Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA TN.H DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

DI RUMAH SAKIT JIWA

AYU DIANASARI

118016

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO

SEMARANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perilaku kekerasan pada seseorang dilakukan dengan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan
amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010).
Perilaku kekerasan bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan perilaku kekerasan dapat terjadi
dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat
kekerasan. Perilaku kekerasan dilakukan karena ketidakmampuan dalam melakukan
koping terhadap stres, ketidakpahaman terhadap situasi sosial, tidak mampu untuk
mengidentifikasi stimulus yang dihadapi, dan tidak mampu mengontrol dorongan untuk
melakukan perilaku kekerasan (Volavka & Citrome, 2011).
Dampak dari perilaku kekerasan yang muncul pada skizofrenia dapat mencederai atau
bahkan menimbulkan kematian, pada akhirnya dapat memengaruhi stigma pada klien
skizofrenia (Volavka, 2012).
Resiko perilaku kekerasan adalah keadaan dimana seseorang pernah atau mempunyai
riwayat melakukan tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain atau
lingkungan baik secara fisik/emosional/seksual dan verbal (Keliat, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadan diaman seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayahkan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai
dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusmawati dan Hartono, 2010)
B. Tujuan Penelitian
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan masalah resiko
perilaku kekerasan
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa pada pasien dengan masalah resiko
perilaku kekerasan
3. Mahasiswa mampu menyusun intervensi pada pasien dengan masalah resiko
perilaku kekerasan.
4. Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi pada pasien dengan masalah
resiko perilaku kekerasan
5. Mampu menganalisa kesenjangan teori dalam kasus resiko perilaku kekerasan
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. KONSEP LAPORAN PENDAHULUAN


1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain. Perilaku kekerasan juga dapat diartikan perilaku yang menyertai
marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan
masih terkontrol (Yosep, 2010).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stresor yang
dialami oleh seseorang yang dapat menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri,
orang lain, maupun lingkungan (Keliat & Akemat, 2010). Pendapat lain
menyatakan perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Dermawan, 2013).
Resiko perilaku kekerasan adalah keadaan dimana seseorang pernah atau
mempunyai riwayat melakukan tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri
atau orang lain atau lingkungan baik secara fisik/emosional/seksual dan verbal
(Keliat, 2010).
2. Rentang respon marah
Rentang Respon Marah

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

(Prabowo, 2014)

Keterangan :
Asertif : klien mampu mengungkapkan rasa marahnya tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan kelegaan.
Frustasi : klien gagal menuju mencapai tujuan kepuasan saat marah dan
tidak dapat menemukan alternatif.
Pasif : klien merasa tidak mampu mengungkapkan perasaannya.
Agresif : klien mengekspresikan secara fisik tapi masih terkontrol.
Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang kontrol
serta amuk dan merusak lingkungannya.

3. Etiologi
Menurut Yosep (2010) perilaku kekerasan yang timbul pada klien dengan
gangguan jiwa disebabkan oleh dua faktor yaitu :
A. Faktor predisposisi
Menurut Prabowo (2014) ada beberapa teori terkait dengan timbulnya
perilaku kekerasan pada orang dengan gangguan jiwa, yaitu :
1) Faktor psikologi
Psychoanalitical theory ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan sebuah naluri yang berdasarkan dua insting yaitu insting
hidup yang diekspresikan dengan seksualitas dan insting kematian yang
diekspresikan dengan agresivitas. Semua insting tersebut dimulai dari
adanya asumsi seseorang dalam mencapai tujuan tertentu. Apabila tujuan
tersebut tidak tersampaikan maka akan timbul frustasi dan individu akan
terstimulasi untuk mewujudkan dalam bentuk perilaku yang merugikan
yaitu melukai orang, barang, dan lingkungannya.
2) Faktor sosial budaya
Social learning theory mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda
dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui
observasi atau imitasi dan kuatnya stimulus yang diterima. Jadi seseorang
akan agresif sesuai dengan bagaimana orang tersebut belajar dalam
merespon keterbangkitan emosionalnya.
3) Faktor biologis
Neurobiological theory ini mengemukakan adanya perubahan susunan
persarafan saat seseorang agresif. Sistem limbik berperan dalam
peningkatan dan penurunan agresivitas neurotransmitter seperti
serotonin, dopamin, dan norepineprin.
B. Faktor presipitasi
Menurut Yosep (2010) faktor-fator yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan pada orang dengan gangguan jiwa antara lain :
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas
seperti dalam sebuah konser.
2) Ekspresi dari tidak tercapainya kebutuan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkonsumsikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk mencegah masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan masalah.
4. Klasifikasi
Menurut Nurhalimah (2016) penyebab terjadinya perilaku kekerasan dapat
dijelaskan dengan menggunakan konsep stres adaptasi Struart yang meliputi
faktor predisposisi (faktor yang melatarbelakangi) dan faktor presipitasi (faktor
yang memicu adanya masalah).
A. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan, meliputi :
1) Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter yaitu
adanya anggota keluarga yang sering memperlihatkan atau melakukan
perilaku kekerasan, adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa, adanya riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
NAPZA (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya). Sedangkan
menurut Sutejo (2017) dari faktor-faktor tersebut masih ada teoroi-teori
yang menjelaskan tiap faktor.
a) Teori dorongan naluri (Instinctual drive theory)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang kuat. Penelitian neurobiologi
mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada
hipotalamus (yang berada di tengah sistem limbik) binatang ternyata
menimbulkan perilaku agresif.
b) Teori psikomatik (Psycomatic theory)
Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respon psikologi terhadap
stimulus eskternal maupun internal. Sehingga sistem limbik memiliki
peran sebagai pusat untuk mengekspresikan mauun menghambat rasa
marah.
2) Faktor Psikologi
a. Frustation aggresion theory
Menerjemahkan bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada
gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang
atau objek. Hal ini dapat terjadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan frustasi dapat
mendorong individu untuk berperilaku agresif karena perasaan frustasi
akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
b. Teori Perilaku (Behaviororal theory)
Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat dicapai
apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement
yang diterima saat melakukan kesalahan sering menimbulkan kekerasan
di dalam maupun di luar rumah.
c. Teori Eksistensi (Existential theory)
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai perilaku.
Apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui perilaku konstruktif,
maka individu akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
3) Faktor Sosial Budaya
Teori lingkungan sosial (social environment theory) menyatakan bahwa
lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu untuk
berespon asertif atau agresif. Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara
langsung melalui proses sosialisasi (Social learning theory). Social learning
theory menerjemahkan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon
yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan
semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan
untuk terjadi. Sehingga seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan
emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya.
Pembelajaran tersebut bisa internal maupun eksternal. Contoh internal :
orang yang mengalami keterbangkitan seksual karena menonton film erotis
menjadi lebih agresif dibandingkan mereka yang tidak menonton film
tersebut; seorang anak yang marah karena tidak boleh beli es krim kemudian
ibunya memberinya es agar si anak berhenti marah, anak tersebut akan
belajar bahwa bila ia marah maka ia akan mendapatkan apa yang ia
inginkan. Contoh eksternal : seorang anak menunjukan perilaku agresif
setelah melihat seorang dewasa mengekspresikan berbagai bentuk perilaku
agresif terhadap sebuah boneka. Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku
kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif
mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat
membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang aserif.
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada seiap individu bersifat unik, berbeda
satu orang dengan yang lain. Faktor ini berhubungan dengan pengaruh stresor
yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stresor tersebut
dapat merupakan penyebab yang berasal dari dalam maupun dari luar individu.
Stresor dari dalam berupa kehilangan relasi atau hubungan dengan orang yang
dicintai atau berarti seperti kehilangan keluarga, sahabat yang dicintai,
kehilangan rasa cinta, kekhawatiran terhadap penyakit, fisik dan lain-lain.
Sedangkan stresor dari luar berupa serangan fisik, kehilangan, kematian,
lingkungan yang terlalu ribut, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
tindakan kekerasan.
5. Manifestasi klinik
Menurut Yosep (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi marah
dari beberapa hal, yaitu :
a. Fisik
Secara fisik, orang yang sedang marah tampak mata merah dan melotot,
pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah merang dan
tegang, serta postur tubuh kaku.
b. Verbal
Secara verbal, orang yang marah mengucapkan perkataan yang kotor dan
kasar, mengancam orang lain, serta berbicara dengan nada yang tinggi dan
keras.
c. Perilaku
Perilaku pada orang yang marah tidak terkontrol sehingga dapat merusak
diri sendiri, orang lain, barang, dan lingkungan disekitarnya.
d. Emosi
Emosi orang marah tidak adekuat, mudah tersinggung, merasa tidak
nyaman dan jengkel, serta sering mengamuk.
6. Penatalaksanaan medis dan keperawatan
Menurut Prabowo (2014) penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan
antara lain :
a. Farmakoterapi
Klien dengan ekpresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dengan antipsikotik yang mempunyai dosis efektif
tinggi seperti klopromazin yang berguna untuk mengendalikan
psikomotornya. Apabila serangan baru pertama kali maka gejala akan
hilang. Dosis dipertahankan selama satu bulan, namun bila serangan lebih
dari satu kali obat diberikan secara terus-menerus selama dua bulan. Dosis
klorpromazin dapat diberikan dalam rentang 30–800 mg/24 jam/oral.
b. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, akan tetapi terapi ini
bukan pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk
melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi,
karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala
bentuk kegiatan seperti membaca koran, main catur, dapat pula dijadikan
media yang penting. Setelah klien melakukan kegiatan tersebut, klien
diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan
tersebut bagi dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yang harus
dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitas setelah dilakukannya seleksi
dan ditentukan program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawat
langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien. Perawat membantu
keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal
masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi
perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang
sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga
yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah
perilaku maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi perilaku
maladaptif (pencegahan sekunder) dan memulihkan perilaku maladaptif
menuju perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan
klien dan keluarga dapat ditingkatkan secara optimal.
d. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi
perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada
kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien.
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive theraphy (ECT) adalah
bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis
klien. Terapi ini digunakan dalam menangani klien skizofrenia dengan
intensitas 20-30 kali terapi. Biasanya dilaksanakan setiap 2-3 hari sekali
(seminggu 2 kali).
2. KONSEP KEPERAWATAN
Menurut Yosep Iyus (2014) asuhan keperawatan pasien perilaku kekerasan
terdiri dari:
1. Pengkajian
a. Aspek Biologis
Respon fisiologis timbul karena system saraf bereaksi terhadap sekresi epinerin
sehingga tekanan darah meningkat, takcikardi, muka merah, pupil melebar,
pengeluaran urin meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatkan kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan di
kepal, tubuh kaku dan reflek cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang
dikeluarkan saat marah bertambah.
b. Aspek Emosional
Individu marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi
dendam, ingin berkelahi, ngamuk, bermusuhan, sakit hati, menyalahgunakan, dan
menuntut. Perilaku menarik perhatian dan timbulnya konflik pada diri sendiri
perlu dikaji seperti melarikan diri, bolos sekolah, mencuri, menimbulkan
kebakaran, dan penyimpangan seksual.
c. Aspek Intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu di dapatkan melalui proses intelektual,
peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman.
d. Aspek Sosial
Meliputi interkasi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi
marah sering merangsang kemarahan orang lain. Dan menimbulkan penolakan
bagi orang lain. Pasien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik
tingkah lakku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata-kata kasra yang berlebhan disertai suara keras. Proses tersebut
dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain.
e. Aspek Spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hub individu dengan lingkungan.
Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan
kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Individu
yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, selalu meminta dan bimbingan
kepadaNya.
2. Diagnosa kepeawatan
1) Resiko Prilaku Kekerasan
2) Waham : Kebesaran
3) Harga Diri Rendah
3. Intervensi keperawatan

Tgl Dx Kep Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi


Resiko TUM: klien
Perilaku tidak
Kekerasan menunjukan
resiko perilaku
kekerasan
TUK: 1. Klien 1. Bina hubungan
1. Klien dapat menunjukkan saling percaya
membina tanda-tanda dengan:
hubungan percaya kepada a. Beri salam
saling perawat: setiap
percaya a. Wajah cerah, berinteraksi
tersenyum b. Perkenalkan
b. Mau nama, nama
berkenalan panggilan
c. Ada kontak perawat dan
mata tujuan perawat
d. Bersedia berkenalan
menceritakan c. Tanyakan dan
perasaan panggil nama
kesukaan klien
d. Tunjukkan
sikap empati,
jujur dan
menepati janji
setiap kali
berinteraksi
e. Tanyakan
perasaan klien
dan masalah
yang dihadapi
klien
f. Buat kontrak
interaksi yang
jelas
g. Dengarkan
dengan penuh
perhatian
ungkapan
perasaan klien
2. Klien dapat 2. Klien 2. Bantu klien
mengidentifi menceritakan mengungkapkan
kasi penyebab perilaku perasaan
penyebab kekerasan yang marahnya:
perilaku dilakukannya: a. Motivasi klien
kekerasan a. Menceritakan untuk
yang penyebab menceritakan
dilakukanny perasaan penyebab rasa
a jengkel/kesal kesal atau
baik dari diri jengkelnya
sendiri b. Dengarkan
maupun tanpa menyela
lingkunganny atau memberi
a penilaian
setiap
ungkapan
perasaan klien

3. Klien dapat 3. Klien 3. Bantu klien


mengidentifi menceritakan mengungkapkan
kasi tanda- keadaan tanda-tanda
tanda a. Fisik : mata perilaku
perilaku merah, tangan kekerasan yang
kekerasan mengepal, dialaminya:
ekspresi a. Motivasi klien
tegang, dan menceritakan
lain-lain. kondisi fisik
b. Emosional : saat perilaku
perasaan kekerasan
marah, jengkel, terjadi
bicara kasar. b. Motivasi klien
c. Sosial : menceritakan
bermusuhan kondisi
yang dialami emosinya saat
saat terjadi terjadi perilaku
perilaku kekerasan
kekerasan. c. Motivasi klien
menceritakan
kondisi
psikologis saat
terjadi perilaku
kekerasan
d. Motivasi klien
menceritakan
kondisi
hubungan
dengan orang
lainh saat
terjadi perilaku
kekerasan
4. Klien dapat 4. Klien 4. Diskusikan
mengidentifi menjelaskan: dengan klien
kasi jenis a. Jenis-jenis perilaku
perilaku ekspresi kekerasan yang
kekerasan kemarahan dilakukannya
yang pernah yang selama selama ini:
dilakukanny ini telah a. Motivasi klien
a dilakukannya menceritakan
b. Perasaannya jenis-jenis
saat melakukan tindak
kekerasan kekerasan yang
c. Efektivitas cara selama ini
yang dipakai permah
dalam dilakukannya.
menyelesaikan b. Motivasi klien
masalah menceritakan
perasaan klien
setelah tindak
kekerasan
tersebut terjadi
c. Diskusikan
apakah dengan
tindak
kekerasan yang
dilakukannya
masalah yang
dialami
teratasi.
5. Klien dapat 5. Klien menjelaskan 5. Diskusikan
mengidentifi akibat tindak dengan klien
kasi akibat kekerasan yang akibat negatif
perilaku dilakukannya (kerugian) cara
kekerasan a. Diri sendiri : yang dilakukan
luka, dijauhi pada:
teman, dll a. Diri sendiri
b. Orang b. Orang
lain/keluarga : lain/keluarga
luka, c. Lingkungan
tersinggung,
ketakutan, dll
c. Lingkungan :
barang atau
benda rusak dll
6. Klien dapat 6. Klien : 6. Diskusikan
mengidentifi a. Menjelaskan dengan klien:
kasi cara cara-cara sehat a. Apakah klien
konstruktif mengungkapka mau
dalam n marah mempelajari
mengungkap cara baru
kan mengungkapka
kemarahan n marah yang
sehat
b. Jelaskan
berbagai
alternatif
pilihan untuk
mengungkapka
n marah selain
perilaku
kekerasan yang
diketahui klien.
c. Jelaskan cara-
cara sehat
untuk
mengungkapka
n marah:
1) Cara fisik:
nafas dalam,
pukul bantal
atau kasur,
olah raga.
2) Verbal:
mengungkap
kan bahwa
dirinya
sedang kesal
kepada orang
lain.
3) Sosial:
latihan asertif
dengan orang
lain.
4) Spiritual:
sembahyang/
doa, zikir,
meditasi, dsb
sesuai
keyakinan
agamanya
masing-
masing
7. Klien dapat 7. Klien 7. 1. Diskusikan cara
mendemonst memperagakan yang mungkin
rasikan cara cara mengontrol dipilih dan
mengontrol perilaku anjurkan klien
perilaku kekerasan: memilih cara
kekerasan a. Fisik: tarik yang mungkin
nafas dalam, untuk
memukul mengungkapkan
bantal/kasur kemarahan.
b. Verbal: 7.2. Latih klien
mengungkapka memperagakan
n perasaan cara yang
kesal/jengkel dipilih:
pada orang lain a. Peragakan
tanpa menyakiti cara
c. Spiritual: melaksanaka
zikir/doa, n cara yang
meditasi sesuai dipilih.
agamanya b. Jelaskan
manfaat cara
tersebut
c. Anjurkan
klien
menirukan
peragaan
yang sudah
dilakukan.
d. Beri
penguatan
pada klien,
perbaiki cara
yang masih
belum
sempurna
7.3. Anjurkan klien
menggunakan
cara yang sudah
dilatih saat
marah/jengkel
8. Klien 8. Klien 8.1. Jelaskan
menggunaka menjelaskan: manfaat
n obat sesuai a. Manfaat menggunakan
program minum obat obat secara
yang telah b. Kerugian tidak teratur dan
ditetapkan minum obat kerugian jika
c. Nama obat tidak
d. Bentuk dan menggunakan
warna obat obat
e. Dosis yang 8.2. Jelaskan kepada
diberikan klien:
kepadanya a. Jenis obat
f. Waktu (nama,
pemakaian wanrna dan
g. Cara bentuk obat)
pemakaian b. Dosis yang
h. Efek yang tepat untuk
dirasakan klien
i. menggunakan c. Waktu
obat sesuai pemakaian
program d. Cara
pemakaian
e. Efek yang
akan
dirasakan
klien
8.3. Anjurkan klien:
a. Minta dan
menggunaka
n obat tepat
waktu
b. Lapor ke
perawat/dokt
er jika
mengalami
efek yang
tidak biasa
c. Beri pujian
terhadap
kedisplinan
klien
menggunaka
n obat.

4. Implementasi keperawatan
Setelah intervensi keperawatan, selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan
dalam situasi yang nyata untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Tindakan keperawatan
harus mendetail agar semua tenaga keperawatan dapat menjalankan tugasnya dengan baik
dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan,
perawat dapat langsung memberikan pelayanan kepada pasien atau dapat juga di
degelasikan kepada orang lain yang di percayai di bawah pengawasan yang masih
seprofesi dengan perawat. (Mitayani, 2010)
Tindakan keperawatan pada klien dengan Perilaku Kekerasan.adalah :
a. Bina Hubungan Saling Percaya ( BHSP )
b. Mengidentifikasi penyebab Perilaku Kekerasan
c. Mengidentifikasi tanda dan gejala Perilaku Kekerasan
d. Mengidentifikasi Perilaku Kekerasan yang dilakukan
e. Mengidentifikasi akibat Perilaku Kekerasan
f. Menyebutkan cara mengontrol Perilaku Kekerasan
g. Membantu pasien mempraktekan cara mengontrol Perilaku Kekerasan
h. Menganjurkan memasukkan dalam kegiatan harian. Hal ini dimaksudkan agar
tindakan keperawatan selanjutnya dapat dilanjutkan.
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. KASUS
seorang pasien bernama Tn.H datang ke RSJ pada 10 februari 2019 karena dirumah ia
sering mengamuk, suka mengancam dan berbicara dengan keras. Kemudian dokter
mendiagnosa Resiko perilaku kekerasan. Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan
cepat tersinggung, ingin mengamuk dan pernah memukul orang lain yang mengejeknya,
pasien malu dengan orang-orang sekitar, pasien juga mengatakan bahwa dirinya memiliki
ilmu dan kekuatan. Kemudian dari data objektif didapatkan TD : 110/90 mmHg, N :
96x/menit, S : 37˚c, RR : 20x/menit pasien berbicara dengan keras dan berkata tidak
sesuai dengan kenyataan dan pasien lebih banyak menghabiskan waktunya dikamar.
Kemudian pasien mendapatkan terapi medik Risperidon.
B. Resume Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Tn.H berumur 33 tahun datang ke RSJ pada 10 februari 2019 karena saat dirumah
ia sering mengamuk, suka mengancam dan berbicara dengan keras. Kemudian
dokter mendiagnosa Resiko perilaku kekerasan. Pasien mengatakan cepat
tersinggung, ingin mengamuk dan pernah memukul orang lain yang mengejeknya,
pasien malu dengan orang-orang sekitar, pasien juga mengatakan bahwa dirinya
memiliki ilmu dan kekuatan. Kemudian dari data objektif didapatkan TD : 110/90
mmHg, N : 96x/menit, S : 37˚c, RR : 20x/menit pasien berbicara dengan keras
dan berkata tidak sesuai dengan kenyataan dan pasien lebih banyak menghabiskan
waktunya dikamar. Sebelumnya pasien pernah masuk RSJ 2 kali karena saat
pulang dari RSJ pasien tidak mau minum obatnya dengan teratur. Dari keluarga
tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengannya ataupun penyakit
keturunan lainnya. Pasien mengatakan saat dia mengalami masalah biasanya klien
merusak barang-barang di sekitarnya. Di Rumah sakit pasien mendapatkan terapi
medik Risperidon Obat tersebut bekerja dengan cara mengembalikan
keseimbangan senyawa alami di otak.
b. Diagnosa – Intervensi
Dari data pengkajian yang di lakukan di dapatkan masalah keperawatan yang
pertama yaitu perilaku kekerasan data subyektif pasien mengatakan cepat
tersinggung, ingin mengamuk, pernah memukul orang lain serta mengungkapkan
keinginan memukul orang-orang yang mengejeknya. Data obyektif Pasien
berbicara keras, agak kacau, cepat tersinggung, emosi labil, kontak mata tajam,
menyendiri, lebih banyak menghabiskan waktu di kamar. Masalah utama yang
harus di atasi adalah Resiko Perilaku Kekerasan karena masalah yang mucul
sesuai dengan keluhan utama yang di keluhkan oleh pasien.
KH :
Kontrol Diri (L.09076)
1) Verbalisasi ancaman kepada orang lain dari menurun 1 menjadi sedang 3
2) Perilaku menyerang dari menurun 1 menjadi sedang 3
3) Perilaku agresif dari menurun 1 menjadi sedang 3
4) Suara keras dari menurun 1 menjadi sedang 3
Intervensi
Pencegahan Perilaku Kekerasan (I.14545)
a. Observasi
1. Monitor adanya benda yang berpotensi membahayakan
2. Monitor keamanan barang yang dibawa oleh pengunjung
3. Monitor selama penggunan barang yang dapat membahayakan
b. Terapeutik
1. Pertahankan lingkungan bebas dari bahaya secara rutin
2. Libatkan keluarga dalam perawatan
c. Edukasi
1. Anjurkan pengunjung dan keluarga untuk mendukung keselamatan
pasien
2. Latih cara mengungkapkan perasaan secara asertif
3. Latih mengurangi kemarahan secara verbal dan nonverbal
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pada pengkajian tanggal 10 februari 2019 pasien mengatakan saat dirumah ia sering
mengamuk, suka mengancam dan berbicara dengan keras. Kemudian dokter
mendiagnosa Resiko perilaku kekerasan.
Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti& Iskandar (2012.95) Perilaku kekerasan
adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayahkan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga
disebut gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu
stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol. menurut teori (Yosep,2010 &
Direja Ade, 2011), tanda dan gejala pada pasien dengan perilaku kekerasan adalah
ditandai dengan: wajah memerah, tegang, tidak nyaman merasa terganggu, dendam
jengkel, mengamuk, gangguan hubungan sosial, dan menarik diri.
Menurut Direja (2011,132), ada beberapa faktor penyebab perilaku kekerasan seperti :
faktor predisposisi, faktor presipitasi.
Berdasarkan data pengkajian pada Tn. M.B. data subyektif yang di dapatkan :
data subyektif pasien mengatakan cepat tersinggung, ingin mengamuk, pernah memukul
orang lain serta mengungkapkan keinginan memukul orang-orang yang mengejeknya.
Data obyektif Pasien berbicara keras, agak kacau, cepat tersinggung, emosi labil, kontak
mata tajam, menyendiri, lebih banyak menghabiskan waktu di kamar. Maka berdasarkan
data di atas penulis mengambil kesimpulan antara teori dan kasus nyata tidak ada
kesenjangan karena didapatkan data dari kasus nyata sama dengan teori baik penyebab
dan tanda gejala sama menurut (Yosep,2010 & Direja Ade, 2011).

B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan telah diterapkan di berbagai rumah sakit dan fasilitas kesehatan
lainnya, namun diperlukan terminologi dan indikator diagnosis keperawatan yang
terstandarisasi agar penegakan diagnosis keperawatan menjadi seragam, akurat dan tidak
ambigu untuk menghindari ketidaktepatan pengambilan keputusan dan ketidaksesuaian
asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien.(PPNI.2016)
Berdasarkan teori Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti& Iskandar (2012.95)
diagnosa keperawatan sebagai Diagnosa keperawatan prioritas yang diangkat berdasarkan
core problem adalah : perilaku kekerasan. Alasan mengapa penulis mengangkat diagnosa
perilaku kekerasan sebagai core problem adalah berdasarkan data pengkajian keluhan
utama, tanda dan gejala yang paling menonjol adalah data yang menunjukan pasien
dengan perilaku kekerasan.
C. Intervensi Keperawatan:
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dierjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan.(PPNI.2018)
Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan perawatan
untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan.(PPNI.2018)
Perencanaan keperawatan adalah metode pemberian perawatan langsung pada pasien,
Menurut teori ( Yosep, 2010), perencanaan untuk perilaku kekerasan ada 9 TUK antara
lain: Bina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perilaku kekerasan identifikasi
perasaan saat marah/jengkel tanda perilaku kekerasan, identifikasi perilaku kekerasan
yang pernah dilakukan, identifikasi akibat perilaku kekerasan, identifikasi cara
konstruktif dalam mengkapkan kemarahan, memperagakan cara mengontrol perilaku
kekerasan, Keluarga Pasien dapat menyebutkan cara mengontrol dan cara merawat
perilaku kekerasan, menyebutkan obat-obatan yang diminum dan kegunaannya (jenis,
waktu dan efek, dosis) Dan dapat minum obat sesuai program pengobatan. Intervensi
yang dapat dilakukan oleh penulis pada pasien adalah sebaagai berikut mampu membalas
salam, mau berjabat tanggan, menyebutkan nama, pasien mau tersenyum, pasien mau
kontak mata dengan perawat, dan pasien mapu mengetahui nama perawat, dapat
mengungkapkan perasaannya dan pasien dapat mengkupakan penyebab perasaan
jengkel/kesal ( dari diri sendiri lingkungan dan orang lain.) mengungkapkan apa yang
pernah dialaminya saat marah atau jengkel, mengobservasi tanda saat marah/jengkel
tanda perilaku kekerasan dan pasien dapat menyimpulkannya.

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Resiko perilaku kekerasan Setelah dilakukan tindakan Intervensi
keperawatan selama 3x24 jam Pencegahan Perilaku
diharapkan pasien mampu : Kekerasan (I.14545)
KH : a. Observasi
Kontrol Diri (L.09076) 1. Monitor adanya
1) Verbalisasi ancaman benda yang
kepada orang lain berpotensi
dari menurun 1 membahayakan
menjadi sedang 3 2. Monitor keamanan
2) Perilaku menyerang barang yang
dari menurun 1 dibawa oleh
menjadi sedang 3 pengunjung
3) Perilaku agresif dari 3. Monitor selama
menurun 1 menjadi penggunan barang
sedang 3 yang dapat
4) Suara keras dari membahayakan
menurun 1 menjadi b. Terapeutik
sedang 3 1. Pertahankan
lingkungan bebas
dari bahaya
secara rutin
2. Libatkan keluarga
dalam perawatan
c. Edukasi
1. Anjurkan
pengunjung dan
keluarga untuk
mendukung
keselamatan
pasien
2. Latih cara
mengungkapkan
perasaan secara
asertif
3. Latih mengurangi
kemarahan secara
verbal dan
nonverbal
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stresor yang dialami oleh
seseorang yang dapat menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan (Keliat & Akemat, 2010). Pendapat lain menyatakan perilaku kekerasan
adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik
maupun psikologis (Dermawan, 2013).
Resiko perilaku kekerasan adalah keadaan dimana seseorang pernah atau mempunyai
riwayat melakukan tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain atau
lingkungan baik secara fisik/emosional/seksual dan verbal (Keliat, 2010).
Perilaku kekerasan bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan perilaku kekerasan dapat terjadi
dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat
kekerasan. Perilaku kekerasan dilakukan karena ketidakmampuan dalam melakukan
koping terhadap stres, ketidakpahaman terhadap situasi sosial, tidak mampu untuk
mengidentifikasi stimulus yang dihadapi, dan tidak mampu mengontrol dorongan untuk
melakukan perilaku kekerasan (Volavka & Citrome, 2011).
Dampak dari perilaku kekerasan yang muncul pada skizofrenia dapat mencederai atau
bahkan menimbulkan kematian, pada akhirnya dapat memengaruhi stigma pada klien
skizofrenia (Volavka, 2012).
B. Saran
1. Bagi Profesi Keperawatan
Dengan tersusunya Laporan Klinik ini diharapkan dapat melaksanakan pelayan dibidang
keperawatan dan meningkatkan mutu serta kualitas pelayanan asuhan keperawatan jiwa
pada pasien Resiko perilaku kekerasan
2. Bagi Instasi Pendidikan
Dengan tersusunnya Laporan Klinik ini diharapkan mampu memberikan wacana dan
tambahan pengetahuan bagi mahasiswa dalam pemberian pelayanan keperawatan jiwa
pada pasien Resiko perilaku kekerasan
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Rafika Aditama

Damaiyati, M, & Iskandar. 2012. Asuhan keperawata jiwa. Retika ADITAMA: bandung

Dermawan D Dan Rusdi. 2013.Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Gosyen Publishing

Direja. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 (Nursing Diagnoses :


Definitions and Classification). Jakarta : EGC.

Herdman, T. Heather & Kamitsuru, Shigemi eds. (2015). NANDA international

Kelliat. 2012. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Kusumawati F dan Hartono Y. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: Salemba Medika

PPNI.(2016).Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,


Edisi 1.Jakarta:DPP PPNI.

PPNI.(2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,


Edisi 1.Jakarta:DPP PPNI.

PPNI.(2018).Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,


Edisi 1.Jakarta:DPP PPNI.

Prabowo, Eko. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika

Videbeck, S.L. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa alih Bahasa: renata komala sari, dkk editor
edisi bahasa Indonesia, pemilih Eko karyuni. Jakarta: EGC

Yosep, I. (2013). Asuhan Keperawatan Jiwa (edisi revisi). Bandung : Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai