurunan kesadaran atau komadari 10% jumlah
kasus kegawatdaruratan neurologi di Rumah Sakit dr. Piringadi
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di
kedua hemisfer serebridan  Ascending Reticular Activating System (ARAS)
Jika terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem
anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan
kesadaran dengan berbagai tingkatan.Ascending Reticular Activating
System merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal
berasal dari medulla spinalismenuju rostral yaitu diensefalon melalui brain
stem sehingga kelainan yang mengenai lintasanARAS tersebut berada
diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke subthalamus,
hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran.
Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter
kolinergik, monoaminergik dan gammaaminobutyric acid (GABA) Respon
gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan
yang berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitif yang
merupakan manifestasi rangkaianinti-inti di batang otak dan serabut-serabut
saraf pada susunan saraf. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar
dari susunan saraf pusat di mana kedua korteks ini berperan dalamkesadaran
akan diri terhadap lingkngan atau input-input rangsangan sensoris, hal ini
disebut jugasebagai awareness. Pada referat ini akan dibahas mengenai
definisi penurunan kesadaran, bahaya penurunankesadaran, patofisiologi ,
diagnosis serta diagnosis penurunan kesadaran akibat metabolik danstruktural
dan tatalaksana penurunan kesadaran yang terbagi atas tatalaksana baik
umum maupun khusus.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian penurunan kesadaran?
2. Apa Etiologi penurunan Kesadaran?
3. Bagaimana Manifestasi klinis yang terjadi pada penurunan kesadaran?
4. Bagaimana Pathway?
5. Bagaimana Cara Penilaian Kesadaran?
6. Bagai mana Pemeriksaan Penunjang?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1. Tujuan Umum
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dalam memahami
dan mengetahui prosedur tindakan pada pasien ketoasidosis diabetik
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Agar dapat mengerti definisi Penurunan Kesadaran
2. Agar dapat mengerti Etiologi Penurunan Kesadaran
3. Agar dapat mengerti Manifestasi klinis Penurunan Kesadaran
4. Agar dapat mengerti Pathway Penurunan Kesadaran
5. Agar dapat mengerti Cara Penilaian Kesadaran
6. Agar dapat mengerti Pemeriksaan penunjang pada pasien
Penurunan Kesadaran
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  PENGERTIAN
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu.
(Corwin, 2001). Penurunan kesadaran adalah keadaan dimanapenderita tidak
sadar dalam arti tidak terjaga / tidak terbangun secara utuh sehingga tidak
mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus.
Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana
seseorang mengenal/mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya.
(Padmosantjojo, 2000)
Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu :
1. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh
asupan dari panca indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh
rangsangan baik dari luar maupun dalam. GCS Skor 14-15
2. Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan
dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit
bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun. Skor
11-12 : somnolent
3. Stupor / Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru
membuka mata atau bersuara satu dua kata . Motorik hanya berupa
gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri. Skor 8-10 : stupor
4. Soporokoma / Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya
dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.

3
4

5. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam
hal membuka mata, bicara maupun reaksi motorik. . Skor < 5 :
koma(Harsono, 1996).

2.2   ETIOLOGI
Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan–
kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “
yaitu :
1. S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung, Syok (shock) adalah kondisi
medis tubuh yang mengancam jiwa yang diakibatkan oleh kegagalan
sistem sirkulasi darah dalam mempertahankan suplai darah yang
memadai. Berkurangnya suplai darah mengakibatkan berkurangnya
suplai oksigen ke jaringan tubuh. Jika tidak teratasi maka dapat
menyebabkan kegagalan fungsi organ penting yang dapat mengakibatkan
kematian. Kegagalan  sistem sirkulasi dapat disebabkan oleh Kegagalan
jantung memompa darah, terjadi pada serangan jantung.
Berkurangnya cairan tubuh yang diedarkan. Tipe ini terjadi pada
perdarahan besar maupun perdarahan dalam, hilangnya cairan tubuh
akibat diare berat, muntah maupun luka bakar yang luas.
Shock bisa disebabkan oleh bermacam-macam masalah medis dan
luka-luka traumatic, tetapi dengan perkecualian cardiac tamponade dan
pneumothorax, akibat dari shock yang paling umum yang terjadi pada
jam pertama setelah luka-luka tersebut adalah haemorrhage (pendarahan).
Shock didefinasikan sebagai ‘cellular hypoperfusion’ dan
menunjukan adanya ketidakmampuan untuk memelihara keseimbangan
antara pengadaan ‘cellular oxygen’ dan tuntutan ‘oxygen’. Progress
Shock mulai dari tahap luka hingga kematian cell, kegagalan organ, dan
pada akhirnya jika tidak diperbaiki, akan mengakibatkan kematian organ
tubuh. Adanya peredaran yang tidak cukup bisa cepat diketahui dengan
5

memasang alat penerima chemosensitive dan pressure-sensitive pada


carotid artery. Hal ini, pada gilirannya dapat mengaktivasi mekanisme
yang membantu mengimbangi akibat dari efek negative, termasuk
pelepasan catecholamines (norepinephrine dan epinephrine) dikarenakan
oleh hilangnya syaraf sympathetic ganglionic; tachycardia, tekanan nadi
yang menyempit dan hasil batasan disekeliling pembuluh darah
(peripheral vascular) dengan mendistribusi ulang aliran darah pada daerah
sekitar cutaneous, splanchnic dan muscular beds. Dengan demikian,
tanda-tanda awal dari shock tidak kentara dan mungkin yang tertunda
hanyalah pemasukkan dari pengisian kapiler, tachycardia yang relatip dan
kegelisahan.
2. E : Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis
yang mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
3. M : Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma
hepatikum.
Etiologi hipoglikemia pada DM yaitu hipoglikemia pada DM
stadium dini, hipoglikemia dalm rangka pengobatan DM yang berupa
penggunaan insulin, penggunaan sulfonil urea, bayi yang lahir dari ibu
pasien DM, dan penyebab lainnya adalah hipoglikemia yang tidak
berkaitan dengan DM berupa hiperinsulinisme alimenter pos gastrektomi,
insulinoma, penyakit hati yang berat, tumor ekstrapankreatik,
hipopitiutarism
Gejala-gejala yang timbul akibat hipoglikemia terdiri atas 2 fase.
Fase 1 yaitu gejala-gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di
hipotalamus sehingga dilepaskannya hormon efinefrin. Gejalanya berupa
palpitasi, keluar banyak keringat, tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual.
gejala ini timbul bila kadar glukosa darah turun sampai 50% mg.
Sedangkan Fase 2 yaitu gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya
gangguan fungsi otak , karena itu dinamakan juga gejala neurologi.
6

Gejalanya berupa pusing, pandang kabur, ketajam mental menurun,


hilangnya keterampilan motorik halus, penurunan kesadaran, kejang-
kejang dan koma.gejala neurologi biasanya muncul jika kadar glukosa
darah turun mendekati 20% mg.
Pada pasien ini menurut gejalanya telah memasuki fase 2 karena
telah terjadi gangguan neurologik berupa penurunan kesadaran, pusing,
dan penurunan kadar glukosa plasma mendekati 20 mg%.dan menurut
stadiumnya pasien telah mengalami stadium gangguan otak karena
terdapat gangguan kesadaran.
Pada pasien DM yang mendapat insulin atau sulfonilurea diagnosis
hipoglikemia dapat ditegakan bila didapatkan gejala-gejala tersebut
diatas. Keadaan tersebut dapat dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
glukosa darah. Bila gejalanya meragukan sebaiknya ambil dulu darahnya
untuk pemeriksaan glukosa darah. Bila dengan pemberian suntik bolus
dekstrosa pasien yang semula tidak sadar kemudian menjadi sadar maka
dapat dipastiakan koma hipogikemia.sebagai dasar diagnosis dapat
digunakan trias whipple, yaitu gejala yang konsisten dengan
hipoglikemia, kadar glukosa plasma rendah, gejala mereda setelah kadar
glukosa plasma meningkat
Prognosis dari hipoglikemia jarang hingga menyebabkan kematian.
Kematian dapat terjadi  karena keterlambatan mendapatkan pengobatan,
terlalu lama dalam keadaan koma sehingga terjadi kerusakan jaringan
otak.
4. E : Elektrolit
Misalnya diare dan muntah yang berlebihan. Diare akut karena
infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia,
nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat
dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan
biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang
kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
7

cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit
menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya
dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah
yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan
meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul). Gangguan
kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral
dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada
diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah
akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria.
Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus
ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
5. N : Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis, Muntah : gejala
muntah terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala.
Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah
bersifat proyektil dan tak disertai dengan mual. Kejang : bangkitan kejang
dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih
dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab
bangkitan kejang adalah tumor otak. Bangkitan kejang ditemui pada 70%
tumor otak di korteks, 50% pasien dengan astrositoma, 40% pada pasien
meningioma, dan 25% pada glioblastoma.
Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK) : berupa keluhan nyeri
kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan
malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan diketemukan papil udem.
8

6. I : Intoksikasi
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks
secara menyeluruhmisalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula
disebabkan oleh gangguan ARAS di batangotak, terhadap formasio
retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon Pada
penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan
derajat(kuantitas, arousal wake f ulness) kesadaran dan gangguan isi
(kualitas, awareness alertness kesadaran). Adanya lesi yang dapat
mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakahlesi
supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan
menurunnya kesadaran.
Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat
menyebabkan penurunan kesadaran, Menentukan kelainan neurologi
perlu untuk evaluasi dan manajemen penderita. Pada penderita dengan
penurunan kesadaran, dapat ditentukan apakah akibatkelainan struktur,
toksik atau metabolik. Pada koma akibat gangguan
struktur mempengaruhi fungsi ARAS langsung atau tidak langsung.
ARAS merupakan kumpulanneuron polisinaptik yang terletak pada pusat
medulla, pons dan mesensefalon, sedangkan penurunan kesadaran karena
kelainan metabolik terjadi karena memengaruhi energi neuronal atau
terputusnya aktivitas membran neuronal atau multifaktor.
Diagnosis banding dapat ditentukan melalui pemeriksaan pernafasan,
pergerakan spontan, evaluasisaraf kranial dan respons motorik terhadap
stimuli.
7. T : Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural,
perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada. Cedera pada
dada dapat mengurangi oksigenasi dan ventilasi walaupun terdapat
airway yang paten. Dada pasien harus dalam keadaan terbuka sama sekali
untuk memastikan ada ventilasi cukup dan simetrik. Batang tenggorok
(trachea) harus diperiksa dengan melakukan rabaan untuk mengetahui
9

adanya perbedaan dan jika terdapat emphysema dibawah kulit. Lima


kondisi yang mengancam jiwa secara sistematik harus diidentifikasi atau
ditiadakan (masing-masing akan didiskusikan secara rinci di Unit 6 -
Trauma) adalah tensi pneumothorax, pneumothorax terbuka, massive
haemothorax, flail segment dan cardiac tamponade. Tensi pneumothorax
diturunkan dengan memasukkan suatu kateter dengan ukuran 14 untuk
mengetahui cairan atau obat yang dimasukkan kedalam urat darah halus
melalui jarum melalui ruang kedua yang berada diantara tulang iga pada
baris mid-clavicular dibagian yang terkena pengaruh. Jarum pengurang
tekanan udara dan/atau menutupi luka yang terhisap dapat memberi
stabilisasi terhadap pasien untuk sementara waktu hingga memungkinkan
untuk melakukan intervensi yang lebih pasti. Jumlah resusitasi diperlukan
untuk suatu jumlah haemothorax yang lebih besar, tetapi
kemungkinannya lebih tepat jika intervensi bedah dilakukan lebih awal,
jika hal tersebut sekunder terhadap penetrating trauma (lihat dibawah).
Jika personalia dibatasi melakukan chest tube thoracostomy dapat
ditunda, tetapi jika pemasukkan tidak menyebabkan penundaan
transportasi ke perawatan yang definitif, lebih disarankan agar hal
tersebut diselesaikan sebelum metransportasi pasien.
8. E : Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat
menyebabkan penurunan kesadaran.
( Harsono, 1996).

2.3   MANIFESTASI KLINIS


Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah
:Penurunan kesadaran secara kwalitatif, GCS kurang dari 13, Sakit kepala
hebat, Muntah proyektil, Papil edema, Asimetris pupil, Reaksi pupil terhadap
cahaya melambat atau negative, Demam, Gelisah, Kejang, Retensi lendir /
sputum di tenggorokan, Retensi atau inkontinensia urin, Hipertensi atau
10

hipotensi, Takikardi atau bradikardi, Takipnu atau dispnea, Edema lokal atau
anasarka, Sianosis, pucat dan sebagainya

2.4   Pathaway
 Adanya penumpukan sekret
 Suplai oksigen berkurang
 ↓kalium
 Electrolite
 Diare dan muntah
 Resiko tinggi cidera
 shok
 Gangguan sirkulasi
 Ensefhalitis
 Kerusakan Sel
 kejang
 intoksikasi
 Neoplasma
 Kangker/ tumor otak
 Kegagalan fungsi organ
 Gx perfusi Cerebral
 ↓perfusi O2 ke Otak
 Gangguan listrik diotak
 Aritmia
 Shok Hipovolemik
 Dehidrasi
 Gx aktivitas Neuron di otak
 Gangguan aliran darah ke otak
 Henti jantung
 Depresi Pusat pernafasan
 Toksin
 Gx kardio
 Asidosis
 Hipotensi
 Takikardi
 Gx Volume Cairan
 Gx komunikasi Aras dengan kortex serebri
 Merangsang pusat Nafas
 Ketidak efektifan jalan nafas
 hipoksia
 Gangguan perfusi jaringan
 Pola nafas tidak obyektif
 Gx oksigenasi
11

 Gx Pola Nafas
 Nafas cepat dan dangkal
 Penurunan kesadaran
 
2.5   Cara Penilaian Kesadaran
Penilaian statis kesadaran ada 2 yaitu penilaian secara kualitatif dan
penilaian secara kuantita-tif.
1. Secara Kualitatif
2. Penilaian kesadaran secara kualitatif antara lain :
a. Komposmentis (score 14 –15) Yaitu anak mengalami kesadaran
penuh dengan memberikan respons yang cukupterhadap stimulus
yang diberikan.
b. Apatis Yaitu anak mengalami acuh tak acuh terhadap kesadaran
sekitanya.
c. Sumnolen (score 11 – 13)Yaitu anak memiliki kesadaran yang lebih
rendah ditandai dengan anak tampak mengantuk, selalu ingin tidur,
tidak responsit, terhadap rangsangan ringan danmasih memberikan
respons terhadap rangsangan yang kuat.
d. Supor (score 8 –10 )Yaitu anak tidak memberikan respons ringan
maupun sedang, tetapi masihmemberikan respons sedikit terhadap
rangsangan yang kuat dengan adanya refleks pupil terhadap cahaya
yang masih positif.
e. Koma (score < 5)Yaitu anak tidak dapat bereaksi terhadap stimulus
atau rangsangan apapun sehinggarefleks pupil terhadap cahaya tidak
ada.
f. DeliriumYaitu tingkat kesadaran yang paling bawah ditandai dengan
dicorientasi yangsangat iriatif, kacau dan salah persepsi terhadap
rangsangan sensorik. 
3. Secara Kuantitatif
Penilaian kesadaran secara kuantitatif dapat diukur melalui
penilaian skalakoma (Glasgow) yang dinyatakan dengan ecscelargow
12

cumascale dengan nilaikoma dibawah 10, adapun penilaian sebagai


berikut :
Penilaian pada Glasgow Coma Scale
1. Respon motoric
Nillai 6 : Mampu mengikuti perintah sederhana seperti :
mengangkat tangan, menunjukkan jumlah jari-jari dari angka-angka
yang disebutkan oleh pemeriksa, melepaskan gangguan.
Nilai 5 : Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang
diberikan seperti tekanan pada sternum, cubitan pada M. Trapezius
Nilai 4 : Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan ,
tapi tidak mampu menunjuk lokasi atau tempat rangsang dengan
tangannya.
Nilai 3 : fleksi abnormal
Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah , fleksi
pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri
( decorticate rigidity)
Nilai 2 : ekstensi abnormal.
Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan bawah, fleksi
pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri
(decerebrate rigidity)
Nilai 1 : Sama sekali tidak ada respon
Catatan :
- Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat
- Tidak ada trauma spinal, bila hal ini ada hasilnya akan selalu
negative
2. Respon verbal atau bicara
Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun).
Pemeriksaan ini tidak berlaku bila pasien :
Dispasia atau apasia, Mengalami trauma mulut, Dipasang
intubasi trakhea (ETT)
13

Nilai 5 : pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara.


orientasi waktu, tempat, orang, siapa dirinya, berada dimana, tanggal
hari.
Nilai 4 : pasien “confuse” atau tidak orientasi penuh
Nilai 3 : bisa bicara , kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tapi
tidak menyambung dengan apa yang sedang dibicarakan
Nilai 2 : bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya
(“ngrenyem”), suara-suara tidak dapat dikenali makna katanya
Nilai 1 : tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri
3. Respon membukanya mata :
Perikasalah rangsang minimum apa yang bisa membuka satu
atau kedua matanya. Catatan:Mata tidak dalam keadaan terbalut atau
edema kelopak mata.
Nilai 4 : Mata membuka spontan misalnya sesudah disentuh
Nilai 3 : Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama
atau diperintahkan membuka mata
Nilai 2 : Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri
Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri (Musrifatul,
2006 :160-161)

AVPU
Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien
diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal),
hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga
tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri (unresponsiv) . A
(Alert): Korban sadar jika tidak sadar lanjut ke poin V.
V (Verbal): Cobalah memanggil-manggil korban dengan berbicara
keras di telinga korban. Pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang
atau menyentuh pasien, jika tidak merespon lanjut ke P.
P (Pain): Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah
adalah menekan bagian putih dari kuku tangan di pangkal kuku. Selain itu
14

dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada atau sternum dan juga
areal di atas mata. 
U (Unresponsive): Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih
tidak bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive.
ACDU
Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS
dengan hasil yang kurang lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien
diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness), bingung / kacau (confusion),
mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon (unresponsiveness)

Menilai reflek-reflek patologis :


a. Reflek Babinsky
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu
benda yang runcing maka timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri
atas fleksi kaki dan jari-jarinya ke daerah plantar
b. Reflek Kremaster :
Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus
pada bagian dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya
kontrkasi M.kremaster homolateral yang berakibat tertariknya atau
mengerutnya testis. Menurunnya atau menghilangnya reflek tersebut
berarti adanya ganguan traktus corticulspinal

Uji syaraf kranial :


NI.N. Olfaktorius – penghiduan diperiksa dengan bau bauhan seperti
tembakau, wangi-wangian, yang diminta agar pasien menyebutkannya
dengan mata tertutup
N.II. N. Opticus
Diperiksa dengan pemerikasaan fisus pada setiap mata . digunakan optotipe
snalen yang dipasang pada jarak 6 meter dari pasien . fisus ditentukan dengan
kemampuan membaca jelas deretan huruf-huruf yang ada
N.III/ Okulomotoris. N.IV/TROKLERIS , N.VI/ABDUSEN
15

Diperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata


kesegala arah , diameter pupil , reflek cahaya dan reflek akomodasi
N.V. Trigeminus berfungsi sensorik dan motorik,
Sensorik diperiksa pada permukaan kulit wajah bagian dahi , pipi, dan rahang
bawah serta goresan kapas dan mata tertutup
Motorik diperiksa kemampuan menggigitnya, rabalah kedua tonus
muskulusmasketer saat diperintahkan untuk gerak menggigit
N.VII/ Fasialis fungsi motorik N.VII diperiksa kemampuan mengangkat alis,
mengerutkan dahi, mencucurkan bibir , tersentum , meringis
(memperlihatkan gigi depan )bersiul , menggembungkan pipi.fungsi sensorik
diperiksa rasa pengecapan pada permukaan lidah yang dijulurkan (gula ,
garam , asam)
N.VIII/ Vestibulo - acusticus
Fungsi pendengaran diperiksa dengan tes Rinne , Weber , Schwabach dengan
garpu tala.
N.IX/ Glosofaringeus, N.X/vagus : diperiksa letak ovula di tengah atau
deviasi dan kemampuan menelan pasien
N.XI / Assesorius diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri dan
kanan ( kontraksi M.trapezius) dan gerakan kepala
N.XII/ Hipoglosus diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah pada
posisi lurus, gerakan lidah mendorong pipi kiri dan kanan dari arah dalam.

2.6   PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab
penurunan kesadaran yaitu :
1. Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah
(BUN), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum,
alcohol, obat-obatan dan analisa gas darah ( BGA ).
2. CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
16

3. PET ( Positron Emission Tomography )


Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor
otak
4. SPECT ( Single Photon Emission Computed Tomography )
Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.
5. MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6. Angiografi serebral
Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi
arteriovena.
7. Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang
disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral
yang luas dan neoplasma.
8. EEG ( elektroensefalography)
Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses,
jaringan parut otak, infeksi otak
9. EMG ( Elektromiography)
Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit
lain.
17

BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering
dijumpai dalam praktek sehari-hari. Berdasarkan hasil pengumpulan data
Rumah Sakit Pendidikan dr. Piringadi, para peneliti memperkirakan bahwa
terdapat 3% kasus dengan penurunan kesadaran atau komadari 10% jumlah
kasus kegawatdaruratan neurologi di Rumah Sakit dr. Piringadi.
Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana
seseorang mengenal /mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya.
(Padmosantjojo, 2000 )

25
18

DAFTAR PUSTAKA

1. Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi


VII. Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
2. Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ;
1998
3. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta :
EGC ; 2001
4. Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process
approach. Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK
Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989)
5. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical
– surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC;
2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
6. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.
Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
7. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease
processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994
(Buku asli diterbitkan tahun 1992)
8. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans:
Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa:
Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993)
9. Harsono, Buku Ajar Neurologi Klinis, Yokyakarta, Gajah Mada University
Press, 1996)
10. Padmosantjojo, Keperawatan Bedah Saraf, Jakarta, Bagian Bedah Saraf
FKUI, 2000
19

MAKALAH NEUROLOGI
MODUL SARAF & JIWA

GANGGUAN KESADARAN

Dosen Pembimbing :
Dr. Dian Mutia Sari, M. Kes
dr. Dewi Klarita Furtuna, M. Ked. Klin,Sp. Mk

Disusun oleh :
Satriyandi Mahmud
FAA 114 012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2017
20

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian ....................................................................................... 3
2.2 Etiologi ............................................................................................ 4
2.3 Manifestasi Klinis ........................................................................... 9
2.4 Pathaway ......................................................................................... 10
2.5 Cara Penilaian Kesadaran ............................................................... 11
2.6 Pemeriksaan Penunjang .................................................................. 15
2.7 Asuhan Keperawatan ...................................................................... 16

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai